DISUSUN OLEH :
DOSEN PENGAMPU :
T/A : 2020/2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................................. 2
C. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 3
A. Saran................................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa kami limpahkan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “CACAT BAWAAN”.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Suci Resti
Nanda Taringan Sst, M. Keb, selaku dosen mata kuliah Askeb Remaja, Prakonsepsi Dan
Perencanaan Kehamilan, yang sudah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas ini.
Penulis pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang akan penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi
para pembaca. penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang
berkenan.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi
dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan
kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah
diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam minggu
pertama kehidupannya. Malformasi kongenital merupakan kausa penting terjadinya keguguran,
lahir mati, dan kematian neonatal.
Mortalitas dan morbiditas pada bayi pada saat ini masih sangat tinggi pada bayi yang mengalami
penyakit bawaan. Salah satu sebab morbiditas pada bayi adalah atresia duedoni esophagus,
meningokel eosephalokel, hidrosephalus, fimosis, hipospadia dan kelainan metabolik dan
endokrin. Sebagian besar penyakit bawaan pada bayi disebabkan oleh kelainan genetik dan
kebiasaan ibu pada saat hamil mengkonsumsi alkohol, rokok dan narkotika.
Dari uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat melakukan penanganan secara terpadu. Dari
masalah yang ada diatas setidaknya dapat memberikan pertolongan pertama dengan dapat untuk
menekan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tetapi jika kondisi lebih parah kita harus
melakukan rujukan.
Berdasarkan hal-hal diatas, makalah yang berjudul “Asuhan Neonatus dengan Cacat Bawaan dan
Penatalaksanaannya” ini disusun untuk mengkaji lebih jauh mengenai neonatus dengan kelainan
kongenital serta penatalaksanaannya sehingga sebagai seorang bidan kita mampu memberikan
asuhan neonatus dengan tujuan meminimalisir angka kematian dan kesakitan pada neonatus
sehingga tugas mutlak seorang bidan dan terpenuhi dengan baik.
B. Tujuan
Adapun Tujuan dalam penulisaan makalah ini, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian kelainan congenital/ cacat bawaan pada neonatus.
2. Untuk mengetahui penyebab kelainan congenital
3. Untuk mengetahui diagnosis kelainan kongenital
4. Untuk mengetahui kelainan kongenital pada neonatus dan penatalaksanaannya
5. Untuk mengetahui cara pencegahan kelainan congenital atau cacat bawaan pada neonatus
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan cacat bawaan/ kelainan congenital pada neonatus?
2. Apa saja yang penyebab kelainan kongenital?
3. Bagaimana menentukan diagnosis kelainan congenital pada neonatus?
4. Apa saja kelainan kongenital yang biasanya terjadi pada neonatus dan penatalaksanaannya?
5. Bagaimana cara pencegahan kelainan congenital atau cacat bawaan pada neonatus?
BAB II ISI
Herniotomi : dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya, kantong dibuka dan isi
hernia dibebaskan kalau ada perlekatan kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi
mungkin dan dipotong.
Pada bayi dan anak-anak tidak dilakukan hernioplasty karena penyebabnya adalah kelainan
kongenital, processus vaginalis tidak menutup sedangkan anulus inquinalis internus cukup elastis
dan dinding belakang kanalis yang kuat.
Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas :
1. hernia bawaan (kongenital)
Hernia kongenital : merupakan hernia yang terjadi sejak lahir karena kelainan bawaan
2. hernia yang didapat (akuisita/ acquired ), yakni hernia yang timbul karena dipicu berbagai
faktor.
Penyakit hernia ini bisa menyerangg segala macam lapisan usia, mulai dari anak-anak hingga
mereka yang sudah lanjut usia. Pada anak-anak atau bayi, penyakit hernia ini biasanya terjadi
karena kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup yang terjadi pada saat turunnya
buah zakar. Sementara pada kaum dewasa dan orang tua, penyakit ini terjadi karena munculnya
tekanan tinggi yang terjadi di rongga perut, serta adanya kelemahan pada otot dinding perut yang
muncul karena masalah usia.
Secara umum, hernia tidak menyebabkan nyeri. Namun, bisa juga menimbulkan nyeri yang
sangat menyakitkan, terutama apabila isi hernia masuk terjepit di dalam cincin hernia. Nyeri ini
diakibatkan adanya infeksi pada bagian yang terjepit, yang bisa menjalar serta meracuni seluruh
tubuh. Pada kondisi ini, seorang yang mengalami penyakit hernia harus segera mendapatkan
penanganan dokter, sebab bisa mengancam jiwa penderitanya.
e) Atresia koana posterior (penutupan satu/dua sal hidung bagian belakang)
Atresia koana adalah tidak ada saluran lubang hidung. Bayi baru lahir, hanya dapat bernapas
melalui hidung dan dapat menyebabkan mati lemas bila hidung tersumbat (atresia koana).
f) Obstruksi saluran nafas atas
a.pengertian
Salah satu bentuk dari sumbatan paru adalah acute upper obstruction pulmonary disease
(AUOPD). Kelainan ini pada umumnya terjadi pada bagian konduksi atau dead space. Defenisi
yang digunakan untuk auopd adalah suatu obstruksi yang terjadi di antara bagian yang dimulai
dari kavum oral (rongga mulut)/kavum nasi (rongga mulut) sampai ke cabang kedua
trakeobronkus.
Sumbatan jalan nafas karena benda asing sangat berbahaya dan harus segera dibersihkan karena
apabila tidak dapat bernafas, maka kita tak dapat memberikan pernafasan buatan.
Bayi baru lahir, hanya dapat bernapas melalui hidung dan dapat menyebabkan mati lemas
bila hidung tersumbat (atresia koana). Pada orang dewasa, dipakai pernapasan melalui mulut jika
kebutuhan ventilasi melebihi kapasitas aliran melalui hidung. Selama bernapas melalui hidung,
kecepatan aliran udara inspirasi meningkat cepat dan segera kemudian mengalami perubahan
arah di daerah katup hidung, yang diikuti oleh penurunan kecepatan aliran udara yang masuk.
Hal ini terjadi saat melalui konka dan septum nasi.
Obstruksi jalan napas yang jelas di laringotrakea sangat berbeda dengan penyakit paru
obstruktif menahun. Obstruksi laringotrakea ditandai dengan meningkatkan usaha ventilasi
untuk mempertahankan batas normal ventilasialveolus sampai terjadi kelelahan.
Hal ini terjadi pada obstruksi akut atau kronis. Pada pasien yang lelah, kematian terjadi
dalam beberapa menit atau jam setelah usaha ventialsi maksimal tidak dapat mempertahankan
ventilasi alveolus yang normal.
b.etiologi
1. Kelainan congenital hidung atau laring
- Atresia koane
- Kista diktus tiroglossus
- Kista brankiogen yang besar
- Laringokel yang besar.
2. Tumor
· Hemangioma
· Higroma kistik
· Papiloma laring rekurren
· Limfoma
· Tumor ganas tiroid
· Karsinoma sel squamous laring, faring dan esofagus
4. Infeksi akut
· Laringotrakeitis.
· Epiglotitis
· Hipertropiatonsiler
· Angina Ludwig
· Abses para faring
5. Benda asing
Benda-benda asing tersebut dapat tersangkut pada:
Laring
Saluran napas
Trachea
bronkus.
c. tanda gejala
Tersedak, tetapi tetap bisa bernafas, Sesak bicara, pada bayi menangis tidak keras,kulit
bayi berwarna biru
d. penatalaksanaan
Penatalaksanaan obstruksi saluran napas atas dapat bersifat non bedah dan
bedah.Penatalaksanaan non bedah yang paling utama adalah pemberian oksigen untuk
mengurangi hipoksia. Pada kasus-kasus khusus misalnya pada laringotrakeobronkitisdapat
diberikan nebulizer sampai pemberian racemic ephinefrine dan kortikosteroid,pada kasus
epiglotitis diberikan antibiotik intravena,
penatalaksanaan beberapa penyakit yang menyebabkan obstruksisaluran napas
Stenosis subglotis
Penatalaksanaan:
Prinsip pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan tindakan bedah yang disebutkan
diseksi postero sagital atau plastik anorektal posterosagital. Kolostomi merupakan perlindungan
sementara. Ada dua tempat kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi yaitu
transversokolostomi (kolostomi dikolon transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi disigmoid).
Bentuk kolostomi yang mudah dan aman adalah stoma laras ganda (Double barrel).
Teknik operatif definitif (Posterior Sagital Ano-Rekto-Plasti)
Prinsip operasi:
1) Bayi diletakkan tengkurap
2) Sayatan dilakukan diperineum pada garis tengah, mulai dari ujung koksigeus sampai batas
anterior marka anus.
3) Tetap bekerja digaris tengah untuk mencegah merusak saraf.
4) Ahli bedah harus memperhatikan preservasi seluruh otot dasar panggul.
5) Tidak menimbulkan trauma struktur lain.
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Begitu diketahui, segera dirujuk ke RS
untuk dilakukan colostomy. Kolostomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuat bukaan
intestinal/kolon pada dinding abdomen. Ini memungkinkan bayi untuk dapat tetap memiliki
pasase kolon yang normal dan mencegah obstruksi kolon. Pada ujung muara kolostomi ini
dipasang sebuah kantong untuk menampung faeces yang keluar.
Deteksi prenatal:
Terdapat kemungkinan untuk menentukan adanya beberapa NTD terbuka selama masa prenatal.
Pemindaian ultra suara pada uterus dan peningkatan konsentrasi alfafetoprotein (AFP), suatu
gamma, globulin yang spesifik pada fetus, dalam cairan amnion mengindikasikan adanya
arensefali atau mielomeningokel. Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan diagnostic ini
adalah pada usia gestasi 16 dan 18 minggu, sebelum konsentrasi AFP yang normalnya menurun,
dan pada saat yang tepat untuk melakukan aborsi terapeutik.
Pengambilan sampel virus koronik (chorionic villus sampling, CVS) juga merupakan
pemeriksaan untuk diagnostik NTD pada masa prenatal. Prosedur diagnostic di atas
direkomendasikan untuk semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan
pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil. Selain itu, rencana kelahiran dengan sesar
dapat menurunkan disfungsi motorik. (Donna L. Wong; Hal-1425)
Penatalaksanaan:
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah rupture.
Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan
pada saat kelahiran. Pencangkokan kulit diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik
diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada
tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai system tubuh.
Untuk spina bifida okulta atau maningokel tidak diperlukan pengobatan
Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang meningokel, secara bedah diperlukan.
Apabila dilakukan perbedahan secara bedah, maka perlu dipasang suatu pirau (shunt) untuk
memungkinkan drainase CSS dan mencegah timbulnya hidrosefalus dan peningkatan tekanan
intrakranium.
Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi kerusakan neurologis yang
terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis.
Prognosis setelah pembedahan biasanya baik.
C. Hidrosefalus (dilatasi ventrikel yang progresif disebabkan adanya timbunan cairan cerebrospinalis
yang berlebihan)
Hydrochepalus berasal dari kata Hydro : air dan Cephalus : kepala. Secara medisnya, kondisi
Hydrocephalus merupakan "Penumpukan cairan cerebrospinal ( CSF ) dikepala sehingga
menyebabkan pembesaran ruang di otak ( ventrikel )"
Dalam kondisi normal, otak memiliki sistim sirkulasi cairan ventrikular yang terdiri dari 4
ventrikel dan saling dihubungkan satu sama lain dengan sebuah jalur sempit. CSF(Cerebrospinal)
mengalir melalui ventrikel dan keluar ke tempat penampungan dibagian otak, membasahi
permukaan otak & tulang belakang, kemudian diserap darah dalam tubuh. Cerebrospinal atau
CSF merupakan cairan yang membungkus otak & tulang belakang.
Fungsi CSF(Cerebrospinal)adalah sebagai 'Shock Absorber' & melindungi otak Sebagai media
transportasi nutrisi ke otak & mengangkut zat yang tidak berguna keluar dari otak Mengalir
antara tempurung kepala & tulang belakang guna mengkompensasi perubahan volume darah
dalam otak.
Keseimbangan sirkulasi (penyerapan & produksi) CSF sangat penting. Apabila keseimbangan ini
tergangung maka bisa mengakibatkan pembengkakan (Hydrocephalus) yang menghasilkan
tekanan pada otak. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan karena bisa menyebabkan cacat semumur
hidup bahkan kematian.
c. Pengeluaran cairan CSS ke dalam organ ekstrakranial yaitu caara terbaik ke dalam vena
jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil yang memungkinkan penagliran CSS ke satu
arah. Tindakan ini mudah terjadi infeksi sekunder/ sepsis
Klasifikasi Hidrosefalus:
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan:
1) Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus
tersembunyi (occult hydrocephalus).
2) Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3) Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4) Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan
adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif
menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus
arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada
saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus
ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua
(Darsono, 2005).
Penyebab Hidrosefalus:
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu
tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang
subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Hassan et al, 1985).
Swaiman and Wright (1981) mengelompokkan etiologi hidrosefalus berdasarkan proses
kejadiannya sebagai berikut :
1) Kongenital
Agenesis korpus kalosum, stenosis akuaduktus serebri, anensefali dan disgenesis serebral,
genetis.
2) Degeneratif
Histiositosis, inkontinensia pugmenti, dan penyakit Krebbe.
3) Infeksi
Post meningitis, TORCH, kista-kista parasit, lues kongenital.
4) Kelainan metabolisme
Penggunaan isotretionin (Accutane) untuk pengobatan akne vulgaris, antara lain dapat
menyebabkan stenosis akuaduktus, sehingga terjadi hidrosefalus pada anak yang dilahirkan. Oleh
karena itu penggunaan derivat retinol (vit. A) dilarang pada wanita hamil (Lott et al, 1984).
5) Trauma
Seperti pada perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, disamping organisasi darah itu sendiri yang
mengakibatkan terjadinya sumbatan yang mengganggu aliran CSS.
6) Neoplasma
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap aliran
CSS, antara lain tumor ventrikel III, tumor fossa posterior, papilloma pleksus koroideus,
leukemia, dan limfoma.
7) Gangguan vaskuler
Dilatasi sinus dural, trombosis sinus venosa, malformasi v. Galeni, malformasi arteriovenosa.
Penyebab:
1. Faktor Heriditer
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25%
bersifat dominan.
a. Mutasi gen.
b. Kelainan kromosom.
2. Faktor Eksternal / Lingkungan :
a. Faktor usia ibu
b. Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (Schardein, 1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid,
Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat
menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
c. Nutrisi
d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
e. Radiasi
f. Stres emosional
g. Trauma, (trimester pertama)
h. Faktor hormonal
i. Faktor mekanik
Patofisiologi:
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan
bibir yang terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi
mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara.
Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada bayi yang
langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak.
Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap,
keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas berefek
terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran nafas
atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa
menyebar sampai ke telinga.
(a) Celah bibir unilateral
(b) celah bibir dan
c) Celah bibir dan
(d) Celah palatum palatum unilateral palatum bilateral
Labioskizis merupakan kelainan yang terjadi akibat gagalnya jaringan lunak (struktur tulang untuk
menyatu selama perkembangan embrio.
a. Manifestasi Klinis:
Pada labio Skisis:
1) Distorsi pada hidung
2) Tampak sebagian atau keduanya
3) Adanya celah pada bibir
b. Pada palato skisis:
1) Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive.
2) Adanya rongga pada hidung
3) Distorsi hidung
4) Teraba aa celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
5) Kesukaran dalam menghisap atau makan
Komplikasi:
1) Gangguan bicara dan pendengaran
2) Terjadinya otitis media
3) Asirasi
4) Distress pernafasan
5) Risiko infeksi saluran nafas
6) Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
A. Saran
Bagi pelayanan kesehatan khususnya pada kesehatan ibu hamil sangat diperhatikan agar tidak
akan terjadi adanya kececatan bawaan yang semakin meningkat dan berulang, maka dari itu
perlu adanya pemberian health education pada ibu yang hamil yang memiliki usia yang beresiko,
serta pemberian papan bener pada rumah sakit maupun ditempat pelayanan kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus. 2010. Ilmu Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC