Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kode etik merupakan persyaratan profesi yang memberikan penentuan
dalam mempertahankan dan meningkatkan standar profesi. Kode etik
menunjukan bahwa tanggung jawab terhadap kepercayaan masyarakat
telah diterima oleh profesi (Kelly, 1987). Jika anggota profesi melakukan
suatu pelanggaran terhadap kode etik tersebut, maka pihak organisasi
berhak memberikan sanksi bahkan bisa mengeluarkan pihak tersebut dari
organisasi tersebut. Dalam keperawatan kode etik tersebut bertujuan
sebagai penghubung antara perawat dengan tenaga medis, klien, dan
tenaga kesehatan lainnya, sehingga tercipta kolaborasi yang maksimal.
Perawat professional tentu saja memahami kode etik atau aturan yang
harus dilakukan, sehingga dalam melakukan suatu tindakan keperawatan
mampu berpikir kritis untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan
sesuai prosedur yang benar tanpa ada kelalaian.
Oleh sebab itu, banyak perawat dimata masyarakat di anggap kurang
berpotensi dalam melakukan asuhan keperawatan yang pada akhirnya
berdampak pada persepsi masyarakat pada seluruh tenaga keperawatan.
Oleh karena itu, sebagai calon perawat maupun para perawat harus mampu
memahami dengan baik dan benar tentang kode etik dan salah satu
kuncinya yaitu banyak membaca dan memahami pentingnya keselamatan
pasien sehingga keinginan untuk mempelajari kode etik sebagai landasan
tindakan bisa lebih bermanfaat.

B. Tujuan
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi
Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai
pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam
melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional
Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode
etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan.
Kode etik adalah  suatu pernyataan formal mengenai suatu standar
kesempurnaan dan nilai kelompok. Kode etik adalah prinsip etik yang
digunakan oleh semua anggota kelompok, mencerminkan penilaian moral
mereka sepanjang waktu, dan berfungsi sebagai standar untuk tindakan
profesional mereka.
Kode Etik  Keperawatan adalah pernyataan standar professional yang
digunakan untuk bimbingan perilaku & sebagai framework untuk
pengambilan keputusan. Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun
oleh Dewan Pinpinan Pusat Persatuan Perawat Nasioanl Indonesia (DPP
PPNI) melalui munas PPNI di Jakarta pada tangal 29 November 1989.
Perawat harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun
dirinya didalam menghadapi masalah yang menyangkut etika. Seseorang
harus berpikir secara rasional, bukan emosional dalam membuat keputusan
etis. Keputusan tersebut membutuhkan ketrampilan berpikir secara sadar
yang diperlukan untuk menyelamatkan keputusan pasien dan memberikan
asuhan.

B. Konsep Legal
1. Pengertian Legal

Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai


lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan
pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-
undang keperawatan. Keterkaitan dengan legal formal dalam memberikan
pelayanan keperawatan kritis Keterkaitan dengan kebijakan yang
memberikan jaminan hukum terhadap pelayanan keperawatan kritis,
seperti: UU Kes, PERMENKES dan peraturan lainnya

2. Tujuan
a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan
keperawatan mana yang sesuai dengan hukum
b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan
keperawatan mandiri
d. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan
dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas
dibawah hukum.
e. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang,
perawat berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
3. Penerapan Legal dalam Area Critical Care
Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin
yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan
praktik profesi perawat yaitu Surat Tanda Registrasi (STR) bila
bekerja di dalam suatu institusi. Kewenangan itu, hanya diberikan
kepada mereka yang memiliki kemampuan, namun memiliki
kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga
kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang
diberikan juga berjenjang. Kompetensi dalam keperawatan berarti
kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki
tingkat minimal yang harus dilampaui. Dalam profesi kesehatan hanya
kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen
Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan
dan kedokteran.Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus
dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan
kepada profesi masing-masing.
a. Fungsi Hukum dalam Praktik Perawat
 Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan
keperawatan mana yang sesuai dengan hukum
 Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
 Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan
keperawatan mandiri
 Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan
dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas
dibawah hukum.

b. Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik Keperawatan pasal 15


dan 16
 Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan,
melaksanakan tindakan dan evaluasi.
 Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas
permintaan tertulis dokter
 Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
c. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
d. Memberikan informasi
e. Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan
f. Melakukan catatan perawatan dengan baik
c. Larangan
Perawat dilarang menjalankan praktik selain yang tercantum dalam
izin dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar
profesi
d. Sanksi
Sesuai dengan kebijakan pimpinam rumah sakit
e. Hak dan Kewajiban Perawat
Aspek Legal Keperawatan juga meliputu Kewajiban dan hak
Perawat :
1) Kewajiban:
 Setiap perawat wajib mempunyai:
- Sertifikat kompetensi
- Surat tanda registrasi
- Surat ijin praktek
- Memperbaruhi sertifikat kompetensi
 Menghormati hak pasien
 Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
 Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan aturan undang-
undang keperawatan
 Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan
kewenangan
 Meminta persetujuan setiap tindakan yg akan dilakukan
perawat sesuai dgn kondisi pasien baik secara tertulis.
 Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat
sesuai peraturan dan SOP yang berlaku
 Memakai standar profesi dan kode etik perawat
Indonesia dalam melaksanakan praktik
 Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK
 Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa
sesuai dengan kewenangan
 Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat
 Mentaati semua peraturan perundang-undangan
 Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat
maupun dgn anggota tim kesehatan lainnya.

2) Hak-Hak Perawat

 Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang


diatur oleh hukum.
 Hak mendapat upah yang layak.
 Hak bekerja di lingkungan yang baik
 Hak terhadap pengembangan profesional.
 Hak menyusun standar praktik dan pendidikan
keperawatan.

C. Konsep Etik
1. Pengertian Etik
Etik adalah sistem nilai pribadi yang digunakan untuk memutuskan
apa yang benar atau apa yang paling tepat, memutuskan apa yang
konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri
pribadi.
Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar atau salah dan
tindakan apa yang akan dilakukan. Etika Keperawatan merefleksikan
bagaimana seharusnya perawat berprilaku, apa yang harus dilakukan
perawat terhadap kliennya dalam memberikan pelayanan keperawatan
kritis.

2. Tujuan Aspek Etik dalam Critical Care


Secara umum, tujuan kode etik keperawatan adalah sebagai berikut
(kozier, Erb. 1990):
a. Sebagai aturan dasar terhadap hubungan perawat dengan
perawat, pasien, dan anggota tenaga kesehatan lainnya.
b. Sebagai standar dasar untuk mengeluarkan perawat jika
terdapat perawat yang melakukan pelanggaran berkaitan kode
etik dan untuk membantu perawat yang tertuduh suatu
permasalahan secara tidak adil.
c. Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan
keperawatan dan untuk mengorientasikan lulusan keperawatan
dalam memasuki jajaran praktik keperawatan profesional.
d. Membantu masyarakat dalam memahami perilaku
keperawatan profesional

3. Penerapan pengetahuan etik di area critical care


a. Autonomi (otonomy)
Yaitu menghormati keputusan pasien untuk menentukan
nasibnya, dalam hal ini setiap keputusan medis ataupun
keperawatan harus memperoleh persetujuan dari pasien atau
keluarga terdekat. Dengan mengikuti prinsip autonomi berarti
menghargai pasien untuk mengambil keputusan sendiri
berdasarkan keunikan individu secara holistik.
b. Non maleficence (tidak merugikan)
Yaitu keharusan untuk menghindari berbuat yang merugikan
pasien, setiap tindakan medis dan keperawatan tidak boleh
memperburuk keadaan pasien. Berarti tindakan yang dilakukan
tidak menyebabkan bahaya bagi pasien, bahaya disini dapat
berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan
dan bahaya yang tidak disengaja
c. Beneficence ( kemurahan hati)
yaitu keharusan untuk berbuat baik kepada pasien, setiap
tindakan medis dan keperawatan harus ditujukan untuk
kebaikan pasien. Berarti melakukan yang baik yaitu
mengimplementasikan tindakan yang menguntungkan pasien
dan keluarga
d. Justice (perlakuan adil)
yaitu sikap dan tindakan medis dan keperawatan harus bersifat
adil, dokter dan perawat harus menggunakan rasa keadilan
apabila akan melakukan tindakan kepada pasien
e. Fidelity (setia, menepati janji )
Berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang
dimiliki oleh seseorang.Kesetiaan berkaitan dengan kewajiban
untuk selalu setia pada kesepakatan dan tanggung jawab yang
telah dibuat . Setiap tenaga keperawatan mempunyai tanggung
jawab asuhan keperawatan kepada individu, pemberi kerja,
pemerintah dan masyarakat.
Apabila terdapat konflik diantara berbagai tanggungjawab,
maka diperlukan penentuan prioritas sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada.
f. Veracity (kebenaran, kejujuran)
Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk
mengatakan suatu kebenaran, tidak berbohong atau menipu
orang lain. Kejujuran adalah landasan untuk “informed
concent” yang baik. Perawat harus dapat menyingkap semua
informasi yang diperlukan oleh pasien maupun keluarganya
sebelum mereka membuat keputusan.
g. Confidenciality ( kerahasiahan )
Prinsip ini berkaitan dengan penghargaan perawat terhadap
semua informasi tentang pasien/klien yang dirawatnya.
Pasien/klien harus dapat menerima bahwa informasi yang
diberikan kepada tenaga profesional kesehatan akan dihargai
dan tidak disampaikan/ diberbagikan kepada pihak lain secara
tidak tepat. Perlu dipahami bahwa berbagi informasi tentang
pasien/klien dengan anggota kesehatan lain yang ikut merawat
pasien tersebut bukan merupakan pembeberan rahasia selama
informasi tersebut relevan dengan kasus yang ditangani
h. Accountability ( akuntabilitas )
Dalam menerapkan prinsip etik, apakah keputusan ini
mencegah konsekwensi bahaya, apakah tindakan ini
bermanfaat, apakah keputusan ini adil, karena dalam
pelayanan kesehatan petugas dalam hal ini dokter dan perawat
tidak boleh membeda-bedakan pasien dari status sosialnya,
tetapi melihat dari penting atau tidaknya pemberian tindakan
tersebut pada pasien.

Hak-hak pasien haruslah dihargai dan dilindungi, hak-hak tersebut


menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan, privacy, self
determination, perlakuan adil dan integritas diri. Dilema moral masih
mungkin terjadi apabila prinsip moral otonomi dihadapkan dengan
prinsip moral lainnya, atau apabila prinsip beneficence dihadapkan
dengan non maleficence, misalnya apabila keinginan pasien
(otonomi) ternyata bertentangan dengan dengan beneficence atau
non maleficence, atau bisa saja apabila sesuatu tindakan
mengandung beneficence dan nonmaleficence terjadi secara
bersamaan sepeti “ Rule of Double Effect (RDE)” yaitu apabila suatu
tindakan untuk memberikan kenyamanan berdasarkan prinsip
beneficence tetapi sekaligus memiliki resiko terjadinya perburukan
sehingga berlawanan dengan prinsip nonmaleficence. Contoh:
pemberian morphin sulfat untuk mengendalikan rasa nyeri hebat
yang terjadi pada pasien penderita cancer stadium akhir yang
beresiko akan memberikan efek depresan yang dapat menekan pusat
pernafasan pasien.

