Anda di halaman 1dari 19

SARI PUSTAKA

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH

Disusun oleh:

Agatha Nagrintya Gintings (2065050052)

PEMBIMBING

dr. Tiroy Sari Bumi Simanjuntak, Sp.PD FINASIM

SARI PUSTAKA DIBUAT DALAM RANGKA

MEMENUHI SYARAT PEMBELAJARAN JARAK JAUH KEPANITERAAN ILMU


PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

PERIODE 2 November 2020 – 28 November 2020

JAKARTA

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Sari Pustaka dengan judul;

“PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH”

Telah diterima dan disetujui oleh dokter pembimbing klinik, sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.

Jakarta, November 2020

Dokter Pembimbing Sari Pustaka

dr. Tiroy Sari B. S, SpPD FINASM

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan
penyertaan-Nya sehingga penulisan sari pustaka yang berjudul ”Perdarahan Saluran
Cerna Bagian Bawah” dapat diselesaikan. Penulisan sari pustaka ini dimaksudkan
sebagai kelengkapan dalam menjalani kepanitraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Dalam di RSU UKI. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr.Tiroy Sari Bumi
Simanjuntak, Sp.PD FINASIM sebagai pembimbing yang telah membimbing,
sehingga penulis dapat menyelesaikan sari pustaka ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa penulisan sari pustaka ini masih belum
sempurna oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga sari pustaka ini dapat berguna bagi pembaca.

Jakarta , November 2020

Penulis,

(Agatha Nagrintya Gintings)

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. 3
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... 4
BAB I ....................................................................................................................................................... 5
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................................................. 5
1.2 TUJUAN UMUM ...................................................................................................................................... 6
1.3 TUJUAN KHUSUS.................................................................................................................................... 6
1.4 MANFAAT .............................................................................................................................................. 6
BAB II ..................................................................................................................................................... 7
2.1 DEFINISI & KLASIFIKASI ....................................................................................................................... 7
2.2 ETIOLOGI ............................................................................................................................................... 8
2.3 KARAKTERISTIK KLINIK .................................................................................................................... 10
2.4 PATOFISIOLOGI ................................................................................................................................... 11
2.5 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................................. 12
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................................................................... 12
2.7 TATALAKSANA.................................................................................................................................... 14
2.8 PROGNOSIS ......................................................................................................................................... 16
BAB III .................................................................................................................................................. 17
3.1 KESIMPULAN ...................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 17

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan gastrointestinal bagian bawah (Lower gastrointestinal


bleeding /LGIB) didefinisikan sebagai perdarahan gastrointestinal dengan
sumber perdarahan distal dari ligamentum Treitz. (1)

LGIB mewakili sekitar 20% sampai 25% dari semua kasus dengan
perdarahan gastrointestinal (GI). Insiden tahunan diperkirakan antara 20 dan
27 kasus per 100.000 penduduk. Insiden ini meningkat seiring dengan
bertambahnya usia dengan peningkatan lebih dari 200 kali lipat antara usia 20
dan 80. LGIB juga lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.
Peningkatan insidensi seiring bertambahnya usia kemungkinan akibat
sekunder dari peningkatan prevalensi divertikulosis dan angiodisplasia seiring
bertambahnya usia, keduanya merupakan penyebab tersering LGIB. LGIB
memiliki kejadian tahunan rawat inap sekitar 36 / 100.000 populasi, sekitar
setengahnya untuk perdarahan saluran pencernaan bagian atas. Kematian
terkait berkisar dari 2% sampai 4%, tetapi mungkin secara signifikan lebih
tinggi pada pasien usia lanjut yang mengalami ketidakstabilan
hemodinamik.(2,3)

LGIB masih merupakan masalah kesehatan yang signifikan karena 5-20%


etiologinya tidak diketahui. Di Indonesia, dari hasil penelitian yang dilakukan
di RS Adam Malik Medan, didapatkan kejadian LGIB sebanyak 61 (52,6%)
laki-laki dan 55 (47,4%) perempuan, dengan usia rata-rata pasien yaitu 50,52
(17-84) tahun. Dan penyebab terbanyak perdarahan saluran cerna adalah
varises hemoroid sebesar 51 (44,7%) (4) Berdasarkan penelitian yang di
lakukan di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta penyebab tersering perdarahan
saluran cerna bawah pada anak adalah kolitis.(5)

5
1.2 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami gambaran tentang Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Bawah atau Lower Gastrointestinal Bleeding

1.3 Tujuan Khusus


1. Mengetahui apa itu Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah
2. Mengetahui penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah
3. Mengetahui cara mendiagnosis Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah
4. Mengetahui tatalaksana Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah

1.4 Manfaat
 Meningkatkan pengetahuan tentang Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Bawah
 Menambah pengetahuan tentang penyebab Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Bawah
 Mengetahui cara menegakan diagnosis Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Bawah
 Meningkatkan pengetahuan tentang penanganan Perdarahan Saluran
Cerna Bagian Bawah

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi & klasifikasi


Perdarahan gastrointestinal (Gastrointestinal Bleeding/ GIB)
diklasifikasikan menjadi perdarahan gastrointestinal atas (Upper
Gastrointestinal Bleeding/UGIB) dan perdarahaan gastrointestinal bawah
(Lower Gastrointestinal Bleeding/LGIB). (6) Klasifikasi ini penting karena
mengarahkan evaluasi dan manajemen pasien. Perdarahan LGIB mengacu
pada perdarahan gastrointestinal distal dari ligament Treitz.(1)

Gambar 1. Letak Ligamentum Treitz

Ada beberapa klasifikasi yang digunakan untuk mendeskripsikan LGIB


terkait dengan durasi dan tingkat keparahan perdarahan serta hasil
endoskopi. Jika berhubungan dengan jumlah perdarahan, LGIB dapat
dikategorikan sebagai masif, sedang, atau perdarahan samar (occult).
Perdarahan masif ditentukan oleh adanya hematokezia yang banyak dengan
ketidakstabilan hemodinamik. Perdarahan sedang didapatkan hematokezia
pada pasien yang stabil secara hemodinamik. Perdarahan samar ditentukan

7
oleh hasil tes darah samar tinja positif atau anemia defisiensi besi tanpa
sumber lain yang dapat diidentifikasi dan tanpa hematokezia yang jelas.(7)

Massive bleeding Moderate bleeding Occult bleeding

• Usia>65 tahun • Semua usia •semua usia


dengan beberapa • Mungkin di •didapatkan anemin
masalah kesehatan dapatkan mikrositik
lainnya hematokezia atau hipokromkarna
kehilangan darah
• Hematokezia atau melena secara kronik.
darah merah terang • Hemodinamik stabil •Beberapa penyakit
per rektum • Beberapa penyakit termasuk kongenital,
• Hemodinamik tidak termasuk benign inflamasi dan
stabil : anorectal, neoplasma yang
• Sistolik = kongenital, mungkin menyebabkan
90mmHg inflamasi, perdarahan samar yang
kronik
• Heart Rate neoplasma yang
>100/min mungkin menjadi
• Urine output penyebab LGIB
sedikit dengan jumlah
darah moderate baik
• Hemoglobin =
terjadi secara akut
6gr/dl
maupun kronik.
• Penyebab tersering :
• Divertikulosis
• Angiodisplasi
• Mortality rate 21%

Gambar 2. Tipe LGIB(8)

Dan berdasarkan durasinya, LGIB dapat dibagi menjadi akut atau


kronis. LGIB akut bila kehilang darah dalam waktu kurang lebih <3hari,
sedangkan kronis, biasanya beberapa hari sampai beberapa minggu. LGIB
akut biasanya ditandai dengan hematokezia atau melena dan dapat
menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik. Sebaliknya, LGIB kronis
biasanya perdarahan tidak terlihat secara visual tetapi didapatkan gejala
anemia defisiensi besi dan/atau tes positif pemeriksaan darah samar feses.(2)

2.2 Etiologi
Diagram di bawah ini mengelompokkan beberapa penyebab Perdarahan
saluran cerna bagian bawah (Lower Gastrointestinal Bleeding /LGIB) yang
paling umum, yaitu berdasarkan anatomi, vascular,neoplasma,dan
inflamasi.(8)

8
LGIB

Anatomi Vaskular Neoplasma Inflamasi

divertikulosis Angiodisplasia Infeksius Non Infeksius

Iskemik Salmonella sp Crohn disease

Riwayat radiasi Shigella sp

Gambar 3. Penyebab dari Lower Gastrointestinal Bleeding/ LGIB.(8)

Pada table.1 merupakan beberapa penyebab pasien di Rumah sakit


dengan manifestasi LGIB. Divertikulosis kolon menjadi penyebab paling
umum, terhitung sekitar 30% dari kasus perdarahan saluran cerna bagian
bawah yang memerlukan rawat inap. Hemorrhoid interna adalah penyebab
paling umum kedua. Kolitis iskemik dan perdarahan pasca polipektomi
meningkat frekuensinya, kemungkinan karena peningkatan komorbiditas
medis dan penggunaan anti-platelet / antikoagulan.(3)

Diagnosis Frekuensi (%)

Divertikulosis 30

Hemorrhoids 14

Iskemik 12

Inflammatory Bowel Disease 9

Post-polypectomy 8

Kanker Kolon/polyps 6

Ulkus Rektal 6

Vascular ectasia 3

Radiasi colitis/Proktitis 3

Lainnya 6

Sumber : UCLA-CURE Hemostasis Research Group database

Tabel 1. Etiologi Perdarahan Saluran Cerna Bawah(3)

9
Berdasarkan karakteristik klinik LGIB, yaitu umumnya ditandai dengan
hematokezia atau Perdarahan samar (Occult) maka didapatkan etiologi LGIB
sebagai berikut. Hematokezia sering disebabkan oleh Divertikulosis,
Angiodisplasi, Kolitis iskemik, Penyakit perianal (seperti Hemoroid dan
fisura ani) dan penyebab lainnya seperti IBD, Infeksi (Campilobacter jejuni
spp, Salmonella spp, shigella spp, E.coli) dan terapi radiasi. Sedangkan
penyebab perdarahan samar saluran cerna dapat dikelompokkan menjadi 4
penyebab yaitu Inflamasi (Penyakit asam lambung), Inflamasi (Malformasi
vascular), Tumor dan Neoplasma, dan penyebab lainnya (Obat: OAINS,
antikoagulan,preparat kalium, antibiotik, antimetabolik, antikoagulan)(9)

Di Indonesia, dari hasil penelitian (2012) yang dilakukan Lubis dkk, dari
pemeriksaan kolonsokopi didapatkan penyebab LGIB dengan keluhan
hematokezia pada RS Adam Malik, Medan seperti pada table 2. Dimana
penyebab LGIB tertinggi ialah varices hemoroid. (4)

Etiologi n (%)

Varices Hemoroid 52 (44.7)

Karsinoma Kolorektal 17 (14.7)

Normal endoskopi 17 (14.7)

Karsinoma Sigmoid 8 (6.9)

Proktitis 8 (6.9)

Kolitis 6 (5.1)

Kanker kolon desencen 4 (3.5)

Karsinoma rektosigmoid 4 (3.5)

Tabel 2. Distribusi etiologi dari LGIB di RS Adam Malik, Medan (4)

2.3 Karakteristik Klinik

Perdarahan bisa terjadi dari organ gastrointestinal manapun. Paling


sering, perdarahan saluran cerna bagian atas (Upper Gastrointestinal

10
Bleeding/UGIB) ditandai dengan melena atau hematemesis, sedangkan
perdarahan saluran cerna bagian bawah (Lower Gastrointestinal
Bleeding/LGIB) menghasilkan feses berwarna merah cerah atau merah marun.
Namun, UGIB yang cepat dapat menyebabkan jumlah perdarahan yang
banyak melalui rektal, sementara pendarahan perlahan pada bagian kolon
ascending dapat memberi gambaran melena. Perdarahan lambat yang terjadi
kronis dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi. (10)

Hematokezia diartikan sebagai darah segar yang keluar melalui anus. Ini
merupakan manifestasi tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah,
umumnya dari kolon sebelah kiri. Melena ditandai dengan tinja berwarna
hitam dengan bau yang khas. Umumnya melena berasal dari perdarahan
kolon sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Bila perdarahan ringan &
warna feses tak berubah secara visual maka ini dikatakan sebagai Darah
samar (Occult).(9)

2.4 Patofisiologi
Penyakit divertikular menyumbang lebih dari 40% perdarahan saluran
cerna bagian bawah (Lower Gastrointestinal Bleeding/LGIB) dan sering
muncul sebagai hematokezia tanpa rasa sakit. Lebih dari 80% LGIB akan
berhenti secara spontan, dan mortalitas keseluruhan tercatat 2% sampai 4%.
Perdarahan divertikular biasanya berulang. Oleh karena itu, identifikasi dan
pengelolaan dini sangat penting. Prevalensi penyakit divertikular meningkat
pada pasien usia lanjut, terutama yang berusia > 80 tahun, pasien dengan
sembelit kronis, dan perubahan motilitas kolon. Kolon kiri lebih sering
sebagai sumber perdarahan divertikular.

Pasien yang datang dengan tanda dan gejala penyakit tukak lambung atau
penggunaan NSAID dapat dicurigai terjadinya LGIB. Kolitis iskemik terjadi
pada 20% dari perdarahan bagian bawah dan lebih umum pada orang tua. Ini
terjadi sebagai respons terhadap aliran mesenterika yang berkurang ke usus
besar karena penurunan curah jantung, vasospasme, atau penyakit
aterosklerotik. Penyebab non-trombotik biasanya mempengaruhi daerah
aliran sungai dari usus, terutama pada bagian limpa. Proses penyakit non-
oklusif ini biasanya sembuh dengan hidrasi dan intervensi non-bedah.
Kejadian oklusif atau tromboemboli dapat mempengaruhi area usus yang jauh
lebih luas dan harus segera dievaluasi dengan angiografi mesenterika. Pasien
dengan iskemia mesenterika memerlukan evaluasi dan intervensi radiografi
dan / atau bedah.

11
Penyebab paling umum dari LGIB pada pasien yang berusia <50 tahun
adalah kelainan anorektal, khususnya Hemmorhoid. Penyakit radang usus
(IBD) dan penggunaan NSAID juga harus dievaluasi pada LGIB. Proses
penyakit lain yang harus dipertimbangkan termasuk ektasia vaskular yang
datar, lesi mukosa merah di sekum dan kolon asendens dan mewakili 10%
dari LGIB. Perdarahan pasca polipektomi lebih sering terjadi pada pasien
yang berusia >65 tahun dengan polip lebih dari 1 cm. Pendarahan biasanya
sembuh sendiri tetapi bisa tertunda hingga satu minggu setelah prosedur. (11)

2.5 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


1. Hematokezia
Riwayat hemoroid atau IBD sangat penting untuk dicatat. Nyeri
abdomen atau diare merupakan tanda adanya kolitis atau neoplasma.
Keganasan kadang ditandai dengan penurunan berat badan, anoreksia,
limfadenopati atau massa yang teraba.(9)
2. Perdarahan samar (Occult)
Pada anamnesis, didapatkan tanda dan gejala yang mengarah anemia,
seperti rasa lelah, palpitasi, rasa pusing pada saat berubah posisi, atau
sesak napas pada saat berolahraga. Di dapatkan juga gejala defisiensi
besi, yaitu kebiasaan makan es atau tanah (gejala pica). Petunjuk
perdarahan dari lambung bila di dapatkan keluhan dipepsia, nyeri
abdomen, hurtburn atau regurgitasi. Sedangkan, gejala yang mungkin
mengarah keganasan ialah penurunan berat badan dan anoreksia. Pada
lansia yang mengalami perdarahan berulang tanpa disertai gejala
lainnya yang khas dapat di curigai angiodisplasia atau vaskular ektasia
lainnya. (9)

2.6 Pemeriksaan penunjang


 Kolonoskopi
Kolonoskopi adalah prosedur awal untuk hampir semua pasien yang
mengalami LGIB akut, karena memiliki kegunaan diagnostik dan
terapeutik. Penyebab umum LGIB akut termasuk perdarahan divertikular,
kolitis iskemik, angioektasia, dan perdarahan postpolypectomy. Penyebab
lain yang kurang umum termasuk tukak rektal, kolitis infeksiosa, penyakit
radang usus, polip kolorektal / neoplasma, proktitis radiasi, dan wasir. Salah
satu masalah terpenting dalam kolonoskopi diagnostik untuk LGIB akut
adalah mengidentifikasi stigmata perdarahan baru-baru ini (stigmata of
recent hemorrhage/ SRH), termasuk perdarahan aktif, pembuluh darah yang

12
terlihat tidak berdarah, dan bekuan yang melekat. SRH dianggap sebagai
indikasi untuk endoskopi hemostasis karena studi prospektif menunjukkan
bahwa perdarahan ulang dalam 30 hari pada pasien dengan SRH adalah 66%
ketika terapi endoskopi tidak dilakukan, sedangkan pasien tanpa SRH tidak
mengalami perdarahan ulang. Waktu optimal kolonoskopi masih
kontroversial. Definisi kolonoskopi awal (early colonoscopy) yang
digunakan dalam sebagian besar penelitian adalah dalam 24 jam setelah
presentasi, dan definisi dalam beberapa uji coba prospektif adalah dalam 6-
12 jam. Pada beberapa percobaan, di dapatkan bukti berkualitas tinggi
tentang manfaat early colonoscopy dibandingkan elective colonoscopy.
Pedoman LGIB merekomendasikan bahwa pasien dengan gambaran
klinis berisiko tinggi dan tanda-tanda perdarahan yang sedang
berlangsung harus menjalani kolonoskopi dini, yaitu dalam waktu 24
jam. Berdasarkan bukti hingga saat ini, tujuan utama kolonoskopi dini
adalah untuk mengidentifikasi tempat perdarahan dan lakukan terapi
hemostatik endoskopik.(6)
 Computed tomography
Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan sensitivitas tinggi (85,2%)
dan spesifisitas tinggi (92,1%) dari angiografi CT untuk mendiagnosis GIB
akut. Panduan American College of Gastroenterology menyarankan bahwa
CT angiografi harus dipertimbangkan untuk melokalisasi lokasi perdarahan
sebelum angiografi atau operasi, ketika hemodinamik tidak mengizinkan
evaluasi endoskopi dan / atau ketika pasien tidak dapat mentolerir persiapan
usus untuk kolonoskopi.
Signifikansi klinis dari melakukan CE-CT sebelum kolonoskopi
telah diperiksa dalam beberapa tahun terakhir. Studi retrospektif tentang
LGIB akut melaporkan bahwa tingkat deteksi untuk lesi vaskular lebih
tinggi untuk kolonoskopi setelah CT daripada untuk kolonoskopi saja
(35,7% vs 20,6%, P = 0,01), yang mengarah ke terapi endoskopi yang lebih
banyak.(34,9% vs 13,4%, P <0,01)(6)
 Angiografi dan embolisasi

13
Keuntungan utama dari angiografi dan embolisasi adalah dapat mengontrol
secara parah perdarahan tanpa persiapan usus. Tinjauan sistematis
melaporkan bahwa embolisasi angiografik superselektif mencapai
hemostasis langsung pada 40% -100% pasien. Perdarahan divertikular
dengan perdarahan ulang sesekali (15%). Kerugian dari angiografi dan
embolisasi mencakup kebutuhan untuk perdarahan aktif dan risiko iskemia
usus dan komplikasi nefropati akibat kontras. Pedoman LGIB
merekomendasikan bahwa intervensi ini harus disediakan untuk pasien
dengan perdarahan yang sangat cepat dan berkelanjutan yang tidak
merespon hemodinamik secara adekuat upaya resusitasi dan tidak mungkin
mentolerir persiapan usus dan awal kolonoskopi. Angiografi membutuhkan
laju kehilangan darah> 0,5 mL / menit untuk melokalisasi lokasi perdarahan
.Selain itu, CT angiografi mungkin berguna sebagai non-invasif. (6)
Perdarahan Samar (Occult)
 Tes darah samar
Preparat guaic seperti hemoccult cards, merupakan tes yang sering
digunakan untuk menilai darah samar di feses karena mudah dan praktis
dugunakan. Secara umum hemoccult dapat mendeteksi perdarahan samar
>10ml/hari (normalnya <2ml/hari). Tes imunokemikal sangat sensitive
terhadap darah segar oleh karena itu tes ini kurang manfaatnya untuk
perdarahan dari saluran cerna bagian atas. Hemoquant memberikan hasil
yang sensitive terhadap perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah,
namun pengiriman sampel feses ke laboratorium merupakan halangan
utama bagi banyak klinikus.
 Pemeriksaan defisiensi besi
Anemia hipokrom mikrositer dapat diperiksa secara visual dan merupakan
bukti perdarahan samar saluran cerna. Anisocytosis atau bentuk sel yang
beragam merupakan petunjuk adanya defisiensi besi. Di samping itu
pemeriksaan darag perifer lengkap dan kadar besi serum serta transferrin
perlu dilakukan.
2.7 Tatalaksana

14
Tujuan evaluasi dan tatalaksana untuk perdarahan saluran cerna bagian
bawah (Lower Gastrointestinal Bleeding/LGIB), meliputi resusitasi pasien
untuk menjaga hemodinamik, mencari lokasi sumber perdarahan,
mengendalikan perdarahan, dan cegah perdarahan berulang.(1)
Penentuan status hemodinamik pasien merupakan langkah awal
dalam penatalaksanaan perdarahan saluran cerna, untuk mengetahui lebih
lanjut beratnya perdarahan yang terjadi. Perdarahan akut masif melebihi 20%
volume intravaskuler akan menyebabkan kondisi hemodinamik yang tidak
stabil, dengan beberapa tanda antara lain:
1. Hipotensi (tekanan darah < 90/60 mmHg atau mean atrial pressure (MAP)
< 70 mmHg);
2. Tekanan diastolik ortostatik menurun lebih dari 10 mmHg atau sistolik
menurun lebih dari 20 mmHg;
3. Frekuensi denyut jantung ortostatik meningkat lebih dari 15 bpm;
4. Ekstremitas teraba dingin;
5. Penurunan kesadaran;
6. Anuria atau oliguria (produksi urine < 30 ml per jam) .
Selain itu dengan adanya tanda hemodinamik yang tidak stabil, dicurigai
terjadi perdarahan masif jika terdapat hematemesis, hematokezia, darah segar
pada aspirasi tuba nasogastrik dan dengan lavage yang tidak segera hilang,
hipotensi persisten, dan bila dalam 24 jam transfusi darah > 800-1.000 mL.
Menstabilkan hemodinamik sangat penting dalam pengelolaan perdarahan
saluran cerna dan perlu dicapai dengan cepat dengan pemberian kristaloid,
koloid, atau bahkan transfusi darah. Bersamaan dengan upaya stabilisasi
hemodinamik, terapi empiris baik non-endoskopi atau per endoskopi
dilakukan.(12)

15
Gambar 4. Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian bawah (9)

2.8 Prognosis
Perdarahan saluran cerna bagian bawah berkisar dari hematokezia yang relatif
ringan hingga perdarahan masif dengan syok, dan ini menyumbang hingga 24%
dari semua kasus perdarahan GI. Kondisi ini terkait dengan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan (10% -20%). Pasien usia lanjut dan pasien dengan
kondisi komorbiditas berada pada risiko terbesar. Identifikasi lokasi perdarahan
adalah langkah awal terpenting dalam pengobatan; setelah titik perdarahan
terlokalisasi, pilihan pengobatan umumnya langsung dan kuratif. Evolusi
pencitraan diagnostik yang lebih canggih (misalnya, angiografi, pemindaian
perdarahan, kolonoskopi) menjanjikan lokasi yang tepat untuk lokasi perdarahan.
Kemajuan ini juga memberikan kontrol perdarahan nonoperatif dan kurang invasif
menggunakan teknik angiografi atau kolonoskopi. Penemuan farmakologis juga
meningkatkan perawatan dan hasil pasien. Oleh karena itu, armamentaria
terapeutik telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perdarahan saluran cerna bagian bawah merupakan perdarahan yang
berasal dari organ di bawah Ligamentum Treitz. Kejadian ini disebabkan oleh
berbagai macam etiologi mulai dari kelinan antomi, vaskular, keganasan dan
inflamasi. Insiden kejadiannya meningkat seiring dengan meingkatnya usai.
Karakteristik klinis yang bisa didapatkan dapat berupa hematokezia, melena
dan perdarahan samar pada feses. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
memerlukan tatalaksana yang cepat dan tepat. Prinsip tatalaksana perdarahan
saluran cerna bagian bawah ialah menjaga hemodinamik pasien agar tetap
stabil dengan melakukan resusitasi, mencari sumber peradarahan dengan
berbagai metode dan pemeriksaan penunjang yang tersedia seperti
kolonoskopi, mengontrol sumber perdarahan, dan melakukan terapi definitif
berdasarkan etiologi sumber perdarahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Whitehurst BD. Lower Gastrointestinal Bleeding. Surg Clin NA [Internet].


2018; Available from: https://doi.org/10.1016/j.suc.2018.06.007
2. Qayed E, Dagar G, Nanchal RS. Lower Gastrointestinal Hemorrhage. Crit
Care Clin [Internet]. 2016;32(2):241–54. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ccc.2015.12.004
3. Ghassemi K, Jensen D. Lower GI Bleeding: Epidemiology and
Management. NIH Public Access [Internet]. 2013;23(1):1–7. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3857214/
4. Lubis M, Zain LH. Etiology Profile of Lower Gastrointestinal Bleeding.
Indones J Gastroenterol Hepatol Dig Endosc [Internet]. 2012;8:94–6.
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/188478-
overview#a6
5. Pinandhito GA, Widowati T, Damayanti W. Profil dan temuan klinis pasien
perdarahan saluran cerna di Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr.
Sardjito 2009 - 2015. Sari Pediatr. 2018;19(4):196.
6. Aoki T, Hirata Y, Yamada A, Koike K. Initial management for Acute lower
gastrointestinal bleeding. World J Gastroenterol [Internet]. 2019;25(1):69–

17
84. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/188478-
overview#a6
7. Morrison TC, Wells M, Fidler JL, Soto JA. Imaging Workup of Acute and
Occult Lower Gastrointestinal Bleeding. Radiol Clin North Am [Internet].
2018;56(5):791–804. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/188478-overview#a6
8. Burt Cagir MF. Lower Gastrointestinal Bleeding [Internet]. 2019 [cited
2020 Nov 15]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/188478-overview#showall
9. Abdullah M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta:
InternaPublishing; 2017. 1883–1889 p.
10. Hasler WL, Owyang C. PART 14 Disorders of the Gastrointestinal System.
In: Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th. 18th ed. p. 2404.
11. Amin S, Antunes C. Lower Gastrointestinal Bleeding [Internet]. 2020
[cited 2020 Nov 15]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448126/
12. Ru OL, Madina UU, Abdullah M. Blood Transfusion Strategy in
Gastrointestinal. 15(3):177–81.

18

Anda mungkin juga menyukai