Anda di halaman 1dari 22

MASTER UKMPPD

ILMU PENYAKIT DALAM ENDOKRINOLOGI

Endokrin: kelenjar yang isinya dikeluarkan ke aliran darah


Diabetes Melitus??? Apa? Siapa? Bagaimana? Yuk kita baca

DIABETES MELITUS

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Berdasarkan konsensus PERKENI 2015, kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah sebagai berikut:

Gula darah puasa (tidak terdapat asupan kalori selama minimal 8 jam) ≥ 126 mg/dL
ATAU
Pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) menggunakan 75 gram glukosa setelah 2 jam ≥ 200 mg/dL
ATAU
Gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL DAN terdapat keluhan klasik DM
ATAU
Pemeriksaan HbA1C ≥ 6,5% dengan pemeriksaan standar NGSP

Catatan:
Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisi-kondisi
yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis
maupun evaluasi

Klasifikasi DM:
a. DM tipe 1 (destruksi sel , umumnya diikuti defisiensi insulin absolut): Immune-mediated atau Idiopatik, biasa pada
usia muda
b. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang: predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif – predominan
defek sekretorik dengan resistensi insulin): biasa pada usia dewasa
c. DM gestasional (DM yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan)
d. Tipe spesifik lain: Defek genetik pada fungsi sel ; Defek genetik pada kerja insulin; Penyakit eksokrin pancreas;
Endokrinopati; Diinduksi obat atau zat kimia; Infeksi; Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM; Sindrom genetik
lain, yang kadang berkaitan dengan DM

Manifestasi klinis untuk Diabetes Melitus adalah Keluhan klasik DM (3P): poliuria, polidipsia, polifagia dan keluhan tidak
khas DM: lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita yang terjadi pada
pasien dengan faktor risiko DM tipe 2 yaitu Usia > 45 tahun, Berat badan lebih: > 110 % BB idaman atau IMT > 23 kg/m2,
Hipertensi ( TD ≥ 140/90 mmHg ), Riwayat DM dalam garis keturunan, Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat,
atau BB lahir bayi > 4.000 gram, Riwayat DM gestasional, Riwayat TGT atau GDPT, Penderita penyakit jantung koroner,
tuberkulosis, hipertiroidisme, Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL.

Prediabetes
Jika hasil pemeriksaan tidak masuk kriteria DM, namun memenuhi seperti berikut, dimasukkan ke dalam kondisi
prediabetes
 Glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
o GDP 100-125 mg/dl, dan TTGO <140 mg
 Toleransi glukosa terganggu (TGT)
o TTGO 140-199 mg/dl, dan GDP <100 mg/dl
 HbA1C antara 5.7% sampai 6.4%
Kondisi tersebut memerlukan tatalaksana pencegahan agar tidak menjadi DM

Tatalaksana
Untuk mencapai tujuan tatalaksana DM perlu dilakukan Pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan
profil lipid. Dengan pelaksanaan sebagai berikut:
a. Edukasi gaya hidup sehat dan perawatan kaki

Berani Sepenuh Hati 1|O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

b. Perencanaan Makan: Karbohidrat 45 – 65 %, Protein 10 – 20 %, Lemak 20 – 25 %. Jumlah kandungan kolesterol


disarankan < 200 mg/hari. Lemak dari sumber asam lemak jenuh <7%, PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) <10%,
selebihnya asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid). Sumber lemak yang harus dihindari
adalah yang banyak mengandung lemak trans dan lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 20-35 g/hr, diutamakan serat
larut. Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu <2300 mg perhari. Jumlah kalori
yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.
1. Jumlah kalori basal per hari: Laki-laki: 30 kal/kg BB idaman, Wanita: 25 kal/kg BB idaman
2. Penyesuaian (terhadap kalori basal/ hari):
a) Status gizi: BB gemuk (kurangi 20-30 %), BB kurang (ditambah 20-30%)
b) Umur > 40 tahun dikurangi 5 % untuk setiap dekade antara 40 dan 59 tahun); Pasien usia diantara 60 dan 69
tahun dikurangi 10%; Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.
c) Stres metabolik (infeksi, operasi, dll): + (10 s/d 30 %)
d) Aktifitas: istirahat (+10%), Ringan (+20 %), Sedang (+30 %), Berat (+40 %), sangat berat (+50 %)
3. Rumus Broca: Berat badan idaman = ( TB – 100 ) – 10 % (Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 %
lagi)
c. Latihan Jasmani: Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit)
dengan total 150 menit/minggu
d. Intervensi Farmakologis, misalnya:
1. Penambah sensitivitas terhadap insulin yaitu Metformin (500 mg PO q8-12jam max 2500 mg) dan Tiazolidindion
2. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) yaitu Sulfonilurea (glibenklamid 2,5-5 mg PO qHari max 20 mg) dan
Glinid
3. Penghambat absorpsi glukosa yaitu Penghambat glukosidase alfa
e. Insulin: diindikasikan pada DM tipe 1, ↓berat badan yang cepat, KAD, SHH, Hiperglikemia dgn asidosis laktat, Gagal
dengan kombinasi AHO dosis hampir maksimal, Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), Kehamilan
dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, Gangguan fungsi ginjal
atau hati yang berat, Kontraindikasi atau alergi AHO.

Berikut adalah obat antidiabetik oral untuk pasien DM


Kelas Obat Cara Kerja Keuntungan Kerugian
Biguanide Metformin Menekan produksi Tidak menyebabkan Efek samping gastrointestinal,
glukosa hati, hipoglikemia, risiko asidosis laktat,
menambah menurunkan kejadian defisiensi B12, kontraindikasi
sensitivitas terhadap CVD pada CKD, asidosis, hipoksia,
insulin dehidrasi
Sulfonilurea Glibenclamide, Meningkatkan Efek hipoglikemik kuat, Risiko hipoglikemia, berat
gliclazide, glipizide, sekresi insulin menurunkan komplikasi badan naik
glimepiride mikrovaskuler
Metiglinides Repaglinide Meningkatkan Menurunkan glukosa Risiko hipoglikemia, berat
sekresi insulin postprandial badan naik
Thialozidinedi Pioglitazone Menambah Tidak menyebabkan Berat badan naik, edema,
one sensitivitas terhadap hipoglikemia, gagal jantung, risiko fraktur
insulin meningkatkan HDL, meningkat pada wanita
menurunkan trigliserida, menopause

Berani Sepenuh Hati 2|O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

menurunkan kejadian
CVD
Penghambat Acarbose Menghambat Tidak menyebabkan Efektivitas penurunan HbA1C
alfa absorpsi glukosa hipoglikemia, sedang, efek samping
glukosidase menurunkan gula darah gastrointestinal, penyesuaian
postprandial, dosis harus sering dilakukan
menurunkan kejadian
CVD
Penghambat Sitagliptin, Meningkatkan Tidak menyebabkan Angioedema, urtica, efek
DPP-4 vildagliptin, sekresi insulin, hipoglikemia, toleransi dermatologis lain dimediasi
saxagliptin, linagliptin menghambat sekresi baik imun, pankreatitis akut,
glukagon hospitalisasi akibat gagal
jantung
Penghambat Dapaglifozin, Menghambat Tidak menyebabkan Infeksi urogenital, poliuria,
SGLT-2 canaglifozin, penyerapan kembali hipoglikemia, BB turun, hipovolemi/hipotensi, pusing,
empaglifozin glukosa di tubulus TD turun, efektif untuk LDL naik, kreatinin naik
distal ginjal semua fase DM
Agonis Liraglutide, Meningkatkan Tidak menyebabkan Efek samping GI,
reseptor GLP- exanatide, sekresi insulin, hipoglikemia, meningkatkan heart rate,
1 albiglutide, menghambat sekresi menurunkan GDPP, hiperplasia c-cell, pankreatitis
lixisenatide, glukagon menurunkan beberapa akut, bentuk injeksi
dulaglutide risiko CV
Insulin Rapid acting (lispro, Menekan produksi Respon universal, efektif Hipoglikemia, BB naik, efek
aspart, glulisine) gluksoa hati, menurunkan GD, mitogenik?, sediaan injeksi,
Short acting (human stimulasi menurunkan komplikasi Tidak nyaman, perlu
reguler) pemanfaatan glukosa mikrovaskuler pelatihan pasien
Intermediate acting
(human NPH)
Basal insulin analogs
(glagine, detemir,
degludec)
Premixed

 Tata Laksana Kombinasi: Pemberian AHO maupun insulin mulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Jika tidak memuaskan dapat ditingkatkan dengan kombinasi dua
bahkan tiga AHO atau dengan insulin.

Berani Sepenuh Hati 3|O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Jenis Insulin Yang Beredar di Indonesia

Berani Sepenuh Hati 4|O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Indikasi Pemberian Insulin


Indikasi mutlak: DMT1
Indikasi relatif:
• Gagal mencapai target dengan penggunaan kombinasi anti hiperglikemia oral (AHO) dosis optimal (3-6 bulan)
• Kehamilan
• Dekompensasi metabolik, yang ditandai antara lain dengan: gejala klasik diabetes dan penurunan berat badan,
glukosa darah puasa (GDP) > 250 mg/dL, glukosa darah sewaktu > 300 mg/dL, HbA1c > 9%, dan sudah
mendapatkan terapi AHO sebelumnya
• Terapi steroid dosis tinggi yang menyebabkan glukosa darah tidak terkendali
• Perencanaan operasi
• Beberapa kondisi tertentu yang dapat memerlukan pemakaian insulin, seperti infeksi (tuberkulosis) , penyakit hati
kronik, dan gangguan fungsi ginjal.

Cara Memulai Terapi Insulin


Dapat diawali dengan insulin kerja menengah (NPH) atau insulin analog kerja panjang, 1 kali/hari.
– Diberikan di malam hari
– Umumnya obat oral tetap dilanjutkan
– Sebagai regimen awal dapat digunakan dosis 0,1-0,2 unit/kg BB

Berani Sepenuh Hati 5|O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Kriteria Pengendalian Gula Darah (PERKENI 2015)

Komplikasi
a. Akut: Ketoasidosis diabetic, Hiperosmolar non ketotik, Hipoglikemia
b. Kronik:
1. Makroangiopati:Pembuluh koroner, Vaskular perifer, Vaskular otak
2. Mikroangiopati:Kapiler retina (dot blot hemorrhage, cotton wool spot), Kapiler renal (microalbuminuria 
proteinuria  sindrom nefrotik  gagal ginjal), Neuropati
3. Gabungan: Kardiopati: PJK, kardiomiopati, Rentan infeksi, Kaki diabetic, Disfungsi ereksi

Target tatalaksana
a. HbA1C setiap 3–6bln, < 7% untuk semua pasien, bila pemeriksaan HbA1C tidak tersedia: target GDP 80-130 mg/dL,
GD2PP <180 mg/dL
b. Skrining Mikroalbuminuria setiap thn dengan perbandingan microalbumin/Cr ratio, target <30 mg/g
c. TD <130/80; LDL <100,TG <150, HDL >40; terbukti lebih baik jika diberi statin; ASA jika usia>50 (Lk) atau 60 (Pr) atau
dengan faktor resiko jantung
d. Periksa funduskopi dan pemeriksaan kaki setiap tahun.

KEADAAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN DM

Diabetic Ketoacidosis (DKA) Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Plasma glucose >250 mg/dL Plasma glucose >600 mg/dL

Arterial pH <7.3 Arterial pH >7.3

Bicarbonate <15 mEq/L Bicarbonate >15 mEq/L

Moderate ketonuria or ketonemia Minimal ketonuria and ketonemia

Anion gap >12 mEq/L Serum osmolality >320 mosm/L

Ketoasidosis Diabetikum
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi (300-600mg/dl), disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+).

Faktor Pencetus (6 I) : Insulin defisiensi (lupa menggunakan insulin) ; Iatrogenik (glucocorticoids), Infeksi (pneumonia, ISK)
atau Inflamasi (pankreatitis, kolesistitis) serta Iskemia atau Infark (jantung, otak, usus) ; Intoksikasi (alkohol, obat)

Berani Sepenuh Hati 6|O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Kriteria diagnosis
a. Kadar glukosa > 250 mg/dL;
b. PH< 7,3; HCO3- rendah; dengan Anion gap tinggi, tapi bisa jadi noanion gap karena hilangnya keton & pasca resusitasi
dgn NaCl
c. Keton serum, atau ketonuria (acetoacetate bisa positif pd pengguna nitroprusside, tapi keton yang dominan adalah
OH-butyrate; keton urin dapat + pd pasien normal yang puasa)

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan cito: ↑Gula darah, Elektrolit, ↑Ureum, ↑kreatinin, Aseton darah +, Urine rutin, Analisa gas darah, EKG
b. Pemantauan: Gula darah: tiap jam, Elektrolit: tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan, Analisa gas darah:
bila pH < 7 saat masuk  diperiksa setiap 6 jam s/d pH > 7,1.Selanjutnya setiap hari sampai stabil.
c. Pemeriksaan lain (sesuai indikasi):Kultur darah, Kultur urin, Kultur pus

Patofisiologi dan manifestasi klinis

Berani Sepenuh Hati 7|O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Sindrom Hiperosmolar Hiperglikemia


Keadaan yang ditandai dengan keadaan hyperosmolalitas, hiperglikemia ekstrim tanpa ketoasidosis dan penurunan
kesadaran pada DM II (terutama orang tua). Pencetusnya sama dengan KAD ditambah dehidrasi dan gagal ginjal. Keadaan
hiperglikemia akan mencetuskan osmotik diuresis yang menimbulkan deplesi volume sehingga menimbulkan prerenal
azotemia dan terjadi peningkatan kadar glukosa. Keadaan klinis dan pemeriksaan penunjang Deplesi Volume, penurunan
kesadaran, peningkatan glukosa serum (biasanya 600 mg/dL) dan ↑peningkatan osmolalitas serum(>320
mOsm/L).Osmolalitas efektif= 2 x Na (mEq/L) +glukosa (mg/dL)/18 dan tidak disertai adanya ketoasidosis, biasanya nilai
fungsi ginjal BUN dan Cr akan tergangggu

Berani Sepenuh Hati 8|O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Terapi KAD Berdasarkan American Diabetes Association

Berani Sepenuh Hati 9|O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Terapi HHS Berdasarkan American Diabetes Association

Berani Sepenuh Hati 10 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Tatalaksana KAD dan HHS berdasarkan Konsensus Terapi Insulin (Perkeni, 2015)

Tata laksana umum:


a. O2 bila PO2< 80 mmHg
b. Antibiotika adekuat
c. Heparin: bila ada DIC

Berani Sepenuh Hati 11 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Hipoglikemia
Berdasarkan PERKENI 2015 hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala
otonom. Kadar glukosa darah< 70 mg/dL. Whipple triad: terdapat gejala hipoglikemia, kadar glukosa darah rendah, gejala
berkurang dengan pengobatan.
Tanda dan Gejala Hipoglikemia:
a. Autonomik: lapar, berkeringat, gelisah, paresthesia, palpitasi, tremulousness, pucat, takikardia, tekanan nadi melebar.
b. Neuroglikopenik: Lemah, lesu, dizziness, pusing, confusion, perubahan sikap, gangguan kognitif, pandangan kabur,
diplopia, cortical-blindness, hipotermia, kejang, koma.
Klasifikasi hipoglikemia:
1. Hipoglikemia berat: pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk administrasi karbohidrat, glukagon, atau
resusitasi lainnya.
2. Hipoglikemia simtomatik: GDS<70mg/dL dengan gejala hipoglikemia.
3. Hipoglikemia asimtomatik: GDS<70mg/dL tanpa gejala hipoglikemia.
4. Hipoglikemia relatif: GDS>70mg/dL dengan gejala hipoglikemia.
5. Probable hipoglikemia: gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan GDS.

Tatalaksana
a. Hipoglikemia ringan
1. Berikan glukosa 15-30 gram (2-3 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau
gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat
2. Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer setelah 15 menit, jika masih hipoglikemia pengobatan diulang
kembali.
3. Jika hasil normal pasien diminta untuk makan atau konsumsi snack untuk mengegah hipoglikemia berulang.
b. Hipoglikemia berat:
1. Jika terdapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral dengan dextrose 20% sebanyak 50cc atau dextrose 40%
sebanyak 25cc, diikuti dengan infus D5% atau D10%.
2. Periksa gula darah 15 menit setelah pemberian IV, bila gula darah belum mencapai target dapat diberikan ulang
dextrose 20%.
3. Selanjutnya lakukan monitoring gula darah setiap 1-2 jam, jika hipoglikemia masih berulang pemberian dextrose
20% dapat diulang.
4. Evaluasi pemicu hipoglikemia.

DIABETES GESTASIONAL

Dikenal 2 jenis diabetes dalam kehamilan: diabetes pragestasional (overt diabetes atau preexisting) dan diabetes
gestasional. Keduanya memiliki patofisiologi dan kriteria diagnosis yang berbeda.
Pada diabetes gestasional, Adaptasi maternal selama ibu hamil menunjukkan ciri-ciri yang khas yakni terjadinya
hipoglikemia puasa, hiperglikemia postprandial, dan resistensi insulin. Patofisiologi pada Diabetes Gestasi (DMG): resistensi
insulin oleh karena efek diabetogenik dari kehamilan (dari hormon-hormon kehamilan), tidak bisa diimbangi oleh
kompensasi sel beta Langerhans.

Skrining diabetes dalam kehamilan


• Skrining dilakukan hanya pada wanita hamil dengan risiko tinggi untuk DM (ADA).
• Dengan alasan oleh karena orang Indonesia termasuk kelompok etnis Asia Tenggara (South East Asian) maka kita
menganut skrining universal (ACOG) yakni dilakukan untuk setiap ibu hamil dimulai sejak kunjungan pertama
(trimester 1) untuk menapis DM Pragestasi
(DMpG), bila negatif diulangi pada kehamilan
24-28 minggu untuk menapis DM Gestasi
(DMG).
• Skrining dan diagnosis yang direkomendasikan
adalah satu tahap (One Step Approach
menurut WHO) yakni dengan TTGO (Test
Toleransi Glukosa Oral), dengan memberikan
beban 75 gram glukosa anhidrus setelah
berpuasa selama 8 – 12 jam (selama 3 hari
sebelumnya makan makanan cukup
karbohidrat > 150 gr per hari).

Berani Sepenuh Hati 12 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Tatalaksana diabetes gestasional:


1. Membutuhkan penanganan terpadu antara dokter kandungan, internist, dan ahli gizi.
2. Tatalaksana utama adalah modifikasi diet dan aktivitas fisik.
3. Bila belum terkontrol, dipertimbangkan pemberian insulin.

KELAINAN KELENJAR TIROID

Baik hipotiroid dan hipertiroid terbagi menjadi kelainan primer dan


sekunder

Hipertiroid
Merupakan kumpulan gejala akibat kelebihan hormon tiroid, disebut juga tirotoksikosis. Sebetulnya, istilah hipertiroid lebih
tepat dipakai jika disebabkan oleh produksi hormon tiroid yang berlebihan.
Berdasarkan etiologi letak gangguannya dapat dibedakan menjadi:
a. Hipertiroid Primer  gangguan terletak pada kelenjar tiroid sehingga terjadi peningkatan hormon free T4 dengan
pemeriksaan kadar TSH yang rendah ataupun normal. Keadaan ini terjadi pada kasus sbb:
1. Graves’ disease merupakan penyebab kasus hipertiroid yang paling banyak dengan prevalensi Pr:Lk5–10:1 dan
terjadi pada usia terbanyak 40 - 60 thn. Pada pemeriksaan akan terdapat Antibodi tiroid (+): TSI atauTBII (+pada
80%), anti-TPO, antithyroglobulin; ANA. Manifestasi klinis yaitu gejala hipertiroid ditambah:
a) goiter: diffusa, tdk nyeri, terdengar bruit
b) ophthalmopati(NEJM 2009;360:994): 90% kasus. edema periorbital, retraksi kelopak, proptosis, konjunctivitis,
diplopia
c) myxedema pretibial (3%): edema di tungkai bawah akibat dermopati infiltrative
2. Struma nodosa toksik atau multinodosa/plummer disease
3. Adenoma Toksik
b. Sekunder akibat tumor yang mensekresi TSH atau adanya resistensi hipofisis terhadap mekanisme umpan balik tiroid
sehingga terjadi peningkatan kadar TSH dan free T4
c. Lain-lain: thyrotoxicosis factitia, struma ovarii (3% daritumor & teratoma dermoid ovari), tumor pensekresi hCG (cth:
choriocarcinoma), deposit metastasis ca tiroid tipe follicular

Manifestasi klinis hipertiroid


a. Hiperaktivitas, Palpitasi, Berat badan turun, Nafsu makan meningkat, Tidak tahan panas, banyak keringat, Mudah lelah,
BAB sering, Oligomenore / amenore
dan libido turun, Takikardia, Fibrilasi
atrial, Tremor halus, Refleks
meningkat, Kulit hangat & basah,
Rambut rontok, Bruit
b. Apathetic thyrotoxicosis: dapat
terjadi pada orang tua dengan satu-
satunya gejala berupa letargi
c. Thyroid storm/krisis tiroid (sangat
jarang, klinis hipertiroidisme yang
paling berat dan mengancam jiwa,
mortalitas 20–50%): delirium,
demam, takikardia, hipertensisistolik
dengan tekanan nadi melebar &
↓MAP, gejala pencernaan.

Pemeriksaan penunjang
a. Peningkatan kadar FT4 &FT3; ↓TSH
(Pada hipertiroid sekunder akan
terjadi peningkatan FSH)
b. Radioaktive iodine upatake scan utk
menentukan penyebab dan
membedakan dengan tiroiditis fase
tirotoksikosis
Berani Sepenuh Hati 13 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD

c. Autoantibodi diperiksa pada kasus pasien hipertiroid dengan pembesaran tiroid difus tanpa gejala Grave's yang khas
d. Dapat terjadi hipercalciuria, hipercalcemia, anemia
e. Indeks Wayne
1. Skor >19 hipertiroid
2. Skor <11eutiroid
3. Antara 11-19 equivocal

Tatalaksana
a. Methimazole: dosis awal 20 – 30 mg/hari (terutama jika fT4 meningkat 2-3x normal). 70% rekuren setelah 1 thn; ES:
pruritus, rash, arthralgia, demam, &agranulocytosis pd 0.5% kasus. Merupakan obat pilihan pertama
b. PTU: (resiko ↑nekrosis hepatosellular; efek lebih lambat), dosis awal 300 – 600 mg/ hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari.
Evaluasi fungsi hepar, DPL, dan TSH sebelum terapi dan saat follow-up. Obat pilihan untuk ibu hamil pada trimester
pertama.
c. Awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan: memantau klinis,
FT4/T4/T3 dan TSHs. Obat antitiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan
keadaan eutiroid selama 12-24 bulan.  dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi (Dikatakan remisi apabila setelah
1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid)
d. β-blocker: propanolol dosis 40 – 200 mg dalam 4 dosis, mengontrol takikardia (propranolol juga↓ konversi T4  T3)
e. Radioactive iodine (RAI): alternatif tx medikamentosa (di luar negeri merupakan terapi utama bersama dengan obat
pada hipertiroid berat), premedikasi psn dgn obat antitiroid utk mencegah tirotoksikosis, hentikan 3 hari sebelum terapi
agar RAIbisa di uptake; 75% pasisen setelah terapi radioaktif menjadi hipotiroid dan siap operasi
f. Tindakan bedah: usia muda dengan struma besar tidak respons dengan antitiroid, hamil trimester kedua yang
memerlukan obat dosis tinggi, alergi antitiroid dan tidak dapat menerima yodium radioaktif, hipertiroid dengan
koeksistensi nodul curiga ganas, pasien dengan ophthalmopathy grave's sedang-berat
g. Radiofrekuensi ablasi: ≥35 tahun, yang kambuh setelah dioperasi, gagal remisi, Tidak mampu atau tidak mau obat
antitiroid, Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
h. Tata laksana Krisis tiroid
1. Perawatan suportif:
a) Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen)
b) Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit: infus D 5 % & NaCl 0,9 %,
c) Mengatasi gagal jantung: O2, diuretik, digitalis
d) Blokade produksi hormon tiroid: Propiltiourasil (PTU) loading dose 500-1000 mg dilanjutkan dosis 200-250 mg
tiap 4 PO. Alternatif: Metimazol 20 mg tiap 4-6 jam PO. Pada keadaan sangat berat: dapat per NGT
e) Blokade ekskresi hormon tiroid: saturated solutions of potassium iodide (SSKI) 5 drops setiap 6 jam atau
Solutio Lugol 10 tetes tiap 8 jam, 1 jam SETELAH pemberian PTU
f) β-blocker: Propanolol 60-80 mg tiap 4-6 jam PO, dosis disesuaikan respons (target: frekuensi jantung < 90
x/m).
g) Glukokortikoid: Hidrokortison 100 mg IV tiap 8 jam.
h) Bile acid sequestrant: cholestyramine 4 x 4 gr (prevent reabsorption of free thyroid hormone in the gut
(released from conjugated thyroid hormone metabolites secreted into bile through the enterohepatic
circulation)
i) Bila refrakter terhadap Tata Laksana di atas: plasmaferesis, dialisis peritoneal.
2. Pengobatan terhadap faktor pencetus: antibiotik, dll. Pada ophthalmopathy: bisa memburuk setelah RAI, cegah
dengan prednisone pada pasien beresiko tinggi; terapi dengan radiasi dan atau dekompresi bedah

Berani Sepenuh Hati 14 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Hipertiroid Subklinis merupakan keadaan dimana terjadi penurunan TSH ringan & free T4 normal, tanpa gejala klinis. Pada
15% kasus akan menjadi hipertiroid dlm 2 thn dan berisiko resiko AF & osteoporosis

Hipotiroid
Merupakan kumpulan gejala akibat kekurangan hormon tiroid
Berdasarkan letak masalahnya dapat dibagi menjadi:
a. Primer: Permasalahan terletak pada kelenjar tiroid yang tidak dapat menghasilkan hormone tiroksin (90%; ↓free T4, ↑
TSH). Terjadi pada kasus berikut:
1. Goiter/struma: tiroiditis, yang tersering ialah Hashimoto’s thyroiditis akibat kerusakan akibat Autoimmun dengan
gambaran patchy lymphocytic infiltration dan antithyroid pada pemeriksaan terdapat peroxidase (anti-TPO) &
antithyroglobulin (anti-Tg) Abs, pada 90% kasus, penyembuhan pasca thyroiditis, defisiensi iodin, Lithium,
amiodarone
2. Nongoiter: destruksi post op, pasca pemberian radioactive iodine
b. Sekunder/sentral  kerusakan pada hipofisis atau hipotalamus yang mengakibatkan kelenjar tiroid tidak mampu untuk
menghasilkan hormone tiroksin (↓ free T4, ↓ TSH):

Manifestasi klinis hipotiroid


a. Awal: lemah, arthralgia, myalgia, sakit kepala, depresi, intoleransi dingin, BB↑, konstipasi, menorrhagia, kulit kering,
carpal tunnel syndrome, ↑ diastolik, hiperlipid
b. Lanjut: bicara lambat, serak, kehilangan alis, myxedema (penebalan kulit nonpitting akibat↑ glycosaminoglycans),
edema periorbital, bradikardia, efusi pleura, pericardia, & peritoneum, atherosclerosis
c. Myxedema coma: hipotermia, hipotensi, hipoventilasi, ↓kesadaran

Pemeriksaan Penunjang
a. ↓FT4; ↑TSH pada hipothyroid primer; antithyroid Ab (+) pada Hashimoto’s thyroiditis
b. Dapat terjadi hiponatremia, hipoglikemia, anemia, ↑ LDL, ↓ HDL, and ↑CK
c. Skrining sangat dianjurkan untuk wanita hamil

Tatalaksana
a. Levothyroxine (1.5–1.7 µg/kg/hari), periksa ulang TSH q4–6minggu & titrasi hingga euthyroid; gejala klinis butuh waktu
bulanan utk resolusi; turunkan dosis awal jika beresiko PJK (0.3–0.5 µg/kg/d); ↑dosis jika dibutuhkan: kehamilan
(↑30% pd minggu ke 8), sindrom nefrotik, BB ↑> 10%
b. Koma Myxedema: loading 5–8 µg/kg T4 IV, kemudian 50–100 µg IV qhari; karena konversi T4T3 di perifer terganggu
berikan 5–10 µg T3 IV q8jam;

Hipotiroid Subklinis (NEJM 2001;345:260) adalah keadaan dimana terjadi peningkatan TSH & free T3-T4 normal dengan
gejala ringan atau tanpa gejala

Tiroiditis
Berdasarkan onsetnya dapat dibagi menjadi:
a. Akut akibat infeksi bakteri yang biasa terjadi pada post operasi
b. Subakut tirotoksikosis transient merupakan keadaan hipotiroid transient dan selanjutnya fgs tiroid normal.
Berdasarkan gejala yang muncul dapat dibagi menjadi:
1. Nyeri (viral, granulomatosa, atau de Quervain’s): demam, ↑LED; terapi denganNSAID,ASA, steroid
2. Silent(postpartum, autoimun, atau lymphocytic): tidak nyeri, +TPO Abs; pada kasus postpartum, dpt terjadi
rekurensi pd kehamilan berikutnya
3. Lain2: amiodarone, thyroiditis palpasi, pasca radiasi
c. Kronik : Hashimoto’s (hipotiroid), Riedel’s (fibrosis idiopathic)

Nodul Tiroid
Merupakan pembesaran kelenjar tiroid, dengan fungsi tiroid yang besifat eutiroid/ nontoksik ataupun dengan gangguan
fungsi tiroid. Berikut adalah pembagiannya:
1) Nodul yang eutiroid/non toksik: ca tiroid, struma nodosa nontoksik, kista tiroid, (5–10% dari semua kasus tiroid 5%
keganasan).
a) Curiga ganas: usia < 20 atau >70 thn, laki-laki, riw rontgen leher, massa keras dan terfiksir, tdk menyerap iodium
(cold nodul), ukuran besar, temuan USG (hipoechoic, solid, batas tdk tegas, mikrokalsifikasi, aliran darah sentral),
pembesaran KGB leher.
b) Jinak: riw keluarga dengan kelainan tiroid selain kanker, ada gejala hipo atau hipertiroid, ada nyeri tekan
2) Nodul yang toksik. Biasanya terjadi keadaan hipertiroid contoh Toxic Multi Nodular Goiter.
Berani Sepenuh Hati 15 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD

KELAINAN KELENJAR ADRENAL

Sindrom Cushing
Cushing’s syndrome adalah keadaan hiperkortisol yang
disebabkan oleh kondisi eksogen dan endogen. Penyebab
eksogen adalah akibat pengobatan steroid. Sedangkan
Cushing’s disease, merupakan bagian dari Cushing syndrome
adalah keadaan hiperkoritisol sekunder karena hipersekresi
ACTH akibat adenoma hipofisis. Etiologi eksogen Cushing’s
syndrome adalah penggunaan glukokortikoid eksogen
sedangkan pada penyebab endogenous Cushing syndrome
sebanyak 60–70% disebabkan adenoma hipofisis (biasanya
mikroadenoma), (15–25%) adenoma atau karsinoma pada
adrenal dan (5–10%) akibat ACTH ektopik yaitu Squamous Cell
Lung Carcinoma, karsinoid, tumor islet cell, ca tiroid medullar,
pheochromocytoma

Manifestasi klinis
1. Keadaan intoleransi glukosa yaitu gejala DM, HT, obes,
oligomenorrhea, osteoporosis, obes sentral dg atrofi (DST = dexamethasone
ekstremitas, punuk cervical (buffalo hump), moon face, suppression test)
hipokalemia, depresi, insomnia, psikosis, gangguan kognitif,
acne, hirsutism, hiperpigmentasi, infeksi
jamur kulit, nephrolithiasis, polyuria
2. Memar spontan, miopati proksimal, striae
merupakan gejala yang sugestif ke arah
Sindrom Cushing

Diagnosis
Alur diagnosis Sindrom Cushing, bisa dilihat
pada bagan di samping.

Tatalaksana
a. Reseksi bedah jika penyebabnya adenoma
atau tumor adrenal
b. Jika bedah transsphenoidal (TSS) tidak
berhasil adrenalectomydgn operasi atau
dgn obat mitotane, ketoconazole (±
metyrapone) utk ↓ kortisol
c. Glucocorticoid replacement therapy yaitu 6–
36 bulan pasca TSS atau seumur hidup jika
pasca adrenalectomy

Hiposekresi Adrenal
Berdasarkan letak gangguannya dapat dibedakan menjadi gangguan:
a. Primer gangguan adrenokorteks yaitu Addison’s disease yang disebabkan oleh autoimun, infeksi: TB, CMV,
histoplasmosis, masalah vascular akibat perdarahan, trombosis, trauma, metastasis, adanya deposit: hemochromatosis,
amyloidosis, sarcoidosis dan obat obatan yaitu: ketoconazole, etomidate, rifampin, antikejang
b. Sekunder akibat kegagalan hipofisis mensekresi ACTH (tapi aldosteron tidak terganggu karena masih ada poros RAA)
c. Supresi glukokortikoid, megestrol yaitu hormon progestin dengan efek supresi glucocorticoid.

Manifestasi klinis
a. Primer atau sekunder: mudah lelah (99%), anorexia (99%), hipotensiorthostatic (90%), mual (86%), muntah (75%),
hiponatremia (88%)
b. Primer: hipotensi orthostatic, hiperpigmentasi, hiperkalemia
c. Sekunder: terdapat gejala penurunan hormon hipofisis lainnya
d. Komplikasi: Krisis adrenal

Berani Sepenuh Hati 16 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Pemeriksaan penunjang
a. Pengukuran kortisol pagi: <3 µg/dL memastikan diagnostic hipoadrenal; jika ≥18 µg/dL menyingkirkan diagnosis
b. Kelainan lainnya: hipoglikemia, eosinophilia, lymphocytosis, ± neutropenia
c. ACTH: ↑pada kelainan primer, ↓ atau normal pada kelainan sekunder
d. Pemeriksaan radiologi: MRI hipofisis, CT adrenal

Tatalaksana isufisiensi adrenal kronik


1. Glucocorticoid replacement
Hydrocortisone 15 to 25 mg orally in two or three divided doses (largest dose in morning upon awakening; typically 10 mg
upon arising in morning, 5 mg early afternoon, 2.5 mg late afternoon) or
Prednisone 5 mg (range: 2.5 to 7.5 mg) orally at bedtime; or
Dexamethasone 0.75 mg (range: 0.25 to 0.75 mg) orally at bedtime
Monitor clinical symptoms and morning plasma ACTH.
2. Mineralocorticoid replacement*
Fludrocortisone 0.1 mg (range: 0.05 to 0.2 mg) orally.
Liberal salt intake.
Monitor lying and standing blood pressure and pulse, edema, serum potassium, and plasma renin activity.
3. Androgen replacement
Dehydroepiandrosterone (DHEA)¶ initially 25 to 50 mg orally (only in women with impaired mood or sense of well-being
despite optimal glucocorticoid and mineralocorticoid replacement).
4. Patient education
Educate patient about the disease, how to manage minor illnesses and major stresses, and how to inject dexamethasone or
other glucocorticoid intramuscularly or subcutaneously.
5. Emergency precautions
Obtain medical alert bracelet/necklace, Emergency Medical Information Card, and prefilled syringes containing dexamethasone
4 mg in 1 mL saline.
6. Treatment of minor febrile illness or stress
Increase glucocorticoid dose two- to threefold for the few days of illness. Do not change mineralocorticoid dose.
Patient is instructed to contact clinician if illness worsens or persists for more than three days.
7. Emergency treatment of severe stress or trauma
Each patient should have an injectable glucocorticoid in preparation for severe stress or trauma and get medical help
immediately after injection.

Tatalaksana Krisis Adrenal


Emergency measures
1. Establish intravenous access with a large-gauge needle.
2. Draw blood for immediate serum electrolytes and glucose and routine measurement of plasma cortisol and ACTH. Do not
wait for laboratory results.

3. Infuse 2 to 3 liters of isotonic saline or 5% dextrose in isotonic saline as quickly as possible. Frequent hemodynamic
monitoring and measurement of serum electrolytes should be performed to avoid iatrogenic fluid overload.

4. Give hydrocortisone (100 mg intravenous bolus), followed by 50 mg intravenously every 6 hours (or 200 mg/24 hours as a
continuous intravenous infusion for the first 24 hours). If hydrocortisone is unavailable, alternatives include prednisolone,
prednisone, and dexamethasone.

5. Use supportive measures as needed (Electrolyte abnormalities may include hyponatremia, hyperkalemia or rarely
hypercalcemia. Hyponatremia is rapidly corrected by cortisol and volume repletion)
Subacute measures after stabilization of the patient
1. Continue intravenous isotonic saline at a slower rate for next 24 to 48 hours.
2. Search for and treat possible infectious precipitating causes of the adrenal crisis.
3. Perform a short ACTH stimulation test to confirm the diagnosis of adrenal insufficiency, if patient does not have known
adrenal insufficiency.
4. Determine the type of adrenal insufficiency and its cause if not already known.
5. Taper parenteral glucocorticoid over 1 to 3 days, if precipitating or complicating illness permits, to oral glucocorticoid
maintenance dose.
6. Begin mineralocorticoid replacement with fludrocortisone, 0.1 mg by mouth daily, when saline infusion is stopped.

Berani Sepenuh Hati 17 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

KELAINAN KELENJAR PARATIROID

• Kelenjar paratiroid terletak di depan leher, diameter 3-4 mm.


• Kelenjar ini berperan menjaga keseimbangan kalsium dalam darah.
• Bila kalsium darah turun, maka kelenjar paratiroid akan:
– Mengeluarkan kalsium dari tulang ke darah
– Meningkatkan penyerapan kalsium di usus
– Memberi sinyal ke ginjal untuk meretensi kalsium

Hiperparatiroidisme

• Hiperparatiroidisme primer paling sering disebabkan oleh adanya adenoma di kelenjar paratiroid.
• Hiperparatiroidisme sekunder disebabkan karena adanya hipokalsemia. Untuk menjaga kalsium tetap normal, maka
hormone paratiroid disekresikan lebih banyak. Kondisi ini paling sering terjadi pada kasus defisiensi vitamin D dan CKD.
• Hiperparatiroidisme tersier terjadi akibat hiperparatiroidisme sekunder yang berkepanjangan  kelenjar paratiroid
secara autonomic mengeluarkan hormon terus menerus.

Hipoparatiroidisme

Hipoparatiroidisme menyebabkan hipokalsemia. Oleh karena


itu, gejala dan tandanya merupakan gejala dan tanda
hipokalsemia (lihat di bagian gangguan elektrolit).

DIABETES INSIPIDUS

Fisiologi ADH
Antidiuretic hormone (ADH) atau vasopressin merupakan hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis posterior, berfungsi agar
ginjal meretensi air. Kekurangan ADH menyebabkan ginjal tak dapat meretensi air, sehingga air dikeluarkan melalui urine
dalam jumlah banyak.

Pengertian dan Diagnosis Diabetes Insipidus


• Diabetes insipidus merupakan penyakit yang disebabkan karena kekurangan ADH.
• Kriteria diagnosis:
– Volume urine >3 liter per hari
– Osmolaritas urin <300 mOsm/kg

Berani Sepenuh Hati 18 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Jenis Diabetes Inspidus

Ingat: Harus juga dibedakan dengan polidipsi psikogenik, yaitu perilaku minum air dalam jumlah berlebihan tanpa adanya
stimulus dari otak untuk minum. Biasanya kondisi ini berkaitan dengan gangguan psikiatri, seperti skizofrenia dan
skizoafektif.

Penegakan Diagnosis Diabetes Insipidus

Water deprivation test


dilakukan dengan cara
meminta pasien untuk tidak
minum sama sekali selama
beberapa jam-satu hari,
setelah itu dinilai
osmolaritas urin.

DISLIPIDEMIA

Kelainan fraksi lipid dimana terjadi peningkatan kolesterol total, peningkatan trigliserid serta penurunan kadar kolesterol
HDL. Sindrom Metabolik (≥3 kriteria): lingkar lengan atas ≥40” pada laki atau ≥35” pada perempuan ;TG ≥150; HDL<40
mg/dL pada laki laki atau <50 mg/dL pada perempuan; TD ≥130/85 mm Hg; GDP ≥100 mg/dL (Circ 2009;120:1640)
a. Klasifikasi kadar kolesterol
LDL Klasifikasi
< 100 mg/dL Optimal
100 – 129 mg/dL Mendekati optimal
130 – 159 mg/dL Batas tinggi
160 – 189 mg/dL Tinggi
 190 mg/dL Sangat tinggi
Kolesterol Total Klasifikasi
< 200 mg/dL Yang diinginkan
200 – 239 mg/dL Batas tinggi
 240 mg/dL Tinggi
HDL Klasifikasi
< 40 mg/dL Rendah
 60 mg/dL Tinggi

b. Klasifikasi trigliserida
Trigliserida Klasifikasi
< 150 mg/dL Normal
Berani Sepenuh Hati 19 | O p t i m a p r e p
MASTER UKMPPD

150 – 199 mg/dL Batas tinggi


200 – 499 mg/dL Tinggi
 500 mg/dL Sangat tinggi

Faktor Resiko
a. Faktor risiko positif: Merokok, Umur (pria  45 tahun, wanita  55 tahun), Kolesterol HDL rendah, Hipertensi ( TD 
140/90 atau dalam Tata Laksana antihipertensi), Riwayat PJK dini dalam keluarga (first degree: pria < 55 tahun, wanita
< 65 tahun)
b. Faktor risiko negatif: Kolesterol HDL tinggi mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total
c. ATP III Framingham Risk Score (FRS) untuk risiko PJK pada pasien dengan  2 faktor risiko, meliputi: umur, kadar
kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi. Penjumlahan skor FRS  angka persentase risiko
PJK dalam 10 tahun.

Pemeriksaan Penunjang
a. Profil lipid, glukosa darah, Tes fungsi hati, Urine lengkap , Tes fungsi ginjal, TSH, EKG
b. Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia ≥ 20 tahun, setiap 5 tahun sekali

Tatalaksana
a. Modifikasi gaya hidup
1. Diet, dengan komposisi: Lemak jenuh < 7%; PUFA 10%; MUFA 10%; Lemak total 25 – 35%; Karbohidrat 50 – 60%;
Protein 15%; Serat 20 – 30 g/hari; Kolesterol< 200 mg/hari
2. Latihan jasmani dan Penurunan berat badan bagi yang gemuk
3. Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alcohol
b. Farmakologis
1. Golongan statin: Simvastatin 5 – 40 mg/hr (↓kolest; ES: mialgia, ↑SGOT/PT; KI: kehamilan)
2. Golongan resin: Kolestiramin 4 – 16 g/hr (kombinasi dgn statin ↓kolest)
3. Golongan asam nikotinat: Lepas cepat 1,5 – 3 g, Lepas lambat 1 – 2 g (kombinasi dgn statin ↓kolest & TG;
Interaksi dgn Aspirin; ES: gout, ↑glukosa)
4. Golongan asam fibrat: Gemfibrazil 2 x 600 atau1x900 mg/hr (↓TG; jgn kombinasi dgn statin ↑resiko ES miopathy)
5. Penghambat absorpsi kolesterol: Ezetimibe 10 mg/hr

Peningkatan LDL (lihat tabel)


a. Pencegahan primer (tanpa PJK),
dimulai dengan nutrisi medis dan
latihan fisik 3 bulan tidak
mencapai sasaran  ditambahkan
statin 6 minggu  target belum
tercapai naikkan dosis statin
atau kombinasi dengan yang lain.
b. Pasien dengan PJK atau yang
setara (pencegahan sekunder),
segera diberi tata laksana
nonfarmakologis dan farmakologis,
jika kolesterol LDL > 100 mg/dL
pada risiko sangat tinggi.

Berani Sepenuh Hati 20 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

Hipertrigliseridemia
a. Tujuan utama tatalaksana adalah mencapai target kolesterol LDL; jika TGA sangat tinggi > 500, harus mencegah
komplikasi akut berupa pankreatitis (turunkan TG terlebih dahulu tanpa memandang konsentrasi LDL)
b. Penggunaan obat untuk menurunkan TG dipertimbangkan pada TGA> 200 mg/dL yang tidak turun dengan modifikasi
gaya hidup dengan risiko KV tinggi.
c. Konsentrasi kolesterol non-HDL digunakan untuk menentukan inisiasi terapi dan mengukur keberhasilan terapi TG.
Konsentrasi kolesterol non-HDL ≥30 mg/dL di atas target terapi kolesterol LDL dipakai sebagai nilai ambang memulai
terapi penurunan TG. Target terapi kolesterol non-HDL maksimal 30 mg/dL di atas target terapi kolesterol LDL

Target Tatalaksana
• Estimasi risiko kardiovaskular total bagi pasien tanpa keluhan atau gejala PJK klinis maupun keadaan yang setara
dengan PJK dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai risk chart seperti Framingham atau SCORE.
• Pedoman Tatalaksana Dislipidemia PERKI menganjurkan penggunaan SCORE risk chart.

Tingkat Risiko Kriteria Kadar LDL

Rendah • Angka SCORE ˂1%. NA

Menengah • Angka SCORE ˂1%. ˂115 mg/dL

Tinggi • faktor risiko tunggal yang berat seperti dislipidemia familial ˂100 mg/dL
atau hipertensi berat
• sindrom metabolik
• angka SCORE 5 sampai ˂10%

Sangat Tinggi Penyakit jantung koroner, yaitu: ˂70 mg/dL or


• terdokumentasi dengan cara invasif maupun non-invasif ≥50% reduction from
(angiograf koroner, exercise ECG test, sidik perfusi miokard, baseline LDL-C.
ekokardiograf stres)
• angina stabil
• sindrom koroner akut
• Pasca miokard infark
• Pernah menjalani revaskularisasi koroner
Setara PJK, yaitu:
• Diabetes Mellitus tipe 2
• Diabetes Mellitus tipe 1 dengan mikroalbuminuria
• gagal ginjal kronik dengan GFR ˂60 mL/menit/1.73 m2
• penyakit arteri karotis (TIA, stroke, atau penyumbatan arteri
karotis >50% dengan ultrasonograf)
• penyakit arteri perifer
Nilai SCORE ≥10%

Berani Sepenuh Hati 21 | O p t i m a p r e p


MASTER UKMPPD

SINDROM METABOLIK

Parameters NCEP ATP3 2005*


Number of abnormalities ≥3 of:

Glucose ≥100 mg/dL or drug treatment for elevated blood glucose

HDL cholesterol <40 mg/dL (men); <50 mg/dL (women) or drug treatment for low HDL

Triglycerides ≥150 mg/dL or drug treatment for elevated triglycerides

Waist ≥102 cm (men) or ≥88 cm (women)


Obesity
In Asian patients, waist ≥90 cm (men) or ≥80 cm (women).

Hypertension ≥130/85 mmHg or drug treatment for hypertension

Goals
Lifestyle risk factors
Abdominal obesity Year 1: Reduce body weight 7 to 10 percent
Continue weight loss thereafter with ultimate goal BMI <25 kg/m 2
Physical inactivity At least 30 min (and preferably ≥60 min) continuous or intermittent
moderate intensity exercise 5 times per week, but preferably daily
Atherogenic diet Reduced intake saturate fat, trans fat, cholesterol
Metabolic risk factors
Dyslipidemia
High risk*: <100 mg/dL; optional <70 mg/dL
Primary target elevated
Moderate risk: <130 mg/dL
LDL cholesterol
Lower risk: <160 mg/dL
High risk*: <130 mg/dL; optional <100 mg/dL
Secondary target elevated
Moderate risk: <160 mg/dL
non-HDL cholesterol
Lower risk: <190 mg/dL
Tertiary target reduced
Raise to extent possible with weight reduction and exercise
HDL cholesterol
Elevated blood pressure Reduce to at least <140/90 (<130/80 if diabetic)
Elevated glucose For IFG, encourage weight reduction and exercise
For type 2 DM, target A1C <7 percent
Prothrombotic state Low-dose aspirin for high-risk patients
Proinflammatory state Lifestyle therapies; no specific interventions

Berani Sepenuh Hati 22 | O p t i m a p r e p

Anda mungkin juga menyukai