Anda di halaman 1dari 8

A.

DEFINISI

Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari


jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan
dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di
perlukan dalam proses metabolisme tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan
banyak mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons
aktivitas tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah
agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah
tersebut, lebih banyak di arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan
otak yang berfungsi memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu
sendiri.

Gambar 2.1.1 : Jantung pusat kardiovaskuler Gambar2.1.2 : Sistem kardiovaskuler

Ada tiga bentuk penyakit kardiovaskular, yakni:

1. Penyakit jantung koroner (serangan jantung) adalah penyakit pembuluh darah yang

mensuplai jantung. Pembuluh darah ini disebut pembuluh darah koroner. 


Aterosklerosis adalah penyebab paling umum dari penyakit jantung koroner.

Aterosklerosis adalah pengerasan dan penyempitan pembuluh arteri koroner jantung

oleh pembentukan plak (kerak) dan penyumbatan. Penyakit jantung koroner

disebabkan faktor resiko seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok,

obesitas, diabetes, pola hidup sedentary (tidak aktif bergerak), usia tua, dan faktor

keturunan. Implikasinya meliputi infark miokard (serangan jantung), angina (nyeri

dada), dan aritmia (irama jantung abnormal).

2. Penyakit serebrovaskular adalah penyakit pembuluh darah yang mensuplai otak.

Implikasinya meliputi transient ischaemic attack (kerusakan sementara pada

penglihatan, kemampuan berbicara, rasa atau gerakan).

3. Penyakit  vaskular perifer (Peripheral vascular disease, PVD) atau penyakit arterial

peripheral (peripheral arterial disease, PAD) adalah penyakit pembuluh darah yang

mensuplai tangan dan kaki yang berakibat rasa sakit yang sebentar datang dan pergi,

serta rasa sakit karena kram otot kaki saat olah raga. Faktor resiko penyakit ini antara

lain tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok, obesitas, diabetes, tidak aktif

bergerak, usia tua, dan faktor keturunan.


Disamping pembagian tersebut, penyakit kardiovaskuler dapat berupa:

1. Penyakit Jantung Bawaan

Penyakit jantung ini disebabkan kelainan jantung atau pembentukan struktur jantung

tidak normal saat lahir. Hal ini terjadi bisa merupakan karena faktor keturunan atau

karena faktor lain. Faktor resiko penyakit jantung bawaan antar lain ibu menggunakan

narkoba, minum banyak alkohol, mengalami penyakit tertentu, atau ibu kurang gizi.

Faktor-faktor resiko tersebut dapat menyebabkan bayi lahir cacat, salah satunya dapat

menyebabkan bayi memiliki cacat jantung.

2. Stroke

Stroke (cerebrovascular accident, CVA) terjadi jika suplai darah ke otak terhambat.

Hal ini dapat terjadi karena pembuluh darah di otak tersumbat atau pecah. Orang

beresiko mengalami stroke adalah penderita darah tinggi, memiliki gangguan irama

detak jantung, memiliki kolesterol tinggi, perokok, penderita diabetes dan orang lanjut

usia.

3. Gagal Jantung Kongestif (Congestive Heart Failure)

Gagal jantung kongestif terjadi jika otot-otot jantung tidak mampu memompa darah

ke pembuluh darah. Orang yang beresiko mengalami gagal jantung kongestif antara

lain orang yang memiliki tekanan darah tinggi, gangguan irama detak jantung,

serangan jantung, obesitas, dsb.

4. Penyakit Vena Dalam (Deep Vein Thrombosis)

Penyakit vena dalam (Deep Vein Thrombosis, DVT) adalah terjadinya gumpalan

darah beku pada pembuluh vena kaki yang menyebabkan nyeri dan kaki tidak bisa

digerakkan. Gumpalan darah beku ini dapat berpindah ke jantung dan paru-paru yang

menyebabkan komplikasi yang membahayakan jiwa. Faktor resiko penyakit ini antara
lain operasi pembedahan yang lama, trauma, obesitas, kanker, baru melahirkan,

menggunakan alat kontrasepsi telan, terapi penggantian hormon, dsb.

5. Penyakit Jantung Rematik

Penyakit ini terjadi karena kerusakan otot jantung dan katup jantung akibat demam

rematik (rheumatic fever). Demam rematik disebabkan infeksi bakteri streptococcal.

6. Penyakit Kardiovaskular Lain

Ada banyak jenis-jenis penyakit kardiovaskular lainnya, tetapi jarang terjadi seperti

tumor pembuluh darah, aneurysm pada pembuluh darah otak, cardiomyopathy,

penyakit katup jantung, pericarditis, aortic aneurysm, dsb.

B. Golongan Obat Kardiovaskuler

1. ANTIANGINA

2. ANTIARITMIA 

3. GLIKOSIDA

4. ANTIHIPERTENSI

Contoh obat :

1. Diuretik

Manitol

 Mekanisme kerja : manitol sebagai diuretik osmotik yang non-

metabolizable akan difiltrasi ke dalam lumen tubulus sehingga

meningkatkan osmolalitas cairan tubulus. Hal ini berakibat terjadinya

ketidakseimbangan reabsorbsi cairan, sehingga ekskresi air yang

meningkat (disertai dengan ion Na⁺)

 Toksisitas : toksisitas yang paling besar dipengaruhi meningkatnya

osmolalitas plasma. Dengan berkurangnya rate filtrasi glomerulus (CHF


atau gagal ginjal). Manitol tersebar di ECF. Hal ini menyebabkan

keluarnya air dari sel ke ECF menyebabkan gagal jantung berat. Pada

sisi lain, perpindahan air dari sel mnyebabkan hiponatremia.

2. Ace-inhibitor

Enalapril Maleat

 Mekanisme kerja : Mekanisme kerja : competitive inhibitor dari

angiotensin-converting enzyme (ACE); mencegah konversi angiotensin I

menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor yang poten, menghasilkan

kadar angiotensin II yang lebih rendah yang mana dapat menyebabkan

peningkatan aktivitas renin dalam plasma dan mereduksi sekresi

aldosteron.

 Toksisitas : suplemen kalium, kotrimoksazol (dosis tinggi), angiotensin

II reseptor antagonist (contoh candesartan, losartan, irbesartan) atau

diuretik hemat kalium (amiloride, spironolakton, triamterene) dapat

menghasilkan kadar kalium dalam darah bila dikombinasi dengan

enalapril. Efek ACE inhibitor dapat ditingkatkan oleh phenothiazine atau

probenecid (kadar kaptopril meningkat). ACE inhibitor dapat

meningkatkan konsentrasi dalam serum obat lithium. Diuretik dapat

meningkatkan efek hipotensi dengan ACE inhibitor, dan meningkatkan

hipovolimia yang potensial menimbulkan adverse renal effects dari ACE

inhibitor. Allopurinal dan ACE inhibitor dapat meningkatkan resiko

hipersensitivitas bila digunakan bersamaan.

3. Kalium Klorida

 Mekanisme kerja : Mengatasi kekurangan/penurunan kadar kalium

darah. Penggantian kehilangan kalium terutama diperlukan :


1. Pada penggunaan digoksin atau obat-obatan anti aritmia, hal ini karena

kekurangan kalium dapat menginduksi aritmia.

2. Pada pasien dengan hiperaldosteronis sekunder, misalnya stenosis arteri

ginjal, sirosis hati, sindrom nefrotik dan gagal jantung yang berat.

3. Pada pasien yang banyak kehilangan kalium melalui feses, seperti : diare

kronik yang berhubungan dengan intestinal malabsorpsi atau penyalahgunaan

laksatif.

Kalium juga diberikan untuk mengatasi kekurangan kalium pada penderita

lanjut usia karena asupan kalium yang kurang memadai (lihat peringatan pada

insufisiensi ginjal). Selain itu juga diperlukan selama penggunaan obat jangka

panjang yang diketahui dapat menginduksi kehilangan kalium (seperti

kortikosteroid).

 Toksisitas : diuretic hemat kalium, substitusi garam, ACE inhibitor,

siklosporin dan obat yang mengandung kalium seperti garam kalium dari

penisilin. Kerusakan ginjal yang berat kadar plasma kalium diatas 5

mmol/L, serum kalium dalam darah tinggi

4. Digoksin

 Mekanisme kerja : Mekanisme kerja digoksin yaitu dengan

menghambat pompa Na-K ATPase yang menghasilkan peningkatan

natrium intracellular yang menyebabkan lemahnya pertukaran

natrium/kalium dan meningkatkan  kalsium intracellular. Hal tersebut

dapat meningkatkan penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmic

reticulum pada otot jantung, dan dapat meningkatkan cadangan kalsium

untuk memperkuat /meningkatkan kontraksi otot.

Ion Na+ dan Ca2+ memasuki sel otot jantung selama/setiap kali
depolarisasi. Ca2+ yang memasuki sel melalui kanal Ca2+ jenis L selama

depolarisasi memicu pelepasan Ca2+ intraseluler ke dalam sitosol dari

retikulum sarkoplasma melalui reseptor ryanodine (RyR). Ion ini

menginduksi pelepasan Ca2+ sehingga meningkatkan kadar Ca2+ sitosol yang

tersedia untuk berinteraksi dengan protein kontraktil, sehingga kekuatan

kontraksi dapat ditingkatkan. Selama repolarisasi myocyte dan relaksasi, Ca 2+

dalam selular kembali terpisahkan oleh Ca2+ sarkoplasma retikuler -ATPase

(SERCA2), dan juga akan dikeluarkan dari sel oleh penukar Na+- Ca2+ (NCX)

dan oleh Ca2+ sarcolemmal -ATPase.

Kapasitas dari penukar untuk mengeluarkan  Ca2+ dari sel tergantung

pada konsentrasi Na+ intrasel. Pengikatan glikosida jantung ke sarcolemmal

Na+,K+-ATPase dan penghambatan aktivitas pompa Na+ seluler  menghasikan

pengurangan tingkat aktifitas  ekstrusi Na+ dan peningkatan sitosol Na+.

Peningkatan Na+ intraseluler mengurangi gradien transmembran Na+ yang

mendorong ekstrusi Ca2+ intraseluler selama repolarisasi myocyte. Dengan

mengurangi pengeluaran Ca2+ dan masuknya kembali Ca2+ pada setiap kali

potensial aksi, maka Ca2+ terakumulasi dalam myocyte: serapan Ca2+ ke

dalam SR meningkat; ini juga meningkatkan Ca2+ sehingga dapat dilepaskan

dari SR ke troponin C dan protein Ca2+-sensitif dari aparatus kontraktil

lainnya selama siklus berikutnya dari gabungan eksitasi-kontraksi, sehingga

menambah kontraktilitas myocyte. Peningkatan dalam pelepasan Ca 2+ dari

retikulum sarkoplasma adalah merupakan substrat biologis di mana 

glikosida jantung meningkatkan kontraktilitas miokard.  Glikosida jantung

berikatan secara khusus ke bentuk terfosforilasi dari  a subunit dari Na+, K+-

ATPase. Ekstraselular K+ mendorong defosforilasii enzim sebagai langkah


awal dalam translokasi aktif kation ke dalam sitosol, dan juga dengan

demikian menurunkan afinitas enzim dari glikosida jantung. Hal ini

menjelaskan sebagian pengamatan bahwa dengan meningkatnya 

ekstraselular K+ dapat membalikkan beberapa efek toksik dari glikosida

jantung.

Selain itu, digoksin juga bekerja secara aksi langsung pada otot lunak

vascular dan efek tidak langsung yang umumnya dimediasi oleh system saraf

otonom dan peningkatan aktivitas vagal (refleks dari system saraf otonom

yang menyebabkan penurunan kerja jantung).

 Toksisitas Digoksin: Insiden dan keparahan toksisitas digoksin telah

menurun secara substansial dalam dua dekade terakhir, karena adanya

pengembangan obat alternatif untuk pengobatan aritmia supraventrikuler

dan gagal jantung, yaitu meningkatnya pemahaman terhadap

farmakokinetik digoksin, adanya  monitoring kadar digoksin serum , dan

adanya identifikasi interaksi penting antara digoksin dan obat lainnya

yang diberikan bersamaan. Namun demikian, pengakuan toksisitas

digoksin tetap menjadi pertimbangan penting dalam diagnosis diferensial

aritmia dan gejala neurologis dan gastrointestinal pada pasien yang

menggunakan glikosida jantung.

Anda mungkin juga menyukai