a. Usia
Gagal ginjal menyerang semua golongan usia, tidak ada spesifikasi khusus
pada usia penderita gagal ginjal kronis (Prabowo, 2014).
b. Jenis Kelamin
Laki- laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan
pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insiden
gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri (Prabowo, 2014).
Keluhan Utama
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine
output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas karena komplikasi dari
gangguan system ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada
napas. Selain itu, karena berdampak pada proses metabolisme (sekunder
karena intoksikasi), maka akan terjadi anoreksia, nausea dan vomit sehingga
beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi (Prabowo, 2014)
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu
akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat ISK, payah jantung,
penggunaan obat berlebihan (overdosis) khususnya obat bersifat nefrotosik,
BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu,
ada beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi / menyebabkan gagal
ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi. Batu saluran kemih (urolithiasis)
(Prabowo, 2014).
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit gagal ginjal kronis. Namun,
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap
kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut herediter. Pola
kesehatan keluarga yang diterapkan jika anggota keluarga yang sakit,
misalnya minum jamu saat sakit (Prabowo, 2014).
Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif
yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial
terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan
menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam
diri. Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang di keluarkan selama
proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan (Prabowo, 2014).
b) Eliminasi alvi
Frekuensi BAB meningkat 1 x per hari konsistensi
6) Pola kognitif
Tidak mengalami dalam kognitif, klien dapat menyebutkan hari, bulan,
dan tahun, serta menyebutkan 3 benda, berhitung dan mengikuti perintah
b) Peran diri
c) Gambaran diri
Terjadi perubahan dalam gambaran diri dan mengubah gaya hidup
yang ada;
d) Ideal diri
Tergantung pada individu saat menghadapi kondisi saat ini, seperti
pada harapanya akan kesembuhan, ketahanan psikologis dan
dukungan sosial serta optimisme individu;
e) Harga diri
Penilaian haraga diri hanya bisa ditentukan pada klien itu sendiri.
1) Keadaan umum :
Lemah, kesadaran : konfusi, disorientasi
Dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan
diastolic > 90mmHg.
2) Body system
a) Sistem pulmoner
Inspeksi : Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), sputum kental
dada simetris
Perkusi : Sonor
b) Sistem kardiovaskuler
Perkusi : Redup
c) Sistem neurologi
macam bau;
Siku
d) Sistem gastrointestinal
e) Sistem perkemihan
f) Sistem integument
Palpasi : kulit kering, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
g) Sistem musculoskeletal
Kram otot, kekuatan otot menurun, kelemahan pada tungkai, pitting
edema.
h) Sistem reproduksi
(Kowalak, 2011)
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Umum
1) Menurut (Doenges, 2000) pemeriksaan urin meliputi :
a) Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada (anuria)
b) Warna : secara abnormal yaitu kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah
urine mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, fosfat atau urat
c) Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal (normal
117-120 ml/menit)
d) Protein: Proteinuria derajat tinggi (+3 – +4 ) sangat menunjukkan kerusakan glomerulus
bila Sel darah merah dan warna Sel darah merah tambahan juga ada. Protein derajat
rendah (+1 – +2 ) dan dapat menunjukan infeksi atau nefritis intertisial.
e) Berat jenis urine : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh :
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan : menetap
pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
f) pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio urine/
serum saring (1 : 1).
g) Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak mampu
mengabsorpsi natrium.
h) Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
i) Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna merah
diduga nefritis glomerulus.
b. Pemeriksaan khusus :
1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu/obstruksi
2) EKG (Elektrokardiografi) untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.
3) USG (Ultrasonografi) untuk melihat besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
Anatomi sistem pelviokelises, ureter untuk mencari adanya faktor yang irreversible
seperti obstruksi, oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses
berjalan lancar. Pemeriksan USG merupakan teknik noninvasive dan tidak
memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur serta tujuan kepada
pasien. (Dongoes, Maryllin. 1999)
4) Pielografia intra-vena (PIV) untuk menilai pelviokalises dan ureter persiapan pasien
sebelum menjalani pielografia intra vena (PIV):
a) Riwayat pasien dianamnesis untuk mendapatkan riwayat alergi yang dapat
menimbulkan reaksi yang merugikan terhadap media kontras. Dokter dan ahli
radiologi harus memperhatikan informasi atau kecurigaan pada kemungkinan
alergi sehingga dapat dilakukan tindakan untuk mencegah reaksi alergi yang serius.
Kemungkinan adanya alergi juga harus dicatat dengan jelas dalam catatan medik
pasien.
b) Pemberian cairan dapat di batasi 8 hingga 10 jam sebelum pemeriksaan untuk
meningkatkan produksi urin yang pekat. Namun demikian, pasien-pasien yang
berusia lanjut dengan cadangan atau fungsi ginjal minimal, pasien multipel
myeloma dan pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol mungkin tidak dapat
mentolerir keadaan dehidrasi. Setelah berkonsultasi dengan dokter, perawat dapat
memberikan air minum sehingga pasien dapat meminumnya pada saat sebelum
pemeriksaan. Pasien boleh mengalami hidrasi yang berlebihan karena keadaan ini
dapat mengencerkan media kontras dan membuat visualisasi traktus urinarius
kurang adekuat.
c) Prosedur itu sendiri serta perasaan yang timbul akibat penyuntikan media kontras
dan selama pelaksanaan pemeriksaan (misalnya perasaan panas, serta kemerahan
pada muka yang bersifat sementara) perlu di beritahukan kepada pasien.
5) Pielografia retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
Dalam pielografia retrograde chateter ureter biasanya lewat ureter ke dalam pelvis
ginjal dengan bantuan sistoskopi kemudian media kontras dimasukan dengan grafitasi
atau penyuntikan melalui chateter pielografi retrograde biasanya di lakukan jika
pemeriksaan IVP kurang memeperlihatkan dengan jelas sistem pengumpul.
6) Pemeriksaaan foto dada dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan
air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial
7) Pemeriksaan radiologi
8) Biopsi ginjal : Dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
9) Endoskopi ginjal / nefroskopi : Untuk menentukan pelvis ginjal (adanya batu,
hematuria).
Alam, Syamsir dan Iwan Hadibroto. 2008. Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 28-30.
Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika