Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

DENGUE HEMORAGIC FEVER PADA ANAK

Referat ini di buat untuk melengkapi persyaratan mengikuti

Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU. Haji Medan

Pembimbing :

Dr. Nurdiani, Sp.A

Disusun Oleh :

Ahmad Wildan Haryadi (20360128)

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusuran Referat

referat ini dengan judul “Imunisasi ”. Penyelesaian referat ini banyak bantuan dari berbagai

pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang

sangat tulus kepada Dr. Nurdiani Sp.A selaku pembimbing yang telah banyak memberikan

ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan kepada kammi untuk menyelesaikan Referat ini.

Penulis menyadari baha Referat ini tentu tentu tidak lepas dari kekurangan

karena kebatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan

masukan dan saran yang membangun. Semoga Referat ini dapat memberikan manfaat.

Cianjur, juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................

Daftar Isi................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................

A. Latar Belakang...............................................................................

B. Tujuan............................................................................................

C. Manfaat..........................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................

A. Definisi ..........................................................................................

B. Epidemiologi..................................................................................

C. Etiologi ..........................................................................................

D. Klasifikasi......................................................................................

E. .........................................................................................

F. .......................................................................................................

G. .......................................................................................................

H. .......................................................................................................

I. .......................................................................................................

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUUAN
A. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,


imunisasi adalah bentuk kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan RI untuk
mencegah terjadinya penyakit menular. Imunisasi merupakan salah satu bentuk
nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Sustainable Development Goals
(SDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak.
Imunisasi adalah suatu upaya pemberian kekebalan kepada seseorang secara
aktif terhadap suatu penyakit. Seseorang yang mendapatkan imunisasi berarti telah
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu, sehingga apabila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan. Namun, anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal
terhadap penyakit yang lainnya. Lebih dari 1,4 juta anak di dunia meninggal setiap
tahunnya karena penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi.
Imunisasi terdiri dari imunisasi wajib dan pilihan. Imunisasi wajib terbagi
menjadi imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin
terbagi atas imunisasi dasar dan lanjutan. Sasaran target imunisasi lanjutan meliputi
anak usia bawah dua tahun (baduta), anak usia Sekolah Dasar (SD), dan Wanita
Usia Subur(WUS).
Meskipun imunisasi secara luas dianggap sebagai alat yang efektif untuk
menghentikan beban terkait PD3I (penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi),
masih ada lebih dari 3 juta orang meninggal akibat PD3I tiap tahun nya dengan 1,5
juta diantaranya adalah anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Seperti kita ketahui, bahwa di masyarakat masih ada pemahaman yang
berbeda mengenai imunisasi, sehingga masih banyak bayi dan balita yang tidak
mendapatkan pelayanan imunisasi. Alasan yang disampaikan orangtua mengenai
hal tersebut, antara lain karena anaknya takut panas, sering sakit, keluarga tidak
mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta
sibuk/repot. Karena itu, pelayanan imunisasi harus ditingkatkan di berbagai
tingkat unit pelayanan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan referat ini untuk mengatahui dan memahami
imunisasi dasar pada bayi sebagai upaya pencegahan primer terhadap suatu
penyakit dan sebagai salah satu pemenuhan tugas kepanitraan anak Fakultas
Kedokteran Universitas Malahayati.

C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan tentang hal imunisasi dasar pada bayi
2. Menambah informasi kapan seharusnya imunisasi dilakukan dan seberapa
pentingnya imunisas harus didadapatkan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit
dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit
yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu
saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami
sakit ringan.
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap
suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak
menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan
pasif maupun aktif.
Dalam dunia kesehatan dikenal tiga pilar utama dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat, yaitu preventif atau pencegahan, kuratif atau pengobatan, dan rehabilitatif.
Dua puluh tahun terakhir, upaya pencegahan telah membuahkan hasil yang dapat
mengurangi kebutuhan kuratif dan rehabilitatif. Imunisasi sendiri merupakan suatu upaya
pencegahan primer guna menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang dapat
mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat.
Di Indonesia, program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan Program
Imunisasi (PPI) yang dilaksanakan sejak tahun 1977. Imunisasi yang termasuk dalam PPI
adalah Hep.B, BCG, polio, DTP, Hib, dan campak.

Tujuan imunisasi adalah untuk melindungi individu terhadap penyakit yang


dapat dicegah dengan imunisasi, mengurangi prevalensi penyakit pada penyakit, dan
mengeradikasi penyakit tersebut. Penyakit yang telah berhasil dieradikasi adalah
penyakit cacar (variola). Imunisasi dapat mencegah 2-3 juta kematian yang disebabkan
oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) (Soejatmiko et al., 2015).
Imunisasi dapat mencegah kematian yang disebabkan difteri, tetanus, pertusis, dan
measles dan apabila cakupan imunisasi dapat dioptimalkan angka kematian dapat
diturunkan lagi sebanyak 1,5 juta jiwa.
B. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO tahun 2002, setiap tahun terjadi kematian sebanyak 2,5
juta balita, yang disebabkan penyakit yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Radang paru
yang disebabkan oleh pneumokokus menduduki peringkat utama (716.000 kematian),
diikuti penyakit campak (525.000 kematian), rotavirus (diare), Haemophilus influenza tipe
B, pertusis dan tetanus. Dari jumlah semua kematian tersebut, 76% kematian balita terjadi
dinegara-negara sedang berkembang, khususnya Afrika dan Asia Tenggara (termasuk
Indonesia).
WHO mengatakan bahwa penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui vaksinasi
akan dapat diatasi bilamana sasaran imunisasi global tercapai. Dalam hal ini bisa tercapai
bila lebih dari > 90% populasi telah mendapatkan vaksinasi terhadap penyakit.

C. Tujuan
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi)
atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti imunisasi cacar. Keadaan
yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat di tularkan
manusia.
Sasaran dari pemberian imunisasi tidak hanya pada anak-anak, tetapi juga
mencakup wanita hamil (awal kehamilan – 8 bulan), wanita usia subur (calon mempelai).
Pada anak-anak, imunisasi diberikan dimulai sejak bayi dibawah umur 1 tahun (0 – 11
bulan) sampai anak sekolah dasar (kelas 1 – kelas 6).

D. Manfaat
Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan
oleh pemerintah dengan menurunya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang
dapat di cegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang di sebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan
cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikolog pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin akan menjalani
masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang
terencana, agar sehat dan berkualitas.
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara.
E. Jenis-jenis Imunisasi
Imunisasi dibagi menjadi dua yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
a. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk
memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat
aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan
untuk upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi
bakteri maupun virus .Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil
memberikan antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir
trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui
plasenta adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat
terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah
immunoglobulin A (LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat
terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibodi
tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya.Kekebalan yang diperoleh
dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama, sebab kadar zat-zat anti yang
meningkat dalam tubuh anak bukan sebagai hasil produksi tubuh sendiri,
melainkan secara pasif diperoleh karena pemberian dari luar tubuh. Salah satu
contoh imunisasi pasif adalah Inmunoglobulin yang dapat mencegah anak dari
penyakit campak (measles).
b. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan
selama bertahun-tahun.Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan mati”.
Vaksin yang hidup mengandung bakteri atau virus (germ) yang dilemahkan,
tetapi dapat menginfeksi tubuh dan merangsang pembentukan antibodi. Vaksin
yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan toksit yang
dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid. Contohnya
adalah imunisasi polio atau campak
Saat ini menurut WHO terdapat 25 vaksin yang telah ditemukan dan dipergunakan
di seluruh dunia (available vaccine) serta masih ada 24 vaksin yang sedang dalam proses
penelitian dan pengembangan (Pipeline vaccines). Berikut adalah tabel available vaccine
dan pipeline vaccine:

Available Vaccine Pipeline Vaccine


Kolera Campylobacter jejuni
Dengue (Dengvaxia) Chagas Disease
Difteria Chikungunya
Hepatitis A Dengue
Hepatitis B Enterotoxigenic Escherichia coli
Hepatitis E Enterovirus 71 (EV71)
Haemophilus influenza type b (Hib) Group B Streptococcus (GBS)
Human papimolavirus (HPV) Herpes Simplex Virus
Influenza HIV-1
Japanese encephalitis Human Hookworm Disease
Malaria Leishmaniasis Disease
Measles Malaria
Meningococcal meningitis Nipah Virus
Mumps Nontyphoidal Salmonella Disease
Pertusis Norovirus
Pneumococcal disease Paratyphoid fever
Rabies Respiratory Syncytial Virus (RSV)
Rotavirus Schistosomiasis Disease
Rubella Shigella
Tetanus Staphylococcus aureus
Tick-orne encephalitis Streptococcus pneumoniae
Tuberculosis (BCG) Streptococcus pyrogenes
Typoid Tuberculosis
Varicella Universal Influenza Vaccine
Yellow fever

F. Imunisasi Program Nasional


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 42 tahun 2013
tentang penyelengaraan imunisasi terdapat enam imunisasi dasar dalam program imunisasi
nasional yaitu imunisasi hepatitis B, BCG, DTP, Hib, Polio, dan campak. Sejak tahun 2014
digunakan vaksin kombinasi DTP-HB-Hib atau dikenal sebagai vaksin Pentabio. Vaksin ini
digunakan di seluruh fasilitas kesehatan pemerintah dan diberikan pada umur 2,3,4 bulan
dengan vaksin ulangan pada usia 18 bulan.

G. Imunisasi Dasar Pada Bayi


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang
penyelenggaraan imunisasi, pasal 6 dinyatakan imunisasi dasar merupakan
imunisasi yang diberikan kepada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Adapun
jenis imunisasi dasar pada bayi terdiri dari :
1. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit
infeksi yang dapat merusak hati.Kini paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap
hepatitis B aktif dengan risiko penularan kepada bayinya sebesar 45%.
Kementerian kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0
monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin
kombinasi DTwP/Hepatitis B pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin
hepatitis B diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah
pemberian dan meningkatkan cakupan hepatitis B3 yang masih rendah.
Vaksin hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, mengingat
vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif
untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu
kepada bayinya. Vaksin hepatitis B diberikan sebaiknya 12 jam setelah
lahir dengan syarat kondisi bayi dalam keadaan stabil, tidak ada
gangguan pada paru-paru dan jantung. Vaksin diberikan secara
intramuskular dalam. Pada neonatus dan bayi diberikan di anterolateral
paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan di regio deltoid.
Interval antara dosis pertama dan dosis kedua minimal 1 bulan,
memperpanjang interval antara dosis pertama dan kedua tidak akan
mempengaruhi imunogenisitas atau titer antibodi sesudah imunisasi
selesai.
Untuk ibu dengan HbsAg positif, selain vaksin hepatitis B
diberikan juga hepatitis immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml di sisi tubuh
yang berbeda dalam 12 jam setelah lahir. Sebab, Hepatitis B
Imunoglobulin (HBIg) dalam waktu singkat segera memberikan proteksi
meskipun hanya jangka pendek (3-6 bulan).

Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan


imunisasi kedua, sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak
terpendek 2 bulan dari imunisasi kedua. Bila dosis ketiga terlambat,
diberikan segera setelah memungkinkan. Efek samping yang terjadi
umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara.
Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari.
2. Imunisasai Bacillus Calmette Guerin (BCG)
Imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberculosis (TBC) pada anak (Proverawati dan
Andhini, 2010). Bacille Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin hidup
yang dibuat dari myobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-
3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen tetapi masih
mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG berisi suspensi
myobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan. Vaksinasi BCG
tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi resiko terjadi
tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier .
Vaksin BCG diberikan pada umur < 2 bulan, Kementerian
Kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur 1
bulan dan sebaiknya pada anak dengan uji Mantoux (Tuberkulkin)
negatif. Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan. Efek proteksi
timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi bervariasi
antara 0-80 %, berhubungan dengan beberapa faktor yaitu mutu
vaksin yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau
faktor pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain) .

Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikkan


vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,55 cc untuk
bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa.
Pemberian imunisasi ini dilakukan secara Intrakutan di daerah lengan
kanan atas. Disuntikkan kedalam lapisan kulit dengan penyerapan
pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan, agar dapat
dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang
sangat halus (10mm, ukuran 26).
Imunisasi BCG tidak boleh digunakan pada orang yang reaksi uji
tuberkulin > 5 mm, menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi
infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid,
obat imuno-supresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe,
menderita gizi buruk, menderita demam tinggi, menderita infeksi
kulit yang luas, pernah sakit tubercolusis, dan kehamilan.
Efek samping reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG
yaitu setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi
dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula,
kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus,
karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan.
Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher.
Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan
demam.
3. Imunisasi Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau
Diphteria Pertusis Tetanus- Hepatitis B-Hemophilus influenza type B
(DPT- HB-HiB)
Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspense homogeny yang berisikan
difteri murni, toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen
permukaan hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak infeksius dan
komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul
polisakarida Haemophillus influenza tipe b (Hib) tidak infeksius yang
dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus.
Vaksin ini digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus,
pertusis (batuk rejan), hepatitis B dan infeksi Haemophilus influenza
tipe b secara simultan. Strategic Advisory Group of Expert on
Immunization (SAGE) merekomendasikan vaksin Hib dikombinasi
dengan DPT-HB menjadi vaksin pentavalent (DPT-HB-Hib) untuk
mengurangi jumlah suntikan pada bayi. Penggabungan berbagai
antigen menjadi satu suntikan telah dibuktikan melalui uji klinik,
bahwa kombinasi tersebut secara materi tidak akan mengurangi
keamanan dan tingkat perlindungan.
Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib diberikan sebanyak 3 (tiga)
kali pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Pada tahap awal hanya diberikan pada
bayi yang belum pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB. Apabila
sudah pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB dosis pertama atau
kedua, tetap dilanjutkan dengan pemberian imunisasi DPT-HB
sampai dengan dosis ketiga. Untuk mempertahankan tingkat
kekebalan dibutuhkan imunisasi lanjutan kepada anak batita sebanyak
satu dosis pada usia 18 bulan.
Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak berbeda
secara bermakna dengan vaksin DPT, Hepatitis B dan Hib yang
diberikan secara terpisah. Untuk DPT, beberapa reaksi lokal sementara
seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi suntikan disertai
demam dapat timbul. Vaksin hepatitis B dan vaksin Hib dapat
ditoleransi dengan baik. Reaksi lokal dapat terjadi dalam 24 jam setelah
vaksinasi dimana penerima vaksin dapat merasakan nyeri pada lokasi
penyuntikkan. Reaksi ini biasanya bersifat ringan dan sementara, pada
umumnya akan sembuh dengan sendirinya dan tidak memerlukan
tindakan medis lebih lanjut.
Terdapat beberapa kontraindikasi terhadap dosis pertama DPT,
kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan
saraf serius lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen
pertusis. Dalam hal ini vaksin tidak boleh diberikan sebagai vaksin
kombinasi, tetapi vaksin DT harus diberikan sebagai pengganti DPT,
vaksin Hepatitis B dan Hib diberikan secara terpisah.

Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi


berat dan ensefalopalopati pada pemberian vaksin sebelumnya.
Keadaan lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah bila
pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang perlu
mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada pemberian pertama
dijumpai riwayat demam tinggi, respon dan gerak yang kurang
(hipotonik-hiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis terus selama
2 jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT.
Pemberian vaksin sebaiknya ditunda pada orang yang berpenyakit
infeksi akut. Vaksin DPT, baik bentuk DtaP maupun DTwP, tidak
diberikan pada anak kurang dari usia 6 minggu. Sebab, respons
terhadap pertusis dianggap tidak optimal. Vaksin pertusis tidak boleh
diberikan pada wanita hamil

4. Imunisasi Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah
penyakit poliomielitis. Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun
1950, Inactivated (Salk) Poliovirus Vaccine (IPV) mendapat lisensi
pada tahun 1955 dan langsung digunakan secara luas. Pada tahun
1963, mulai digunakan trivalen virus polio secara oral (OPV) secara
luas. Enhanced potency IPV yang menggunakan molekul yang lebih
besar dan menimbulkan kadar antibodi lebih tinggi mulai digunakan
tahun 1988. Perbedaan kedua vaksin ini adalah IPV merupakan virus
yang sudah mati dengan formaldehid, sedangkan OPV adalah virus
yang masih hidup dan mempunyai kemampuan enterovirulen, tetapi
tidak bersifat patogen karena sifat neurovirulensinya sudah hilang
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, IV) dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan
diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat
masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut
anak. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk
menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan
keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai
pada tingkat yang tertinggi.

Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang


menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang
ditimbulkan akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
Namun, jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka
dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh).Vaksinasi polio tidak
dianjurkan diberikan pada keadaan ketika seseorang sedang demam
(>38,5°C), obat penurun daya tahan tubuh, kanker, penderita HIV,
Ibu hamil trimester pertama, dan alergi pada vaksin polio. Pernah
dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah pemberian
vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat
menimbulkan gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot.

5. Imunisasi Campak
Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit campak. pemberian vaksin campak diberikan 1 kali pada
umur 9 bulan secara subkutan walaupun demikian dapat diberikan secara
intramuskuler dengan dosis sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya imunisasi
campak dosis kedua diberikan pada program school based catch-up
campaign, yaitu secara rutin pada anak sekolah SD kelas 1 dalam program
BIAS (Ranuh, 2014).

Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif,


dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal
(berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak
adalah bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak mendapatkan
imunisasi kedua sehingga merekalah yang menjadi target utama pemberian
imunisasi campak. kadar antibodi campak tidak dapat dipertahankan
sampai anak menjadi dewasa. Pada usia 5-7 tahun, sebanyak 29,3% anak
pernah menderita campak walaupun pernah diimunisasi. Sedangkan
kelompok 10-12 tahun hanya 50% diantaranya yang mempunyai titer
antibodi di atas ambang pencegahan. Berarti, anak usia sekolah separuhnya
rentan terhadap campak dan imunisasi campak satu kali saat berumur 9
bulan tidak dapat memberi perlindungan jangka panjang.
Efek samping yang timbul dari imunisasi campak seperti demam lebih
dari 39,5°C yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai dijumpai pada
hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat
dijumpai pada 5% resipian timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan akibat
imunisasi yang terjadi jika seseorang telah memperoleh imunisasi pada
saat inkubasi penyakit alami. Terjadinya kejang demam, reaksi berat jika
ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti ensefalitis dan
ensefalopati pasca imunisasi.diperkirakan risiko terjadinya kedua efek
samping tersebut 30 hari sesudah imunisasi sebanyak 1 diantara 1 milyar
dosis vaksin.
Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer , pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi
organ, mereka yang mendapat pengobatan imunosupresif jangka panjang
atau anak immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi
HIV tanpa immunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap
campak, bisa mendapat imunisasi campak.

H. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi


Sesuai dengan Permenkes Nomor 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi, jadwal pemberian imunisasi dasar pada bayi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi Usia (0-11 bulan)
Waktu Pemberian (usia) Jenis imunisasi yang diberikan
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak
Catatan : Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta,
Imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.

I. Penyakit Yanng Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)


Secara umum tujuan kegiatan imunisasi sesuai dengan Progam
Pengembangan Imunisasi (PPI) yang mulai dilaksanakan di Indonesia pada
tahun 1977 berfokus pada pencegahan penularan terhadap beberapa PD3I yaitu
Hepatitis B, Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio serta Campak.

J. Tata Cara Pemberian Imunisasi


Tata cara pemberian imunisasi merupakan rangkaian proses mulai dari penyimpana
vaksin, rantai vaksin, persiapan imunisasi, pemberian imunisasi, pencatatan dan pelaporan,
serta pengelolaan sisa vaksin.
Ada 8 hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian imunisasi yaitu :
1. Benar Anak
Sebelum dilakukan anamnesis perlu dipastikan identitas anak sesuai dengan
identitas dalam catatan medis. Identitas dipastikan dengan mencocokkan nama
lengkap, tanggal lahir, dan nomor rekam medis. Selain itu perlu dipastikan anak dalam
keadaan sehat serta tidak ada indikasi kontra yang akan diberikan saat ini.
2. Benar Jadwal
Saat akan dilakukan imunisasi perlu dipertimbangkan umur anak, riwayat
imunisasi, serta interval imunisasi sebelumnya. Pemberian dua jenis vaksin hidup yang
dilemahkan dapat diberikan bersamaan, namun apabila terpisah maka interval minimal
adalah 4 minggu. Pemberian vaksin inaktif dapat digabung dengan vaksin inaktif lain
maupun vaksin hidup yang dilemahkan.

3. Benar Vaksin dan Pelarut


Sebelum digunaka vaksin perlu diperiksa apakah botol mengalami kerusakan atau
retao, tanggal kadalwarsa, dan vaksin dalam keadaan baik. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah warna, kejernihan, apakah ada endapan dan Vaccine Vial Monitor
(VVM).
 Warna vaksin: vaksin polio harus berwarna kuning oranye, bila warna berubah
pucat atau kemerahan berarti pH telah berubah. Vaksin toksoid, rekombinan dan
polisakarida umumnya berwarna putih jernih sedikit berkabut

 Vaccine Vial Monitor: VVM untuk menilai apakah vaksin sudah pernah terpapar suhu
diatas 8 C dalam waktu lama atau belum. VVM dicek dengan membandingkan warna
kotak segi empat dengan warna lingkaran disekitarnya.

 Uji kocok: dilakukan apabila vaksin dicurigai pernah membeku. Vaksin dikocok
kemudian diamati mulai 15 hingga 60 menit bila masih terdapat endapan atau
gumpalan berarti vaksin pernh membeku dan vaksin tersebut tidak boleh digunakan
 Pelarut: bila vaksin perlu dilarutkan gunakan pelarut yang telah disediakan untuk
vaksin tersebut. Vaksin perlu diberi label yang memuat keterangan, tanggal dan jam
dilarutkan, tanggal dan jam kadalwarsa, nama dan tanda tangan yang melarutkan
vaksin.

4. Benar Dosis
Dosis vaksin untuk anak umumnya adalah 0,5 mL untuk vaksin DTP-HB-Hib, DT,
Td, campak, dan Hepatitis B. Dosis vaksin OPV adalah 2 tetes. Dosis vaksin BCG anak
< 1th adalah 0,05 mL sedangkan untuk anak lebih dari 1 tahun adalah 0,1 mL. Dosis
vaksin influenza untuk anak 6 bulan sampai kurang dari 3 tahun adalah 0,25 mL
sedangkan anak lebih dari 3 th adalah 0,5 mL.
5. Benar Rute, Panjang Jarum, dan Teknik penyuntikan
 Rute : Vaksin DTP, Hepatitis B, disuntikkan secara intramuskuler (IM). Vaksin
campak secara subkutan (SK). Vaksin polio inaktif bisa secara intramuskuler (IM)
atau subkutan (SK). Vaksin BCG disuntikkan secara intrakutan (IK).
 Panjang jarum: untuk penyuntikan intramuskuler jarum yang digunakan ukuran
22-25 G. Untuk penyuntikan subkutan digunakan 23-25 G

Tabel. Panjang dan lokasi penyuntikan intramuskuler

Klasifikasi Umur Panjang Jarum Lokasi Penyuntikan


(inch)
Bayi baru lahir 5/8 Anterolateral femoralis
Bayi s.d 1 th 1 Anterolateral femoralis
Anak 1-2th 1-1 ¼ Anterolateral femoralis
5/8 -1 Otot deltoid
Anak 3-18 th 1-1 ¼ Anterolateral femoralis
5/8 -1 Otot deltoid

Tabel. Panjang dan lokasi penyuntikan subkutan

Klasifikasi Umur Panjang Jarum Lokasi Penyuntikan


(inch)
Bayi s.d 1 th 5/8 Jaringan lemak pada
anterolateral otot paha
Anak 1 th s.d 5/8 Jaringan lemak pada
remaja anterolateral otot paham
atau jaringan lemak diats
otot triceps

 Teknik pemberian vaksin

Rute Teknik
Intramuskuler Menggunakan jarum sesuai umur anak dan cukup
panjang untuk mencapai otot
Tekan kulit sekitar dengan ibu jari dan telunjuk saat
jarum ditusukkan
Suntikkan dengan arah 90 terhadap kulit
Penyuntikan pada anterolateral paha atau deltoid.
Pada daerah tersebut tidak ada pembuluh darah besar
sehingga tidak perlu aspirsi. Namun, bila saat
penyuntikan terdapat darah maka vaksin tidak boleh
dipakai
Untuk vaksin dengn lebih dari satu suntikan dapat
diberikan pada ekstremitas berbeda
Subkutan Melakukan cubit tebal pada tempat suntikan
Suntikkan dengan arah 45 terhadap kulit
Untuk suntikan multipel diberikan pada ekstremitas
berbeda
Intrakutan Menggunakan semprit tuberkulin jarum pendek dan
kecil
Arah 10-15 terhahap kulit
Vaksin disuntikkan sampai terbentuk indurasi
Polio oral Membuka tutup botol vaksin
Meneteskan 2 tetes vaksin dengan memijat bagian
tengah dropper secara perlahan.
6. Benar Lokasi
Penyuntikan intramuskuler dilakukan di otot paha anterolateral yaitu vastus lateralis
quadriceps femoris untuk bayi sampai anak berumur 2 tahun. Untuk anak umur 3 tahun
ke atas penyuntukan dapat dilakukan pada otot deltoid.

Gambar. Vastus lateralis

Gambar. Otot deltoid

Penyuntikan subkutan dapat dilakukan diotot paha anterolateral untuk bayi berusia
kurang dari 12 bulan dan pada otot tricep bagian atas dan luar untuk anak berusia
diatas 12 bulan.
Gambar. Penyuntikan subkutan dengan cara cubit tebal
Vaksin BCG dilakukan secara intradermal dengan cara meletakkan jarum hampir
sejajar lengan kanan anak dengan lubang jarum menghadap ke atas.

Gambar. Lokasi penyuntikan vaksin BCG


7. Benar dokumentasi
Setelah imunisasi perlu dilakukan pencatatan yang meliputi tanggal imunisasi,
nama vaksin, produsen vaksin, nomor lot atau batch vaksin, tanggal kadalwarsa, lokasi
penyuntikan, nama dan tandatangan atau paraf penyuntik. Orang tua perlu mendapat
penjelasan tentang manfaat, kejadian ikutan pasca imunisasi yang mungkin terjadi dan
cara menanggulanginya. Selanjutnya anak perlu diobservasi 30 menit setelah imunisasi
untuk mewaspadai terjadinya reaksi anafilaksis.
8. Benar Perlakuan Imbah dan Sisa Vaksin
Setelah imunisasi semprit dimasukkan ke dalam ktak tidak tembus jarum, dan
selanjutnya dibawa ke tempat penghancuran (insenerator). Sisa vaksin bila disimpan
dalam suhu 2-8 C dan tidak terkena sinar matahari, dapat digunakan dalam jangka
waktu tertentu. Sisa vaksin BCG dapat digunakan dalam 3 jam setelah dilarutkan,
vaksin campak 6 jam setelah dilarutkan. Untuk pelayanan imunisasi dalam gedung
vaksin DTP, DTP-HB-Hib, Td, TT dapat disimpan sampai 4 minggu; vaksin polio oral
sampai 2 minggu. Untuk dapat dipakai lagi vaksin belum kadalwarsa harus disimpan di
suhu 2-8 C, VVM baik, tidak pernah teredam air, dan sterilitias terjaga.

K. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


Banyak dijumpai terjadi pada imunisasi ulang pada seseorang yang telah memiliki

imunitas sebagian akibat imunisasi dengan vaksin campak dari virus yang dimatikan.

Kejadian KIPI imunisasi campak teleh menurun dengan digunakkanya vaksin campak yang

dilemahkan.Gejala KIPI berupa demam yang lebih dari 39.5˚c yang terjadi pada 5-15 %

kasus,demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlansung selama 2

hari.Berbeda dengan infeksi alami demam tidak tinggi,walaupun demikian peningkatan

suhu tubuh tersebut dapat meransang terjadinya kejang. Ruam dapat timbul pada resipien

pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlansung selama 2-4 hari.

Tabel. Perbedaan Jenis Vaksin, Gejala Klinis, dan Waktu terjadi

Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Waktu timbul

Toksoid Syok anafilaksis 4 jam

Neuritis brakialis
Tetanus(DTP, 2-18 hari
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan
DT, TT) Tidak tercatat
kematian

Syok anafilaksis
Pertusis 4 jam
Ensefalopati
Whole cell 72 jam
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan
(DTPw) Tidak tercatat
kematian

Syok anafilaksis 4 jam


Campak
Ensefalopati 5-15 hari
Tidak tercatat

7-30 hari

6 bulan

Polio paralisis 30 hari

Polio Polio paralisis pada resipien


hidup imunokompromais
6 bulan
(OPV) Komplikasi akut termasuk kecacatan
dan kematian

Syok anafilaksis 4 jam

Hepatitis B Komplikasi akut termasuk kecacatan dan


Tidak tercatat
kematian

BCG BCG itis 4-6 minggu

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang harus di laporkan

a. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) terjadi dalam waktu 48


jam setelah imunisasi (satu gejala atau lebih)

1. Anafilaksis

2. Syok

3. Episode Hipotonik Hiporesponsif

b. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) terjadi dalam waktu 30


hari setelah imunisasi (satu gejala atau lebih)

1. Ensefalopati

2. Kejang

3. Meningitis aseptik

4. Trombositopenia

5. Lumpuh layu (acute flaccid paralysis)


6. Meninggal

Untuk mengurangi risiko timbulnya KIPI, harus diperhatikan apakah


resipien termasuk dalam kelompok berisiko, yaitu:

1. Anak yang pernah mendapat reaksi vaksinasi yang tidak


diinginkan harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI daerah untuk
penanganan segera dan Pokja KIPI pusat dengan mempergunakan
formulir pelaporan yang telah tersedia.
2. Bayi berat lahir rendah. Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi
kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah (1) titer imunitas pasif
melalui transmisi maternal lebih rendah daripada bayi cukup bulan, (2)
apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram), imunisasi ditunda
dan diberikan apabila bayi telah mencapai berat 2000 gram atau bayi
berumur 2 bulan, (3) imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan
atau lebih, kecuali apabila diketahui ibu mengandung hbsag, dan (4)
3. Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin
polio diberikan secara suntikan (IPV) sehingga tidak menyebabkan
penyebaran virus polio melalui tinja.
4. Pasien imunokompromais. Keadaan imuno-kompromais dapat
terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan
(pengobatan kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Vaksinasi
dengan mempergunakan vaksin hidup merupakan indikasi kontra pada
pasien imuno-kompromais. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan
kortikosteroid dosis kecil dan dalam waktu pendek. Pada anak dengan
pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2mg/kg berat badan/hari atau
prednison 20 mg/hari selama 14 hari, maka imunisasi ditunda. Imunisasi
dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan,
atau 3 bulan setelah kemoterapi selesai.
5. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin,
imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan untuk
menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.

Pada pelaksanaannya penyebab KIPI tidaklah mudah ditentukan. Untuk


menentukan penyebab KIPI diperlukan keterangan rinci mengenai riwayat
pemberian vaksin terdahulu, adakah ditemukan alternatif penyebab, kerentanan
individu terhadap vaksin, kapan KIPI terjadi (tanggal, hari, jam), bagaimana gejala
yang timbul, berapa lama interval waktu sejak diberi vaksin sampai timbul gejala,
apakah dilakukan pemeriksaan fisis serta ditunjang dengan pemeriksaan
laboratorium, serta pengobatan apa yang telah diberikan. Dari data yang tersedia
kemudian diperlukan analisis kasus untuk mengambil kesim-pulan
BAB III

KESIMPULAN

Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk membentuk antibodi
spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. Walaupun cakupan imunisasi
tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan
imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”.

Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya adalah
dengan meningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh dengan pemberian imunisasi.

Imunisasi merupakan bagian yang penting dalam tahap kehidupan seorang anak karena
berfungsi sebagai pencegahan primer terhadap penyakit infeksi. Dalam imunisasi aktif atau
vaksinasi, sistem imunitas tubuh dirangsang untuk mengenali dan memproduksi antibodi terhadap
suatu bakteri atau virus penyebab penyakit tertentu sehingga tubuh memiliki pertahanan yang lebih
baik jika sewaktu-waktu terinfeksi.

Oleh karena itu, sangat penting bagi orangtua dan petugas kesehatan untuk memastikan
seorang anak mendapatkan imunisasi sesuai jadwalnya khususnya imunisasi yang diwajibkan. Jika
imunitas pada masyarakat tinggi, maka risiko terjadinya penularan dan wabah juga akan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman, jenson: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th edition, Saunders. Hal 620-

623

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Pengelolaan Vaksin. Jakarta:


Depkes RI

Depkes RI. 2005. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Depkes RI

http://eprints.umm.ac.id/41481/3/BAB%20II.pdf

Meadow R, Newell S.. Lectures notes pediatdrika. Edisi ke tujuh. Penerbit Erlangga.

Jakarta.2005.

Ranuh, IG.N.G., Suyitno, H., Hadinegoro, S.R.S., et al. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia
Edisi Kelima. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

Satgas Imunisasi PP IDAI. 2014. Panduan Imunisasi Anak. Edisi 1. Jakarta: Kompas

Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010

WHO. 2008. Module 1: Cold Chain, vaccine and Safe-Injection Equipment Management.
http://www.paho.org/immunization/toolkit/resources/paho-publication/mid-level-
management-training/Module-1-Cold-chain-vaccines-and-safe-injection-equipment-
management.pdf?ua=1. [diakses tanggal 6 Agutus 2020]

Anda mungkin juga menyukai