Anda di halaman 1dari 11

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Gagal ginjal Kronik Merupakan Kerusakan Ginjal Progresif yang berakibat fatal dan di
tandai dengan uremia (urea dan Limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal) . (Nursalam.2006)
Gagal Ginjal Kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irrefersibel.(Arif, 1999)
2. Etiologi
Penyakit-penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus, Glomerulonefritis kronis,
Pielonefritis, Hipertensi yang tidak dapat dikontrol, Obstruksi traktus urinarius, lesi Herediter
seperti penyakit Polikistik, gangguan vaskuler, infeksi.
(Smeltzzer Suzzane,2001 )
3. Tahapan Gagal Ginjal Kronik
Gagal Ginjal Kronik bekaitan dengan kerusakan nefron dan penurunan progresif GFR.
Tahapan gagal ginjal kronik didasarkan pada kerusakan nefron dan tingkat GFR yang tersisa
dan mencakup:
a. Stadium penurunan cadangan ginjal sekitar 40-75 % nefron tidak berfungsi, laju
glomerulus 40-50 % normal, BUN dan kreatinin serum masih normal dan pasien
asimtomatik.
b. Stadium ensufiensi ginjal, 75-80 % nefron tidak berfungsi, laju glomerulus 20-40 %
normal, BUN dan kreatinin serum mulai meningkat, anemia ringan dan azotemia
ringan
c. stadium gagal ginjal apabila laju glomerulus 10-20 % normal, BUN dan kreatinin
serum meningkat, anemia , azotemia, dan asidosis metabolik.
d. Penyakit ginjal stadium akhir, laju glomerulus kurang dari 5-10 % lebih dari 85 %
nefron tidak berfungsi
(Syamsyir Alam dan Iwan Hadibroto. 2008 )
(140 - umur) X BB
CCT =
72 X C
Hitung CCT untuk menentukan stadium Ggal Ginjal Kronik (Rumus Cockeroft dan gautt)
B. Pengkajian
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan
klien gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih penekanan pada
support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh
(hemodynmically process). Dengan tidak optimalnya/ gagalnya fungsi ginjal,
maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang
kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini tetap berlanjut (kronis), maka akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan sistem
tersebut. Berikut ini merupakan pengkajian keperawatan pada klien dengan
gagal ginjal kronis :
Biodata

a. Usia

Gagal ginjal menyerang semua golongan usia, tidak ada spesifikasi khusus
pada usia penderita gagal ginjal kronis (Prabowo, 2014).

b. Jenis Kelamin

Laki- laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan
pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insiden
gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri (Prabowo, 2014).

Keluhan Utama

Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang


menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai
pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea,
dan pruritis. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa
metabolisme/ toksin dalam tubuh kareana ginjal mengalami kegagalan filtrasi (
Prabowo, 2014).

Riwayat Penyakit Sekarang

Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine
output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas karena komplikasi dari
gangguan system ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada
napas. Selain itu, karena berdampak pada proses metabolisme (sekunder
karena intoksikasi), maka akan terjadi anoreksia, nausea dan vomit sehingga
beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi (Prabowo, 2014)

Riwayat Penyakit Dahulu

Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu
akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat ISK, payah jantung,
penggunaan obat berlebihan (overdosis) khususnya obat bersifat nefrotosik,
BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu,
ada beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi / menyebabkan gagal
ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi. Batu saluran kemih (urolithiasis)
(Prabowo, 2014).

Riwayat Kesehatan Keluarga

Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit gagal ginjal kronis. Namun,
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap
kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut herediter. Pola
kesehatan keluarga yang diterapkan jika anggota keluarga yang sakit,
misalnya minum jamu saat sakit (Prabowo, 2014).

Riwayat Psikososial

Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif
yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial
terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan
menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam
diri. Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang di keluarkan selama
proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan (Prabowo, 2014).

a. Pola Fungsi Kesehatan (Kowalak, 2011)

1) Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan


Pemakaian obat yang berlebihan
2) Pola makan tinggi lemak dan karbohidrat
3) Pola eliminasi
a) Eliminasi uri
Sering berkemih pada malam hari, tetapi urine sedikit

b) Eliminasi alvi
Frekuensi BAB meningkat 1 x per hari konsistensi

4) Pola aktivitas dan kebersihan diri


Aktivitas sehari – hari dibantu karena kekuatan otot menurun

5) Pola istirahat – tidur


Terjadi gangguan pola tidur pada malam hari karena sering berkemih
pada malam hari jika penyebab GGK karena Diabetes mellitus.

6) Pola kognitif
Tidak mengalami dalam kognitif, klien dapat menyebutkan hari, bulan,
dan tahun, serta menyebutkan 3 benda, berhitung dan mengikuti perintah

7) Pola konsep diri


a) Identitas diri
Terjadi ketidak mampuan karena sakit yang akan mengancam identitas
klien

b) Peran diri

Terjadi perubahan dalam peran karena ketidak mampuan klien akibat


sakit;

c) Gambaran diri
Terjadi perubahan dalam gambaran diri dan mengubah gaya hidup
yang ada;

d) Ideal diri
Tergantung pada individu saat menghadapi kondisi saat ini, seperti
pada harapanya akan kesembuhan, ketahanan psikologis dan
dukungan sosial serta optimisme individu;

e) Harga diri
Penilaian haraga diri hanya bisa ditentukan pada klien itu sendiri.

8) Pola hubungan peran


Interaksi klien tidak mengalami gangguan, dapat berbicara dengan lancar,
mengikuti intruksi dengan dengan tepat.

9) Pola fungsi seksual – seksualitas


Terjadi amenore pada wanita

10) Pola mekanisme koping


Sebagian pasien sudah menerima keadaan mereka tetapi ada beberapa
pasien yang masih menyangkal dan bersikap diam untuk menghadapi
masalah yang sedang mereka hadapi.

11) Pola nilai dan kepercayaan

Terjadi peningkatan praktik ibadah dikarenakan ingin sembuh dan


ketakutan akan kematian.

b. Pemeriksaan Fisik (Kowalak, 2011)

1) Keadaan umum :
Lemah, kesadaran : konfusi, disorientasi

Tekanan darah : Hipertensi

Dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan
diastolic > 90mmHg.

2) Body system
a) Sistem pulmoner
Inspeksi : Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), sputum kental

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, massa, peradangan dan eskpansi

dada simetris

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Jika terjadi penumpukan cairan dalam paru maka

terdengar bunyi krekels

b) Sistem kardiovaskuler

Inspeksi : Pembesaran vena junggularis

Palpasi : Ictus cordis teraba di ics 4 atau 5

Perkusi : Redup

Auskultasi : jika terjadi penumpukan cairan dalam pleura maka

terdengar friction rub perikardial

c) Sistem neurologi

Kesadaran komposmentis terjadi konfusi dan disorientasi apabila terjadi


penumpukan zat – zat toksik, rasa panas pada telapak kaki

(1) Persepsi sensori

Penglihatan : edema periorbital, konjungtiva anemis;

Pendengaran : tidak terganggu, terbukti dengan pasien dapat

mendengar suara bisikan perawat dan detak jam tangan;

Penciuman : tidak terganggu, terbukti pasien dapat mencium

macam bau;

Pengecapan : tidak terganggu, terbukti dapat membedakan rasa

manis, pahit dan asin, asam;


Perabaan : tidak terganggu, terbukti klien dapar membedakan
letak sentuhan dengan benda tajam, tumpul, suhu hangat dan dingin serta letak sentuhan.

(2) Reflek menurut

Reflek Bisep : positif, terdapat fleksi lengan pada siku

Reflek trisep : positif, terdapat esktensi lengan bawah pada sendi

Siku

Reflek patella : positif, terdapat plantar fleksi kaki

Reflek achiles : positif terdapat plantar fleksi kaki Reflek patologis

Reflek Babinski : negative, terdapat plantar fleksi kaki dan fleksi

semua jari kaki

d) Sistem gastrointestinal

Inspeksi : ulserasi dan perdarahan pada mulut

Auskultasi : bising usus dapat terdengar meningkat atau sangat


lambat (normalnya 8 – 12 x/mnt)

Perkusi : jika terjadi diare maka ditemukan hipertimpani dan jika

konstipasi maka ditemukan bunyi redup.

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan massa.

e) Sistem perkemihan

Inspeksi : tidak ada peradangan dan trauma

Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan distensi kandung kemih

f) Sistem integument

Inspeksi : warna kulit abu abu mengkilat, bersisik, ekimosis

Palpasi : kulit kering, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar

g) Sistem musculoskeletal
Kram otot, kekuatan otot menurun, kelemahan pada tungkai, pitting
edema.

h) Sistem reproduksi

Ditemukan : atrofi testikuler.

(Kowalak, 2011)

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Umum
1)      Menurut (Doenges, 2000) pemeriksaan urin meliputi :
a)      Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada (anuria)
b)      Warna : secara abnormal yaitu kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah
urine mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, fosfat atau urat
c)      Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal (normal
117-120 ml/menit)
d)     Protein: Proteinuria derajat tinggi (+3 – +4 ) sangat menunjukkan kerusakan glomerulus
bila Sel darah merah dan warna Sel darah merah tambahan juga ada. Protein derajat
rendah (+1 – +2 ) dan dapat menunjukan infeksi atau nefritis intertisial.
e) Berat jenis urine : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh :
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan : menetap
pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
f) pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio urine/
serum saring (1 : 1).
g) Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak mampu
mengabsorpsi natrium.
h) Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
i) Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna merah
diduga nefritis glomerulus.

2)      Menurut Doenges (2000) pemeriksaan darah meliputi :


a)      Ureum meningkat (normal 20-40 mg/dl), kreatinin meningkat pada proporsi rasio (l0:1).
(normal 0,5-1,5 mg/dl)
b)      Hitung darah lengkap : Ht menurun, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dl (normal laki-laki
13-16 gr/dl, perempuan 12-14 gr/dl).
c)      Natrium serum : meningkat (normal 135-147 mEq/L)
d)     GDA (Gas Darah Arteri) : pH kurang dari 7,2 asidosis metabolik (normal 7,38-7,44)
e)      Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi urine dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
(normal 3,55-5,55 mEq/L)
f)       Magnesium/fosfat : meningkat (normal 1,0-2,5 mg,dl)
g)      Kalsium : menurun (normal 9-11 mg/dl)
h)      Protein : (khususnya albumin) : menurun, penurunan pada kadar serum dapat
menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan penurunan pemasukan dan
penurunan sintesis karena kekurangan asam amino esensial.
(normal 4-5,2 g/dl)
i) Sel darah merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan / penurunan hidup.
j) Osmolalitas : Lebih besar dari 28,5 m Osm/ kg, sering sama dengan urine .

b. Pemeriksaan khusus :
1)      Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu/obstruksi
2)      EKG (Elektrokardiografi) untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.
3)      USG (Ultrasonografi) untuk melihat besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
Anatomi sistem pelviokelises, ureter untuk mencari adanya faktor yang irreversible
seperti obstruksi, oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses
berjalan lancar. Pemeriksan USG merupakan teknik noninvasive dan tidak
memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur serta tujuan kepada
pasien. (Dongoes, Maryllin. 1999)
4)      Pielografia intra-vena (PIV) untuk menilai pelviokalises dan ureter persiapan pasien
sebelum menjalani pielografia intra vena (PIV):
a)      Riwayat pasien dianamnesis untuk mendapatkan riwayat alergi yang dapat
menimbulkan reaksi yang merugikan terhadap media kontras. Dokter dan ahli
radiologi harus memperhatikan informasi atau kecurigaan pada kemungkinan
alergi sehingga dapat dilakukan tindakan untuk mencegah reaksi alergi yang serius.
Kemungkinan adanya alergi juga harus dicatat dengan jelas dalam catatan medik
pasien.
b)      Pemberian cairan dapat di batasi 8 hingga 10 jam sebelum pemeriksaan untuk
meningkatkan produksi urin yang pekat. Namun demikian, pasien-pasien yang
berusia lanjut dengan cadangan atau fungsi ginjal minimal, pasien multipel
myeloma dan pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol mungkin tidak dapat
mentolerir keadaan dehidrasi. Setelah berkonsultasi dengan dokter, perawat dapat
memberikan air minum sehingga pasien dapat meminumnya pada saat sebelum
pemeriksaan. Pasien boleh mengalami hidrasi yang berlebihan karena keadaan ini
dapat mengencerkan media kontras dan membuat visualisasi traktus urinarius
kurang adekuat.
c)      Prosedur itu sendiri serta perasaan yang timbul akibat penyuntikan media kontras
dan selama pelaksanaan pemeriksaan (misalnya perasaan panas, serta kemerahan
pada muka yang bersifat sementara) perlu di beritahukan kepada pasien.
5)      Pielografia retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
Dalam pielografia retrograde chateter ureter biasanya lewat ureter ke dalam pelvis
ginjal dengan bantuan sistoskopi kemudian media kontras dimasukan dengan grafitasi
atau penyuntikan melalui chateter pielografi retrograde biasanya di lakukan jika
pemeriksaan IVP kurang memeperlihatkan dengan jelas sistem pengumpul.
6)      Pemeriksaaan foto dada dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan
air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial
7)      Pemeriksaan radiologi
8) Biopsi ginjal : Dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
9) Endoskopi ginjal / nefroskopi : Untuk menentukan pelvis ginjal (adanya batu,
hematuria).

(Suyono, slamet 2001)


    
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. Marylinn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi I, FKUI : Media


Aesculapius
Suyono, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta : FK
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Andi Eka Pranata, Eko Prabowo, S.Kep,M.Kes. (2014). Asuhan Keperawatan
Sistem Perkemihan Edisi 1 Buku Ajar, Nuha Medika : Yogyakarta.

     Alam, Syamsir dan Iwan Hadibroto. 2008. Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 28-30.
Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia

Suzanne, C. Smeltzer. (2001).Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai