Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

BIOFARMASETIK DAN FARMAKOKINETIKA


OBJEK 2
ANALISIS OBAT DALAM MATRIK BIOLOGI

OLEH :
NAMA :
NO BP :
SHIFT /KELOMPOK :C
HARI/TANGGAL : SENIN/ 2 NOVEMBER 2020
REKAN KERJA : WILNANDO MARIZA 1811011005
WILDATUL LATIFAH 1811011031
RIZKYA ALIFA A.G 1811012050
ANESTIA DHEVITA H. 1811013028
SUCI 1811019003

LABORATORIUM BIOFARMASETIK DAN FARMAKOKINETIKA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
OBJEK 2
ANALISIS OBAT DALAM MATRIK BIOLOGI

I. TUJUAN PERCOBAAN

a. Mahasiswa dapat memahami prinsip dan prosedur analisis obat dalam


matrik biologi
b. Mahasiswa diharapkan mampu menggunakan data yang diperoleh untuk
mendapatkan persamaan farmakokinetiknya.

II. TEORI

Untuk memberikan efek biologis obat dalam bentuk aktifnya harus


berinteraksi dengan reseptor, tempat aksi atau sel target dengan kadar yang cukup
tinggi.sebelum mencapai reseptor, obat terlebih dahulu harus melalui proses
farmakokinetik. Fasa farmakokinetik meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II
adalah proses absorbs molekul obat yang menghsilkan ketersediaan biologis
obat,yaitu senyawa aktif dalam cairan darah yang akan didistribusikan ke jaringan
atau organ tubuh. fasa III adalah fasa yang melibatkan proses distribusi,
metabolism dan eksresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada
kompartemen tempat reseptor berada.[1]
Factor factor penentu dalam proses farmakokinetik adalah :
 Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti : cairan intrasel,
eksternal (plasma darah, cairan interstisial, cairan cerebrospinal) dan
berbagai fasa lipofil dalam tubuh.
 Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang
mungkin dapat mengikat obat.
 Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama
hubungan waktu dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut,yang
sangat menentukan kinetika obat.
 Dosis sediaan obat, transport antar kompartemen seperti proses absorbs,
bioaktivasi, biodegradasi dan eksresi yang menentukan lama obat dalam
tubuh . [1]
Matriks biologi yang sering digunakan untuk menganalisis kadar obat atau
senyawa lain adalah serum, urine, darah, dan saliva. Matriks biologi (terutama
darah) diperoleh dengan cara invasif melalu vena (Venipuncture). Distilasi adalah
teknik yang sering digunakan dalam memisahkan cairan dalam campuran biner.
Prinsip pada distilasi biasa yaitu pemisahan dua zat atau lebih yang mempunyai
perbedaan titik didih. Suatu zat yang memiliki titik didih rendah akan lebih mudah
terdistilasi daripada zat yang bertitik didih tinggi. Ekstraksi cair-cair adalah
perpisahan satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran yang dipisahkan
dengan bantuan pelarut. Ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction) adalah
metode yang dapat digunakan untuk pemisahan dan purifikasi sampel dalam
bidang industri farmasi, maupun analisis toksikologi seperti, cairan, darah, dan
serum.[2]
Pengujian analit dalam matriks biologis dalam keseluruhan sampel harus
dilakukan saat data stabilitasnya masih tersedia. Secara umum, sampel biologis
dapat dianalisis dengan penetapan tunggal tanpa dilakukan replikasi jika metode
pengujiannya mempunyai variabelitas yang dapat diterima sebagaimana
ditunjukan oleh data validasi. Keadaan ini dapat dibenarkan untuk prosedur-
prosedur ketika variabelitas-variabelitas akurasi dan presisinya secara rutin jatuh
pada kisaran batas toleransi yang diterima. Untuk prosedur yang sulit dengan
analit yang labil saat spesifikasi-spesifikasi akurasi dan presisi mungkin sulit
untuk dicapai, analisis secara duplo atau triplo atau yang lebih lagi dapat
dilakukan untuk estimasi konsentrasi analit yang lebih baik.[3]
Konsentrasi obat adalah elemen penting untuk menentukan farmakokinetik
suatu individu maupun populasi, konsentrasi obat diukur dalam sampel biologi
seperti air susu, saliva, plasma dan urin. Sensitivitas, akurasi, presisi dari metode
analisis harus ada untuk pengukuran secara langsung obat dalam matriks biologis.
Untuk itu metode penetapan kadar secara umum perlu divalidasi sehingga
informasinya akurat didapatkan untuk monitoring farmakokinetik dan klinik [4]
Plasma darah merupakan bagian cairan darah. Cairan ini didapat dengan
membuat darah tidak membeku dan sel darah tersentrifugasi. Plasma terdiri dari
90% air,7-8% protein, dan di dalam plasma terkandung pula beberapa komponen
lain seperti garam-garam, karbohidrat, lipid dan asam amino. Antara plasma dan
serum walaupun keduanya merupakan cairan darah yang bebas dari sel dan sama-
sama berwarna kuning jernih dan terdapat perbedaan yang jelas. Plasma diperoleh
dengan mencegah proses pengumpalan darah sedangkan serum diperoleh dengan
membiarkan proses tersebut.[5]
Table perbedaan cairan plasmadan serum setelah terjadi pemisahan :

Ciri Plasma Serum


Warna Agak kuning dan jernih Agak kuning dan jernih
Kekentalan Lebih kental dari air Lebih kental dari air
Antikoagulan Perlu Tidak perlu
Fibrinogen Masih ada Tidak ada lagi
Serat fibrin Tidak ada Ada dalam gumpalan
Pemisahan sel Pemusingan Penggumpalan spontan
Sel terkumpul dalam Endapan (sedimen) Gumpalan
Suspense kembali sel Dapat Tidak dapat
[5]
Pengukuran konsentrasi obat di darah, serum atau plasma adalah pendekatan
secara langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat tubuh. Darah
mengandung elemen seluler mancakup sel darah merah,sel darah putih,keeping
darah dan protein seperti albumin dan globulin. Pada umunya serum atau plasma
digunakan untuk pengukuran obat. Untuk mendapatkan serum, darah dibekukan
dan serum diambil dari supernatant setelah disentrifugasi. Plasma diperoleh dari
supernatant darah yang disentrifugasi dengan ditambahkan heparin. Oleh karena
itu serum dan plasma tidak sama. Plasma mengalir keseluruh jaringan tubuh
termasuk semua elemen seluruh elemen seluler darah. Dengan berasumsi bahwa
obat di plasma dalam kesetimbangan equilibrium dengan jaringan,perubahan
konsentrasi obat akan merefleksi perubahan konsentrasi obat di jaringan [4]
Parameter farmakokinetika obat dapat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
kadar obat utuh dan atau metabolitnya dalam cairan hayati (darah, urin, saliva atau
cairan tubuh lainnya). Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter kinetic obat dapat
dipercaya; metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu
meliputi perolehan kembali (recovery), presisi dan akurasi. Persyaratan yang
dituntut bagi suatu metode analisa adalah jia metode tersebut dapat memberikan
nila perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan acak krang dari
10%.[3]
Teofilin adalah suatu bronkodilator dengan potensi sedang. teofilin kurang
efek dibandingkan dengan agonis beta2 dalam merelaksasi saluran nafas yang
berkonstril karena kisaran terapi yang sempit (10-20mg/l) dengan efek samping
yang sering kepentingan teofilin dalam terapi asma berkurang . kelarutan teofilin
rendah dan lebih bayak diperkuat oleh terbentuknya kompleks dengan
etilendiamin (contohnya aminofilin).untuk mengatasi masalah kelarutannya dibuat
sediaan dalam bentuk mikrokristal dari anhidrat teofilin yang memperluas daerah
permukaan sehingga mempermudah kelarutan , adsorpsi teofilin lebih komplit dan
cepat pada pemakaian per oral.sediaan lepas lambat menghasilkan kadar obat
yang menetap selama 12 jam [6]
Teofilin dimetabolisme oleh sitokrom p-450 dan kecepatan metabolisme
bervariasi luas diantara subjek-subjek. karena teofilin mempunyai kisaran terapi
yang sempit (10-20mg/l). perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah.
beberapa faktor yang menentukan kadar teofilin darah [6]
Indikasi teofilin diindikasikan sebagai terapi penunjang untuk asma yang
gejala-gejalanya masih sulit dikontrol oleh kombinasi agonis beta2 dan
antiinflamasi,sediaan teofilin lepas lambat juga bermanfaat untuk asma noktural.
telah terbukti bisa memperbaiki fungsi paru pada pasien-pasien ppc dengan
memperbaiki kontraktilitas dan kelemahan diafragma [6]
Kurva kalibarasi harus dibuat untuk setiap analit pada saat pengujian sampel
dalam setiap pekerjan analisi dan harus digunakan untuk menghitung konsentrasi
analit dalam sampel yang tidak diketahui kadarnya dalam pekerjaan analisis.
Kurva kalibrasi (standar) harus dapat mencapai kisaran konsentrasi sampel yang
tidak diketahui kadarnya ini. Kurva kalibrasi merupakan hubungan antara respon
instrumen dengan konsentrasi analit yang telah diketahui. Kurva kalibrasi terdiri
dari sampel blanko (matrik kosong tanpa standar internal), sampel zero (matrik
kosong dengan standar internal) dan 6-8 konsentrasi sampel standar termasuk
batas kuantitasi konsentrasi rendah, Kriteria penerimaan kurva kalibrasi sedikitnya
4 titik dari 8 titik memenuhi kriteria akurasi dan presisi [3]

III. PROSEDUR PERCOBAAN


III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Bahan
Tablet teofilin, NaOH 0,1 N, Alkohol 70% , Na EDTA, HCI 0,1 N,
Kloroform, Isopropil alcohol, Plasma kelinci/manusia
III.1.2 AIat
Labu ukur l00 Ml, Pipet volume 0,1; 0,2; 1 dan 2 mL, pH meter, Alat
suntik, Termostat, Vial, Alat sentrifugasi, Lemari pendingin, Pipet ukur 1
dan 5 mL, Kuvet, spektrofotometer, Kalkulator fx 3600, Stopwatch, kertas
grafik semilog dan numerik

III.2 Cara Kerja


A. Penentuan panjang gelombang maksimum
1. Buat larutan teofilin dalam NaOH 0,1 N dengan konsentrasi 3,5 µg/ml
2. Ukur serapan larutan pada panjang gelombang 235 sampai 335 nm
menggunakan spektrofotometer
3. Buat spektrum serapan

B. Pembuatan kurva baku teofilin


1. Buat larutan baku induk teofilin dalam NaOH 0,1 N masing-masing
dengan konsentrasi 2,5; 3,0; 3,5; 4,0 dan 4,5 µg/ml
2. Masing-masing larutan diukur serapannya pada panjang gelombang
maksimum menggunakan spektrofotometer
3. Buat kurva baku teofilin

C. Prosedur penetapan kadar


Penetapan kadar dilakukan berdasarkan metoda Schack dan Waxler yang
dimodifikasi oleh Janne dan kawan-kawan serta Zudema
1. Buat larutan induk teofilin 10 mg/mL dalam natrium hidroksida 0,1 N
2. Dengan menggunakan larutan induk di atas, buat satu seri larutan dalam
plasma masingmasing dengan kadar 2,5; 5,0; 7,5; 10,0 dan 12,5 µg/ml
3. Dua mL larutan obat dalam plasma ditambahkan ke dalam 0,4 mL asam
klorida 0,1 N dan 20,0 mL campuran kloroform - isopropil alkohol (10 :
10). Campuran dikocok selama 1 menit, lapisan air dipisahkan dan fase
organik disaring
4. Hasil ekstraksi kemudian disaring kembali dengan penambahan 4,0 mL
larutan NaOH 0,1 N; dikocok selama 1 menit kemudian disentrifugasi
selama 10 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Lapisan NaOH dipisahkan
5. Nilai absorpsi larutan diamati dengan menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang maksimum

D. Perhitungan perolehan kembali dan kesalahan


1. Perolehan kembali
Hitunglah perolehan kembali dan kesalahan sisitemik untuk tiap besaran
kadar
Kadar terukur
Perolehan kembali = x 100 %
Kadar diketahu

2.Kesalahan acak
Hitung kesalahan acak (random analytical error) untuk tiap besaran kadar

Simpangan baku
Kesalahan Acak = x 100 %
Harga ratarata

IV. DATA DAN ANALISIS DATA


4.1 DATA
1. Pembuatan Larutan Sampel
 Teofilin yang ditimbang sebanyak 150 mg. Kemudian dilarutkan
dalam labu ukur 100 ml
Kosentrasi = 150000 µg / 100 ml
= 1500 ppm
 Lalu buat larutan induk 100 ppm dari larutan 1500 ppm. Maka:
V x 1500 ppm = 100 ml x 100 ppm
= 6,67 ml
 Larutan sampel dibuat kosentrasinya menjadi 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5
ppm dalam labu ukur 100 ml
V x 100 ppm = 25 ml x 2,5 ppm
= 0,625 ml
V x 100 ppm = 25 ml x 5 ppm
= 1,25 ml
V x 100 ppm = 25 ml x 7,5 ppm
= 1,875 ml
V x 100 ppm = 25 ml x 10 ppm
= 2,5 ml
V x 100 ppm = 25 ml x 12,5 ppm
= 3,125 ml
2. Kurva Baku Teofilin
Kosentrasi (ppm) Absorbansi (nm) A = -0,969
2,5 0,309
3 0,450 B = 0,4864
3,5 0,643
4 1,03 R = 0,986
4,5 1,235
Persamaan regresi:

y = 0,4864x – 0,969

3. Persen perolehan kembali

Kosentrasi (ppm) Absorbansi (nm)


5 0,394
10 0,232
Dari persamaan regresi y = 0,4864x – 0,969, maka:

 Pada kosentrasi 5 ppm

y = 0,4864x – 0,969

0,394+0,969
x=
0,4864

= 2,802 ppm

 Pada kosentrasi 10 ppm

y = 0,4864x – 0,969

0,232+0,969
x=
0,4864

= 2,469 ppm
Adapun Xrata-rata untuk mencari SD:
2,802+2,469
x= = 2,6355 ppm
2
Setelah didapat kosentrasi yang terukur, maka dapat dicari persen perolehan
kembali:
 Untuk 5 ppm
Kadar terukur
% perolehan kembali = x 100%
Kadar diketahui
2,802
= x 100%
5
= 56,04%
 Untuk 10 ppm
Kadar terukur
% perolehan kembali = x 100%
Kadar diketahui

2,469
= x 100%
10
= 24,69%
4. Kesalahan sistematik
 Untuk 5 ppm
Kesalahan sistematik = 100% - %perolehan kembali
= 100% - 56%
= 44%
 Untuk 10 ppm
Kesalahan sistematik = 100% - %perolehan kembali
= 100% - 24,69%
= 75,31%
5. Kesalahan acak

Simpangan baku
Kesalahan acak =
Harga rata-rata

Xi (Xi - Xrata-rata) (Xi – Xrata-rata)2


2,802 (2,802 - 2,635) = 0,167 0,027889
2,469 (2,469 - 2,635) = 0,027556
-0,166
Total 0,055445

Simpangan baku =
√ Total Xi-Xrata-rata
n-1

=
√ 0,055445
2-1

=
√ 0,055445
1
= 0,235
0,235
Kesalahan acak = x 100%
2,635
= 8,918%

4.2 PEMBAHASAN
Pada praktikum minggu kedua ini kami membahas objek 2 tentang analisis
obat dalam matriks biologi. Analisis obat dalam cairan biologi ini ditujukan untuk
banyak hal, seperti memonitor mutu sediaan obat yang ada dalam perdagangan
dengan studi ketersediaan hayati, konfirmasi respon biologic dengan penelitian
korelasi kadar obat dalam plasma dengan respon farmakologik yang ditimbulkan,
dan membuktikan adanya racun pada kasus keracunan atau monitoring kadar obat
pada kasus overdosis.
Tujuan dilakukannya praktikum objek ini adalah untuk dapat memahami
prinsip dan prosedur analisis obat dalam matriks biologi. Pelaksanaan praktikum
dilakukan secara daring dimana data-data yang ada diberikan oleh asisten labor
dan praktikan akan mengolah data tersebut untuk dianalisis. Hal ini disebabkan
pandemic corona yang mengharuskan kita semua untuk belajar dari rumah.
Dalam percobaan ini difokuskan pada penetapan kadar teofilin dalam
plasma secara in-vitro. Agar hasil analisis dapat dipercayai, maka metode
penetapan kadar harus memenuhi kriteria antara lain nilai perolehan kembali yang
tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan acak dan sistematis kecil dari 10%.
Disamping itu perlu juga diperhatikan sensitivitas dan selektivitas yang nilainya
tergantung pada alat yang digunakan dalam percobaan.
Langkah pertama sebelum melakukan percobaan, teofilin ditentukan
panjang gelombang maksimumnya dengan menggunakan spektrofotometer.
Larutan teofilin dibuat dengan kosentrasi 3,5 ppm dalam NaOH 0,1 N. Dengan
mengatur absorban antara 235 sampai 335 nm pada alat, maka didapatkan panjang
gelombang maksimum teofilin yaitu 270 nm. Panjang gelombang maksimum ini
selanjutnya akan digunakan dalam penentuan kurva baku teofilin dan penentuan
kadar larutan teofilin sampel.
Sebelum melakukan penetapan kadar teofilin, persiapkan terlebih dahulu
plasma yang akan dijadikan media pelarutan teofilin. Penggunaan plasma ini
merupakan model farmakokinetika dalam menentukan kadar suatu obat.
Pemodelan ini bertujuan untuk menyederhanakan penelitian dari bentuk tubuh
yang kompleks. Pembuatan plasma dilakukan dengan cara menambahkan
antikoagulan ke dalam darah. Penambahan antikoagulan bertujuan untuk
mencegah terjadinya pembekuan sehingga plasma masih mengandung fibrinogen
dengan kandungan serotonin yang tinggi. Selanjutnya darah di vortex dalam
waktu tertentu dengan kecepatan tertentu untuk memisahkan antara serum dengan
plasma. Cairan yang berwarna kuning muda hasil vortex itulah yang dinamakan
plasma.
Setelah pembuatan plasma selesai, langkah selanjutnya yaitu pembuatan
kurva baku teofilin untuk mendapatkan persamaan regresi. Kosentrasi larutan
baku teofilin dibuat bertingkat yang masing-masing kosentrasi 2,5; 3; 3,5; 4; dan
4,5 ppm dilarutkan dalam NaOH 0,1 N. Tiap-tiap kosentrasi tersebut didapatkan
absorban menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang maksimum.
Perolehan absorban sesuai dengan kosentrasinya berturut-turut adalah 0,309;
0,450; 0,643; 1,03; dan 1,235. Dengan adanya data kosentrasi sebagai sumbu x
dan absorban sebagai sumbu y, maka didapatkan persamaan regresi untuk larutan
baku teofilin adalah y = 0,4864x – 0,969.
Penetapan kadar larutan sampel teofilin dilakukan dengan penyiapan
ekstrak teofilin terlebih dahulu. Larutan induk teofilin dibuat pengenceran
bertingkat dengan kosentrasi yang telah ditetapkan. Selanjutnya masing-masing
larutan dengan kosentrasi yang ada dilarutkan 2 ml ke dalam plasma. Setelah itu,
larutan sampel tersebut diekstraksi menggunakan pelarut organic. Sebelumnya,
masing-masing larutan ditambahkan HCl. Hal ini dikarenakan teofilin bersifat
asam maka teofilin dilarutkan didalam HCl 0,1 N yang juga bersifat asam
sehingga kelarutan teofilin menurun di dalam plasma. Kemudian, larutan sampel
diekstraksi menggunakan kloroform – isopropyl alcohol (20:10). Campuran
dikocok selama 1 menit agar teofilin terpisah dari formulanya sehingga terbentuk
2 lapisan. Teofilin berpindah ke pelarut kloroform di lapisan bawah tabung
sementara zat-zat yang tidak diinginkan berada di lapisan atas. Ambil lapisan
pelarut kloroform untuk ditambahkan dengan NaOH. Penambahan ini bertujuan
agar teofilin kelarutannya meningkat sehingga teofilin mudah berpindah ke
NaOH. Kocok campuran tersebut selama 1 menit kemudian disentrifugasi selama
10 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Lapisan NaOH dipisahkan lalu dihitung
absorbannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
maksimum.
Untuk mengetahui apakah metode yang kita kembangkan dalam
mengekstraksi teofilin di dalam plasma ini sudah efisien atau tidak, maka perlu
data persen perolehan kembali, kesalahan sistematis, dan kesalahan acak. Data
yang diberikan oleh asisten labor adalah 5 ppm dengan absorban 0,394 dan 10
ppm dengan absorban 0,232. Dari data tersebut, kita dapat menentukan kadar dari
masing-masing larutan sampel menggunakan persamaan regresi y = 0,4864x –
0,969. Dengan y sebagai absorban, maka kadar yang terukur adalah 2,802 dan
2,469 ppm.
Setelah didapat kadar yang terukur, maka dapat dicari persen perolehan
kembali. Larutan dengan kadar 5 ppm diperoleh persen perolehan kembali sebesar
56,04% sedangkan larutan dengan kadar 10 ppm diperoleh persen perolehan
kembali sebesar 24,69%. Dari kedua hasil tersebut, parameter persen perolehan
kembali didapatkan nilai yang tidak masuk rentang 75-90%. Kedua larutan sampel
belum memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Untuk parameter kesalahan sistematis, data dapat diperoleh dengan cara
mengurangi 100% dengan persen perolehan kembali yang telah didapatkan
sebelumnya. Larutan dengan kadar 5 ppm mempunyai kesalahan sistematis
sebesar 44% dan larutan dengan kadar 10 ppm mempunyai kesalahan sistematis
sebesar 75,31%. Dari kedua hasil menunjukkan bahwa nilai kesalahan sistematis
besar dari 10%. Parameter ini juga tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Sedangkan untuk parameter kesalahan acak, kedua larutan sampel mempunyai
kesalahan acak sebesar 8,92%. Pada parameter kesalahan acak juga tidak
memenuhi kriteria karena nilai yang didapatkan lebih besar dari 10%.
Dari ketiga perhitungan ini, data-data yang diperoleh tidak valid. Apabila
percobaan ini dilakukan di laboratorium, ketidakvalidan ini dapat disebabkan
karena beberapa faktor, antara lain: kesalahan pada waktu pembuatan larutan,
kesalahan pada alat/instrument yang dgunakan, dan kesalahan pada praktikan
sendiri. Dimana kurang teliti dalam menganalisis data yang diperoleh. Oleh sebab
itu, diperlukan ketelitian dalam menggunakan alat dan mengamati data yang
diperoleh selama percobaan berlangsung.
Untuk penetapan jangka waktu respon tetap tidak dapat dibahas. Hal ini
dikarenakan data yang belum lengkap. Data yang diperlukan untuk parameter ini
yaitu serapan dan waktu tiap 5 menit selama 1 jam. Penetapan jangka waktu
respon tetap ini berguna untuk mengukur kehandalan metode ekstraksi dari
matriks.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa metode ekstraksi
teofilin dalam plasma darah tidak efisien, tidak tepat dan tidak teliti. Hal ini
dikarenakan nilai persen perolehan kembali rendah dimana nilainya kurang dari
75-90%, kesalahan acak dan sistematisnya besar dari 10%. Apabila persen
perolehan kembali yang didapatkan rendah, ini menandakan bahwa banyak analit
terbuang pada proses pengekstraksian teofilin. Oleh karena itu, agar parameter
obat dapat dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria
yaitu nilai perolehan kembali tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan sistematik dan
kesalahan acak kecil dari 10%.

V.2 Saran
 Sebaiknya asisten labor mempunyai data yang lengkap untuk bisa diolah
oleh praktikan
 Sebaiknya praktikan memperbanyak membaca literature yang valid agar
terhindar dari kesalahan penerjemahan data
 Kerjasama tim sangat diperlukan untuk keberlangsungan praktikum yang
dilakukan secara daring ini
DAFTAR PUSTAKA

[1]. Siswandono. Prinsip-prinsip Rancangan Obat. Surabaya: Airlangga


University Press; 1998.
[2]. rizalina hartis; cahyono edy; dkk. Optimasi Penentuan Kadar Metanol
dalam Darah Gas Chromatography. Indones J Chem Sci. 2018;
[3]. Rohman A. Validasi dan Penjaminan Mutu (metode analisis kimia).
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.; 2014.
[4]. Shargel L& A. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. New York:
McGraw-Hill Companies.; 2012.
[5]. Arlita D. Hitungan laju endapan darah (LED). Ponorogo: Uwais Inspirasi
Indonesia; 2019.
[6]. Staf pengajar departemen farmakologi fakultas kedokteran universitas
Sriwijaya. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: EGC; 2009.

Anda mungkin juga menyukai