D. Dilema Etik
a. Pulang Paksa
Pulang paksa adalah istilah yang digunakan apabila pasien tidak mau lagi
melanjutkan /menjalani rawat inap lebih lama dan minta dipulangkan ,
tetapi secara medis belum cukup stabil untuk menjalani perawatan
dirumah

Penyebab pulang paksa antara lain:

1. Pasien tidak mengerti kmengapa walaupun dirinya sudah menjalani


perawatan tetapi belum juga sembuh atau merasa belum ada perbaikan
sehingga merasa tidak menjaani perawatanpun tidak ada pengaruhnya,
dalam hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain:
penjelasan dokter yang tidak jelas sehingga tidak dipahami pasien,
tingkat pendidikan, budaya (sebagian masih menganggap pengobatan
alternatif lebih baik)
2. Pasien tidak merasa nyaman dirawat yang dapat dipengaruhi oleh
suasana, keadaan ruangan, makanan, teman satu ruangan (pasien lain).
3. Pelayanan dinilai kurang baik, perlakuan tenaga kesehatan dalam
hal ini dokter dan perawat yang dianggap kurang simpatik.
4. Keterbatasan finansial (biaya) atau keinginan dirawat ditempat
yang lebih bergengsi (pada pasien golongan atas)
5. Ada kepentingan pribadi yang dinilai lebih berharga daripada
menjalani rawat inap

b. DO NOT RESUSCITATE (DNR): WITH HOLDING/ WITH


DRAWAL
With holding adalah menunda terapi atau bantuan hidup pada pasien
yang dianggap sudah tidak punya harapan hidup lagi, sedangkan with
drawal artinya menghentikan bantuan hidup pada pasien yang biasanya
terpasang alat bantu penunjang kehidupan seperti ventilasi mekanik, alat
pacu jantung, dll. Baik with holding maupun with drawing dilakukan
pada pasien yang secara medis tidak punya harapan hidup lagi.
Keputusan melakukan ini harus dikomunikasikan dengan keluarga
setelah team medis mendiskusikannya dengan team lain.
c. EUTHANASIA
Kematian pada umumnya disepakati sebagai berhentinya kehidupan,
meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli
kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan atau
denyut jantung seseorang telah berhenti. Kematian sebenarnya bukanlah
suatu titik waktu, melainkan merupakan suatu tahapan waktu, dimulai
dari kematian klinis, kemudian kematian otak, kematian biologis dan
akhirnya kematian seluler. Pada kematian klinis ditemukan berhentinya
fungsi kardiovaskuler dan pernafasan, yang kemudian akan diikuti oleh
kematian otak, kecuali apabila dilakukan resusitasi dan berhasil. Otak
tidak dapat hidup lagi dalam waktu 6 sampai 10 menit tanpa oksigen.
Kematian otak juga bertahap, biasanya dimulai pada korteks serebri,
kemudian disusul oleh serebelum (otak kecil) dan diakhiri dengan
kematian batang otak. Apabila terjadi kematian korteks serebri tanpa
kematian pusat sirkulasi dan pernafasan, maka terjadilah keadaan
ketidaksadaran yang permanen, tetapi kardiovaskuler dan pernafasan
masih tetap berfungsi (persistent vegetative state). Setelah semua bagian
otak berhenti bekerja maka terjadilah kematian biologis, suatu kematian
yang permanen. Selanjutnya dimulailah kematian seluler, yang berbeda-
beda waktunya bagi masing-masing jenis jaringan.“kapankah seseorang
dapat dinyatakan mati, apa kriterianya dan bagaimana prosedur
penentuannya”. Ketika pasien belum dapat dinyatakan mati, dokter
melakukan tindakan secara aktif menghentikan kehidupannya, maka ia
dapat dinyatakan sebagai melakukan pembunuhan. Sebaliknya apabila
pasien sudah dapat dinyatakan mati, tetapi dokter masih melakukan
tindakan terapetik maka ia dapat dinyatakan melanggar profesi karena
melakukan tindakan medik pada mayat. Pengakuan atas hak otonomi
pasien sedemikian kuat, sehingga tidak hanya hak hidup, hak atas
informasi dan hak memperoleh layanan yang layak saja yang dituntut,
melainkan juga hak untuk mati secara bermartabat.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

d.

Anda mungkin juga menyukai