BAB I
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Pneumotoraks terjadi karena trauma tumpul atau tembus toraks. Dapat pula terjadi karena
robekan pleura viseral yang disebut dengan barotrauma, atau robekan pleura mediastinal
yang disebut trauma trakheobronkhial. Rhea (1982), membuat klasifikasi pneumotoraks atas
dasar presentase pneumotoraks, kecil bila pneumotoraks <20%, sedang bila pneumotoraks
20% - 40% dan besar bila pneumotoraks > 40%.
1. Simple peumotoraks
(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005) adalah pneumotoraks yang
tidak disertai peningkatkan tekanan intratoraks yang progresif. Adapun Manifestasi
klinis yang dijumpai:
a. Paru pada sisi yang terkena akan kolaps, parsial atau total
b. Tidak dijumpai mediastinal shift
c. Dijumpai hipersonorpada daerah yang terkena
d. Dijumpai Suara napas yang melemah sampai menghilang pada daerah yang terkena.
e. Dijumpai kolaps paru pada daerah yang terkena,
f. Pada pemeriksaan foto toraks dijumpai adanya gambaran gambaran radiolusen atau
gambaran lebih hitam pada daerah yang terkena, biasanya dijumpai gambaran pleura
line.
2
g. Penatalaksanaan simple pneumotoraks dengan Torakostomi atau pemasangan selang
intra pleura.
h. + WSD.
2. Tension pneumotoraks
(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005) adalah pneumotoraks
yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin bertambah
atau progresif. Pada tension pneumotoraks ditemukan mekanisme ventil atau udara dapat
masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar. Adapun manifestasi klinis yang
dijumpai:
a. Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi kolaps total paru,
mediastinal shift atau pendorongan mediastinum ke kontralateral, deviasi trachea,
hipotensi & respiratory distress berat.
b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,
hipotensi, tekanan vena jugularis meningkat, pergerakan dinding dada yang asimetris.
Tension pneumotoraks merupakan keadaan yang mengancam kehidupan, maka tidak
perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks.
3. Open Pneumotoraks
(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005) terjadi karena luka
terbuka yang cukup besar pada toraks sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga
intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar.
Dikenal juga sebagai sucking-wound.
Open pneumotoraks adalah adanya pneumotoraks yang terjadi akibat terdapatnya
hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari luar.
Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan gerakan pernafasan, pada saat
inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada saat ekspirasi tekanan menjadi positif.
3
Open pneumotoraks adalah adanya trauma tembus pada dinding dada dimana
udara yang masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari paru-paru yang rusak dari
pada defek dinding dada. Jika dinding dada cukup lebar udara dapat masuk dan keluar
dari ruang pleura pada setiap pernafasan sehingga menyebabkan paru didalamnya kolaps.
Open pneumotoruks merupakan adanya lubang pada dinding dada yang cukup
besar untuk memungkinkan udara mengalir dengan bebas dan masuk ke luar rongga
toraks bersama setiap upaya pernafasan. (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol.I
edisi 8)
Penatalaksanaan open pneumotoraks:
a. Luka tidak boleh di eksplore.
b. Luka tidak boleh ditutup rapat yang dapat menciptakan mekanisme ventil.
c. Pasang plester 3 posissi.
d. Torakostomi + WSD
e. Singkirkan adanya perlukaan atau laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
f. Umumnya disertai dengan perdarahan atau hematotoraks.
Pada pneumotoraks kecil (<20%), gejala minimal dan tidak ada respiratory
distress, serangan yang pertama kali, sikap kita adalah observasi dan penderita istirahat 2-
3 hari. Bila pneumotoraks sedang, ada respiratory distress atau pada observasi nampak
progresif foto toraks, atau adanya tension pneumothorax, dilakukan tindakan bedah
dengan pemasangan torakostomi + WSD untuk pengembangan paru dan mengatasi gagal
nafas.
1. Kebocoran paru yang masif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae /
fistel bron kopleura).
2. Pneumotoraks berulang.
3. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
4. Pneumotoraks bilateral.
5. Indikasi sosial (pilot, penyelam, penderita yang tinggal di daerah terpencil).
6. Teknik bedah.
4
Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakotomi posterolateral dan sternotomi
mediana, selanjutnya dilakuka reseksi bleb, bulektonomi, pleurektomi subtotal.
Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS),
dilakukan reseksi bleb, aberasi pleura dan pleurektonomi. (Rhea, 1982)
B. Klasifikasi
Terapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan penyebab :
1. Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika pada
penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh
pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru paru yang disebut bleb atau bulla.
Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faltor
predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan penyakit yang
sama. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru
(mis. Penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrilosis kistik, tuberculosis, batuk rejan).
(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009).
2. Pneumotoraks traumatic
Terjadi akibat cedera traumatic pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka
tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermutotr).
Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu misalnya
torakosintesis. (Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009).
3. Pneumotoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-paru mengalami
kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung
secara efektif sehingga terjadi syok. (Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009).
1. Pneumotoraks terbuka
5
Dimana adanya hubungan terbuka antara rongga oleura dan broncus yang merupakan
dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan barometer (luar).
Tekanan intra pleura disekitar nol sesuai dengan gerakan pernafasan. Pada waktu
inspirasi tekanannya negative dan pada waktu ekspirasi positif (+2 ekspirasi -2 inspirasi).
2. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di
rongga pleur kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi
dengan dunia luar. Maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negative. Tetapi paru
belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak
meskipun tekanannya sudah negative (-4 ekspirasi dan -12 inspirasi)
3. Pneumotoraks ventil
Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di
pleura viselaris yang bersifat ventil. Udara melalui broncus terus kepercabangannya dan
menuju kearah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura
dimana pada permulaan masih negative. Pada waktu ekspirasi udara di dalam rongga
pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara
ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk kedalam rongga pleura,
apabila ada obstruksi di broncus bagian proksimal dan pistel tersebut. Sehingga tekanan
pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernafasan. Udara
masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi, karena udara ekspirasi mempunyai
tekanan lebih tinggi dari rongga pleura. Jika penderita mengalami batuk tekanan udara di
broncus akan lebih mengkiat.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada ebagian kecil paru
(<50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebgian besar paru (>50%
volume paru).
6
C. ETIOLOGI
Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui
robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran alveoli
dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut fibrosisi
granulomatous. Granulomatous fibrosisi adalah salah satu penyebab tersering terjadinya
pneumotoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empiema.
D. Patofisiologi
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negative. Tekanan negative
disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding dada yang
cenderung mengenbang. Bilamana terjadi hubungan antara alveoli atau ruang udara
intrapulmoner lainnya (kavitas, bulaa) dengan ronggan pleura oleh sebab apapun, maka udara
akan mengalir dari alveoli ke rongga pelura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau
hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme diatas, maka bila ada hubungan antara
udara luar dengan rongga pleura melalui dinding dada, uadara akan masuk ke rongga pleura
sampai perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya diakibatkan oleh :
1. Kegagalan bentilasi
2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar
3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Dan ketiga faktor ini dapat
menyebabkan hipoksia.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala – gejalanya sangat bervariasi, tergantung pada jumlah udara yang masuk ke dalam
rongga, pleura dan luasnya paru – paru yang mengalami kolaps ( mengempis ). Gejanya bisa
berupa : nyeri dada tajam yang timbul secara tiba – tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbentuk.
• Sesak nafas
• Dada terasa sempit
• Mulai lelah
7
• Denyut jantung yang cepat
• Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala – gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. Gejala lainnya
yang mungkin ditemukan :
- Hidung tampak kemerahan
- Cemas, stress, tegang
- Tekanan darah rendah ( hipotensi )
F. PENATALAKSANAAN MEDIK
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Ro. Thoraks
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura, dapat menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal ( jantung ).
• Gas darah arteri ( GDA ) variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi
atau gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang
meningkat PaCO2 mungkin normal atau menurun.
• Torasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.
8
• Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah .
9
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
Skenario Kasus
Nn. M usia 16 tahun dibawa ke UGD oleh gurunya ke UGD dengan keluhan terjatuh dari
tangga disekolah, hasil pengkajian perawat di UGD klien tampak gelisah, kesadaran apatis, GCS:
11 (E= 4, M= 5, V =2) RR 26x/menit, TD 80/60 mmhg, nadi 106 x/menit, terdengar sucking
wound, penggunaan otot bantu napas (+), napas cuping hidung dan gerakan dinding dada tidak
simetris ada yang tertinggal. Saat ini auskultasi suara nafas tidak terdengar, O2 saturasi turun
85%, cyanosis (+) dengan terapi O2 8 lt/mnit, hasil rontgen open pneumotorax klien rencana kan
dilakukan pemasangan WSD diruang operasi.
A. PENGKAJIAN
1. Primary Survey
- Airway : Ada tanda sumbatan jalan nafas pada Nn.M yang ditandai dengan
penggunaan otot bantu napas (+), saat di auskultasi suara nafas tidak terdengar,
cyanosis (+)
- Breathing : RR 26x/menit, gerakan dinding dada tidak simetris ada yang tertinggal,
penggunaan otot bantu napas (+), napas cuping hidung, Saat ini auskultasi suara
nafas tidak terdengar
- Circulation : cyanosis (+),O2 saturasi turun 85%,
- Disabilitty : kesadaraan apatis, GCS 11
- Exposure :-
2. Pengkajian
a. Identitas Pasien
- Nama : Nn. M
- Usia : 16 Tahun
- DX medis : Open pneumotorax
10
b. Anamnesa Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang : Nn. M usia 16 tahun dibawa ke UGD oleh
gurunya dengan keluhan terjatuh dari tangga disekolah, tampak gelisah, kesadaran
apatis
c. Pemeriksaan fisik
Sistem Pernapasan
Inspeksi : RR 26x/menit, penggunaan otot bantu napas (+), napas cuping
hidung, terdengar sucking wound
Palpasi : gerakan dinding dada tidak simetris ada yang tertinggal
Auskultasi : Auskultasi suara nafas tidak terdengar
Sistem Integumen
Inspeksi : cyanosis (+)
d. Pemeriksaan penunjang
- Rontgen : open pneumotorax
e. Analisa Data
DO:
- kesadaran apatis,
- GCS: 11 (E= 4, M= 5
=2)
- O2 saturasi turun 85%
- cyanosis (+)
- TD 80/60 mmhg, nadi
11
60 x/menit
- RR 26x/menit
DO :
- tampak gelisah
- kesadaran apatis
- RR 26x/menit
- terdengar sucking
wound
- penggunaan otot bantu
napas (+)
- napas cuping hidung
- gerakan dinding dada
tidak simetris ada yang
tertinggal
- Saat ini auskultasi suara
nafas tidak terdengar
- O2 saturasi turun 85%
- cyanosis (+)
12
B. DIAGNOSA
- Gangguan pertukaran gas b.d Perubahan membran alveolar-kapiler
- Risiko syok b.d hipoksia
C. INTERVENSI
- Gerakan dinding
Kolaborasi
dada simetris
- Auskultasi suara - Kolaborasi dengan dr
nafas terdengar dalam pemberian
- O2 saturasi 95% oksigen 8 lt/mnit
- cyanosis (-) - Kolaborasi dengan dr
dalam pemasangan
WSD
13
Risiko syok b.d Setelah dilakukan Observasi
hipoksia tindakan keperawatan - Monitor status
selama 1 jam diharapkan kardiopulmonal
tidak terjadi risiko syok (Frekuensi nadi dan
dengan kriteria hasil kekuatan nadi, frekuensi
- kesadaran CM napas, TD)
- O2 saturasi 95% - Monitor status
- Cyanosis (-) oksigenasi
- TD 120/80 mmhg, - Monitor tingkat
nadi 80 x/menit kesadaran
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dr
dalam pemberian
oksigen 8 lt/mnit
14
LEMBAR KERJA
1/kata kunci
2/Pertanyaan Penting
3/Jawaban Pertanyaan
Pada penumothorax spontan primer, gejala yang ditemukan adalah nyeri dada tipe pleuritik
(nyeri seperti ditusuk yang terlokalisir) onset mendadak, dengan atau tanpa sesak napas.
Beberapa pasien juga mengeluhkan nyeri pada ujung bahu. Biasanya gejala minimal atau
bahkan tidak ada gejala, berbeda dengan pneumothorax sekunder di mana gejala sesak
napas sangat dominan. Perburukan gejala pada pneumothorax spontan jarang terjadi kecuali
terjadi hematopneumothorax atau terdapat etiologi lain
Pada pneumothorax traumatik gejala awal dapat muncul nyeri dada, sesak napas, ansietas.
Pada pneumothorax traumatik tahap lanjut, dapat terjadi penurunan kesadaran
4/Informasi Pertanyaan
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh. Beberapa tanda yang mungkin ditemukan
pada kasus pneumothorax pada pemeriksaan fisik generalis, yaitu:
a. Takipnea
B.Takikardia
C.Nadi lemah dan cepat, akral dingin
D.Hipotensi
15
E.Distensi vena jugular (mungkin tidak terlihat jika hipotensi berat)
F.Deviasi trakea menjauhi sisi cedera
G.Sianosis
H.Diaforesis (berkeringat dingin)
16
DAFTAR PUSTAKA
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi keperawatan Indonesi. Jakarta: DPP PPNI
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis keperawatan Indonesi. Jakarta: DPP PPNI
17