Anda di halaman 1dari 4

BAB 7

1.Makna multikulturalisme
Multikulturalisme merupakan paham yang menganut asas keragaman sosial budaya yang
dianut oleh suatu bangsa. Makna multikulturalisme sebagai suatu paham dapat ditinjau kedalam
tiga penekanan yakni :
a. Multikulturalisme sebagai politics of recognition.
b. Multikulturalisme dalam etnic and cultural groups.
c. Multikulturalisme dalam karakteristik sosial.

2. Struktur masyarakat Indonesia dan Masalah Multikultural.


Dengan adanya struktur masyarakat Indonesia dan masalah multikultural, maka
diperlukan kebijakan pemerintah yang menjamin kelangsungan hidup masyarakat, dengan cara
tetap menghormati pranata, struktur, dan kebiasaan yang ada (social sustainability). Indonesia
yang multikultural ini akan tetap bertahan sebagai sebuah negara kesatuan, apabila elemen-
elemen pendukung kebersamaan tetap dipertahankan. Kecenderungan dominasi mayoritas (suku
dan agama) harus ditata kembali agar rasa memiliki bangsa ini tidak luntur. Gejolak yang terjadi
di berbagai daerah (Aceh, Kalimantan Tengah, Maluku, Irian Jaya, dan sebagainya),
membutuhkan penanganan yang serius. Kelalaian tidak memperhatikan multikultural bangsa, di
masa mendatang akan menjadi bom waktu yang sangat mengganggu persatuan dan kesatuan
bangsa.

3. Masyarakat multikultural dan Masalah Silang Budaya.


Masyarakat Indonesia dan Kompleks kebudayaan nya masing-masing plural(jamak) dan
heterogen (aneka ragam). Masyarakat Indonesia yang majemuk yang terdiri dari bertegai badaya,
karena adanya berbagai kegiatan dan pranata khusus dimana setiap kultur merupakan sumber
nilai yang memungkinkan terpeliharanya kondisi kemapanan dalam kehidupan masyarakatta
pendukungnya, setiap masyarakat pendukung kebudayaan (culture bearers) cenderung
menjadikan kabadayaananya sebagai kerangka acuan bagi perikehidupannya yang sekaligus
untuk mengukuhkan jati diri sebagai kebersamaan yang berciri khas (Fuad Hassan, 1998).
Sehingga perbedaan antar kebudayaan, justru bermanfaat dalam mempertahankan dasar identitas
diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut. Pluralisme masyarakat dalam tatanan sosial agama,
dan suku bangsa telah ada sejak jaman nenek moyang, kebhinekaan budaya yang dapat hidup
berdampingan secara damai merupakan kekayaan yang tak ternilai dalam khasanah budaya
nasional karena diunggulkannya suatu nilai oleh seseorang atau sekelompok masyarakat, bukan
berarti tidak dihiraukannya nilai-nilai kainnya melainkan kurang dijadikannya sebagai acuan
dalam bersikap dan berperilaku dibandingkan dengan nilai yang diunggulkannya. Sehingga
permasalahan multicultural justru merupakan suatu keindahan bila indentitas masing-masing
budaya dapat bermakna dan diagungkan oleh masyarakat pendukungnya serta dapat dihormati
oleh kelompok masyarakat lain, bukan untuk kebanggan dan sifat egoisme kelompok apalagi bila
diwarnai oleh kepentingan kepentingan politik tertentu misalnya digunakanya symbol-simbol
budaya jawa yang "salah kaprah" untuk membengun struktur dan budaya politik yang
sentralistik. Masalah yang biasanya dihadapi oleh masyarakat majemuk adalah adanya
persentuhan dan saling hubungan antara kebudayaan suku bangsa dengan kebudayaan umum
lokal, dan dengan kebudayaan nasional. Diantara hubungan-hubungan ini yang paling kritis
adalah hubungan antara kebudayaan suku bangsa dan umum lokal di satu pihak dan kebudayaan
nasional di pihak lain. Pemaksaan untuk merubah tata nilai atau upaya penyeragaman budaya
seringkali dapat memperkuat penolakan dari budaya-budaya daerah, atau yang lebih parah bila
upaya mempertahankan tersebut, justru disertai dengan semakin menguatnya Etnosentrime.

4. Kendala dan Upaya Penyelesaian Permasalahan Silang Budaya


Dengan mencermati berbagai permasalahan silang budaya dan kondisi masyarakat
Indonesia, dapat ditenui adanya berbagai masalah yang ditengarai sebagai kendala penyelesaian
masalah diantaranya adalah : (1) Rendahnya tingkat pengetahuan, pengalaman, dan jangkauan
komunikasi sebagian masyarakat yang dapat mengakibatkan rendahnya daya tangkal terhadap
budaya asing yang negatif, dan keterbatasan dalam menyerap serta mengembangkan nilai-nilai
baru yang positif, sekaligus mudah sekali terprofokasi dengan isu-isu yang dianggap mengancam
eksistensinya (2) Kurang maksimalnya media komunikasi dalam memerankan fungsinya sebagai
mediator dan korektor informasi, (3) Paradigma pendidikan yang lebih menekankan
pengembangan intelektual dengan mengabaikan pengembangan kecerdasan emosional, pem
bentukan sikap moral, dan penanaman nilai budaya. Manusia terbuai kegiatan dan pembangunan
yang pragmatis, yang memberikan manfaat materiil yang lebih mudah teramati dan terukur,
sehingga seringkali sangsi formal lebih ditakuti daripada sangsi moral. (4). Meningkatnya gejala
"societal crisis on caring" (krisis pengasuhan dan kepedulian dalam masyarakat) karena
tingginya mobilitas sosial dan transformasi kultural yang ditangkap dan diadopsi secara terbatas.
Sejalan dengan berbagai kendala yang ada maka upaya penyelesaian permasalahan silang
budaya dapat dilakukan dengan: Pertama, dilakukan dengan membangun kehidupan
multikultural yang sehat, dilakukan dengan meningkatkan toleransi dan apresiasi antarbudaya,
yang dapat diawali dengan peningkatan tingkat pengetahuan masyarakat tentang kebhinekaan
budaya dengan berbagai model pengenalan ciri khas budaya tertentu, terutama psikologi
masyarakat yaitu pemahaman pola perilaku khusus masyarakatnya. Kedua, peningkatan peran
media komunikasi, untuk melakukan sensor secara substantif yang berperan sebagai korektor
terhadap penyimpangan norma sosial yang dominan, dengan melancarkan tekanan korektif
terhadap subsistem yang mungkin keluar dari keseimbangan fungsional. Ketiga, strategi
pendidikan yang bertema bulaya, daya menjadi pilihan karena pendidikan berbasis adat tidak
aman melepaskan diri dari prinsip bahwa manusia adalah faktor utama, sehingga manusia harus
selalu merupakan seknek sekaligus tujuan dalam setiap langkah dan upaya perubahan, Nilai-nilai
budaya tradisional dapat terinternalisasi dalam proses pendidikan baik di lingkungan keluarga,
pendidikan formal maupun non formal.
5. Pembangunan Masyarakat Melalui Pendidikan Multikultural.
Istilah pendidikan multikultural secara etimologis terdiri atas dua tema, yaitu pendidikan
dan multikultural. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan secara
terminologis, pendidikan multi kultural merupakan proses pengembangan seluruh potensi
manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya,
etnis, suku, dan aliran (agama).
6. Reorientasi pendidikan berbasis multikultural.
UNESCO melalui "the International Commission on Education for the Twenty-first
Century yang dipimpin oleh Jacques Delors menyimpulkan bahwa untuk memasuki abad ke-21,
pendidikan kita perlu berangkat dari empat pilar proses pembelajaran; yaitu (1) Learning to
know, (2) Learning to do, (3) Learning to be, dan (4) Learning to live together. Penerapan empat
pilar proses pembelajaran ini pada setiap jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sangat diperlukan
bagi terlaksananya fungsi dan tercapainya tujuan pendidikan nasional dan kaitannya dengan
pendidikan multikultural.
7. Pendidikan Multikultural untuk Multikulturalisme.
Pendidikan multikultural merupakan sebuah paradigma baru yang lahir pada akhir abad
XX, yang memiliki visi, program, strategi dan metodologi pendidikan yang perlu untuk mem
persiapkan generasi muda menghadapi masyarakat dunia global dan multikultural.
Mengimplementasikan konsep pendidikan multikultural dalam pendidikan, terdapat 3 komponen
implementasi yang dapat dipergunakan sebagai strategi program pembelajaran, yaitu sebagai
berikut: (1) Content oriented program, yang terdiri dari: a. mengem bangkan materi pendidikan
multikultural dalam semua disiplin ilmu, b. memadukan keberagaman pandangan dan cara
pandang dalam kurikulum, c. mentransfer tujuan dalam konsep kurikulum baru; (2) Student
oriented program, yang terdiri dari: a. melakukan penelitian terhadap model belajar berbagai
kelompok murid, b. program menggunakan sekaligus dua atau lebih bahasa pengantar dalam
sekolah, c. spesial program untuk murid-murid yang terkebelakang atau terpinggirkan secara
SOsio ekonomi dalam masyarakat; (3) Socially oriented program, yang terdiri dari: a. kontak
antara kelompok-kelompok yang berbeda (ras, agama, dan sosio-ekonomi), b. program belajar
bersama. Multikulturalisme sebagai sebuah paham (politic of recognition) menekankan pada
kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi
budaya yang ada.
8. Membangun Pendidikan Multikultural
Perlunya upaya membangun pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural dapat
menjadi elemen yang kuat dalam kurikulum Indonesia untuk mengembangkan kompetensi dan
ketrampilan hidup (li/e skills). Masyarakat Indonesia terdiri dari masyarakat multikultur yang
mencakup berbagai macam perspektif budaya yang berbeda. Jadi sangat relevan bagi sekolah di
Indonesia untuk menerapkan pendidikan multikultural. Pendidikan Multikultural dapat melatih
siswa untuk menghormati dan toleransi terhadap semua kebudayaan. Pendidikan multikultural
chugai kesadaran merupakan suatu pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa budaya
merupakan salah satu kekuatan yang dapat menjelaskan perilaku manusia. Budaya memiliki
peranan yang sangat besar di dalam menentukan arah kerjasama maupun konflik antar sesama
manusia.

9. Merumuskan Tujuan Pendidikan Multikultural Berbasis Kebangsaan.


Tujuan pendidikan multikultural berbasis kebangsaan yang pertama adalah :
pengembangan literasi etnis dan budaya. Tujuan utama pendidikan multikultural ini adalah
mempelajari tentang latar belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa
kritis, individu yang berpengaruh, dan kondisi sosial, politik, dan ekonomi dari berbagai
kelompok etnis mayoritas dan minoritas. Informasi ini harus komprehensif, analistis, dan
komparatif, dan harus memasukkan persamaan dan perbedaan di antara kelompok kelompok
yang ada. Pengetahuan tentang pluralisme budaya merupakan dasar yang diperlukan untuk
menghormati, meng apresiasi, menilai dan memperingati keragaman, baik lokal, nasiorral dan
internasional.
Tujuan yang kedua adalah menekankan pada pengem bangan pemahaman diri yang lebih
besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas pribadinya.Tujuan berikutnya
adalah mengembangkan kompetensi multikultural. Penting sekali bagi siswa untuk mempelajari
bagaimana berinteraksi dengan dan memahami orang yang secara etnis, ras, dan kultural berbeda
dari dirinya. Tujuan yang kelima adalah mengembangkan rasa kesadaran sosial (a sense of social
consciousness), keberanian moral, dan komitmen terhadap persamaan; dan memperoleh
ketrampilan dalam aktivitas politik untuk mereformasi masyarakat untuk membuatnya lebih
manusiawi, simpatik terhadap pluralisme kultural, keadilan moral, dan persamaan. Terakhir,
tujuan yang dinilai paling penting adalah memperkokoh rasa kebangsaan. Atas dasar rumusan
tujuan pendidikan multikultural berbasis kebangsaan di atas, diharapkan pendidikan
multikultural dapat berfungsi dalam: (1) memberi konsep diri yang jelas; (2) membantu
memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya ditinjau dari sejarahnya; (3) membantu
memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu memang ada pada setiap masyarakat; (4)
membantu mengembangkan pembuatan keputusan (decision making), partisipasi sosial dan
ketrampilan kewarganegaraan (citizenship skills); dan (5) mengenal dan menghargai perbedaan
dalam keberagaman.

Anda mungkin juga menyukai