Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRATIKUM

MEDICATION ERROR

Di Susun Oleh :
Kelompok :3
MUHAMMAD HAIKAL (P07139018056)
MUHAMMAD IQRAM (P07139018057)
MULYA SUKMA (P07139018058)
MUZAINUL AKMAL (P07139018059)
NADAA ULAYYA (P07139018060)
NADYA RACHMATUNNISA (P07139018061)
NISA UL FITRIA (P07139018062)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH
JURUSAN FARMASI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Medication error merupakan salah satu ukuran pencapaian keselamatan pasien.


Terdapat data tentang angka kematian KTD karena medication error pada pasien rawat inap
di Amerika berjumlah 33,6 juta per tahun, atau berkisar 44.000-98.000 per tahun (DepKes RI,
2006). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) tahun 2007 menyimpulkan
bahwa kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama yaitu berkisar 24,8%
dari 10 besar insiden yang dilaporkan (DepKes RI, 2008).

Data tentang KTD maupun Kejadian Nyaris Celaka (KNC) di Indonesia belum
banyak dilaporkan, padahal diketahui telah terjadi peningkatan tuduhan mal-praktek yang
belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir (DepKes RI, 2006). Kejadian medication error
sebenarnya merupakan kejadian yang bisa dicegah. Analisis kejadian dalam proses pelayanan
farmasi, medication error menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien. Hal
ini memerlukan pendekatan sistem untukmengelola (DepKes RI, 2008). Padahal standar
untuk kejadian kesalahan pemberian obat adalah 0%.

Penelitian Tajuddin, dkk (2012) menyimpulkan bahwa kejadian medication error


merupakan salah satu ukuran pencapaian keselamatan pasien yang dapat terjadi pada tahap
prescribing (peresepan), dispensing(penyiapan), dan drug administration (pemberian obat),
sebagaimana yang terjadi di instalasi rawat darurat Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo.
Peran manajemen rumah sakit sangat diharapkan untuk pencegahan kasus medication error.
Manajemen dituntut untuk mengembangkan sistem peresepan obat terkomputerisasi dan
prosedur pelayanan resep yang mudah diakses oleh petugas serta pengembangan sistem
pencatatan dan pelaporan untuk kejadian medication error. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kewaspadaan petugas dalam menjalankan pekerjaannya.

Penelitian lain oleh Simamora, dkk (2011) menyimpulkan bahwa peran Tenaga
Teknis Kefarmasian (TTK) di ruang perawatan dapat menurunkan angka kejadian medication
error, setelah diberikan pemahaman sesuai dengan tugas dan fungsinya. Terdapat penurunan
angka kejadian medication errorsebesar 32,09% setelah dilakukan partisipasi oleh TTK,
penyebab medication error adalah adanya ketidaksesuaian penulisan instruksi antara catatan
medik dan resep, tingginya beban kerja perawat, kurang adanya komunikasi yang baik antara
dokter, perawat dan tenaga farmasi, serta sistem distribusi yang kurang tepat. Adanya kerja
sama antara semua pihak sangatdiperlukan untuk mencegah atau mengurangi medication
error. Penempatan TTK seharusnya dipertimbangkan untuk dapat berperan aktif
meminimalkan medication error, serta diperlukan sinkronisasi penulisan pada lembar catatan
medik dan resep.

Kejadian medication error di rumah sakit mendorong berbagai negara untuk


melakukan penelitian dan pengembangan sistem keselamatan pasien (DepKes RI, 2006).
Medication error terjadi karena kesalahan dalam hal kebijakan, infrastruktur, biaya, SOP,
lingkungan kerja maupun kesalahan aktif oleh petugas (DepKes RI, 2008). Peran pihak
manajemen rumah sakit sangat diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui suatu
proses yang melibatkan hubungan interpesonal yaitu tenaga manusia dengan teknologi yang
tersedia (Longest, 1978, dalam Aditama,2004).

Kepemimpinan dalam suatu manajemen memiliki kekuatan yang mampu


menggerakkan orang lain untuk saling berkomunikasi, memotivasi dan berhubungan secara
manusiawi mencapai tujuan yang dikehendaki (Satrianegara, 2014). Menurut Siagian (1992),
dalam Aditama, (2004), sudut pandang manajemen berkaitan dengan kemahiran manajerial
dan keterampilan teknis pelaksana. Manajemen inilah yang akan membantu seorang
pemimpin untuk memecahkan masalah agar dapat memberikan pelayanan yang baik
(Aditama, 2004).

RSUD Dr. Moewardi sebagai rumah sakit rujukan tertinggi tipe A, memiliki tujuan
untuk menjaga mutu pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit. Berdasarkan survei
pendahuluan, RSUD Dr. Moewardi sudahmemiliki manajemen khusus yang menangani
patient safety. Medication error secara kuantitas menduduki peringkat teratas, yang terjadi
pada jenis pelayanan medik, pelayanan obat, kompetensi karyawan dan kepemimpinan.Rata-
rata kasus medication error dan KNC di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2013 adalah 84
kasus, dan untuk rata-rata kasus medication error dan KNC sampai pertengahan tahun 2014
ditemukan 34 kasus (Buletin RSDM, 2014).

Kejadian medication error dan KNC merupakan kejadian yang sebenarnya dapat
dicegah sampai titik zero accident (tidak terjadi kejadian).Tiap-tiap unit di rumah sakit harus
melaporkan setiap kejadian kepada tim patient safety, yang selanjutnya akan dilaporkan
kepada direktur. Selain itu tim patient safety akan membuat pembelajaran atas rekapan
kejadian yang telah terjadi kepada tiap-tiap unit. Akan tetapi, belum ada upaya tindak lanjut
terhadap pembelajaran tersebut oleh petugas di tiap unit rumah sakit. Hal ini akan menjadi
masalah dalam implementasi manajeman keselamatan pasien di RSUD Dr. Moewardi. Oleh
sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang implementasi manajemen keselamatan
pasien (patient safety) dalam usaha pencegahan medication error di RSUD Dr. Moewardi
tahun 2015.

1.2. Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum

Menganalisis implementasi manajemen keselamatan pasien (patient safety)


dalam usaha pencegahan medication error.

2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis usaha yang dilakukan oleh rumah sakit dalam upaya
membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien terutama hal berhubungan
dengan pencegahan medication error.
b. Menganalisis usaha yang dilakukan oleh rumah sakit dalam membangun
komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang patient safety terutama hal yang
berhubungan dengan pencegahan medication error.
c. Menganalisis usaha yang dilakukan oleh rumah sakit dalam upaya
membangun/mengembangkan sistem dan proses manajemen risikoserta
melakukan identifikasi dan penilaian terhadap potensial masalah terutama yang
berkaitan dengan medication error.
d. Menganalisis sistem pelaporan dalam manajemen keselamatan pasien di
rumah sakit dalam usaha pencegahan medication error.
e. Menganalisis sistem komunikasi yang melibatkan pasien dalam manajemen
keselamatan dalam usaha pencegahan medication error.
f. Menganalisis cara pembelajaran dan berbagai pengalaman tentang pencegahan
medication error sesama staf dalam manajemen keselamatan pasien di rumah
sakit.
g. Menganalisis usaha yang dilakukan dalam upaya mencegah cidera akibat
medication error melalui implementasi keselamatan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Medication Error


2.1.1. Pengertian
Medication Error adalah tindakan medis atau pelayanan kefarmasian yang
menyebabkan kerugian kepada pasien dan sebenarnya dapat diminimalisir atau bahkan
dicegah yang kesalahan – kesalahan ini terjadi karena akibat dari pemakaian obat, tindakan,
dan perawatan yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
Medication error  adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada
dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan
seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998). Dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa
pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat
selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.
Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing,
fase dispensing dan fase administration oleh pasien. Medication error pada
fase prescribing  adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi: obat
yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau kontraindikasi, tidak tepat obat
atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan aturan pakai. Pada
fase transcribing, error  terjadi pada saat pembacaan resep untuk
proses dispensing. Error pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan
resep oleh petugas apotek. Sedangkan error pada fase administration adalah error  yang
terjadi pada proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien
atau keluarganya.
Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan
bahwa faktor penyebabnya dapat berupa:
a. Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun secara lisan
(antar pasien, dokter dan apoteker).
b. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem
penyimpanan obat, dan lain sebagainya).
c. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan). 4)
Edukasi kepada pasien kurang.
d. Peran pasien dan keluarganya kurang.
2.1.2. Fase Medication Error
Kejadian Medication Error dibagi dalam 4 fase, yaitu :
1. Fase Prescribing Error
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi:
 Kesalahan resep
Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui,
terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan, mutu, rute,
konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu
obat yang diorder atau diotorisasi oleh dokter (atau penulis lain yang sah) yang
tidak benar. Seleksi obat yang tidak benar misalnya seorang pasien dengan
infeksi bakteri yang resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
 Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan yang
sampai pada pasien.
a. Kesalahan karena yang tidak diotorisasi
Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis
resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu dosis
diberikan kepada pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, dosis
diberikan di luar pedoman atau protokol klinik yang telah ditetapkan, misalnya
obat diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di bawah suatu tingkat
tekanan yang ditetapkan sebelumnya.
b.   Kesalahan karena dosis tidak benar
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari
jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat
kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis obat
yang diorder.
c. Kesalahan karena indikasi tidak diobati
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu
obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau glukoma
tetapi tidak menggunakan obat untuk masalah ini.
d.  Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak memerlukan
terapi obat.
2. Transcription Errors
Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk
proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas.
Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga dapat
terjadi pada fase ini. Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors,
yaitu:
a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru
Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian
masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk
pengkajian respon pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis.
b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)
 Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau efek
samping.
 Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu antibiotik,
pasien memerlukan perhatian pelayanan medis.
c.  Kesalahan karena interaksi obat
Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-obat,
obat-makanan, atau obat-prosedur laboratorium.

3. Administration Error
Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada proses
penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau
keluarganya. Kesalahan yang terjadi misalnya pasien salah menggunakan
supositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah
waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama
makan. Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu:
a. Kesalahan karena lalai memberikan obat
Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum
dosis terjadwal berikutnya.
b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru
 Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari
waktu pemberian obat terjadwal.
c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru
 Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian
suatu obat.
 Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis;
melalui rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri
sebagai ganti mata kanan), kesalahan karena kecepatan pemberian yang
keliru.
d. Kesalahan karena tidak patuh
 Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu
regimen obat yang ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh menggunakan terapi
obat antihipertensi.
e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar
Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter,
juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat
yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata kanan).
f. Kesalahan karena gagal menerima obat
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan farmasetik,
psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima atau tidak
menggunakan obat.

4. Dispensing Error
Kesalahan pada fase dispensing  terjadi pada saat penyiapan hingga
penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan
terjadinya error  adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena
kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan
letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik,
ataupun salah dalam pemberian informasi. Jenis kesalahan obat yang
termasuk Dispensing errors yaitu :
a. Kesalahan karena bentuk sediaan
 Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari yang
diorder oleh dokter penulis.
 Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.
b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru
 Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian.
Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu sediaan
yang tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat yang
secara fisik atau kimia inkompatibel.
 Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap pemaparan
cahaya.
c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak
Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia
bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang disimpan secara
tidak tepat.
BAB III
ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat
• Pulpen
• Scanner

3.2 Bahan

RUANGAN : ICU

TGL. RESEP : 16-11-2020

Riwayat Alergi Obat :

Tidak

Ya, Nama Obat :………

R/ Asam Salisilat 2%

Mometason Furoate s ad tube I

Mf la da in pot\

Sue (pagi/malam sela paha)

R/ Soft u derm cr tube I

Sue (sore, bercak hitam di punggung)

NRM : 1-25-80-09
Nama : Bahagia bin Fakri

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 29-11-2001 (18 th 11 bln 14 hr)

Nama Dokter : dr. Cut Yunir, Span

Etiket :

Formulir medication error

IDENTITAS PASIEN E1 E2

NO NAMA DOKTER
NAMA PASIEN TGL LAHIR A B C D E F G H I J K L A B C

1                                    
2                                    

3                                    
4                                    

5                                    
6                                    

7                                    
8                                    

9                                  
10                                
11                                
12                                

13                                
14                                

15

                               

3.3 Cara Kerja

1. Dilakukan pengecekan resep dengan memeriksa kelengkapan unsur dan syarat sah
resep, lalu diisi formulir medication error
2. Bila diisi dengan pulpen setelah di print secara manual maka di scan kembali
formulirnya dan dimasukkan ke dalam laporan
3. Dibuat pembahasan dan penjelasan mengenai formulir medication error yang telah
diisi
BAB 4

PEMBAHASAN
Medication Error tindakan medis atau pelayanan kefarmasian yang menyebabkan
kerugian kepada pasien dan sebenarnya dapat diminimalisir atau bahkan dicegah yang
kesalahan ini terjadi karena akibat dari pemakaian obat
Medication error kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam
pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya
dapat dicegahakibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang
sebetulnya dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase
prescribing, fase transcribing, fase dispensing dan fase administration oleh pasien.
Medication error pada fase prescribing adalah rror yang terjadi pada fase penulisan resep.
Fase ini meliputi: obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau
kontraindikasi, tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan
aturan pakai. Pada fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses
dispensing. Error pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep
oleh petugas apotekSedangkan error pada fase administration adalah error yang terjadi pada
proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau
keluarganya.
IDENTITAS PASIEN E1 E2
N NAMA
O NAMA DOKTER
TGL LAHIR A B C D E F G H I J K L A B C D
PASIEN

 Bahagia bin Dr. Yunir,


1
fakhri 29-11-2001  Span  + +  +  +  +  +  +  +  +  +  +  +  +  +  +  + 
2                                      

3                                      
4                                      

5                                      
6                                      

7                                      
8                                      

9                                    
10                                    

11                                    
12                                    

13                                    
14                                    

 
15
 

                                   

Dari hasil tabel di atas bahwa tidak ada kesilapan apapun pada obat medication error, semua
sudah sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam meminimalkan terjadinya


medication error. Memberikan pelayanan kefarmasian secara paripurna dengan
memperhatikan faktor keselamatan pasien, antara lain dalam proses pengelolaan sediaan
farmasi, melakukan monitoring dan evaluasi keberhasilan terapi, memberikan pendidikan dan
konseling serta bekerja sama erat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya merupakan
suatu upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

5.2 SARAN

Apoteker atau tenaga kefarmasian perlu melakukan kegiatan monitoring dan evalusi di
unit kerjanya secara berkala. Monitoring merupakan kegiatan pemantauan terhadap
pelaksanaan pelayanan kefarmasian terkait program keselamatan pasien. Evaluasi merupakan
proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian terkait program keselamatan pasien. Tujuan
dilakukan monitoring dan evaluasi agar pelayanan kefarmasian yang dilakukan sesuai dengan
kaidah keselamatan pasien dan mencegah terjadinya kejadian yang tidak diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai