Anda di halaman 1dari 7

TEORI APRESISASI SASTRA ANAK- 3

Modul 3

Ieori & Pendekatan dalam Mengapresiasi Sastra

Pendekatan diartikan sebagai proses membuat atau cara mendekati, diartikan pula sebagai usaha
dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan objek yang diteliti atau
metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Sedangkan mengapresiasi adalah
memberikan pengertian, pemahaman, dan penghargaan. Jadi mengapresiasi sastra adalah
seluruhkegiatan yang berusaha memberikan penilain makna yang diemban pengarang. Dalam
mengapresiasi sastra 4 tipe pendekatan berdasarkan keseluruhan situasi karya sastra, alam
(universe) pembaca, pengarang (artist), dan karya sastra, yaitu pendekatan mimetik, pendekatan
ekspresif, pendekatan pragmatik, dan pendekatan objektif.

Pendekatan dalam Karya Sastra

1. Pendekatan Mimetik

Pendekatan mimetik ialah pendekatan yang menganggap karya sastra itu merupakan tiruan,
cerminan, ataupun resperentasi alam maupun kehidupan atau dunia ide. Kriteria yang dikenakan
pada karya sastra adalah “kebenaran” representasi objek-objek yang digambarkan ataupun yang
hendak digambarkan.

Pandangan tentang mimetic pertama kali diungkapkan oleh filsuf terkenal yaitu Plato yang
kemudian diungkapkan lagi oleh muridnya yaitu Aristoteles. Plato berpendapat bahwa seni
hanyalah tiruan alam yang nilainya jauh di bawah kenyataan dan ide. Menurutnya lagi, seni
adalah sesuatu yang rendah, yang hanya menyajikan suatu ilusi tentang kenyataan dan tetap jauh
dari kenyataan.
Berbeda dengan Plato, Aristoteles menyatakan bahwa tiruan itu justru membedakannya dari
segala sesuatu yang nyata dan umum karena seni merupakan aktivita smanusia. Dalam sebuah
penciptaan sastrawan tidak semata-mata meniru kenyataan melainkan sekaligus menciptakan.

Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani ‘mimesis’ yang berarti ‘meniru’,‘tiruan' atau
‘perwujudan’. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimetic diartikan sebagai sebuah
pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra
dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat
menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara
persoalan filsafat dengan kehidupan (Ravertz dalam Qutbi, 2013).

Secara umum, mimetik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang memandang karya sastra
sebagai tiruan atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata. Mimetik juga dapat diartikan
sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk suatu karya sastra dengan didasarkan
pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami dan kemudian dikembangkan menjadi suatu karya
sastra dengan penambahan skenario yang timbul dari daya imajinasi dan kreatifitas pengarang
dalam kehidupan nyata tersebut.

Berikut beberapa pengertian mimetik menurut para ahli:

Plato mengungkapkan bahwa sastra atau seni hanya merupakan peniruan (mimesis) atau
pencerminan dari kenyataan.

Aritoteles berpendapat bahwa mimetik bukan hanya sekedar tiruan, bukan sekedar potret dan
realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya.

Raverzt berpendapat bahwa mimetik dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang mengkaji
karya sastra yang berupay auntuk mengaitkan karya sastra dengan realita satau kenyataan.

Abrams mengungkapkan pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik
beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.

Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-
teori tentang seni seperti dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad
ke abad sangat memengaruh iteori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg
dalam Qutbi, 2013).
2. Pendekatan Ekspresif

Pendekatan ekspresif ialah pendekatan yang menganggap karya sastra itu sebagai ekspresi,
luapan, pikiran, ucapan perasaan segai hasil imajinasi pengarang. Orientasi ini cenderung
menimbang karya saatra dengan keasliannya, kesejatiannya, atau kecocokan dengan visium atau
keadaan pikiran dengan kejiwaan pengarang.

Pendekatan ekspresif adalah teori yang memberi perhatian utamanya pada proses kreatif
pengarang dalam menciptakan karya sastra. Penyebab utama terciptanya karya sastra adalah
penciptanya sendiri. Itulah sebabnya penjelasan tentang kepribadian dan kehidupan pengarang
adalah metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra (Wellek, 1989: hal 89).

Adapun analisis pendekatan ekspresif Abrams terhadap karya sastra membutuhkan langkah-
langkah sebagai berikut:

Pengenalan dan pemahaman terhadap obyek yang dianalisis dengan cara membaca dengan
cermat karya sastra yang akan dianalisis untuk menemukan masalah-masalah yang penting
dalam karya tersebut.

Pengumpulan kepustakaan yang mungkin bisa menunjang proses analisis karya sastra agar lebih
akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.

Pemahaman secara mendalam dan detail mengenai pengarang berdasarkan data-data yang
diperlukan, misalnya menelusuri biografi secara lengkap dari dini hingga tumbuh dewasa dan
latar belakang kehidupan pengarang supaya bisa menemukan sikap dan ideologi pengarang.
Selanjutnya mencari-tahu pengalaman-pengalaman penting yang dialaminya dan membaca
karya-karya lain dari si pengarang agar bisa menemukan karakter, psikologis/kejiwaan,
pandangan dan pedoman hidup dari si pengarang. Misalnya menemukan ekspresi ketabahan,
keteguhan, keimanan, serta kebiasaan pengarang dalam karya sastra yang disampaikan melalui
kisah antar tokoh. Pendekatan ekspresif meyakini jika suatu karya sastra memiliki pencipta yang
sangat berpengaruh dalam pemaknaan cerita dan hanya menfokuskan diri terhadap pengarang,
baik latar belakang kehidupan, psikologis atau kejiwaan maupun sikap dan pandangan hidup si
pengarang.

Pendekatan kritik ekspresif ini menekankan kepada penyair dalam mengungkapkan atau
mencurahkan segala pikiran, perasaan, dan pengalaman pengarang ketika melakukan proses
penciptaan karya sastra. Pengarang menciptakannya berdasarkan subjektifitasnya saja, bahkan
ada yang beranggapan arbitrer. Padahal, ekspresif yang dimaksud berkenaan dengan daya
kontemplasi pengarang dalam proses kreatifnya, sehingga menghasilkan sebuah karya yang baik
dan sarat makna.
Para kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur
pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan
dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan,
kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin pengarang/keadaan pikiranya.

Langkah-langkah dalam menerapkan pendekatan ekspresif adalah sebagai berikut:

Seorang kritikus harus mengenal biografi pengarang karya sastra yang akan dikaji.

Melakukan penafsiran pemahan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra, seperti
tema, gaya bahasa/ diksi, citraan, dan sebagainya. Menurut Todorov dalam menafsirkan unsur-
unsur karya sastra bisa dengan cara berspekulasi, sambil juga meraba-raba, tetapi sepenuhnya
memiliki kesadaran diri, dari pada merasa memiliki pemahaman tetapi masih buta. Artinya,
seorang kritikus boleh bebas melakukan penfasiran pemahaman terhadap unsur-unsur yang
membangun sebuah karya sastra.

Mengaitkan hasil penafsiran dengan berdasarkan tinjauan psikologis kejiwaan pengarang.


Asumsi dasar penelitian psikologi sastra antara lain dipengaruhi oleh anggapan bahwa karya
sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi
setengah sadar (subconcius) setelah jelas baru dituangkan kedalam bentuk secara sadar
(conscius). Dan kekuatan karya sastra dapat dilihat dari seberapa jauh pengarang mampu
mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra.

3. Pendekatan Pragmatik

Pendekatan pragmatik ialah pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai sarana untuk
mencapai tujuan tertentu kepada (bagi) pembaca (tujuan keindahan, jenis emosi, atau
pendidikan). Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin
memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun
sepanjang.

Berdasarkan beberapa literatur yang berkaitan dengan pendekatan pragmatik, ada pula yang
menekankan kepada struktur bahasa, aspek makna tertentu, dan hakikat ketergantungan dengan
konteks. Pragmatik adalah studi tentang hubungan-hubungan antarbahasa dengan konteks yang
gramatikalisasi atau dikodekan dalam struktur suatu bahasa. Pragmatik adalah studi tentang
semua aspek makna yang tidak terliput dalam teori semantik. Pragmatik adalah studi tentang
hubungan antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar untuk uraian pemahaman bahasa.
Pragmatik adalah studi tentang kemampuan pemakaian bahasa untuk memadankan kaliamat
dengan kontek yang tepat. Pragmatik adalah studi tentang dieksis, implikasi, prasuposisi, tidak
ujar, dan aspek struktur wacana.

Menurut para ahli, pendekatan pragmatik dapat didefinisikan sebagai berikut:

Menurut Teeuw (1994), teori pendekatan pragmatik adalah salah satu bagian ilmu sastra yang
merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap
dan pemberi makna terhadap karya satra.

Relix Vedika (Polandia), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang tak ubahnya artefak
(benda mati) pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi.

Dawse (1960), pendekatan pragmatik merupakan interpensi pembaca terhadap karya sastra
ditentukan oleh apa yang disebut “horizon penerimaan” yang mempengaruhi kesan tanggapan
dan penerimaan karya sastra.

Pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat memberi
kesenangan dan kaidah bagi pembacanya dengan begitu pendekatan ini menggabungkan unsure
pelipur lara dan unsure dedaktif. Pemanfaatan pendekatan ini harus berhadapan dengan
realitifitas konsep keindahan dan konsep nilai dedaktif. Setiap genersai, setiap kurun tertentu di
haruskan menceritakan nilai keindahan hal itu tidak berarti bahwa interprestasi hanya subjektif
belaka.

4. Pendekatan Objektif

Pendekatan objektif menganggap karya sastra itu sebagai sesuatu yang mandiri, otonom, bebas
dari pengarang, pembaca dan bunia sekelilingnya. Orientasi ini cenderung menerangkan karya
sastra atas kompleksitas, koherensi keseimbangan integritas, dan saling hubungan antar unsur
yang membentuk karya sastra.

Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai
struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis karya sastra secara
strukturalisme. Sehingga pendekatan strukturalisme dinamakan juga pendekatan objektif. Semi
(1993: 67) menyebutkan bahwa pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif,
pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk
menanggapi karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya
sastra itu sendiri. Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-bagian karya
sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri dari bagian-
bagian.
Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis berdasarkan
strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas
pula dari efeknya pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw (1984: 134), yang penting hanya close
reading, yaitu cara membaca yang bertitik tolak dari pendapat bahwa setiap bagian teks harus
menduduki tempat di dalam seluruh struktur sehingga kait-mengait secara masuk akal
(Pradotokusumo, 2005: 66).

Jeans Peaget menjelaskan bahwa di dalam pengertian struktur terkandung tiga gagasan, Pertama,
gagasan keseluruhan (whoneles), dalam arti bahwa bagian-bagian menyesuaikan diri dengan
seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-
bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), yaitu struktur itu menyanggupi
prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru.
Ketiga, gagasan mandiri (Self Regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal dari luar dirinya
untuk mempertahankan prosedur transformasinya. Sekaitan dengan itu Aristoteles dalam
Djojosuroto (2006: 34) menyebutkan adanya empat sifat struktur, yaitu: order (urutan teratur),
amplitude (keluasan yang memadai), complexity (masalah yang komplek), dan unit (kesatuan
yang saling terjalin).

Sejalan dengan konsep dasar di atas, memahami sastra strukturalisme berarti memahami karya
sastra dengan menolak campur tangan dari luar. Jadi memahami karya sastra berarti memahami
unsur-unsur yang membangun struktur. Dengan demikian analisis struktur bermaksud
memaparkan dengan cermat kaitan unusr-unsur dalam sastra sehingga menghasilkan makna
secara menyeluruh. Rene Wellek (1989: 24) menyatakan bahwa analisis sastra harus
mementingkan segi intrinsik. Senada dengan pendapat tersebut Culler memandang bahwa karya
sastra bersifat otonom yang maknanya tidak ditentukan oleh hal di luar karya sastra itu. Istilah
lainnya anti kausal dan anti tinjauan historis (Djojosuroto, 2006: 35).

Rujukan:

Baligh, Muhammad Jammal. 2014. Pendekatan Ekspresif. Makalah. Universitas Wiralodra.


Indramayu.

Djojosuroto, Kinayati. 2006. Pengajaran Puisi Analisis dan Pemahaman. Bandung: Nuansa.

Indriani, Sri. 2015. Analisis Sastra dengan Pendekatan Pragmatik. (Online).


https://lotusfeet16.wordpress.com/2015/06/18/analisis-sastra-dengan-pendekatan-pragmatik/
(diakses Januari 2017).

Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.


Qutbi, dkk. 2013. Pendekatan Mimetik: diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah "Teori
Sastra" pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang diampu oleh: Imas
Juidah, M. Pd. Makalah. Universitas Wiralodra. Indramayu.

Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Teeuw.A. 1984. Satra dan Ilmu Satra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wellek dan Warren. 1989. Teori Kasusastraan. Gramedia Pustaka: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai