Anda di halaman 1dari 6

PROGRAM

GERAKAN LITERASI SEKOLAH

SMP MUHAMMADIYAH 4 DEPOK

Jl. Masjid Al Hukama No. 21 , Rangkapan Jaya Baru

Kecamatan Pancoran Mas – Kota Depok

2020 -2021
LATAR BELAKANG

Membaca - menulis (literasi) merupakan salah satu aktifitas penting dalam hidup. Sebagian
besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya literasi yang
tertanam dalam diri peserta didik mempengaruhi tingkat keberhasilan baik di sekolah maupun dalam
kehidupan bermasyarakat.

Tidak berlebihan kiranya Farr (1984) menyebut bahwa “Reading is the heart of education”.
Bagi masyarakat muslim, pentingnya literasi ditekankan dalam wahyu pertama Allah kepada Nabi
Muhammad SAW, yakni perintah membaca (IQRA’) yang dilanjutkan dengan ‘mendidik melalui
literasi’ (‘Allama bil Qalam).

Sedangkan, dalam kaitannya dengan menulis, Hernowo (2005) dalam bukunya “Mengikat
Makna” menyebut bahwa menulis dapat membuat pikiran kita lebih tertata tentang topik yang kita
tulis, membuat kita bisa merumuskan keadaan diri, mengikat dan mengonstruksi gagasan,
mengefektifkan atau membuat kita memiliki sugesti (keyakinan / pengaruh) positif, membuat kita
semakin pandai memahami sesuatu (menajamkan pemahaman), meningkatkan daya ingat, membuat
kita lebih mengenali diri kita sendiri, mengalirkan diri, membuang kotoran diri, merekam momen
mengesankan yang kita alami, meninggalkan jejak pikiran yang sangat jelas, memfasihkan komunikasi,
memperbanyak kosa-kata, membantu bekerjanya imajinasi, dan menyebarkan pengetahuan. UNESCO
(1996) mencanangkan empat prinsip belajar abad 21, yakni: (1)  Learning to think (belajar berpikir),
(2)  Learning to do  (belajar berbuat), (3)  Learning to be (belajar), dan (4)  Learning to live
together  (belajar hidup bersama). Keempat pilar prinsip pembelajaran ini sepenuhnya didasarkan pada
kemampuan literasi (Literary skills).

PERMASALAHAN
Dalam konteks pendidikan nasional kita, minat baca - tulis masyarakat kita sangat
menghawatirkan. Hal ini disebabkan adanya berbagai persoalan, misalnya:
1. Hampir semua kota-kota besar di Indonesia tidak punya perpustakaan yang memadai, padahal
keberadaan perpustakaan yang memadai adalah salah satu ciri kota-kota modern di negara maju.
2. Perpustakaan yang ada di sebagian kota/kabupaten memiliki tingkat kunjungan pembaca yang
rendah. Sebagai contoh di Jakarta, dari sekitar 10 juta penduduknya yang berkunjung ke
perpustakaan hanya 200 orang/hari dan hanya 20% dari jumlah itu yang meminjam buku.
3. Disinyalir lebih dari 250 ribu sekolah di Indonesia, hanya 5% yang memiliki perpustakaan
memadai. Hal ini merupakan fakta yang miris karena bisa menjadi indikator rendahnya budaya
baca di sekolah.
4. Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton TV daripada membaca buku.
5. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, seringkali belum memiliki program pengembangan
literasi, atau menumbuhkan budaya baca-tulis secara sistemik. Padahal siswa menghabiskan
sebagian besar waktunya di sekolah.
6. Terjadi lompatan dari kondisi pra-literer ke pasca-literer tanpa melalui kondisi literer. Budaya
menonton lebih dominan di masyarakat kita.
7. Terjadi fenomena “Rabun Membaca – Pincang Menulis”. Penelitian Taufiq Ismail pada tahun
1996 menemukan perbandingan tentang budaya baca di kalangan pelajar, rata-rata lulusan SMA di
Jerman membaca 32 judul buku, di Belanda 30 buku, Rusia 12 buku, Jepang 15 buku, Singapura 6
buku, Malaysia 6 buku, Brunei 7 Buku, sedangkan Indonesia 0 buku.
8. Hasil studi Vincent Greannary yang dikutip World Bank dalam sebuah laporan
pendidikan“Education in Indonesia: From Crisis to Recovery” pada tahun 1998 mengungkapkan
kemampuan membaca siswa kelas VI SD di Indonesia mendapatkan poin 51,7. Jauh di bawah
Hongkong (75,5), Singapura (74,0), Thailand (65,1), dan Filipina (52,6). Hasil ini menunjukkan
bahwa membaca dalam sistem pendidikan nasional kita, secara faktual belum terintegrasi dengan
kurikulum.
9. Produktifitas masyarakat Indonesia dalam bidang penulisan terbilang sangat rendah. Jumlah buku
yang diterbitkan tidak sampai 18 ribu judul per tahun. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan
dengan Jepang yang mencapai 40 ribu judul per tahun, India 60 ribu judul per tahun, dan China
140 ribu judul per tahun (Kompas, 25/6/2012).
10. Dari bidang penerbitan tulisan ilmiah, produktifitas negara kita juga masih rendah. Berdasarkan
data Scimagojr, Journal, and Country Rank 2011, Indonesia berada di ranking 65 dengan jumlah
12.871 publikasi. Posisi Indonesia di bawah Kenya dengan 12.884 publikasi. Negara Paman Sam
ada di peringkat pertama, dengan 5.285.514 publikasi. Indonesia masih kalah dengan Singapura
yang ada di posisi 32 dengan 108.522 publikasi (okezone.com, 21/2/2012). Jika dilihat dengan
perspektif rasio publikasi penelitian dengan jumlah penduduk, persentasenya menjadi jauh lebih
kecil lagi.

PENYEBAB
1. Gagalnya Program Perpustakaan Sekolah : Perpustakaan sekolah secara nasional bisa dikatakan
telah gagal menciptakan budaya membaca bagi siswa. Kunjungan siswa dan jumlah peminjaman
buku sangat minim. Hal ini dikarenakan beberapa faktor: Jumlah buku koleksi perpustakaan tidak
cukup untuk memenuhi tuntutan kebutuhan membaca sebagai basis proses pendidikan. Rendahnya
jumlah koleksi tidak diantisipasi dengan program pengadaan buku secara berkala.
2. Peralatan, perlengkapan, dan petugas perpustakaan tidak sesuai kebutuhan. Sebagian petugas
bukanlah tenaga pustakawan khusus dan minim mendapatkan peningkatan (pendidikan atau
pelatihan kepustakaan).
3. Sekolah tidak mengalokasikan anggaran khusus yang memadai untuk pengembangan perpustakaan
sekolah. Akhirnya keberadaan perpustakaan menjadi tidak bermakna karena kurangnya program
kegiatan dan pengembangan.
4. Persoalan Sosial – Politik ; Kurangnya political will (kebijakan) dari pemerintah baik nasional
maupun daerah dalam mengembangkan kesadaran literasi warga, Kurangnya kesadaran
masyarakat tentang pentingnya budaya baca-tulis, Persoalan rendahnya budaya literasi belum
dianggap sebagai masalah yang mendesak (critical problem) sehingga tidak muncul respon cepat
yang diperlukan serta cenderung disepelekan, Anggapan bahwa tradisi literasi adalah ekslusif
untuk kaum elit masyarakat saja, sehingga kelompok masyarakat awam merasa tidak perlu
mengembangkan tradisi literasi, dan anggapan keliru bahwa penyadaran literasi hanyalah
kewajiban lembaga pendidikan sehingga yang lain yang belum bergerak membantu, seperti
lembaga bisnis (perusahaan) atau perorangan.
5. Persoalan Teknis di Lapangan: Kurang tersedia buku bacaan yang bermutu karena kurangnya
kuantitas perpustakaan dan kuantitas buku bacaan, Kurangnya Sumber Daya Manusia di bidang
kepustakaan dan rendahnya kompetensi pengelola perpustakaan, dan Perpustakaan belum menjadi
bagian integral dalam sistem pendidikan nasional.

ANCAMAN GLOBAL
(GLOBAL THREAT)
Rendahnya literacy awareness bangsa Indonesia sekarang ini akan semakin melemahkan daya
saing bangsa dalam persaingan global yang semakin kompetitif. “70 persen Anak Indonesia akan Sulit
Hidup di Abad 21,” demikian kata Prof Iwan Pranoto dari ITB. Indonesia termasuk negara yang
prestasi membacanya berada di bawah rata-rata negara peserta PIRLS 2006 secara keseluruhan yaitu
500, 510, dan 493. Indonesia berada di urutan ke-lima dari bawah, sedikit lebih tinggi dari Qatar (356),
Quwait (333), Maroko (326), dan Afrika Utara (304).
Sumber Daya Manusia Indonesia kurang kompetitif karena kurangnya penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, ini adalah akibat turunan dari rendahnya kemampuan baca-tulis. Membaca
belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya. Menciptakan perubahan budaya (cultural
change) memerlukan proses yang panjang, sekitar 1-2 generasi, bergantung pada political
will pemerintah dan kesadaran masyarakat, dengan rentang waktu 1 generasi sekitar 15-25 tahun.

SOLUSI
Melihat persoalan bangsa yang sedemikian krusial dalam hal kesadaran literasi, dibutuhkan
kerjasama banyak pihak untuk mengatasinya. Paling penting adalah adanya tindakan nyata yang bukan
sekedar wacana semata. Dibutuhkan intervensi secara sistemik, masif, dan berkelanjutan untuk
menumbuhkan budaya literasi masyarakat. Pendekatan yang dianggap paling efektif adalah penyadaran
literasi sejak dini dengan melibatkan dunia pendidikan. Hal ini karena tidak dipungkiri hampir seluruh
anak berstatus sebagai pelajar dan melalui proses pendidikan, sebuah program yang sistematik bisa
masuk dengan efektif. Atas dasar pemikiran inilah kami menawarkan aksi nyata perbaikan budaya
literasi melalui sebuah program yang disebut Gerakan Literasi Sekolah.

APA ITU GERAKAN LITERASI


SEKOLAH ?

Gerakan Literasi Sekolah adalah sebuah gerakan penyadaran literasi yang dimulai dari lembaga
pendidikan. Gerakan Literasi Sekolah mengajak semua pihak untuk terlibat dalam usaha penyadaran
budaya literasi, yakni:
1. Sekolah, sebagai lembaga yang menjadi tempat pelaksanaan gerakan
2. Guru, sebagai tenaga pendidik dan teladan bagi siswa
3. Siswa, sebagai sasaran utama gerakan
4. Pemerintah Daerah (Dinas Pendidikan), sebagai pembuat kebijakan
5. Yayasan penyelenggara pendidikan, sebagai pembuat kebijakan
6. Pengelola Perpustakaan, sebagai pusat kegiatan baca - tulis
7. Perusahaan, sebagai penyumbang buku melalui program CSR
8. Media Massa, sebagai saluran informasi masyarakat
Gerakan Literasi Sekolah adalah sebuah program intervensi pembudayaan literasi yang tepat,
mudah dilaksanakan, dilakukan secara sistemik, komprehensif, merata pada semua komponen sekolah,
berkelanjutan, dan dikelola secara profesional oleh lembaga yang kredibel. Adapun kegiatan yang akan
dilakukan dalam Gerakan Literasi Sekolah ini, meliputi;
a. Program Membaca Rutin di Sekolah
Program Membaca Rutin di Sekolah (Sustained Silent Reading) atau disingkat SSR adalah
strategi intervensi membaca yang telah digunakan oleh negara-negara maju dalam membudayakan
dan meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca. Program ini merupakan program yang
krusial untuk menjamin terciptanya kebiasaan dan budaya membaca pada warga sekolah.
Program membaca rutin ini akan dilaksanakan seminggu sekali setiap hari selasa selama 30
menit di awal pembelajaran dengan menggunakan metode SSR. Setiap anak termasuk guru di jam
pertama wajib mengikuti program ini. Setelah itu, setiap 2 bulan sekali siswa/I harus mengumpulkan
resensi dari buku yang telah selesai di baca.

b. Program Literasi Quran


Program ini dimaksudkan untuk mempercepat kemampuan peserta didik dalam baca Al
Quran, dan setelah itu peserta didik supaya terbiasa membaca Al Quran dalam kehidupan sehari-
hari. SMP Muhammadiyah 4 Depok menyelenggarakan pembiasaan membaca Al Quran
dibudayakan setiap pagi jam 07.10 – 07.20 sebelum kegiatan pembelajaran jam pertama dimulai.

c. Pengembangan Perpustakaan Sekolah


Program ini ditunjukan untuk membantu perpustakaan sekolah dalam menambah koleksi
buku bacaan bermutu. Program pengembangan mencakup penambahan koleksi buku, maupun
inovasi lain untuk mendekatkan siswa kepada perpustakaan misalnya melalui kegiatan perpustakaan
kelas. Adapun program peningkatan koleksi perpustakaan dilakukan dengan dua cara, yakni (1)
secara internal melalui kegiatan One Student One Book (OSOB) melibatkan siswa/orang tua untuk
menyumbang buku kepada perpustakaan, dan (2) secara eksternal melalui kegiatan sumbangan buku
yang diberikan oleh perusahaan (sebagai CSR) atau penerbit.

d. Seminar dan Workshop


Peserta dalam kegiatan seminar literasi ini adalah perwakilan penyelenggara sekolah,
pimpinan sekolah, guru, dan siswa. Seminar dilaksanakan selama satu hari. Workshop dilakukan
secara berkala untuk meningkatkan kemampuan literasi warga sekolah peserta gerakan. Sasaran
peserta workshop bervariasi bergantung pada materi workshop. Adapun materi workshop yang
ditawarkan adalah:
1. Teknik-Teknik Membaca Efektif
2. Menulis Kreatif Terstruktur dengan Pendekatan Jurnalisme Sastrawi, untuk siswa SMP, SMA,
dan Guru
3. Workshop bagi pustakawan, dilakukan secara kolektif dengan sekolah peserta yang lain
4. Workshop penerbitan buku, menghadirkan pakar penulisan dan penerbit.
5. Workshop jurnalistik dan manajemen media, untuk redaksi majalah sekolah.

e. Pojok Baca untuk Setiap Kelas


Pojok baca adalah sebuah area membaca terbatas yang berada di dalam kelas, baik di pojok
belakang ataupun pojok depan kelas. Pojok baca ini adalah gambaran dari perpustakaan kecil yang
terdapat di dalam kelas, karena sarana gedung sekolah yang masih melaksanakan pembangunan
sehingga keberadaan perpustakaan masih kurang optimal, maka diharapkan dengan adanya pojok baca
di setiap kelas dapat membantu menumbuhkan semangat membaca siswa/i.

b. Pemberian Penghargaan
Pemberian penghargaan ini dilakukan melalui kegiatan bertajuk Literacy Award, yakni
sebuah program pemberian penghargaan kepada pihak-pihak yang dinilai berpartisipasi dan
berperan baik secara langsung maupun tidak, dalam usaha penyadaran literasi bangsa melalui
Gerakan Literasi Sekolah ini. Sasaran penerima Literacy Award  adalah sekolah secara kelembagaan,
guru/tenaga pendidik, siswa, perusahaan peduli literasi, dan perorangan yang telah berpartisipasi.
Penghargaan berupa piagam penghargaan dan dana pembinaan untuk peningkatan kesadaran literasi
lebih lanjut. Kegiatan ini dilaksanakan berkala bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.

c. Pameran Buku
Pameran buku (book expo) adalah kegiatan bazar buku yang bekerja sama dengan penerbit
atau toko buku. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan penghargaan siswa dan masyarakat terhadap
karya tulis, yang pada akhirnya secara kumulatif akan memotivasi penulis untuk semakin berkarya.

Secara keseluruhan program ini dikelola oleh seluruh warga sekolah. Dalam pelaksanaannya
di lapangan akan dilaksanakan kerjasama dengan dinas pendidikan daerah serta dibantu oleh pihak-
pihak lain, seperti sukarelawan literasi (dari mahasiswa / pekerja sosial), penerbit, perusahaan, media
massa, dan individu-individu yang peduli dengan literasi bangsa. Pada dasarnya kegiatan ini
dilaksanakan sepanjang mungkin, sebagaimana belajar juga dilaksanakan seumur hidup (long life
education).

TARGET
Target yang hendak dicapai melalui Gerakan Literasi Sekolah ini adalah;
1. Terwujudnya masyarakat sadar literasi yang ditunjukkan dengan meningkatnya budaya baca -tulis di
masyarakat.
2. Meningkatnya daya saing bangsa melalui peningkatan wawasan dan ilmu pengetahuan akibat minat
baca yang tinggi.
3. Meningkatnya jumlah buku yang dibaca siswa dalam satu tahun. Dengan asumsi tiap siswa
membaca minimal 10 buku dalam setahun.
4. Terbentuknya perpustakaan sekolah
5. Meningkatnya koleksi buku perpustakaan sekolah, minimal sejumlah siswa setiap tahun.
6. Tercapai sumbangan buku dari sponsor (perusahaan dan perorangan).

PENUTUP
Demikian rencana program kegiatan ini kami susun, semoga dapat dijadikan acuan bagi
pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir. Kepada semua pihak yang telah mendukung untuk
terselanggaranya kegiatan ini, kami ucapkan terimakasih. Jazakumulloh Khoiran Katsir.

Anda mungkin juga menyukai