Anda di halaman 1dari 2

Definisi .

Penyakit autoimun adalah penyakit yang dapat mengenai mukosa oral dan kulit atau organ lain, akibat
kesalahan tubuh dalam mengenali sel diri sendiri (self) menjadi antigen. Sistem kekebalan yang seharusnya
berfungsi sebagai pelindung tubuh mengalami kelainan sehingga tidak dapat membedakan antara benda asing
yang harus dimusnahkan dengan jaringan tubuh sendiri yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup (Wahyuni
IS., 2018).

Etiologi. Pertama, autoimun disebabkan oleh kegagalan pada delesi DNA limfosit normal untuk mengenali
antigen tubuh sendiri. Kedua, autoimun disebabkan oleh kegagalan regulasi normal sistem imunitas (yang
mengandung beberapa sel imun yang mengenali antigen tubuh sendiri namun mengalami supresi). Terjadinya
kombinasi antara faktor lingkungan, faktor genetik dan tubuh sendiri berperan dalam ekspresi penyakit
autoimun (Purwaningsih E., 2013).

Epidemiologi. Kecenderungan terjadinya penyakit autoimun menurut beberapa penelitian lebih banyak
ditemukan pada wanita dibandingkan dengan pria, demikian juga dengan hasil penelitian ini dari seluruh
penderita penyakit autoimun yang ditangani sebanyak 75,8% wanita, sedangkan pria 24,2%. Sebagian besar
penderita termasuk dalam kelompok usia 18 hingga < 60 tahun.

Wanita dianggap lebih perhatian dan peduli terhadap kesehatan mulutnya sehingga mendorong untuk datang
berobat ke dokter, selain itu wanita dipengaruhi oleh siklus hormonal. Pada saat kehamilan dan menstruasi
kontribusi estrogen menyebabkan ketidakseimbangan hormonal dan memicu munculnya penyakit autoimun
(Wahyuni IS., 2018).

Manif. Klinis. Lesi oral yang merupakan manifestasi penyakit autoimun dapat menunjukkan tanda klinis
berupa ulser, erosi, vesikobulosa, plak atau papula, dan lain-lain. Lesi oral harus ditangani dengan baik untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder, mengatasi rasa sakit dan meningkatkan kualitas hidup penderita
(Wahyuni IS., 2018).

Manif hiv. Gejala yang timbul dapat berupa malaise, demam, diare, limfadenopati, dan ruam makulopapular.
Beberapa orang mengalami gejala yang lebih akut, seperti meningitis dan pneumonitis. Selama periode ini,
kadar limfosit TCD4 yang tinggi dapat terdeteksi didarah perifer. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T
yang dramatis dan kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena mulai terjadi respons imun. Jumlah limfosit T
pada fase ini masih di atas 500sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 6 minggu terinfeksi
HIV. Setelah terinfeksi HIV akan muncul gejala klinis yaitu demam, banyak berkeringat pada malam hari,
kehilangan berat badan kurng dari 10 %, diare, lesi pada mukosa dan penyakit infeksi kulit berulang. Gejala-
gejala ini merupakan tanda awal munculya infeksi oportunistik.

Penanganan. Terapi yang diberikan juga berupa kortikosteroid topikal untuk lesi terlokalisir, namun jika lesi
ditemukan meluas maka dapat diberikan kostikosteroid sistemik di bawah pengawasan ketat.
Obat obatan yang biasa diberikan untuk mengatasi penyakit autoimun seperti kortikosteroid dosis tinggi dan
digunakan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan penurunan imunitas sistemik dan akan
mempengaruhi imunitas seluler termasuk sel rongga mulut, sehingga muncul penyakit infeksi oportunistik di
rongga mulut.

Terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi rasa sakit di rongga mulut dapat berupa obat kumur yang
mengandung anti inflamasi (dyphenhydramine hydrochloride atau steroid yang dilarutkan dalam air),
anestetikum lokal (benzydamin hydrochloride) atau magic mouthwash (dyphenhydramine hydrochloride atau
steroid dalam larutan alumunium magnesium hidroksida) (Wahyuni IS., 2018).

ARV. Terapi antiretoroviral, sebagaimana halnya penggunaan obat-obat untuk penyakit lainnya, perlu
dievaluasi terutama terkait dengan kesesuaian terapi dengan standar yang sudah ditetapkan. Selain itu, evaluasi
penggunaan obat merupakan salah satu tugas dari apoteker dan menjadi salah satu standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit. Di dalam proses evaluasi penggunaan obat, gambaran tentang pola penggunaan
obat dapat diketahui dan bisa dibandingkan dengan pola penggunaannya pada periode waktu tertentu. Salah satu
tujuan penting lainnya adalah sebagai sumber masukan untuk melakukan intervensi perbaikan penggunaan obat
di masa yang akan dating (Yuliandra Y., 2017).

Purwaningsih E. 2013. Disfungsi Telomer Pada Penyakit Autoimun. Jurnal Kedokteran Yarsi. 21(1):041-047.

Wahyuni IS, Dewi TS, Herawati E, Zakiawati D. 2016. Profil Lesi Oral pada Penderita Penyakit Autoimun.
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. 2(3):147-152.

Yuliandra Y, Nosa US, Raveinal, Almasdy D. 2017. Terapi Antiretroviral pada Pasien HIV/AIDS di RSUP. Dr.
M. Djamil Padang: Kajian Sosiodemografi dan Evaluasi Obat. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 4(1): 1–8.

Anda mungkin juga menyukai