Anda di halaman 1dari 10

Hak Prerogatif Presiden dalam Yudikatif untuk Menjamin Kekuasaan

Kehakiman
Muchammad Rijki Ramandan

Fakultas Hukum, UIN Sunan Kalijaga

Jl. Laksda Adisucipto Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
rizky18121999@gmail.com
Abstrak

Pertanggungjawaban Penggunaan Hak Prerogatif Presiden di Bidang Yudikatif Dalam Menjamin


Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman. Dengan diterapkannya sistem presidensial di Indonesia, Presiden
memiliki jabatan sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara sekaligus. Kedua jabatan tersebut
termanifestasi dalam UUD 1945, diantaranya adalah hak prerogatif Presiden dalam bidang yudikatif
yang beririsan dengan hak yang dimiliki cabang kekuasaan lain, yaitu Yudikatif ,hak-hak asasi warga
negara dan pembatasan kekuasaan penguasa serta jaminan keadilan dan persamaan di hadapan hukum
serta kesejahtraan bagi masyarakat. Metode penelitian karya ilmiah ini adalah penelitian hukum yuridis
normatif. Analisis data penelitian yuridis normatif adalah kegiatan pengolahan data dan sistematisasi
terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya pada konsep
bernegara hukum, kekuasaan kehakiman dapat mandiri dalam menjalankan fungsi judisialnya, sehingga
memungkinlan pelaksana kekuasaan kehakiman berlaku fair dalam memeriksa, mengadili dan memutus
suatu perkara berdasarkan hukum dan keadilan

kata kunci : Prerogatif, kekuasaan kehakiman

pendahuluan

Besar tidaknya kekuasaan Presiden bergantung sistem presidensial, sistem pemerintahan


kepada kedudukan, tugas dan wewenang yang terpusat pada jabatan Presiden sebagai kepala
diberikan konstitusi kepadanya.1 Pasal 4 ayat (1) pemerintahan (head of government) sekaligus
Undang-Undang Dasar Negara Republik sebagai kepala negara (head of state). Menurut
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah Jimly Asshiddiqie, kedua jabatan kepala negara
menggariskan bahwa “Presiden Republik dan kepala pemerintahan itu pada hakikatnya
Indonesia memegang kekuasaan pemerintah sama-sama merupakan cabang kekuasaan
menurut Undang-Undang Dasar.” Artinya, eksekutif.3 Oleh karena dalam jabatan presiden
kekuasaan dan tanggung jawab pemerintahan itu tercakup dua kualitas kepemimpinan
berada di tangan satu orang yaitu dipegang oleh sekaligus, yaitu sebagai kepala negara dan
Presiden. Presiden yang memegang kekuasaan kepala pemerintahan, maka pemegang jabatan
pemerintahan dalam pasal ini menunjuk kepada presiden (ambtsdrager) menjadi sangat kuat
pengertian presiden menurut sistem kedudukannya. Karena itu pula, dalam sistem
pemerintahan presidensial.2 Dengan dianutnya republik yang demokratis, kedudukan Presiden

1 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Hukum Lembaga Kepresidenan 3Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia
Indonesia, (Bandung: Alumni, 2010), h. 73. Pasca Reformasi, Cetakan kedua, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer,
2 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga 2008), h. 311
Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), h. 127
selalu dibatasi oleh konstitusi.4 Diakui bahwa melalui penetapan landasan hukum bagi
pelaksanaan kekuasaan pemerintahan oleh kekuasaan melalui aturan-aturan hukum positif.
presiden berdasarkan tafsir UUD 1945 pra Negara hukum adalah negara yang meletakkan
amandemen, presiden dibekali hak prerogatif. norma-norma dasar dan norma turunan dalam
Misalnya, dalam hal menyatakan keadaan bernegara untuk kepentingan hidup bersama
bahaya (Pasal 12); mengangkat duta dan konsul segenap elemen dan komponen bangsa secara
(Pasal 13); memberikan grasi dan rehabilitasi totalitas. Bukan hanya kepentingan sektarian
dengan memperhatikan pertimbangan MA dan sektoral. Indonesia adalah negara yang
(Pasal 14 ayat (1); amnesti dan abolisi dengan sejak semula diproklamirkannya oleh The
memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 Founthing Father, dicitakan sebagai negara
ayat (2); membentuk Dewan Pertimbangan hukum, sehingga dalam berbagai Konstitusi
Presiden (Pasal 16); mengangkat dan yang pernah berlaku di Indonesia, semuanya
memberhentikan menteri (Bab V Pasal 17 ayat menyatakan secara tegas (formal) Indonesia
(2). Sebenarnya, UUD 1945 tidak menyebutkan adalah Negara Hukum (Rechtsstaat) bukan
secara eksplisit mengenai hak prerogatif. Akan negara kekuasaan (Machtstaat).
tetapi, dalam praktiknya hal ini dikenal luas dan
Di Indonesia kekuasaan kehakiman
bahkan menjadi argumentasi utama dalam
dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung
membenarkan penggunaan hak-hak tertentu
dan badan peradilan yang berada di bawahnya
oleh presiden secara mandiri (tanpa adanya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
mekanisme pengawasan dari lembaga lainnya).
peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
Dalam sejarah ketatanegaraan suatu negara, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
umumnya konstitusi digunakan untuk mengatur oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 24
dan sekaligus untuk membatasi kekuasaan ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan).
negara, termasuk di dalamnya adalah Sebelumnya Undang-Undang yang secara
penyelenggaraan kekuasaan Presiden. khusus mengatur tentang Kekuasaan
Kekuasaan Presiden dalam suatu negara sangat Kehakiman adalah UndangUndang No. 14
penting, sehingga kekuasaan Presiden harus Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok
diatur secara jelas di dalam konstitusi dan Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No.
peraturan perundang-undangan dibawahnya, 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No.
Ide ataupun konsep negara hukum pada 14 Tahun 1970. Undang-Undang No. 14 Tahun
umumnya dimaksudkan dalam rangka 1970 merupakan induk dan kerangka umum
menghindari negara atau pemerintah dari yang meletakkan dasar, asas dan pedoman bagi
perbuatan sewenangwenang. Hukum ada lingkungan peradilan di Indonesia.
karena kekuasaan yang sah. Sehinga pada Perkembangan berikutnya sekarang ini telah
dasarnya ketentuan-ketentuan yang tidak dikeluarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004
berdasarkan pada kekuasaan yang sah adalah tentang kekuasaan kehakiman. Undang-Undang
bukan hukum. Hukum mempunyai arti penting ini disahkan dan diundangkan di Jakarta pada
bagi kekuasaan karena hukum berperan sebagai tanggal 15 Januari 2004 dan mulai berlaku pada
sarana legislasi bagi kekuasaan formal bagi saat diundangkan.
lembaga-lembaga Negara, pejabat negara dan
Dengan berlakunya UndangUndang kekuasaan
pemerintahan. Legislasi kekuasaan dilakukan
kehakiman yang baru, maka UU No. 14 Tahun

4Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia


Pasca Reformasi,, h. 314
1970 sebagaimana telah diubah dengan UU No. Demikian pula dalam konteks Pasal 14 ayat (1)
35 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. UUD 1945, presiden diberikan hak prerogatif
14 Tahun 1970, dinyatakan tidak berlaku lagi untuk memberikan grasi dan rehabilitasi kepada
(Pasal 48 UU No. 4 Tahun 2004). Gerakan seseorang terpidana dengan memperhatikan
hukum, sebuah istilah yang dikemukakan oleh pertimbangan Mahkamah Agung. Dengan
Daniel S Lev sebagai tuntutan terus menerus adanya kata “memperhatikan pertimbangan
untuk menundukan kekuatan-kekuatan politik Mahkamah Agung” ini sesungguhnya bukan lagi
dan proses-proses sosial maupun ekonomi dikatakan hak prerogatif presiden, karena hak
kepada batasan-batasan yang ditentukan oleh prerogatif diartikan sebagai hak mutlak dari
gugus peraturan yang secara konseptual seorang presiden tanpa campur tangan dari
mandiri dan diterapkan oleh sistem hukum5 , pihak lain, sehingga pemaknaan hak prerogatif
harus diupayakan terus menerus oleh semua Presiden telah mengalami penyimpangan dari
elemen negara baik penguasa, rakyat maupun makna dasarnya. Artinya, pemberian grasi
lembaga kekuasaan kehakiman sebagai garda maupun rehabilitasi sebagai wujud pelaksanaan
terdepan dalam menegakkan prinsip-prinsip kekuasaan presiden, tidak dapat lagi dikatakan
negara hukum. sebagai hak prerogatif presiden.

Dalam pelaksanaannya, ternyata hak-hak Pembahasan


prerogatif sebagai bentuk kekuasaan Presiden
kemandirian kekuasaan hakim.
telah banyak menimbulkan berbagai masalah
yang sampai saat ini masih diwarnai pendapat Kemandirian atau kebebasan merupakan
pro dan kontra seputar penggunaannya. Hal ini prasyarat penting bagi hakim dalam melakukan
dapat disebabkan karena tiga hal. Pertama, kegiatan yudisialnya, yaitu menerima,
besarnya kekuasaan presiden tersebut tidak memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara
diikuti dengan mekanisme dan di pengadilan. Kemandirian atau kebebasan
pertanggungjawaban yang jelas. Padahal hak- kekuasaan kehakiman berarti tidak adanya
hak tersebut sifatnya substansial bagi intervensi dari pihak-pihak extra judicial lainnya,
kehidupan bangsa, sehingga memerlukan sehingga dapat mendukung terciptanya kondisi
adanya kontrol, misalnya pemilihan duta dan yang kondusif bagi hakim dalam menjalankan
konsul, penentuan susunan kabinet, wewenang tugas-tugasnya di bidang judicial, yaitu dalam
untuk menyatakan perang, dan lain-lain. Kedua, memeriksa, mengadili dan memutuskan
fenomena ketidakpercayaan masyarakat sengketa yang diajukan oleh pihak-pihak yang
terhadap pemerintah telah sedemikian berperkara. Lebih lanjut kondisi ini diharapkan
besarnya, sehingga menimbulkan sensitivitas dapat menciptakan putusan hakim yang
dalam tubuh masyarakat terhadap tindakan- berkualitas, yang mengandung unsur keadilan,
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, kepastian hukum dan kemanfaatan.
khususnya presiden. Ketiga, berkaitan erat kemandirian kekuasaan kehakiman harus
dengan yang kedua, sensitivitas ini juga disertai dengan integritas moral, keluhuran dan
didorong oleh tumbuhnya kesadaran kehormatan martabat hakim, karena kalau tidak
masyarakat dengan sangat cepat dengan dipicu maka akan terjadinya manipulasi sehingga para
oleh atmosfir reformasi yang tengah berjalan hakim yang menyalahgunakan jabatannya
pada saat ini. menjadi sulit tersentuh hukum. Praktek
peradilan tentang judicial corruption menjadi

5
bid, hal. 378
sulit dilaksanakan. Penjelasan Pasal 1 UU No. 4 Yudisial, penetapan hakim agung dan pengajuan
Tahun 2004 disebutkan bahwa kebebasan serta penetapan hakim konstitusi. Kedua
dalam melaksanakan wewenang judicial bersifat perspektif ini penting dalam mendudukkan dan
tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menjawab apakah hak-hak konstitusional
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan presiden di bidang yudikatif ini dapat atau tidak
Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan mereduksi atau bahkan dapat dikatakan
rasa keadilan rakyat Indonesia. Kemandirian potensial mengamputasi kemerdekaan
kekuasaan kehakiman atau kebebasan hakim kekuasaan kehakiman. Terkait dengan
merupakan asas yang sifatnya universal, yang penggunaan hak konstitusional presiden dalam
terdapat dimana saja dan kapan saja.6 bentuk pemberian grasi dan rehabilitasi,
khususnya dalam konteks pemberian grasi,
Hak-hak presiden yang kemudian
harus diakui bahwa pada akhir-akhir ini telah
diterjemahkan sebagai hak konstitusional
menjadi diskursus menarik yang hampir
presiden di bidang yudikatif secara normatif
menyita segenap pikiran anak bangsa. Polemik
telah diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945,
ini tidak hanya sekedar bahan kajian bagi
yang menegaskan bahwa presiden memberi
kalangan akademisi di kampus-kampus, tetapi
grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
juga menjadi bahan diskusi ala rakyat di
pertimbangan Mahkamah Agung. Artinya,
warung-warung kopi, terutama yang terkait
Mahkamah Agung berhak memberikan
kasus pemberian grasi kepada Schapelle Leigh
pertimbangan hukum kepada presiden dalam
Corby dan Peter Achim Frans Grobmann, yang
memberi grasi dan rehabilitasi kepada
akhirnya menimbulkan kontroversi. Kedua
narapidana. Selain itu, juga dapat dilihat
narapidana ini telah terbukti di persidangan
prosedur pengangkatan dan pemberhentian
pengadilan bersalah melakukan tindak pidana
anggota Komisi Yudisial sebagaimana
narkotika dan telah divonis hakim yang telah
ditegaskan dalam pasal 24B ayat (3) UUD 1945,
mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun
penetapan hakim agung oleh presiden
demikian, sebagai narapidana mereka pun
sebagaimana ditegaskan dalam pasal 24A ayat
berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No.
(2) UUD 1945, dan proses pengisian jabatan
5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU No.
hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi di
22 Tahun 2002 tentang Grasi diberikan hak
mana presiden berhak mengajukan 3 hakim
untuk mengajukan permohonan grasi kepada
konstitusi dari 9 hakim serta berwenang
presiden. Pertanyaan mengemuka mengenai
menetapkannya. Hak konstitusional presiden di
pemberian grasi oleh presiden kepada
bidang yudikatif ini sesungguhnya memiliki
narapidana ini adalah, apakah hal ini dapat
relevansi dengan eksistensi lembaga yudikatif
dikategorikan sebagai bentuk reduksi dari
yang oleh UUD 1945 dijamin kemerdekaan
kekuasaan kehakiman yang merdeka. Logika
kekuasaannya. Paling tidak relevansi tersebut
hukum yang telah terbentuk bahwa suatu
dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama,
proses peradilan telah dicampuri dengan
perspektif tentang pemberian grasi dan
adanya grasi dari presiden. Untuk menjawab hal
rehabilitasi oleh Presiden sebagai manifestasi
tersebut, perlu ditegaskan bahwa antara
pelaksanaan hak konstitusional presiden.
kekuasaan peradilan memutus suatu kasus
Kedua, perspektif campur tangan presiden
konkrit dengan pemberian grasi oleh presiden
dalam proses pengisian jabatan anggota Komisi

6
Periksa tulisan Sudikno Mertokusumo, Relevansi Peneguhan
Etika Profesi Bagi Kemandirian Kekuasaan Kehakiman, pada
seminar 50 tahun Kemandirian Kekuasaan Kehakiman di Indonesia
merupakan dua entitas yang berbeda. Grasi kerajaan Inggris. Hak ini memberikan
pada dasarnya merupakan hak konstitusional keistimewaan bagi penguasa politik untuk
presiden dalam kapasitasnya sebagai kepala memutuskan sesuatu berdasarkan
negara, dalam bentuk pengampunan yang pertimbangan sendiri, uniknya putusan itu bisa
berupa perubahan, peringanan, pengurangan, dilakukan tanpa alasan apapun, kecuali
atau penghapusan pelaksanaan putusan kepada kehendak pribadi dari sang pemimpin itu
terpidana, sehingga pemberian grasi bukan sendiri.9
merupakan persoalan teknis yuridis peradilan
Secara teoritis, hak prerogatif dalam berbagai
dan tidak terkait dengan penilaian terhadap
literatur umumnya diterjemahkan sebagai hak
putusan hakim. Pemberian grasi bukan
istimewa yang dimiliki oleh lembaga-lembaga
merupakan campur tangan presiden dalam
tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak,
bidang yudikatif, melainkan hak konstitusional
dalam arti tidak dapat digugat oleh lembaga
presiden untuk memberikan ampunan. Dengan
negara yang lain. Menurut Oksep Adhayanto,
demikian, penggunaan hak konstitusional
hak prerogatif adalah hak yang dimiliki oleh
presiden dalam bentuk pemberian grasi kepada
seorang kepala pemerintahan atau kepala
terpidana sesungguhnya tidak mereduksi
negara tanpa ada intervensi dari pihak
kekuasaan kehakiman, karena memang
manapun dalam menggunakan hak tersebut.
kekuasaan kehakiman itu sendiri merupakan
Oleh karenanya, hak prerogatif itu dikatakan
kekuasaan yang merdeka, tidak bisa diintervensi
sebagai hak privillege atau hak istimewa
oleh pihak manapun sekalipun oleh presiden
seorang kepala negara dalam menjalankan
atas nama pelaksanaan hak presiden sebagai
tugas kenegaraannya.10
hak konstitusional presiden. Bagi Jimly,
kekuasaan kehakiman merupakan ciri pokok Dalam sistem pemerintahan negara-negara
negara hukum, karena salah satu prinsip modern hak prerogatif dimiliki oleh kepala
penting negara hukum adalah adanya jaminan negara (raja maupun presiden) maupun kepala
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang pemerintahan dalam bidangbidang tertentu
merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan yang dinyatakan dalam konstitusi. Contoh dari
lainnya untuk menyelenggarakan peradilan pelaksanaan hak ini yaitu Perancis yang
guna menegakkan hukum dan keadilan.7 memberikan hak prerogatif kepada Presiden
Apapun sistem hukum yang dipakai dan sistem untuk untuk memecat kepala pemerintahan dan
pemerintahan yang dianut, pelaksanaan “the membubarkan National Assembly setelah
principles of independence and impartiality of berkonsultasi terlebih dahulu dengan Perdana
the judiciary” harus benar-benar dijamin di Menteri dan Ketua-ketua National Assembly.
setiap negara demokrasi konstitusional.8 Contoh lainnya adalah hak Presiden Amerika
Serikat yang dapat memveto undang-undang
Hak hakikat pereogratif
yang disetujui oleh Kongres Amerika Serikat.
Secara historis, hak prerogatif merupakan hak Hak ini juga dipadankan dengan kewenangan
istimewa seorang raja, yang pertama kali penuh yang diberikan oleh konstitusi kepada
diterapkan dalam konteks ketatanegaraan di lembaga eksekutif dalam ruang lingkup

7 9
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Atur Hak Prerogatif Presiden”, Majalah Figur, Edisi IX/TH. 2007,
Pasca Reformasi., h. 511. h. 16.
8 10
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Oksep Adhayanto, “Eksistensi Hak Prerogatif Presiden Pasca
Pasca Reformasi., h. 525 Amandemen UUD 1945”, Jurnal Fisip Umrah Vol. 2, No. 2, (2011),
h. 163
kekuasaan pemerintahannya (terutama bagi secara nyata dipraktikkan, misalnya dalam hal
sistem yang menganut pemisahan kekuasaan pengangkatan menteri-menteri departemen.
secara tegas, misalnya Amerika Serikat), seperti Hak ini juga dipadankan terutama dalam istilah
membuat kebijakan-kebijakan politik dan presiden sebagai kepala negara yang sering
ekonomi. dinyatakan dalam hal-hal pengangkatan pejabat
negara. Hal tersebut dapat dilihat dari
Terdapat pula pendapat yang mengatakan
Penjelasan Pasal 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 UUD
bahwa setelah dihapusnya penjelasan dan
1945 pra amandemen yang menyebutkan
dipertegasnya ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD
bahwa kekuasaan presiden di dalam pasal-pasal
1945 pasca amandemen, maka Presiden
tersebut adalah konsekuensi dari kedudukan
hanyalah dapat dikatakan sebagai pemegang
Presiden sebagai Kepala Negara. Hal ini
kekuasaan pemerintahan, dalam arti presiden
berangkat dari pemikiran sebagaimana yang
bertindak selaku kepala pemerintahan, yang
dikemukakan M. Laica Marzuki bahwa meskipun
harus dibedakan sebagai kepala negara yang
UUD 1945 menganut sistem pemerintahan
hanya berfungsi sebagai simbol negara. Karena
presidensial namun memberikan kedudukan
pasal 4 ayat (1) UUD 1945 hanya menegaskan
dikotomis kepada Presiden selaku kepala
presiden sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan (diatur dalam Pasal 4 ayat (1)
pemerintahan, maka Presiden tidak dapat lagi
UUD 1945) dan selaku kepala negara (diatur
dikatakan memiliki hak prerogatif, melainkan
dalam Penjelasan UUD 1945).23 Oleh beberapa
presiden diposisikan sebagai pemimpin tertinggi
ahli tata negara di Indonesia penegasan dalam
administrasi negara. Dengan demikian, bagi
Penjelasan UUD 1945 inilah yang dijadikan
mereka pasca amandemen tidak ada lagi
rujukan dikenalnya istilah hak prerogatif
kekuasaan Presiden sebagai kepala negara,
presiden. Para ahli menterjemahkan kekuasaan
karena dasar konstitusional presiden sebagai
presiden dalam Pasal 10, 11, 12, 13, 14 dan 15
kepala negara yang diatur dalam penjelasan
UUD 1945 pra amandemen sebagai hak
UUD 1945 telah ditiadakan, sehingga tidak tepat
prerogatif yang melekat pada diri seorang
jika presiden dikatakan memiliki hak prerogatif.
presiden dalam kapasitasnya sebagai kepala
Dalam konteks sistem ketatanegaraan negara.11
Indonesia, istilah hak prerogatif presiden
Selain itu, sebagai negara yang menganut
merupakan istilah yang masih diperdebatkan.
sistem presidensial, sesungguhnya tidak ada
Istilah hak prerogatif sama sekali tidak pernah
pembedaan antara presiden sebagai kepala
dinyatakan dalam UUD 1945 atau peraturan
negara dan presiden sebagai kepala
perundang-undangan di Indonesia yang
pemerintahan, justru kedua fungsinya itu
mengatur tentang ketatanegaraan Indonesia.
melebur pada diri seorang presiden. Dalam
Namun dalam praktik politik dan
kedudukan sebagai pemegang kekuasaan
ketatanegaraan selama masa orde baru, hak ini
pemerintahan negara sebagaimana disebutkan

11 dengan undang-undang; Pasal 13 ayat (1) Presiden mengangkat


Pasal 10 : Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara; Pasal 11 duta dan/atau konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR,
ayat (1) : Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, sedangkan Pasal 13 ayat (2): Presiden menerima penempatan
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR; Pasal
sedangkan Pasal 11 ayat (2) : Presiden membuat perjanjian 14 ayat (1): Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
internasional yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi memperhatikan pertimbangan Presiden, sedangkan Pasal 14 ayat
kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, (2): Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan
dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang- memperhatikan pertimbangan DPR; dan Pasal 15: Presiden
undang dengan persetujuan DPR; Pasal 12: Presiden menyatakan memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang
keadaan bahaya yang syarat-syarat dan akibatnya ditetapkan diatur dengan undang-undang.
dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 itu terkandung pemerintahan yang lain seperti legislatif dan
pula status kepala negara, sehingga kedudukan yudikatif. Cabangcabang pemerintahan legislatif
kepala negara dan kepala pemerintahan atau yudisial semata-mata sebagai alat
eksekutif menyatu secara tidak terpisahkan kelengkapan negara dan selalu atau hanya
dalam jabatan presiden.12 bertindak untuk dan atas nama negara. Tidak
demikian halnya dengan cabang pemerintahan
Pembedaan dan pemisahan antara kedua fungsi
eksekutif, karena mewakili atau mengandung
itu hanya relevan dalam sistem pemerintahan
dua karakter, yakni (1) sebagai alat kelengkapan
parlementer yang memang mempunyai dua
negara dan (2) sebagai badan administrasi
jabatan terpisah, yaitu kepala negara dan
negara.16 Sebagai alat kelengkapan negara,
kepala pemerintahan. Adapun sistem
cabang pemerintahan eksekutif bertindak untuk
pemerintahan presidensiil cukup memiliki
dan atas nama negara, artinya tindakannya
presiden dan wakil presiden saja tanpa
adalah tindakan negara. Sebagai administrasi
mempersoalkan kapan ia berfungsi sebagai
negara, cabang pemerintahan eksekutif
kepala negara dan kapan sebagai kepala
mempunyai kekuasaan mandiri yang
pemerintahan.13
dilimpahkan negara. Kekuasaan mandiri ini
Dalam suatu negara hukum yang demokratis, memungkinkan administrasi negara melakukan
konstitusi harus berfungsi menjadi leading tindakan-tindakan mandiri baik di lapangan
constitution agar tidak hanya dijadikan simbol pengaturan (regelen) maupun penyelenggaraan
ketatanegaraan yang tidak bergigi sama sekali administrasi negara (besturen).17 Pembedaan
akibat banyaknya undang-undang yang tidak antara cabang pemerintahan eksekutif tersebut
sejalan dengan substansi konstitusi, atau dapat dilihat secara lebih nyata dalam
ditafsirkan berdasarkan kepentingan sesaat kedudukan presiden sebagai kepala negara
untuk mempertahankan kekuasaan.33 Untuk (head of state) dan presiden sebagai pemegang
itu, setiap undang-undang yang dibuat dalam kekuasaan tertinggi penyelenggaraan
rangka memberikan pengaturan hukum bagi pemerintahan (chief of government). Sebagai
masyarakat tidak boleh bertentangan dengan kepala negara, presiden adalah alat
konstitusi sebagai norma hukum tertinggi kelengkapan negara dan bertindak untuk dan
negara.14 Termasuk juga penyelenggaraan atas nama negara. Dalam hal ini, hak
negara yang didelegasikan kepada organ negara konstitusional presiden adalah kekuasaan yang
harus berjalan sesuai dengan koridor hukum melekat pada presiden sebagai alat
yang ditentukan oleh konstitusi.15 kelengkapan negara, karena itu diputus untuk
dan atas nama negara. Hak konstitusional tidak
Secara teoritis, pemerintah merupakan cabang boleh tercampur aduk dengan hak atau
kekuasaan eksekutif. Dalam hubungannya kekuasaan presiden sebagai pemimpin tertinggi
dengan negara, cabang pemerintahan eksekutif administrasi negara. Tindakan presiden yang
agak berbeda dengan cabang-cabang didasarkan atau untuk melaksanakan hak-hak

12 Muttaqien, (Bandung: Nuansa dan Nusa Media, 2006), h. 179.


Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia
Pasca Reformasi., h. 335 Juga Maria Farida Indrati S., op.cit., h. 46-47.
15
13
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 167. h. 17
16
14
Bagi Hans Kelsen, hal ini disebabkan norma dasar sebagai Bagir Manan & Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum
norma tertinggi itu dibentuk langsung oleh masyarakat dan Tata Negara Indonesia., h. 159.
17
menjadi dasar tertinggi dari validitas keseluruhan tatanan hukum, Bagir Manan & Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum
membentuk suatu kesatuan tatanan hukum. Hans Kelsen, Teori Tata Negara Indonesia., h. 159.
Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerjemah Raisul
konstitusional mengandung pembawaan tidak pembagian kekuasaan berlaku prinsip bahwa
dapat diganggu gugat secara hukum dalam setiap kekuasaan wajib
suatu proses yudisial, karena tindakan tersebut dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu,
tidak berada dalam lingkup tindakan hukum penggunaan hak-hak konstitusional presiden
tetapi ranah politik. Sedangkan tindakan sebagai kekuasaan yang melekat pada presiden
presiden sebagai badan atau pejabat sebagai alat kelengkapan negara tetap harus
administrasi negara dapat dikoreksi secara dipertanggungjawabkan berdasarkan konstitusi.
yuridis melalui alatalat penegakan hukum Pertanggungjawaban Presiden atas penggunaan
(badan peradilan).18 hak prerogatifnya tidak hanya dalam bentuk
pertanggungjawaban politis, tetapi juga
Penutup
pertanggungjawaban secara hukum. Secara
Penggunaan hak konstitusional presiden di politik, Presiden harus
bidang yudikatif memiliki relevansi dengan mempertanggungjawabkan penggunaan hak-
eksistensi kekuasaan kehakiman yang merdeka. hak konstitusional yang dilekatkan negara
Paling tidak relevansi itu dapat dilihat dari dua kepadanya secara politik kepada rakyat yang
perspektif. Pertama, perspektif tentang memilihnya, yang wujudnya bisa saja pada
pemberian grasi dan rehabilitasi oleh presiden pemilu tidak dipilih lagi. Secara hukum
sebagai manifestasi pelaksanaan hak. penggunaan kekuasaan presiden itu dapat
konstitusional presiden. Kedua, perspektif dimintai pertanggungjawaban melalui
campur tangan presiden dalam proses pengisian mekanisme pemakzulan (impeachment).
jabatan anggota Komisi Yudisial, penetapan
Dan akhirnya berdasarkan uraian pembahasan
Hakim Agung dan pengajuan serta penetapan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
Hakim Konstitusi. Dengan berdasar pada
kekuasaan kehakiman dalam konsep negara
bangunan teori konstitusi, penggunaan hak
hukum, sebagaimana dengan halnya negara
konstitusional presiden baik dalam bentuk
republik Indonesia telah meletakkan kerangka
pemberian grasi kepada terpidana maupun
sistem kekuasaan kehakiman yang independen,
dalam bentuk keterlibatan presiden dalam
terbebas dari pengaruh unsur-unsur kekuasaan
kekuasaan kehakiman tidaklah diartikan sebagai
lainnya, dalam implementasi fungsi kekuasaan
bentuk campur tangan ataupun suatu tindakan
kehakiman, dan Kemandirian kekuasaan
yang dapat mereduksi makna kekuasaan
kehakiman harus disertai dengan integritas
kehakiman yang merdeka. Justru hal itu
moral, keluhuran dan kehormatan martabat
merupakan konsekuensi dari (a) dianutnya
hakim, karena kalau tidak maka manipulasi dan
sistem presidensial yang memposisikan
mafia peradilan bisa saja berlindung di bawah
presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus
independensi peradilan, sehingga para hakim
sebagai kepala negara, dan (b) adanya relasi
yang menyalahgunakan jabatannya menjadi
hubungan ketatanegaraan yang mencerminkan
sulit tersentuh hokum
sifat check and balances. Dalam optik telaah
teori konstitusi, pertanggungjawaban
pelaksanaan kekuasan merupakan suatu
keharusan konstitusional sebagaimana
kekuasaan itu diperoleh serta lingkup
kekuasaan itu digunakan. Dalam sistem

18
Bagir Manan & Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum
Tata Negara Indonesia., h. 159., h. 160- 161
Daftar pustaka

Lev, Daniel S., Politik dan Hukum Di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, LP3ES, Jakarta, 1990

Arinanto, Satya dan Triyanti, Ninuk (ed.), Memahami Hukum: Dari Konstruksi Sampai Implementasi,
Rajawali Press, Jakarta, 2009.

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

-------------------------, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan Pemikiran Hukum, Media
dan HAM, KonstitusiPress, Jakarta, 2005.

-------------------------, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, FH UII
Press, Yogyakarta, 2005.

-------------------------, Konstitusi dan Ketatanegaraan, The Biografy Institute, Jakarta, 2007. Bachtiar Baital.

Atmadja, I Dewa Gede, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD
1945, Setara Press, Malang, 2012.

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.

Chaidir, Ellydar dan Fahmi, Sudi, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total Media, Yogyakarta, 2010.

Firdaus, Pertanggungjawaban Presiden Dalam Negara Hukum Demokrasi, Yrama Widya, Bandung, 2007.

Hamidi, Jazim dan Lutfi , Mustafa, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, Alumni, Bandung, 2010.

Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa, Pemikiran Hukum Dr. Harjono, S.H., M.C.L Wakil Ketua
Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008.

Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, terjemahan Raisul Muttaqien, Nuansa dan Nusa
Media, Bandung, 2006.

Manan, Bagir dan Magnar, Kuntana, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung,
1993.

Manan, Bagir, Konvensi Ketatanegaraan, Armico, Bandung, 1988.

Marzuki , M. Laica, Berjalan-jalan di Ranah Hukum: Pikiran-Pikiran Lepas Prof.Dr.H.M. Laica Marzuki, S.H.,
Konstitusi Press, Jakarta, 2005.

MD, Moh. Mahfud., Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, LP3ES, Jakarta, 2007.

---------------------------, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.

Mahendra, Yusril Ihza, Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi Dewan
Perwakilan dan Sistem Kepartaian, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.

Riyanto, Astim Riyanto, Teori Konstitusi, Yapemdo, Bandung, 2003.


Sutiyoso, Bambang dan Puspitasari, Sri Hastuti, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2005.

Strong, C.F., Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk-Bentuk
Konstitusi Dunia, terjemahan SPA Teamwork, Nuansa dan Nusamedia, Bandung, 2004.

Suny Ismail, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, Jakarta, 1978.

Subekti, Valina Singka, Menyusun Konstitusi Transisi: Pergulatan Kepentingan dan Pemikiran Dalam
Proses Perubahan UUD 1945, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.

Yudho, Winarno, Mekanisme Impeachment dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Pusat Penelitian dan
Pengkajian Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, Jakarta, 2005.

Anda mungkin juga menyukai