Anda di halaman 1dari 5

NAMA : Evinsyah Putra Nasution

NIM : L2011201006
JURUSAN : Magister Ilmu Lingkungan
MATKUL :MIL 103 – Hukum Lingkungan dan Kebijaksanan Pengelolaan SDA
SEMESTER : Gazal TA.2020/2021

1. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang sangat kaya akan sumber daya alam khususnya yang
berada dalam perut bumi yaitu bahan galian mineral. Bahan galian tersebut dikuasai oleh Negara.
Hak penguasaan Negara tersebut diklasifikasikan dalam lingkup mengatur (regelen), lingkup
mengurus (besturen), dan dalam lingkup mengawasi (toezichthouden). Negara sebagai penguasa
melekat didalamnya kekuasaan dan kewenangan. Kekuasaan dan kewenangan secara kongkret
merupakan simbol kemerdekaan dan kedaulatan, yaitu representasi kemerdekaan dari rakyat.
Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia
merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai
peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. Karena itu,pengelolaannya harus
dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam
usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas
bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai
tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara
kelanjutan.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya ditulis UUD NRI 1945), mengamanatkan bahwa konsep Negara yang dipakai di
indonesia adalah konsep Negara kesatuan yang berbentuk republik. Kemudian diikuti dengan
sistem desentralisasi. Hal itu dapat dipahami dalam Pasal 18 Ayat (1, 2 dan 5) UUD NRI 1945
yang menyatakan: Ayat (1): Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi,
Kabupaten dan atau Kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-
Undang. Ayat (2): Pemerintahan daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan atau Kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Ayat

1
(5): Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah tersebut cukup menarik untuk di teliti, dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki
penulisan ini. Apakah peralihan kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang
pertambangan dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Daerah Provinsi
dan Pusat telah sesuai dengan tujuan otonomi daerah?

1.3 Tujuan
Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan gambaran analisis mengenai kekuatan
(strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) (SWOT)
Untuk mengidentifikasi dan menganalisis peralihan kewenangan penyelenggaraan urusan
pemerintahan bidang pertambangan dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pusat apakah telah sesuai dengan tujuan otonomi daerah dan Untuk
mengetahui dan menganalisis tentang implikasi beralihnya kewenangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota pada bidang pertambangan.

1.4 Metode
Analisis SWOT merupakan sebuah metode yang digunakan untuk membuat evaluasi
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam bisnis. Umumnya SWOT digambarkan dengan
tabel pada ukuran kertas yang besar untuk memudahkan analisis hubungan antar aspeknya.
Pembuatan analisis SWOT melibatkan tujuan bisnis yang spesifik dan identifikasi faktor internal-
eksternal untuk mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT melibatkan empat unsur utamanya,
yaitu Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang)
dan Threats (ancaman). Setelah hasil analisis SWOT dilakukan dengan menghasilkan faktor-
faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) (Nurbasari, 2012)

2
1.5 Hasil dan Pembahasan
Otonomi daerah merupakan esensi pemerintahan desentralisasi. Otonomi adalah
tatanan yang bersangkutan dengan cara-cara membagi wewenang, tugas dan tanggung jawab
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara pusat dan daerah. Salah satu penjelmaan
pembagian tersebut yaitu daerah-daerah akan memiliki sejumlah urusan pemerintahan baik atas
dasar penyerahan, pengakuan ataupun yang dibiarkan sebagai urusan rumah tangga daerah.
Otonomi juga dapat diartikan sebagai penyerahan urusan pemerintahan kepada pemerintahan
daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintah. Tujuan yang
hendak ingin dicapai dalam penyerahan tersebut antara lain pelayanan kepada masyarakat, dan
meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan. Otonomi daerah sebagai realisasi
dari sistem desentralisasi bukan hanya merupakan pemencaran wewenang atau penyerahan
urusan pemerintahan, namun juga berarti pembagian kekuasaan untuk mengatur penyelenggaraan
pemerintahan Negara dalam hubungan pusat dan daerah.
Dalam rangka mengidentifikasi posisi kajian tersebut maka perlu dilakukan analisis
SWOT. Indikator internal system digambarkan melalui kekuatan dan kelemahan, sedangkan
indikator eksternal sistem digambarkan melalui peluang dan ancaman dapat dijelaskan sebagai
berikut.

1. FAKTOR INTERNAL
 Kekuatan (Strenght)
- Otonomi daerah mengacu pada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemda. urusan
pemerintahan secara khusus diatur dalam Pasal 9 UU No 23 Tahun 2014 tentang
Pemda, yang meliputi urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan
urusan pemerintahan umum.
- Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana yang diatur di dalam UU No 23 Tahun
2014 lebih cenderung kepada ajaran sistem rumah tangga material dan sistem rumah
tangga riil. Daerah dianggap memang memiliki ruang lingkup urusan pemerintahan
tersendiri yang secara material berbeda dengan urusan pemerintahan yang diatur dan
diurus oleh pusat.

3
 Kelemahan (Weakness)
- Dialihkannya kewenangan Bupati/ Walikota dalam hal pengelolaan sumber daya alam
bidang pertambangan sebagaimana yang diatur dalam UU No 23 Tahun 2014, maka
Bupati/Walikota tidak berwenang lagi untuk menerbitkan keputusan kepala daerah terkait
dengan penetapan perizinan pengelolaan sumber daya alam dimaksud.
- Perubahan struktur organisasi perangkat daerah yaitu Dinas ESDM pada Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota merupakan hal yang tidak terelakkan. Meskipun tidak mengubah
struktur organisasi perangkat daerah secara keseluruhan, penarikan kewenangan tersebut
berdampak pada perubahan tugas dan fungsi organisasi perangkat daerah.
- Perubahan ini juga berdampak terhadap rencana pembangunan yang telah ditetapkan
sebelum UU No 23 Tahun 2014 berlaku, khususnya Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Strategis (Renstra) Organisasi
Perangkat Daerah. Diperlukan beberapa penyesuaian baik Tujuan, Sasaran, Strategi, Arah
Kebijakan, Program, maupun Indikator Kinerja
- Pengambilalihan kewenangan dari Kabupaten/Kota akan memberi dampak yang tidak
menguntungkan bagi pemerintah Kabupaten/Kota seperti berkurangnya PAD
- Ditarik atau dialihkannya kewenangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
sektor sumber daya alam khususnya Sumber daya mineral dari Kabupaten/Kota menjadi
urusan Provinsi/pusat, walaupun merupakan urusan pemerintahan konkuren yang sifatnya
pilihan, dapat menjadi potensi timbulnya konflik atau paling tidak dapat terjadi disharmoni
hubungan antara Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Provinsi/pusat.

2. FAKTOR EKSTERNAL
 Peluang (Opportunity)
- Peralihan kewenangan ini, berefek terhadap berbagai ketentuan peraturan perundangan-
undangan sektoral khususnya berkaitan dengan pertambangan, perlu dilakukan
penyesuaian dan penyelarasan. Perubahan ini berdampak pada peraturan perundang-
undangan di daerah. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang memuat kewenangan lama
harus segera dicabut.

4
 Ancaman (Threat)
- Produk hukum pengaturan Pemerintahan Daerah sangat tergantung pada arah politik
pemerintahan yang dibentuk, yaitu arah yang ingin memberi keleluasaan gerak
kepada pemerintahan ditingkat bawah atau justru pengelolaan pemerintahan sentralistis
dan seragam pada tingkat bawah. Masalah arah politik pengaturan Pemerintahan Daerah
ini telah menjadi pokok pangkal “keributan” yang tidak ada habisnya dalam sejarah
otonomi daerah di Indonesia.
- Pada UU No 23 Tahun 2014 tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak lagi
diberikan kewenangan dalam mengurusi urusan pemerintahan bidang pertambangan.
Beberapa urusan yang selama ini dikelola oleh Kabupaten/Kota dalam bidang
pertambangan sekarang menjadi urusan Pemerintah Provinsi.

1.7 Kesimpulan dan Rekomendasi


1.7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis SWOT dapat disimpulkan bahwa :
- Kekuatan (Strenght) Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana yang diatur di
dalam UU No 23 Tahun 2014 lebih cenderung kepada ajaran sistem rumah tangga
material dan sistem rumah tangga riil.
- Kelemahan (Weakness) Dialihkannya kewenangan Bupati/ Walikota dalam hal
pengelolaan sumber daya alam bidang pertambangan sebagaimana yang diatur dalam
UU No 23 Tahun 2014, maka Bupati/Walikota tidak berwenang lagi untuk menerbitkan
keputusan kepala daerah terkait dengan penetapan perizinan pengelolaan sumber daya
alam dimaksud.
- Peluang (Opportunity) Peralihan kewenangan ini, berefek terhadap berbagai ketentuan
peraturan perundangan-undangan sektoral khususnya berkaitan dengan pertambangan,
perlu dilakukan penyesuaian dan penyelarasan.
- Ancaman (Threat) Produk hukum pengaturan Pemerintahan Daerah sangat tergantung
pada arah politik pemerintahan yang dibentuk, yaitu arah yang ingin memberi
keleluasaan gerak kepada pemerintahan ditingkat bawah atau justru pengelolaan
pemerintahan sentralistis dan seragam pada tingkat bawah.

Anda mungkin juga menyukai