Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM MUSKULOSKETAL

FRAKTUR

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2011).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).  
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali
terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang,
tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang
putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi
pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).

2. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
3. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan
suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang
dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi
pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio,
Jackson dan Keogh, 2014).
Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang
mengalami :
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting
adalah “pencitraan” menggunakan sinar Rontgen (sinar-X). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit , kita memperlukan dua proyeksi, yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) jika ada indikasi
untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan sinar-X harus atas dasar indikasi kegunaan.
Pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Selain foto polos sinar-X (plan X-ray) mungkin diperlukan teknik khusus,
antara lain :
a. Tomografi, menggambarkan tidak hanya satu struktur saja, tetai juga
struktur tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks, tidak hanya pada satu struktur saja,
tetapi pada struktur lain yang juga mengalami kerusakan.
b. Mieolografi, menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebra yang mengalami kerusakan.
c. Artrografi, menggambarkan jaringan ikat yang rusak karena rudapaksa.
d. Computed Tomography-Scanning, menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang vertebra dari tulang termpat terdapatnya struktur
tulang yang rusak.

1. Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim


digunakan untuk mengetahui labih jauh kelainan yang terjadi meliputi:
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b. Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang dan
menunjukan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5),
aspartat amino transferase (AST), dan aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2. Pemeriksaan lain-lain. Pemeriksaan kultur mikroorganisme dan tes
sensitivitas didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi :
a. Biopsi tulsng dan otot: pada intinya, pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas, tetapi lebih diindiksikan bila terjadi infeksi.
b. Elektromiografi: terdapat keruskan konduksi saraf akibat fraktur.
c. Artroskopi: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
rauma yang berlebihan.
d. Indium Imagining: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
e. MRI: menggambarklan semua kerusakan akibat fraktur.
5. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Kedaruratan
 Segera setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh sebelum pasien
dipindahkan.
 Bebat fraktur, termasuk sendi yang berada di dekat fraktur, untuk
mencegah pergerakan fragmen fraktur.
 Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat dilakukan dengan
mengikat (membebat) kedua tungkai bersama-sama: ekstremitas yang
tidak terganggu berperan sebagai bebat untuk ekstremitas yang cedera.
 Pada cedera ekstremitas atas, lengan dapat dibebat ke dada, atau lengan
bawah yang cedera dapat digendong dengan mitela (kain gendongan).
 Kaji status neurovaskular di sisi distal area cedera sebelum dan setelah
pembebatan untuk menentukan keadekuatan perfusi jaringan perifer dan
fungsi saraf.
 Tutupi luka fraktur terbuka dengan bahutan steril untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam.

Reduksi Fraktur
 Fraktur direduksi ("mengatur tulang) dengan menggunakan metode
tertutup (manipulasi dan traksi manual [mis, behat atau gips) atau metode
terbuka (penempatan alat fiksasi secara bedah (mis pin logam, kawat,
sekrup, pelat, paku atau batang) untuk mengembalikan fragmen fraktur
kembali sejajar secara anatomis dan untuk rotasi. Metode spesifk her pada
sifat fraktur.
 Setelah fraktur direduksi, imobilisasi bertujuan menahan tulang tetap pada
posisi yang tepat dan sejajar sampai penyatuan kembali. Imobilisasi
dilakukan dengan fiksasi eksternal atau internal.
 Fungsi dipertahankan dan dikembalikan dengan mengontrol
pembengkakan dengan meninggikan ekstremitas yang cedera dan
menempelkan es sesuai program. Gelisah, ansietas, dan ketidaknyamanan
dikontrol dengan menggunakan berbagai pendekatan (mis., upaya
penenangan, ubah posisi, dan strategi pereda nyeri, termasuk penggunaan
analgesik). Latihan isometrik dan pembentukan otot dianjurkan untuk
meminimalkan atrofi dan untuk meningkatkan sirkulasi. Dengan fiksasi
internal, dokter bedah menentukan jumlah pergerakan dan stres akibat
menahan beban yang dapat ditanggung oleh ekstremitas dan menetapkan
tingkat aktivitas yang dapat dilakukan.

Penatalaksanaan Komplikasi
 Terapi syok terdiri dari menstabilkan fraktur untuk mencegah hemoragi
lebih lanjut, mengembalikan volume dan sirkulasi darah, meredakan nyeri
pasien, mem- berikan imobilisasi yang tepat, dan melindungi pasien dari
cedera lebih lanjut dan dari komplikasi lain. Lihat "Penatalaksanaan
Keperawatan" pada "Syok Hipovolemik" di Bagian S untuk informasi
tambahan.
 Pencegahan dan penatalaksanaan embolisme lemak mencakup
mengimobilisasi fraktur dengan cepat, menopang tulang yang mengalami
fraktur ketika berpindah dan memperbaiki posisi secara tepat, dan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Memulai bantuan
pernapasan secara cepat dan tepat diikuti dengan pencegahan asidosis
respiratorik dan asidosis metabolik serta memperbaiki gangguan
homeostatik merupakan langkah yang penting, Kortikosteroid dan obat
vasopresor dapat diberikan.
 Sindrom kompartemen ditangani dengan mengendalikan pembengkakan
dengan meninggikan ekstremitas setinggi jantung atau dengan melepaskan
alat restriktif (balutan atau gips). Fasiotomi (dekompresi bedah dengan
eksisi fasia) mungkin diperlukan untuk meredakan fasia otot yang
mengalami konstriksi. Luka tetap terbuka dan ditutupi dengan balutan
salin steril yang basah selama 3 sampai 5 hari. Tungkai dibebat dan
ditinggikan. Latihan rentang pergerakan pasif yang telah di- programkan
dapat dilakukan setiap 4 sampai 6 jam.
 Fraktur yang tidak menyatu (nonunion) (kegagalan ujung tulang fraktur
untuk me- nyatu) diterapi dengan fiksasi internal, tandur tulang
(osteogenesis, osteokonduksi, osteoinduksi), stimulasi tulang elektrik, atau
kombinasi dari semua ini.
 Penatalaksanaan reaksi terhadap alat fiksasi internal mencakup
perlindungan dari refraktur akibat osteoporosis, perubahan struktur tulang,
dan trauma.
 Penatalaksanaan CRPS mencakup upaya meninggikan ekstremitas; pereda
nyeri latihan rentang pergerakan; dan membantu pasien mengatasi nyeri
kronis, atroß otot akibat tidak digunakan (dinse atropby), dan
osteoporosis. Hindari memerika tekanan darah atau melakukan punksi
vena di ekstremitas yang terganggu.
 Komplikasi lain diterapi sesuai indikasi (lihat gangguan spesifik).

Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan Fraktur Tertutup
 Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri
yang tepar (mis, meninggikan ekstremitas setinggi jantung, menggunakan
analgesik sesuai resep).
 Ajarkan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak
terganggu dan memperkuat otot yang diperlukan untuk berpindah tempat
dan untuk menggunakan alat bantu (mis, tongkat, alat bantu berjalan
[walker]).
 Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu dengan aman.
 Bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai kebutuhan
dan mencari bantuan personal jika diperlukan. Berikan pendidikan
kesehatan kepada pasien mengenai perawatan diri, informasi medikasi,
pemantauan kemungkinan komplikasi, dan perlunya supervisi layanan
kesehatan yang berkelanjutan.

Penatalaksanaan Fraktur Terbuka


 Sasaran penatalaksanaan adalah untuk tulang serta untuk meningkatkan
pemulihan tulang dan jaringan lunak. Pada kasus fraktur terbuka,
terdapat risiko osteomielitis, tetanus, dan gas gangren.
 Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba di rumah sakit
bersama dengan tetanus toksoid jika diperlukan.
 Lakukan irgasi luka dan debridemen.
 Tinggikan ekstremitas meminimalkan edema.
 Kaji status neurovaskular dengan sering.
 Ukur subu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-tanda
infeksi.

Penatalaksanaan Fraktur pada Tempat Spesifik


Pemulihan fungsi secara maksimal adalah tujuan penatalaksanaan.

1. Klavikula : Fraktur klavikula (tulang selangka) adalah cedera yang sering


terjadi akibat jatuh atau pululan langsung ke bahu. Pantau sirkulasi dan
fungsi saraf di lengan yang terganggu dan bandingkan dengan lengan
yang tidak terganggu untuk menentu kan variasi, yang dapat
mengindikasikan gangguan status neurovaskular. Ingatkan pasics untuk
tidak meninggikan lengan di atas bahu sampai fraktur sembuh (sekitar 6
minggu). Anjurkan pasien untuk melakukan latihan fisik pada siku,
pergelangan tangan, dan jari tangan dengan segera dan, jika
diprogramkan, melakukan latihan fisik pada bahu. Beri tahu pasien bahwa
aktivitas berat dibatasi selama 3 bulan.
2. Leher Humeral : Pada fraktur leher humeral (paling sering terlihat pada
wanita lansia setelah jatuh dengan kondisi lengan terulur), lakukan
pengkajian neurovaskular pada ekstremitas yang terganggu untuk
mengevaluasi beratnya cedera dan kemungkinan adanya saraf dan
pembuluh darah lengan yang ikut terganggu. Ajarkan pasien untuk
menopang lengan dan mengimobilisasinya dengan mitela yang
memfiksasi lengan (yang telah ditopang) ke batang tubuh. Mulai latihan
pendulum dengan segera setelah pasien dapat menoleransi latihan.
Instruksikan pasien untuk menghindari aktivitas berat selama tambahan 10
sampai 14 minggu. Informasikan pasien bahwa kekakuan residual, rasa
nyeri, dan beberapa keterbatasan rentang pergerakan dapat terjadi selama
6 bulan atau lebih. Apabila fraktur leher humeral bergeser sehingga
diperlukan fiksasi, latihan dapat dimulai hanya setelah periode imobilisasi
yang diprogramkan terlewati.
3. Siku : Fraktur siku (humerus distal) dapat menyebabkan cedera pada saraf
median, radial, atau ulnar. Evaluasi pasien untuk mengetahui adanya
parestesia dan tanda-tanda penurunan sirkulasi di lengan bawah dan
tangan. Pantau dengan saksama adanya kontraktur iskemik Volkmann
(sindrom kompartemen akut) dan hemartrosis (darah di dalam sendi).
Perjelas informasi mengenai reduksi dan fiksasi fraktur serta rencana
pergerakan aktif ketika bengkak telah berkurang dan proses pemulihan
dimulai. Jelaskan langkah perawatan jika lengan diimobilisasi dengan gips
bebat posterior dengan mitela. Dorong pasien untuk melakukan latihan
jari tangan yang aktif. Ajarkan dan dorong pasien untuk melakukan
latihan rentang pergerakan pada sendi yang cedera sekitar 1 minggu
setelah fiksasi internal. Fraktur kaput radialis biasanya terjadi akibat jatuh
dengan posisi lengan terulur dan siku ekstensi. Ajarkan pasien cara
menggunakan bebat untuk imobilisasi. Jika posisi fraktur bergeser,
tekankan pentingnya imobilisasi lengan pascaoperasi dengan bebat plaster
posterior dan mitela. Anjurkan pasien untuk melaksanakan program
pergerakan aktif siku dan lengan bawah jika diinstruksikan.
4. Pergelangan Tangan : Pergelangan Tangan Fraktur pergelangan tangan
(radius distal [fraktur Colles]) biasanya terjadi akibat terjatuh pada tangan
dalam kondisi dorsifleksi terbuka. Kondisi ini sering ditemui pada wanita
lansia dengan osteoporosis tulang dan jaringan lunak yang lemah yang
tidak menyebarkan energi saat jatuh. Tekankan langkah perawatan gips,
atau pada fraktur yang lebih berat dengan pemasangan kawat, ajarkan
perawatan insisi. Instruksikan pasien untuk tetap meninggikan
pergelangan tangan dan lengan bawah selama 48 jam setelah reduksi.
Mulai pergerakan jari tangan dan bahu secara aktif dengan mengajarkan
pasien cara melakukan latihan berikut guna mengurangi pembengkakan
dan mencegah kekakuan:
 Tahan tangan setinggi jantung.
 Gerakkan jari tangan dari ekstensi lengkap ke fleksi. Tahan dan
lepaskan. Ulangi minimal 10 kali setiap jam ketika pasien terjaga
(tidak tidur).
 Gunakan tangan pada aktivitas fungsional.
 Latihan bahu dan siku secara aktif, termasuk latihan rentang
pergerakan secara komplet pada kedua sendi.
 Kaji fungsi sensori saraf median dengan menusuk sisi distal jari
telunjuk dan kaji fungsi motorik dengan menilai kemampuan pasien
untuk menyentuhkan ibu jari ke jari kelingking. Jika sirkulasi dan
fungsi saraf menurun, tangani dengan cepat dan tepat.
5. Tangan dan Jari : Trauma tangan sering kali memerlukan tindakan
bedah rekonstruksi yang ekstensif. Sasaran terapi selalu untuk
mengembalikan fungsi tangan secara maksimal. Pada fraktur yang tidak
bergeser, jari tangan dibebat selama 3 sampai 4 minggu untuk
meredakan nyeri dan melindungi ujung jari dari trauma lebih lanjut,
tetapi fraktur yang bergeser dan fraktur terbuka mungkin memerlukan
tindakan reduksi terbuka dengan fiksasi internal dengan menggunakan
kawat atau pin.
Evaluasi status neurovaskular tangan yang cedera. Ajarkan pasien
untuk mengen- dalikan pembengkakan dengan meninggikan tangan.
Anjurkan pasien untuk mem fungsikan bagian tangan yang tidak
terganggu.
6. Pelvis/Panggul : Fraktur panggul dapat disebabkan oleh jatuh,
kecelakaan kendaraan bermotor atau cedera tabrakan. Minimal dua
pertiga pasien ini mengalami cedera berat dan multipel (lebih dari satu).
 Pantau gejala, termasuk ekimosis; nyeri tekan di atas simfisis pubis,
spina iliaka anterior, krista iliaka, sakrum, atau koksigis; edema lokal;
kebas atau kesemutan di pubis, genital, dan paha proksimal; dan
ketidakmampuan untuk menahan beban tanpa menimbulkan
ketidaknyamanan.
 Lengkapi pengkajian neurovaskular ekstremitas bawah untuk
mendeteksi cedera pada pembuluh darah dan saraf panggul. Pantau
adanya hemoragi dan syok, dua dampak paling serius yang dapat
terjadi. Palpasi ekstremitas bawah untuk mendeteksi absennya denyut
nadi perifer, yang dapat mengindikasikan robekan arteri iliaka atau
salah satu cabangnya.
 Kaji adanya cedera pada kandung kemih, rektum, intestin/usus, organ
abdomen lain, dan pembuluh darah dan saraf panggul. Kaji adanya
darah dalam urine untuk mengkaji cedera pada saluran kemih. Pada
pasien pria, jangan memasukkan kateter sampai status uretra
diketahui. Pantau nyeri abdomen yang menyebar dan intens, bising
usus yang hiperaktif atau tidak ada, dan rigiditas/kekakuan abdomen
serta bunyi resonans (udara bebas) atau bunyi tumpul pada
pemeriksaan perkusi (darah), yang menunjukkan cedera pada usus
terjadi perdarahan abdomen.
 Jika pasien mengalami fraktur panggul yang stabil, tirah baringkan
pasien selama beberapa hari dan lakukan penatalaksanaan gejala
sampai nyeri dan ketidaknyamanan terkontrol.
 Berikan cairan, serat diet, latihan pergelangan kaki dan kaki, gunakan
stocking antiemboli untuk membantu aliran balik vena, gulingkan
pasien untuk memin-dahkan posisinya (logrolling), latih pernapasan
dalam, dan lakukan perawatan kulit untuk mengurangi risiko
komplikasi dan meningkatkan kenyamanan.
 Pantau bising usus. Jika pasien mengalami fraktur koksigis dan
mengalami nyeri saat duduk dan saat defekasi, bantu pasien mandi
rendam duduk sesuai program untuk meredakan nyeri, dan berikan
pelunak feses untuk mencegah mengejan saat defekasi.
 Saat nyeri reda, instruksikan pasien untuk kembali melakukan
aktivitas secara bertahap, gunakan alat bantu mobilitas agar pasien
terlindungi saat menopang berat badannya. Pasien dengan fraktur
panggul tidak stabil mungkin ditangani dengan fiksasi eksternal atau
reduksi terbuka dan fiksasi internal (open reduction and internal
fixation, ORIF).
 Tingkatkan stabilitas hemodinamik dan kenyamanan, dan dorong
mobilisasi sejak saat menopang berat dini.

7. Femur dan Pinggul


 Fraktur batang femoral paling sering terjadi pada dewasa muda yang
mengalami tabrakan kendaraan motor atau jatuh dari tempat tinggi.
Sering kali, pasien ini menderita trauma multipel dan mengalami
svok akibat kehilangan 2 sampai 3 unit darah.
 Kaji status neurovaskular ekstremitas, terutama perfusi sirkulasi
pada tungkai bawah dan kaki (popliteal, tibial posterior, dan nadi
pedal serta waktu pengisian kapiler pada jari kaki dan pemantauan
ultrasound Doppler).
 Catat tanda-tanda dislokasi pinggul dan lutut, dan efusi lutut, yang
dapat jukkan kerusakan ligamen dan kemungkinan instabilitas sendi
lutut.
 Pasang traksi skeletal atau bebat otot menjadi relaks dan fragmen
fraktur sejajar sebelum dilakukan prosedur ORIF, dan selanjutnya
pasang cast brace
 Bantu pasien menopang sebagian kecil berat tubuhnya ketika
diindikasikan dan berlanjut dengan menopang seluruh bobot tubuh
sesuai toleransi
 Perjelas informasi bahwa cast brace digunakan selama 12 sampai 14
minggu.
 Instauksikan dan dorong pasien untuk melakukan latihan pada
tungkai bawah, kaki, dan jari kaki secara teratur. Bantu pasien
melaksanakan latihan lutut aktif dan pasif dengan segera,
bergantung pada pendekatan penatalaksanaan dan stabilitas fraktur
dan ligamen lutut.
8. Tibia dan Fibula
 Fraktur tibia dan fibula (fraktur paling sering terjadi di bawah
lutut) cenderung terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan
posisi tungkai fleksi, atau akibat gerakan memuntir yang keras.
 Ajarkan tentang langkah perawatan long leg walking cast atau
patellar-tendon-bearing cast.
 Ajarkan dan bantu pasien untuk menopang sebagian berat
badannya, biasanya dalam 7 sampai 10 hari. Ajarkan pasien
mengenai perawatan gips atau short leg brace (dalam 3 sampai 4
minggu), yang memungkinkan gerakan lutut.
 Ajarkan pasien tentang perawatan traksi skeletal, jika dapat
diterapkan. Dorong pasien untuk melakukan latihan pinggul, kaki,
dan lutut dalam batasan alat imobilisasi.
 Instruksikan pasien untuk mulai menopang berat badannya ketika sudah
diprogramkan (biasanya sekitar 4 sampai 8 minggu).
 Instruksikan pasien untuk meninggikan ekstremitas guna mengontrol
edema.
 Lakukan evaluasi neurovaskular kontinu.

9. Rusuk
o Fraktur rusuk sering terjadi pada orang dewasa dan biasanya tidak
menyebabkan kerusakan fungsi tetapi menimbulkan nyeri batuk dan
bernapas. Bantu pasien untuk batuk dan mengambil napas dalam dengan
membebat dada menggunakan tangan atau bantal selama batuk.
Yakinkan pasien bahwa nyeri yang disebabkan oleh fraktur rusuk akan
menghilang dalam 3 atau 4 hari, dan fraktur sembuh dalam 6 minggu.
Pantau adanya komplikasi, yang dapat mencakup atelektasis, pneumonia,
dada gail, pneumotoraks, dan hemotoraks. (Lihat gangguan spesifik
untuk penatalaksanaan keperawatan).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. (wahid, 2013).
a) Riwayat Keperawatan
 Identitas klien
 Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomer register, tanggal masuk rumah sakit,
diagnosis medis (Padila, 2012).
 Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri pasien digunakan:
- provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
- Region: Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi
- Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan sakala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari (wahid,
2013).

a. Riwayat kesehatan sekarang Kaji kronologi terjadinya trauma,


yang menyebabkan patah tulang paha, pertolongan apa yang telah
didapatkan, dan dan apakah sudah berobat ke dukun patah. Dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat
mengetahui luka yang lain.
b. Riwayat kesehatan dahuluPenyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit kelainan formasi tulang atau biasanya disebut
paget dan ini mengganggu proses daur ulang tulang yang normal di
dalam tubuh sehingga menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronis dan
penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
c. Riwayat kesehatan keluargaPenyakit keluarga yang berhubungan
dengan penyakit yang tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
d. Pola fungsi kesehatan Menurut (Wahid, 2013) sebagai berikut :
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya partisipan akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal hygine, misalnya kebiasaan mandi terganggu
karena geraknya terbatas, rasa tidak nyaman, ganti pakaian,
BAB dan BAK memerlukan bantuan oranglain, merasa takut
akan mengalami kecacatan dan merasa cemas dalam menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulang karena kurangnya pengetahuan.
 Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vitamin C dan lainya untuk membantu proses penyembuhan
tulang dan biasanya pada partisipan yang mengalami fraktur
bisa mengalami penurunan nafsu makan bisa juga tidak ada
perubahan.
 Pola eliminasi
Untuk kasus fraktur femur biasanya tidak ada gangguan pada
eliminasi, tetapi walaupun begitu perlu juga kaji frekuensi,
konsitensi, warna serta bau fases pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi
kepekatanya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
 Pola istrahat dan tidur
Semua pasien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
pasien. Selain itu juga pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur
serta penggunaan obat tidur.
 Pola aktivitas
biasanya pada pasien fraktur femur timbulnya nyeri,
keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerrjaan yang
lain.
b. Pemeriksaan Fisik : Data Fokus
Pengkajian fisik: Nyeri saat bergerak, nadi, edema, warna kulit dan
suhu, deformitas, rentang gerak, sentuhan. 5 P pengkajian
neurovaskular, seperti berikut ini, disertakan pada pengkajian awal dan
fokus pengkajian yang terus-menerus:
1. Nyeri (pain). Kaji nyeri di ekstremitas yang cedera dengan
meminta pasien membuat tingkatan pada skala 0 hingga 10,
dengan skala 10 sebagai nyeri yang paling hebat.
2. Nadi (pulse). Pengkajian nadi distal dimulai dengan ekstremitas
yang tidak terkena. Bandingkan kualitas nadi di ekstremitas yang
terkena dengan ekstremitas yang tidak terkena.
3. Kepucatan (Palor). Observasi kepucatan kulit di ekstremitas yang
cedera. Pucat dan dingin dapat mengindikasikan penurunan arteri,
sedangkan hangat dan warna kebiruan dapat mengindikasikan
genangan darah vena. Kaji capillary refill, bandingkan ekstremitas
yang terkena dan tidak terkena.
4. Paralisis/Paresis. Kaji kemampuan untuk memindahkan bagian
tubuh distal ke tempat fraktur. ketidakmampuan untuk berpindah
mengindikasikan paralisis. Kehilangan kekuatan otot (kelemahan)
ketika bergerak adalah paresis. Temuan keterbatasan rentang gerak
dapat mengarah ke pengenalan dini masalah seperti kerusakan
saraf dan paralisis.
5. Parestesia. Tanyakan pasien ada atau tidak adanya perubahan
dalam hal sensasi, seperti terbakar, baal, perasaan berduri, atau
menyengat (semua ini adalah parestesia) terjadi. Kaji sensasi distal
terhadap cedera, termasuk kemampuan untuk membedakan
sentuhan tajam dan tumpul serta membedakan dua titik.

2. Patofisiologi sampai dengan diagnose yang muncul sesuai teori

Proses traumatis/patologis

Fraktur

Kerusukan Pelepasan lipid Cedera sel Luka terbuka Edema


struktur tulang

Terabsorpsi masuk ke Pelepasan mediator Jalan masuk kuman Penekanan


darah kimia jaringan vascular
Pendarahan lokal dan saraf
Resiko infeksi
Emboli
Reisko Neosiseptor
kekurangan Penurunan aliran
volume cairan Oklusi arteri paru darah
Medulla spinal

Nekrosis jaringan paru


Korteks serebri Gangguan fungsi
neuromuscular

Penurunan disfusi gas


Nyeri

Ganguan disfusi gas

3. Diagnosa Keperawatan
e. Nyeri Akut berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak dan dipersulit
dengan spasme otot dan pembengkakan.
f. Risiko Disfungsi Neurovaskular Perifer berhubungan dengan fraktur,
sindrom kompartemen atau trombosis vena profunda
g. Resiko Infeksi berhubungan dengan Fraktur
h. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Fraktur
4. Perencanaan

N Diagnosa Intervensi Keperawatan Rasional


o Keperawatan
1. Nyeri Akut a. Monitoring tanda- a. Beberapa analgesik
berhubungan tanda vital. menurunkan usaha napas dan
dengan b. Minta pasien untuk tekanan darah.
kerusakan
membuat skala nyeri b. Hal ini memfa- silitasi
jaringan lunak
dan dipersulit pada skala 0 hingga 10 pengkajian objektif mengenai
dengan (dengan 10 sebagai efektivitas strategi pereda nyeri
spasme otot nyeri yang paling yang dipilih. Nyeri yang
dan hebat) sebelum dan meningkat dalam hal intensitas
pembengkaka setelah semua atau tetap tidak mereda dengan
n. intervensi. Hal ini analgesik dapat
memfa- silitasi mengindikasikan
pengkajian objektif c. Traksi Buck mengi- mobilisasi
mengenai efektivitas fraktur dan meredakan nyeri
strategi pereda nyeri dan trauma tambahan.
yang dipilih. Nyeri d. Memindahkan secara lembut
yang meningkat dalam membantu mencegah jadinya
hal intensitas atau spasme otot hebat.
tetap tidak mereda e. Meninggikan ekstremitas
dengan analgesik meningkatkan aliran balik vena
dapat dan menurunkan edema, yang
mengindikasikan meredakan nyeri
sindrom f. Distraksi, napas dalam, dan
kompartemen. relaksasi membantu
c. Observasi pasien yang mengurangi fokus nyeri dan
mengalami fraktur dapat mengurangi intensitas
pinggul, dan nyeri.
kolaborasi dengan g. Analgesik dakan nyeri dengan
dokter dengan menstimulasi tempat reseptor
memberikan traksi opiate. NSAID memediasi
Buck sesuai instruksi inflamasi dan juga memberikan
dokter. Jaga beban efek analgesik.
traksi agar tergantung
secara bebas.
d. Pindahkan pasien
secara lembut dan
perlahan.
e. Tinggikan ekstremitas
yang terkena di atas
jantung.
f. Anjurkan distraksi
atau metode tambahan
lainnya untuk
meredakan nyeri,
seperti napas dalam
dan relaksasi.
g. Berikan NSAID dan
medikasi nyeri sesuai
program. Untuk
homecare, jelaskan
pentingnya
mengonsumsi
medikasi nyeri
sebelum nyeri hebat.

2 Risiko a. Sokong ekstremitas a. Menyokong ekstremitas yang


Disfungsi yang cedera di atas mengalami cedera di atas dan
Neurovaskula dan di bawah tempat di bawah tempat yang
r Perifer
fraktur ketika mengalami fraktur membantu
berhubungan
dengan memindahkan pasien. mencegah pergeseran fragmen
fraktur, b. Kaji 5 P setiap 1 tulang dan menurunkan risiko
sindrom hingga 2 jam. kerusakan saraf lebih lanjut.
kompartemen Laporkan temuan b. Nyeri yang tidak mereda,
atau abnormal segera. kepucatan, penurunan nadi
trombosis c. Kaji bantalan kuku distal, parestesia, dan paresis
vena profunda
untuk capillary refill. merupakan indikator kuat
Jika kuku terlalu tebal sindrom kompartemen.
atau tidak berwarna, c. Capillary refill terlambat dapat
kaji kulit sekitar kuku. mengindikasikan penurunan
d. Monitor ekstremitas perfusi jaringan.
untuk edema dan d. Pembengkakan berlebihan dan
pembengkakan. pembentukan hema- toma
e. Kaji nyeri dalam, dapat menurunkan sirkulasi.
berdenyut, tidak e. Nyeri yang tidak mereda
berhenti. dengan analgesik dapat
f. Kaji kemampuan mengindi- kasikan penurunan
untuk membedakan neurovaskular.
antara sentuhan tajam f. Parestesia terjadi sebagai akibat
dan tumpul serta tekanan pada saraf dan dapat
adanya parestesia dan mengindikasikan sindrom
paralisis setiap 1 kompartemen.
hingga 2 jam. g. Edema dapat menyebabkan
g. Monitor keketatan gips menjadi ketat; gips yang
gips. terlalu ketat dapat
menyebabkan sindrom
kompartemen atau paralisis.

3. Resiko Infeksi a. Untuk a. Pin atau kabel


berhubungan pasien yang melekat ketraksi, gips,
dengan terpasang pin atau fikstaktor eksternal
Fraktur skeletal, ikuti yang menstabilkan
panduan yang segmen tulang sehingga
diciptakan penyembuhan optimal
untuk dapat terkaji
perawatan
tempat pin b. Peningkatan
skeletal. dalam kecepatan nadi,
kecepatan pernapasan,
b. suhu, dan WBC dapat
monitor tanda- mengindikasikan
tanda vital dan infeksi.
laporan lab C. balutan berikut
WBC. tanpa memaparkan
organisme ke tempat
c. operasi.

Gunakan d.
teknik steril kemerahan,pembengkak
untuk an, dan rainase purulen
mengganti mengindikasikan
balutan. infeksi.
e.
d. kaji Pemberian antibiotik
luka mengenai profilaktit menghambat
ukuran,warna,d produksi bakteri dan
an adanya demikian membantu
drainase. mencegah flora kulit
formal masuk ke luka
pada kasus "luka kotor",
e. Berikan seperti yang terjadi
antibiotik akibat kecelakaan
sesuai dokter. kendaraan bermotor,
antibiotik diberikan
secara rutin.
4. Hambatan a. a. Latihan ROM
mobilisasi Ajarkan atau membantu mencegah
fisik bantu pasien atrofi otot dan
mempertahankan
dengan latihan
kekuatan dan fungsi
ROM pada sendi. Latihan fleksi
ekstermitas dan ekstensi mencegah
yang tidak terjadinya foot drop,
terkena. Wrist drop, atau
kekakuan sendi.
b. Ajarkan
latihan b. Latihan
isometrik, dan isometrik membantu
anjurkan mencegah atrofi otot
pasien untuk dan mendorong cairan
melakukannya sinovial dan nutrisi ke
setiap 4 jam. dalam katilago
c. ambulansi
c. mempertahankan dan
memperbaiki sirkulasi,
Anjarkan membantu mencegah
ambulansi saat atrofi otot, dan
mampu: membantu
berikan mempertahankan fungsi
bantuan sesuai usus.
kebutuhan.

C. Daftar Pustaka
Priscilla, LeMone, dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Muskuloskeletal Diagnosis Keperawatan Nanda NIC & NOC, Ed.5. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Hurst, Marlene. 2015. Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah Vol.2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai