Anda di halaman 1dari 54

KEPEMIMPINAN

OLEH

JUITA EPELINA SINAMBELA

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


DIREKTORAT PASCASARJANA
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2020
A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk suatu kelompok menuju pencapaian sebuah visi
atau tujuan yang ditetapkan. Kepemimpinan dapat secara formal maupun informal yang
timbul diluar struktur organisasi. Tidak semua pemimpin adalah para manajer dan tidak
semua manajer adalah para pemimpin, karena dengan adanya hak-hak yang dimiliki oleh
manajer, tidak menjamin mereka untuk dapat memimpin secara efektif.
Kepemimpinan dalam Bahasa Inggris disebut leadership. Beberapa pengertian
kepemimpinan, antara lain;
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemimpin memiliki arti: orang yang memimpin,
sedangkan kepemimpinan memiliki arti: perihal pemimpin dan atau cara memimpin.
Sehingga kepemimpinan sangat dekat dengan seni, teknik, dan atau metode
memimpin suatu kelompok untuk mencapai tujuan.
2. J.A. Klein dan P.A. Pose (1986); Kepemimpinan adalah suatu rangkaian bagaimana
mendistribusikan pengaturan dan situasi pada suatu waktu tertentu.
3. Bernards M. Bass, (1990); Kepemimpinan merupakan suatu interaksi antara anggota
suatu kelompok sehingga pemimpin merupakan agen pembaharu, agen perubahan,
orang yang perilakunya akan lebih mempengaruhi orang lain daripada perilaku orang
lain yang mempengaruhi mereka, dan kepemimpinan itu sendiri timbul ketika satu
anggota kelompok mengubah motivasi kepentingan anggota lainnya dalam kelompok.
4. Menurut Ralph M. Stogdill dalam Sutarto (1998); Kepemimpinan adalah suatu proses
mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisasi dalam usaha
mereka menetapkan dan mencapai tujuan.
5. Sutarto (1998); Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa
kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
6. R Terry (1998); Mengemukakan kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri
seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam
hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

B. Teori Kepemimpinan
Teori Kepemimpinan menurut Bolden, dkk (2003) yaitu:
1. Teori Great Man:

Dasar kepemimpinan adalah kepercayaan bahwa seseorang ditakdirkan jadi pemimpin,


sifat pemimpin dibawa sejak lahir ( dilahirkan menjadi pemimpin). Teori ini berlaku pada
zaman Yunani kuno dan zama Roma. Namun menurut (Golding, 2003) tidak seluruhnya
teori ini dapat diterima pada saat ini karena menjadi pemimpin bisa dicapai melalui
pendidikan dan
pengalaman.
2. Model Teori Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership):
3. Menurut teori ini pemimpin mempunyai sejumlah daftar karakteristik kepemimpinan yang
harus dimiliki seorang pemimpin. Penelitian Siagian (2002), ada enam kategori faktor
pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu:
 Kapasitas,

 Prestasi,

 Tanggung jawab,

 Partisipasi,

 Status

 Situasi,

Penelitian ini mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para

pemimpin, seperti : kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara,

kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain .

Teori ini ditinggalkan karena tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara

watak pribadi pemimpin, keberhasilan kepemimpinan dan para pengikut. Para peneliti

lainnya mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi,

yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara

pemimpin dan pengikut (Thoha, 2000; Ward King, 2002; Golding, 2003; Henckle, 2004).

4. Model Behaviourist Theorist:

Fokus teori ini adalah tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin tanpa memperhatikan

karakteristiknya. Teori ini lebih memetingkan bagaimana perilaku seseorang dapat

menentukan keefektifan kepemimpinannya dan tindakan yang dilakukan

pemimpin.Penelitian di Michigan mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yang

berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada pekerjaan dan employed-

centered yang berorientasi pada karyawan (Rivai, 2003).

5. Model Kepemimpinan Situasional:


Teori ini menekankan bagaimana pembawaan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin,
tergantung pada situasi yang sedang dihadapi. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi
kinerja pemimpin, yaitu: 1). Sifat struktural organisasi, 2). Iklim atau lingkungan organisasi,
3). Karakteristik tugas atau peran dan 4). Karakteristik bawahan. Namun demikian model ini
masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan
kepemimpinan (leadership skills) yang lebih efektif dalam situasi tertentu.

6. Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model):

Teori ini berpusat pada sudut pandang identifikasi situasi dan meramalkan gaya
kepemimpinan yang paling sesuai dan efektif.
 Menurut (Bolden, dkk, 2003) bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektivitas
kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style)
dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya, atau
kesesuaian antara karakteristik watak pribadi dan tingkah laku pemimpin dengan
variabel-variabel situasional.
 Menurut Fiedler dalam ( Golding, 2003) ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kesesuaian situasi, yaitu:
1). Hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations):
2). Struktur tugas (the task structure): Sejauhmana tugas-tugas sudah didefinisikan
dan sudah dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku,
3). Kekuatan posisi (position power) yang dicapai lewat otorita formal: Sampai
sejauhmana pemimpin menanamkan rasa memiliki dan nilai dari tugas-tugas mereka
masing-masing.

7. Model Kepemimpinan Kepemimpinan Transaksional:

Model ini mengadalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada

bawahannya dalam mencapai tujuan. Pemimpin transaksional pada hakikatnya menekankan

kewajiban melalui reward dan punishment untuk mencapai tujuan organisasi, memotivasi

bawahan melakukan tanggung jawab dengan mengandalkan pada sistem pemberian

penghargaan dan hukuman kepada bawahannya.

Menurut Rivai (2003), pemimpin yang transaksional yaitu pemimpin yang memandu atau

memotivasi, pengikut mereka dalam arah dan tujuan yang ditegaskan dengan memperjelas

peran dan tuntutan tugas.

8. Model Kepemimpinan Transformasional:


Penggagas model ini adalah Burns pada tahun 1978, masih relatif baru namun sudah

dipakai secara luas dalam berbagai bidang baik bisnis, kesehatan, pendidikan, psycholog.

Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan

transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan

karakteristik kepemimpinan, karena pemimpin memberikan pertimbangan dan rangsangan

intelektual yang diindividualkan dan memiliki karisma (Bolden, dkk, 2003).

Kepemimpinan transformasional mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam

pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, juga menggabungkan

dan menyempurnakan konsep-konsep model kepemimpinan terdahulu.

h) Model Jalur-Tujuan (Path-Goal): Seperti telah diketahui bahwa pengembangan teori

kepemimpinan selain pendekatan secara kontingensi dapat pula didekati dari teori path-goal

yang mempergunakan kerangka motivasi. Usaha pengembangan teori path-goal ini

sebenarnya telah dimulai oleh Georgepoulos dari Institut Penelitian Sosial Universitas

Michigan, kemudian teori ini dikembangkan oleh Robert J. House, pemimpin menjadi efektif

karena pengaruh motivasi mereka yang positif. Teorinya disebut sebagai jalur-tujuan karena

memfokuskan pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi bawahannya pada tujuan

kerja, tujuan pengembangan diri dan jalan untuk mencapai tujuan, maka teori path-goal

memasukkan 4 (empat) tipe atau gaya kepemimpinan sebagai berikut:

1) Kepemimpinan Direktif, tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis karena

dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan, 2) Kepemimpinan yang mendukung

(Supportive), mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati

dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya, 3).

Kepemimpinan Partisipatif, pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran

dari bawahannya, namun untuk mengambil keputusan masih berada padanya,

4). Kepemimpinan berorientasi pada prestasi, pemimpin menetapkan serangkaian tujuan yang

menantang para bawahannya untuk berpartisipasi (Thoha, 2000).

i) Tipe Laissez Faire: Ciri khas seorang pemimpin yang Laissez Faire adalah cenderung
memilih peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri,

bersikap permisif dengan prinsip setiap anggota organisasi boleh bertindak sesuai dengan hati

nuraninya untuk mencapai tujuan organisasi, sebab setiap manusia pada prinsipnya memiliki

rasa solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma, bertanggung jawab (Golding, 2003;

Jansenn, 2004; Henckle, 2004).

a. Kepemimpinan Mutu

Kepemimpinan mutu adalah perilaku pimpinan menjalankan mutu dalam organisasinya.

Perilaku pemimpin membangun komitmen dalam organisasinya terlihat dari gaya kepemimpinan

yang diterapkannya. Perilaku pemimpin transformasional membangkitkan motivasi kerja dan

kepuasan kerja bawahannya melalui proses hubungan antara atasan dan bawahan yang didasari

nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan asumsi-asumsi mengenai visi dan misi organisasi dilandasi

oleh pertimbangan pemberdayaan potensi manusia (Henckle, 2004; Golding, 2003; Janssen,

2004).

Pemimpin tranformasional juga diyakini mampu membangun komitmen organisasional

karyawan melalui upaya-upaya untuk memberdayakan dan mentransformasi para bawahannya,

sedangkan kepemimpinan transaksional adalah proses hubungan atasan dan bawahan melalui

proses transaksi dan pertukaran (exchanges process) yang bersifat ekonomis berdasarkan

pertimbangan ekonomi (Podsakoff, dkk dalam Pareke, 2004).

d. Total Quality Management (TQM)/Manajemen Mutu Terpadu

TQM (Total Quality Management) adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk

menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. berdasarkan partisipasi

semua anggotanya dan bertujuan untuk mendapatkan kesuksesan jangka panjang melalui

kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta

masyarakat (Choy, 2002).


TQM telah memperoleh ketenaran sebagai sebuah metoda yang merubah operasional

organisasi menjadi lebih efisien dan efektif, TQM merupakan paradigma baru dalam

menjalankan bisnis yang berupaya memaksimumkan daya saing organisasi melalui: fokus pada

kepuasan konsumen, keterlibatan seluruh karyawan, dan perbaikan secara berkesinambungan

atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi, implementasi TQM juga

berdampak positif terhadap biaya produksi dan terhadap pendapatan (Gaspersz, 2005).

Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari penerapan prinsip TQM sudah lama dikenal dan

dimanfaatkan dalam pengoperasian pabrik, saat ini sudah meluas ke organisasi pelayanan

kesehatan, hasilnya diyakini menunjukkan peningkatan dan perbaikan sikap kerja (kepuasan

kerja, komitmen organisasi, iklim kerja, dan adanya daya saing) (Choy, 2002).

Penerapan TQM di rumah sakit mampu membuat rumah sakit bertahan dalam era

persaingan dan bisa mengangkatnya menjadi kelas dunia (Besterfield dalam Purwaningrum, dan

Kuncoro, 2007). Penerapan TQM di organisasi kesehatan

di Amerika sudah sangat luas, tahun 1994 hampir 60 persen dari organisasi pelayanan kesehatan

sudah menerapkan TQM dalam perencanaan programnya, malah beberapa organisasi sudah

merasakan sebagai suatu kebutuhan, (Donald Berwick (Bapak TQM) dalam Somer, dkk, 1994).

Filosofi TQM sudah digunakan secara luas untuk menambah kunjungan pasien, melalui

konsep peningkatan kepedulian terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, termasuk

meningkatkan pelayanan di ICU (Lindberg, 2005).

Penelitian Gavriel, dkk (2007), menemukan bahwa semakin besar diberikan wewenang

kepada direktur untuk mengelola rumah sakit (semakin terdesentralisasi) maka semakin mudah

menerapkan prinsip TQM dalam pelayanannya. Penerapan TQM bisa juga digunakan untuk

memperbaiki mutu terapi, diagnostik dan indikator penampilan rumah sakit, bahkan mampu

merubah kultur kebiasaan pekerja kesehatan yang kurang baik menjadi lebih baik (Rad, 2006),

unsur utama mendukung TQM adalah kepemimpinan (Ketut, 2008).

Kualitas menurut Juran (1989), adalah ‘kesesuaian untuk digunakan’, hal ini
berarti produk yang memenuhi harapan konsumen dan bebas dari defisiensi. Sedangkan Deming
dalam Peterson (2004), berpendapat kualitas adalah: mempertemukan kebutuhan dan harapan
konsumen secara berkelanjutan atas harga yang telah mereka bayarkan. Pengertian kualitas lebih
luas dalam delapan dimensi menurut Philip (2000), adalah sebagai berikut: (1). Kinerja
(performance): karakteristik operasi suatu produk utama, (2). Ciri-ciri atau keistimewaan
tambahan (feature), (3). Kehandalan (reliability): probabilitas suatu produk tidak berfungsi atau
gagal, (4). Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), (5). Daya tahan
(durability), (6). Kemampuan melayani (serviceability), (7). Estetika (estethic): bagaimana suatu
produk dipandang dirasakan dan didengarkan, dan (8). Ketepatan kualitas yang dipersepsikan
(perceived quality).
BAB III

PEMBAHASAN

Dalam kepemimpinan ada beberapa unsur dan karakter yang sangat menentukan untuk
pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut Gibb dalam Salusu (2006:203), ada empat elemen
utama dalam kepemimpinan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu pemimpin yang
menampilkan kepribadian pemimpin, kelompok, pengikut yang muncul dengan berbagai
kebutuhannya, sikap serta masalah-masalahnya, dan situasi yang meliputi keadaan fisik dan
tugas kelompok.

A. Dasar-dasar dan Prinsip Kepemimpinan

Menurut U.S. Army, ada sebelas dasar kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin

1. Layak Teknis: Seorang pemimpin harus paham tugasnya dan memiliki pemahaman kuat
terhadap tugas dari karyawan-karyawannya;
2. Mengembangkan rasa tanggung jawab bawahan: Membantu mengembangkan sifat karakter
baik yang membantu bawahan menunjukkan tanggung jawab professionalnya;
3. Pastikan bahwa tugasnya dipahami, diawasi dan diselesaikan: Komunikasi adalah kunci.
Seorang pemimpin harus mampu untuk berkomunikasi secara efektif. Pemimpin harus
menghabiskan seluruh harinya dengan berkutat pada komunikasi. Penelitian terdahulu
menyimpulkan bahwa manager (pemimpin organisatorial) menghabiskan 70 hingga 90
persen waktunya setiap hari dengan komunikasi serta aktivitas terkait (Barrett, [n.d]);
4. Pastikan bawahan mendapat informasi yang jelas: Paham bagaimana berkomunikasi dengan
tidak hanya staf muda tetapi staf senior dan orang lain sebaik-baiknya;
5. Pahami bawahan dan perhatikan perilakunya: selalu bersikap baik dan mengenali pentingnya
perhatian awal kepada bawahan;
6. Pahami diri sendiri dan melakukan peningkatan mutu (Kaizen): Selain memahami diri
sendiri, pemimpin harus memahami siapa dirinya, apa yang ia ketahui, dan apa yang bisa ia
lakukan. Melakukan peningkatan dari diri sendiri berarti terus melakukan penguatan
terhadap perilaku. Hal ini bisa tercapai melalui belajar sendiri, pendidikan formal, pelatihan,
refleksi, dan interaksi dengan orang lain (pergaulan)
7. Buat keputusan yang jelas dan permanen: Gunakan metode penyelesaian masalah yang
bagus, pembuatan keputsan dan perencanaan.
8. Mencari tanggungjawab dan mengambil tindakan di atasnya: cari jalan untuk membimbing
organisasi anda ke level baru. Apabila hal-hal menjadi tidak benar, jangan menyalahkan
orang lain. Analisis situasinya, lakukan tindakan perbaikan, dan segera bergerak mencari
tantangan baru.
9. Berikan contoh: Jadilah suri teladan yang baik bagi bawahan. Bawahan tidak harus hanya
diberi tahu apa yang menjadi target mereka tetapi juga melihat bagaimana pemimpin
mewujudkan dan mengejawantahkan kualitas dan etika organisasi. Pemimpin harus
mewujudkan apa yang menjadi harapan bawahan saat terlihat oleh mereka.
10. Latih sebagai anggota tim: Jangan hanya berfokus pada divisi anda, bagian, atau bawahan,
tetapi bayangkan seluruh organisasi sebagai suatau keasutan yang harus belajar dan sukses
bersama.
11. Gunakan kemampuan penuh dari organisasi anda: Dengan mengembangkan semangat
organisasi, anda akan mampu untuk memanfaatkan kemampuan dari seluruh anggota
organisasi menuju tujuannya.
B. Fungsi Kepemimpinan

Menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi
sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin
berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha menjadi bagian
didalam situasi sosial kelompok atau organisasinya.

Kemudian menurut Yuki (1998) fungsi kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi dan
mengarahkan karyawan untuk bekerja keras, memiliki semangat tinggi, dan memotivasi tinggi
guna mencapai tujuan organisasi.

9. Peranan Pemimpin

Peranan pemimpin yang sangat perlu dilaksanakan seorang pemimpin yaitu : (1) Membantu
kelompok dalam mencapai tujuannya, (2) Memungkinkan para anggota memenuhi kebutuhan,
(3) Mewujudkan nilai kelompok, (4) Merupakan pilihan para anggota kelompok untuk mewakili
pendapat mereka dalam interaksi dengan pemimpin kelompok lain, (5) Merupakan fasilitator
yang dapat menyelesaikan konflik kelompok (Sulaksana 2002:7).

10. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan suatu upaya pendekatan metode kepemimpinan dari


pemimpin kepada yang dipimpin.

Terdapat enam macam gaya kepemimpinan yang ada:

1. Otokratik / Otoriter
Kepemimpinan otokratik adalah bentuk ekstrim dari kepemimpinan transaksional di mana
pemimpin memiliki kekuatan penuh (totalitarian) terhadap staf/bawahan. Staff dan anggota tim
memiliki kesempatan kecil untuk menyalurkan pendapat, meskipun hal ini adalah hal yang
menarik bagi anggota tim atau organisasi. Keuntungan dari sistem ini adalah paling efisien.
Keputusan dapat dibuat secara cepat serta usaha untuk menerapkan keputusan tersebut dapat
dilakukan sesegera mungkin. Kerugian dari sistem ini, kebanyakan bawahan membenci sistem
ini. Kepemimpinan otokratik paling baik diterapkan di dalam kondisi krisis, di mana keputusan
harus dibuat secara cepat dan tanpa ada perdebatan.

2. Birokrat

Kepemimpinan birokratis mengikuti aturan secara ketat dan meyakinkan bawahannya bahwa
mereka juga mengikuti aturan yang serupa. Sistem ini merupakan sistem yang cocok untuk
pekerjaan yang memasukkan risiko kerja yang berbahaya (seperti bekerja dengan mesin, dengan
zat beracun, dan pada ketinggian) atau di mana menyertakan sejumlah uang yang banyak.
Kepemimpinan birokratis juga sangat berguna pada organisasi di mana karyawan bekerja di
dalam rutinitas (Shaefer, 2005). Kelemahan dari sistem ini adalah sangat tidak efektif di dalam
tim dan organisasi yang mengandalkan fleksibilitas, kreativitas, dan inovasi (Santrock, 2007)

3. Karismatik

Teori kepemimpinan karismatik menggambarkan apa yang diharapkan baik dari pemimpin
maupun pengikut. Kepemimpinan karismatik adalah gaya kepemimpinan yang dapat dijabarkan
tetapi dapat dirasakan kurang nyata dibandingkan pola kepemimpinan lainnya (Bell, 2013).
Sering disebut sebagai pola kepemimpinan transformasional, pemimpin karismatik
menginspirasi hasrat di dalam tim tersebut dan bersemangat di dalam memotivasi karyawan
untuk terus bergerak ke depan (progresif). Jaminan rangsangan dan komitmen dari dalam tim
merupakan aset berharga di dalam produktivitas serta mencapai tujuan. Kelemahan dari sistem
ini adalah perlunya kepercayaan diri tinggi dari pemimpin dibandingkan karyawan / bawahan.
Sistem ini bisa menjurus bahaya ke dalam proyek dan atau seluruh organisasi apabila sang
pemimpin meninggalkan. Sebagai tambahan, pemimpin karismatik mungkin percaya bahwa dia
tidak dapat bertindak salah, meskipun orang lain mengingatkannya mengenai jalur di mana ia
melangkah serta perasaan tidak terkalahkan dapat menghancurkan seluruh tim dan atau
organisasi.

4. Demokratis / Partisipatif

Pemimpin demoratis membuat keputusan akhir tetapi juga menyertakan anggota tim di dalam
membuat keputusan akhir. Sistem ini memberdayakan kreativitas dan anggota tim sering
disertakan di dalam proyek dan pengambilan keputusan. Ada banyak keuntungan kepemimpinan
demokratis. Anggota tim cenderung memiliki kepuasan bekerja yang tinggi dan cenderung
produktif karena mereka merasa ikut serta. Sistem ini juga membantu mengembangkan bakat
karyawan.

5. Laissez-Faire
Pemimpin Laissez-faire biasanya membolehkan bawahannya memiliki kuasa untuk mengambil
keputusan atas pekerjaannya (Chaudhry & Javed, 2012). Pemimpin menyediakan tim dengan
sumber daya dan bimbingan, jika diperlukan, akan tetapi tidak terlalu sering. Gaya
kepemimpinan ini dapat berjalan efektif apabila pemimpin selalu memonitor performa dan
memberikan tanggapan (feedback) kepada anggota tim secara reguler.

6. Transaksional

Gaya kepemimpinan ini dimulai dari ide bahwa anggota tim setuju untuk mematuhi
pemimpinnya apabila mereka menerima tugas. Transaksi tersebut biasanya menyertakan
organisasi akan menugaskan kepada anggota tim berdasarkan usaha dan kepatutannya.

11. Tipe Kepemimpinan

Menurut Djatmiko (2008), ada lima tipe kepemimpinan yaitu :

1. Tipe Otokratik

Dalam hal ini pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri dan
memberitahukan kepada bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para
bawahannya itu hanya berperan sebagai pelaksana karena mereka tidak dilibatkan sama skali
dalam proses pengambilan keputusan.

2. Tipe Peternalistik

Seorang pimpinan yang paternalistik dalam menjalankan organisasi menunjukkan


kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut:

 Dalam hal pengambilan keputusan kecenderungannya adalah menggunakan cara


mengambil keputusan sendiri, kemudian menjual kepada bawahannya tanpa melibatkan
bawahan dalam pengambilan keputusan.
 Hubungan dengan bawahan lebih banyak bersifat bapak dan anak.

3. Tipe Kharismatik

Pemahaman yang lebih mendalam tentang kepemimpinan yang bersifat kharismatik


menunjukkan bahwa sepanjang persepsi yang dimilikinya tentang keseimbangan antar
pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan dengan para bawahan seorang pimpinan
kharismatik nampaknya memberikan penekanan pada dua hal tersebut.

4. Tipe Laizessz Faire

Persepsi pimpinan yang Laizessz Faire tentang pentingnya pemeliharaan keseimbangan antara
orientasi pelaksanaan tugas dan orientasi pemeliharaan hubungan sering terlihat bahwa
aksentuasi diberikan pada hubungan ketimbang pada penyelesaian tugas. Titik tolak pemikiran
yang digunakan ialah bahwa jika dalam organisasi terdapat hubungan yang intim antara seorang
pemimpin dengan para bawahan, dengan sendirinya para bawahan itu akan terdorong kuat untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara bertanggung jawab.

5. Tipe Demokratik

Ciri pimpinan yang demokratik dalam hal pengambilan keputusan tercermin pada tindakannya
mengikutsertakan para bawahan dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Pemeliharaan
hubungan tipe demokratik biasanya memberikan penekanan kuat pada adanya hubungan yang
serasi, dalam arti terpeliharnya keseimbangan antara hubungan yang formal dan informal.
Seorang pemimpin yang demokratik cenderung memperlakukan para bawahannya sebagai rekan
kerja, juga menjaga keseimbangan antara orientasi penyelesaian tugas dan orientasi hubungan
yang bersifat relasional.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada berbagai teori kepemimpinan antara lain; Great Man Theories , Teori Sifat
(Traits Theories), Teori Perilaku (Behaviourist Theories), Teori Situasional
(Situasional leadership), Teori Kontijensi (Contingency Theory), Teori Transaksional
(Transactional Theory), Teori Transformasional (Transformational Theory), Teori
Otokratis Dan Pemimpin Otokratis, Teori Psikologis, Teori Sosiologis, Teori
Suportif, Teori Laissez Faire, Teori Kelakuan Pribadi, Teori Sifat Orang-Orang
Besar, Teori Humanistik/Populistik.
B. Saran
Diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, dan apabila terjadi kekurangan dan
kekeliruan dalam penulisan pemakalah menerima kritik yang membangun agar tidak
terjadi kesalahan kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan. 2012. Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka
Cipta

Kartono, Kartini. 2008. Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah kepemimpinan abnormal itu?.
Jakarta: Rajawali Press

Kurniadin, Didin; Machali, Imam. 2014. Manajemen Pendidikan. : Konsep & Prinsip
Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Siagian, Sondang P. 2003. Teori Dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta

Subarino, kk. 2011. Kepemimpinan Integratif: Sebuah Kajian Teori. Jurnal Manajemen
Pendidikan No. 01/Th VII
Wulandari, Suci. 2003. Kepemimpinan Dalam Organisasi:Perspektif Teoritik Dan
Metodologi. Bogor: Puslitbang Perkebunan, Bogor. Jurnal Ilmiah Kesatuan Vol. 5 No.
2
Yudiaatmaja, Fridayana. 2013. Kepemimpinan: Konsep, Teori Dan Karakternya. Universitas
Pendidikan Ganesha. Jurnal Media Komunikasi Fis Vol 12, No 2

Yukl, Gary. 1989. Managerial Leadership: A Review of Theory and Research. Journal of
Management Vol 15 No 2
Yukl, Gary. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Indeks

SISTEM KESEHATAN NASIONAL


Oleh :

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


DIREKTORAT PASCASARJANA
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia sekaligus investasi dalam pembangunan bangsa.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan,
dengan tujuan guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesehatan mempunyai peranan
besar dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat, maka dari itu semua negara berupaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Pelayanan kesehatan berarti setiap
upaya yang sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan
perorangan, kelompok ataupun masyarakat.
Sistem kesehatan di Indonesia telah mulai dikembangkan sejak tahun 1982 yaitu ketika
Departemen Kesehatan RI menyusun dokumen system kesehatan di Indonesia yang disebut
Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Penyusunan dokumen tersebut didasarkan pada tujuan
nasional bangsa Indonesia sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dibentuklah program pembangunan nasional secara menyeluruh dan
berkesinambungan. Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan
tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun
pemerintah.

B. Rumusan Masalah
Apakah Pengertian dan Uraian Sistem Kesehatan Nasional ?

C. Tujuan Makalah
Untuk menjelaskan Pengertian dan Uraian Sistem Kesehatan Nasional

D. Manfaat Makalah
Mahasiswa dapat mengetahui uraian jelas Pengertian dan Uraian Sistem Kesehatan
Nasional

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, menyajikan beberapa sub bab yang berisi latar belakang makalah, rumusan
masalah, tujuan makalah, manfaat makalah, dan serta sistematika penulisan makalah.

BAB II Kajian Teori, menyajikan beberapa sub bab yang berjudul apa saja teori Sistem
Kesehatan Nasional.

BAB III Pembahasan, menyajikan deskripsi Sistem Kesehatan Nasional


BAB IV Penutup, menyajikan beberapa sub bab yang yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Pengertian Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna
menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa
Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan


kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, antara lain kondisi
kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan,
keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam
mengatasi masalah-masalah tersebut.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi


pelayanan kesehatan dasar (primary health care) yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan
yang adil dan merata, pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak kepada
kepentingan dan harapan rakyat, kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan
melindungi kesehatan masyarakat, kepemimpinan, serta profesionalisme dalam pembangunan
kesehatan.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) juga disusun dengan memperhatikan inovasi atau
terobosan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan
sistem rujukan.

Pelaksanaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) harus memperhatikan:

a. cakupan pelayanan kesehatan berkualitas, adil, dan merata;

b. pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat;

c. kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan


masyarakat;

d. kepemimpinan dan profesionalisme dalam pembangunan kesehatan;

e. inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang etis dan terbukti
bermanfaat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk
penguatan sistem rujukan;

f. pendekatan secara global dengan mempertimbangkan kebijakan kesehatan yang


sistematis, berkelanjutan, tertib, dan responsif gender dan hak anak;

g. dinamika keluarga dan kependudukan;

h. keinginan masyarakat;

i. epidemiologi penyakit;
j. perubahan ekologi dan lingkungan; dan globalisasi, demokratisasi dan
desentralisasi dengan semangat persatuan dan kesatuan nasional serta kemitraan dan
kerja sama lintas sektor.

B.     Landasan Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

1. Landasan idil : Pancasila


2. Landasan konstitusional : UUD 1945, khususnya :
a. Pasal 28 A; setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dan kehidupannya
b. Pasal 28 B ayat (2); setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang
c. Pasal 28 C ayat (1); setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
d. Pasal 28 H ayat (1); setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan, dan ayat (3); setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermartabat
e. Pasal 34 ayat (2); negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memperdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan, dan ayat (3); negara bertanggungjawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak.
C.    Prinsip dasar pembangunan kesehatan

Sesuai dengan UU 17/2007 RPJPN 2005-2025, pembangunan kesehatan diarahkan


untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud.

D.    Tujuan SKN

Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi


bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan
berdaya guna, sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

E.     Kedudukan SKN

1. Suprasistem SKN
Suprasistem SKN adalah Sistem Penyelenggaraan Negara. SKN bersama dengan
berbagai subsistem lain, diarahkan untuk mencapai Tujuan Bangsa Indonesia seperti
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
2. Kedudukan SKN terhadap Sistem Nasional lain
Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang tidak hanya
menjadi tanggungjawab sektor kesehatan, melainkan juga tanggungjawab dari
berbagai sektor lain terkait yang terwujud dalam berbagai bentuk sistem nasional.
Dengan demikian, SKN harus berinteraksi secara harmonis dengan berbagai sistem
nasional tersebut, seperti :
a. Sistem Pendidikan Nasional
b. Sistem Perekonomian Nasional
c. Sistem Ketahanan Pangan Nasional
d. Sistem Hankamnas, dan
e. Sistem-sistem nasional lainnya
Dalam keterkaitan dan interaksinya, SKN harus dapat mendorong kebijakan dan
upaya dari berbagai sistem nasional sehingga berwawasan kesehatan.Dalam arti
sistem-sistem nasional tersebut berkontribusi positif terhadap keberhasilan
pembangunan kesehatan.
3. Kedudukan SKN terhadap berbagai sistem kemasyarakatan termasuk
swasta, Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan olehdukungan sistem
nilai dan budaya masyarakat yang secarabersama terhimpun dalam berbagai sistem
kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan
yangdipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkanperilaku dan
lingkungan sehat serta berperan aktif masyarakatdalam berbagai upaya kesehatan.

F.     Subsistem SKN

1. Subsistem Upaya Kesehatan


a. Pengertian
Adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya kesehatan masyarakat
(UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
b. Tujuan
Adalah terselenggaranya upaya kesehatan yang tercapai (accessible),
terjangkau (affordable), dan bermutu (quality) untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
c. Unsur-unsur utama
Terdiri dua unsur utama, yaitu upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan
upaya kesehatan perorangan (UKP):
1) UKM adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.
UKM mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan,
pemberantasan penyakit menular,  penyehatan lingkungan, dan penyediaan
sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan sediaan farmasi dan
alat kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif (bahan tambahan
makanan) dalam makanan dan minuman, pengamanan narkotika,
psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana
dan bantuan kemanusiaan.
2) UKP adalah setiap kegiatan yg dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan UKP mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pencegahan
penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan
pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan. Dalam UKP juga
termasuk pengobatan tradisional dan alternatif serta pelayanan kebugaran
fisik dan kosmetika.
d. Prinsip
1) Berkesinambungan dan paripurna
2) Bermutu, aman dan sesuai kebutuhan
3) Adil dan merata
4) Non diskriminatif
5) Terjangkau
6) Teknologi tepat guna
7) Bekerja dalam tim secara cepat dan tepat
e. Bentuk pokok
1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
a) UKM strata pertama
UKM strata pertama adalah UKM tingkat dasar, yaitu yang
mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang
ditujukan kepada masyarakat.
Ujung tombak penyelenggara UKM strata pertama adalah Puskesmas
yang didukung secara lintas sektor dan di dirikan sekurang-kurangnya
satu di setiap kecamatan. Puskesmasbertanggungjawab atas masalah
kesehatan di wilayah kerjanya.Tiga fungsi utama Puskesmas :
(1) pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
(2) pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, dan
(3) pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar
Sekurang-kurangnya ada enam jenis pelayanan tingkat dasar
yang harus dilaksanakan oleh Puskesmas, yakni promosi kesehatan;
kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana; perbaikan gizi;
kesehatan lingkungan; pemberantasan penyakit menular; dan
pengobatan dasar.
b) UKM strata kedua
UKM strata kedua adalah UKM tingkat lanjutan, yaitu yang
mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik yang ditujukan kepada masyarakat.Penanggungjawab UKM
strata kedua adalah Dinkes Kab/Kota yang didukung secara lintas
sektor.Dinkes Kab/Kota mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi
manajerial dan fungsi teknis kesehatan.Fungsi manajerial mencakup
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan kesehatan di
Kab/Kota.
c) UKM strata ketiga
UKM strata ketiga adalah UKM tingkat unggulan, yaitu yang
mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
subspesialistik yang ditujukan kepada masyarakat.Penanggungjawab
UKM strata ketiga adalah Dinkes Provinsi dan Depkes yang didukung
secara lintas sektorUpaya Kesehatan Perorangan (UKP)
1)        UKP strata pertama
UKP strata pertama adalah UKP tingkat dasar, yaitu yg
mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar
yg ditujukan kepada perorangan.Penyelenggara UKP strata pertama
adalah pemerintah, masyarakat, dan swasta yang diwujudkan melalui
berbagai bentuk pelayanan profesional, seperti praktik bidan, praktik
perawat, dll.
UKP strata pertama oleh pemerintah juga diselenggarakan oleh
Puskesmas.Dengan demikian Puskesmas memiliki dua fungsi
pelayanan, yakni pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan
kesehatan perorangan.Untuk meningkatkan cakupan, Puskesmas
dilengkapi denngan Puskesmas Pembantu,  Puskesmas Keliling,
Pondok Bersalin Desa, dan Pos Obat Desa. Pondok Bersalin Desa
dan Pos Obat Desa termasuk sarana kesehatan bersumber
masyarakat.
2)      UKP strata kedua
UKP strata kedua adalah UKP tingkat lanjutan, yaitu yang
mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik yang ditujukan kepada perorangan.Penyelenggara UKP
strata kedua adalah pemerintah, masyarakat, dan swasta yang
diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis, praktik dokter
gigi spesialis, klinik spesialis, balai pengobatan penyakit paru-paru
(BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan
jiwa masyarakat (BKJM), rumah sakit kelas C dan B non pendidikan
milik pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan BUMN), dan rumah
sakit swasta.
UKP strata kedua juga didukung oleh berbagai pelayanan penunjang
seperti apotek, laboratorium klinik, dan optik.Untuk meningkatkan
mutu perlu dilakukan berbagai bentuk program kendali mutu
penyakit paru-paru (BP4), balai kesehatan mata masyarakat
(BKMM), balai kesehatan jiwa masyarakat (BKJM), rumah sakit
kelas C dan B non pendidikan milik pemerintah (termasuk
TNI/POLRI dan BUMN), dan rumah sakit swasta.Berbagai sarana
pelayanan tersebut disamping memberikan pelayanan langsung juga
membantu sarana UKP strata pertama dalam bentuk pelayanan
rujukan medik.

3)        UKP strata ketiga


UKP strata ketiga adalah UKP  tingkat unggulan, yaitu yang
mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
subspesialistik yang ditujukan kepada perorangan. Penyelenggara
UKP strata ketiga adalah pemerintah, masyarakat, dan swasta yang
diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis konsultan, praktik
dokter gigi spesialis konsultan, klinik spesialis konsultan, rumah
sakit kelas B pendidikan dan kelas A milik pemerintah (termasuk
TNI/POLRI dan BUMN), serta rumah sakit khusus dan rumah sakit
swasta.

2.        Subsistem Pembiayaan kesehatan


a.         Pengertian
Adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya penggalian, pengalokasian, dan
pembelanjaan sumberdaya keuangan secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
b.      Tujuan
Tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara
adil dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
c.       Unsur – unsur Utama
Subsistem pembiayaan kesehatan terdiri dari tiga unsur utama, yakni pengendalian
dana, alokasi dana, dan pembelanjaan.
1. Penggalian dana adalah kegiatan menghimpun dana yang diperlukan untuk
penyelenggaraan upaya kesehatan dan atau pemeliharaan kesehatan
2.  Alokasi dana adalah penetapan peruntukan pemakaian dana yang telah berhasil
dihimpun, baik yang bersumber dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta
3.  Pembelanjaan adalah pemakaian dana yang telah dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja sesuai dengan peruntukannya dan atau dilakukan melalui
jaminan pemeliharaan kesehatan wajib atau sukarela
d.      Prinsip
1.  Jumlah dana untuk kesehatan harus cukup tersedia dan dikelola secara berdaya
guna, adil, dan berkelanjutan yang didukung oleh transparansi dan akuntabilitas
2.  Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin
3.  Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan yang
terorganisir, adil, berhasil guna dan berdaya guna melalui jaminan pemeliharaan
kesehatan baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang wajib maupun sukarela,
yang dilaksanakan secara bertahap
4.  Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal : dana sehat) atau
memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal : dana sosial
keagamaan) untuk kepentingan kesehatan.

e.       Bentuk Pokok
1.      Penggalian dana
a)      Pengendalian dana untuk UKM
1.  Sumber dana untuk UKM terutama berasal dari pemerintah baik pusat
maupun daerah, melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan dan pinjaman,
serta berbagai sumber lainnya
2.  Sumber dana lain untuk upaya kesehatan masyarakat adalah swasta serta
masyarakat.
3.  Sumber dari swasta dihimpun dengan menerapkan prinsip public private
partnership yang didukung dengan pemberian insentif, misalnya keringanan
pajak untuk setiap dana yang disumbangkan
4. Sumber dana dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh masyarakat sendiri
guna membiayai upaya kesmas, misalnya dalam bentuk dana sehat, atau
dilakukan secara pasif, yakni menambahkan aspek kesehatan dalam rencana
pengeluaran dari dana yang sudah terkumpul di masyarakat, misalnya dana
sosial keagamaan
b)      Penggalian dana untuk UKP
Sumber dana untuk UKP berasal dari masing-masing individu dalam satu kesatuan
keluarga. Bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin, sumber dananya berasal dari
pemerintah melalui mekanisme jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.

2.      Pengalokasian Dana
a)    Alokasi dana dari pemerintah
Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk UKM dan UKP dilakukan
melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik pusat maupun
daerah, sekurangkurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran
pendapatan dan belanja setiap tahunnya.
b)    Alokasi dana dari masyarakat
1.  Alokasi dana yang berasal dari masyarakat untuk UKM dilaksanakan
berdasarkan asas gotong royong sesuai dengan kemampuan.
2.  Sedangkan untuk UKP dilakukan melalui kepesertaan dalam program
jaminan pemeliharaan kesehatan wajib dan atau sukarela.
c)        Pembelanjaan :
1. UKM : Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public private
partnership.
2.  UKM dan UKP : Pembiayaan dari Dana Sehat dan Dana Sosial.
3.  Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Wajib : Pembelanjaan untuk
pemeliharaan kesmas rentan dan gakin. Untuk keluarga mampu melalui
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Wajib dan atau sukarela.
4.  Dimasa mendatang : biaya kesehatan dari pemerintah secara bertahap
digunakan seluruhnya untuk pembiayaan UKM dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan masyarakat rentan dan gakin.

3.      Subsistem SDM Kesehatan


a.       Pengertian
Adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan, serta
pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin
tercapainya derajat kesahatan masyarakat yang setinggi-tingginya.Tenaga kesehatan adalah
semua orang yang bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, baik yang memiliki
pendidikan formal kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
dalam melakukan upaya kesehatan.
b.      Tujuan
Tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi secara adil, serta
termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
c.       Unsur – unsur Utama
1.  Perencanaan tenaga kesehatan : upaya penetapan jenis, jumlah, dan kualifikasi tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan
2.  Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan : upaya pengadaan tenaga kesehatan sesuai dengan
jenis, jumlah, dan kualifikasi yang telah direncanakan serta peningkatan kemampuan sesuai
dengan kebutuhan pembangunan kesehatan
3.  Pendayagunaan tenaga kesehatan : upaya pemerataan, pemanfaatan, pembinaan, dan
pengawasan tenaga kesehatan
d.      Prinsip
1.  Pengadaan tenaga kesehatan : jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan  disesuaikan
dengan kebutuhan pembangunan kesehatan serta dinamika pasar di dalam dan luar negeri
2.  Pendayagunaan tenaga kesehatan memperhatikan asas pemerataan pelayanan kesehatan serta
kesejahteraan dan keadilan bagi tenaga kesehatan
3.  Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan pada penguasaan ilmu dan teknologi serta
pembentukan moral dan akhlak sesuai dengan ajaran agama dan etika profesi yang
diselenggarakan secara berkelanjutan
4.  Pengembangan karir dilaksanakan secara objektif, transparan, berdasarkan prestasi kerja, dan
disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan secara nasional
e.       Bentuk Pokok
1.      Perencanaan tenaga Kesehatan
a)  Kebutuhan baik jenis, jumlah maupun kualifikasi tenaga kesehatan dirumuskan dan
ditetapkan oleh pemerintah pusat berdasarkan masukan dari Majlis Tenaga Kes yang
dibentuk di pusat dan propinsi
b)  Majlis Tenaga Kesehatan : badan otonomi yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan di pusat
serta oleh Gubernur di propinsi dengan susunan keanggotaan tanda tangan wakil berbagai
pihak terkait, termasuk wakil konsumen dan tokoh masyarakat
2.      Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
a)  Standar pendidikan vokasi, sarjana dan profesi tingkat Pertama ditetapkan oleh asosiasi
institusi pendidikan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Dan diselenggarakan oleh
institusi pendidikan tenaga kesehatan yang telah diakreditasi oleh asosiasi yang
bersangkutan.
b)  Standar pendidikan profesi tingkat Lanjutan ditetapkan oleh kolegium profesi yang
bersangkutan dan diselenggarakan oleh institusi pendidikan dan institusi pelayanan
kesehatan yang telah diakreditasi oleh kolegium yang bersangkutan
c) Standar pelatihan tenaga kesehatan ditetapkan oleh organisasi profesi yang bersangkutan
d) Pendirian institusi pendidikan dan pembukaan program pendidikan harus memperhatikan
keseimbangan antara kebutuhan dan produksi tenaga kesehatan yang bersangkutan.
e)  Pendirian institusi pendidikan dan pembukaan program pendidikan untuk tenaga kesehatan
yang dibutuhkan oleh pembangunan kesehatan, tetapi belum diminati oleh swasta, menjadi
tanggungjawab pemerintah.
3.      Pendayagunaan tenaga kes
a)  Penempatan tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah dilakukan
dengang sistem kontrak kerja, yang diselenggarakan atas dasar kesepakatan secara suka
rela antara kedua belah pihak
b)  Penempatan PNS sesuai dengan kebutuhan, diselenggarakan dalam rangka mengisi
formasi peg. pusat dan peg. daerah, serta formasi tenaga kesehatan strategis, yaitu peg.
Pusat yang dipekerjakan daerah.
c)  Penempatan tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan milik swasta di dalam negeri,
diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan milik swasta yang bersangkutan melalui
koordinasi dengan pemerintah
d) Penempatan tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan di luar negeri,
diselenggarakan oleh suatu lembaga yangg dibentuk khusus dengan tugas
mengkoordinasikan pendayagunaan tenaga kesehatan ke luar negeri
e)  Pendayagunaan tenaga kes WNI lulusan luar negeri, didahului degan program adaptasi
yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan yang telah diakreditasi oleh organisasi
profesi yang bersangkutan
f)  Pendayagunaan tenaga kesehatan asing dilakukan setelah tenaga kes asing tersebut
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh organisasi profesi yang bersangkutan
g)  Pembinaan dan pengawasan praktik profesi dilakukan melalui sertifikasi, registrasi, uji
kompetensi, dan pemberian lisensi Sertifikasi : institusi pendidikan Registrasi : komite
regsitrasi tenaga kesehatan Uji kompetensi : masing-masing organisasi profesi Pemberian
lisensi : pemerintah
h)  Dalam pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan diberlakukan peraturan perundang-
undangan, hukum tidak tertulis, etika profesi
i)   Pendayagunaan tenaga masyarakat di bidang kes dilakukan secara serasi dan terpadu oleh
pemerintah dan masyarakat. Pemberian kewenangan dalam teknis kesehatan kepada tenaga
masyarakat dilakukan dilakukan sesuai keperluan dan kompetensinya.

4.   Subsistem Sediaan Farmasi,Alat Kesehatan dan Makanan (Obat dan Perbekalan


Kesehatan)
a.    Pengertian
Adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya yang menjamin ketersediaan, pemerataan,
serta mutu obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung dalam
rangka tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.Perbekalan kesehatan adalah
semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.
b.    Tujuan
Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat, serta
terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
c.    Unsur – unsur Utama
1.   Jaminan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan
2.   Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan
3.   Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan Ketiga unsur di atas saling bersinergi dan
ditunjang dengan teknologi, tenaga pengelola serta penatalaksanaan
d.    Prinsip Obat dan Perbekalan Kesehatan
1.   Merupakan kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sosial
2.  Sebagai barang publik harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya
3.  Tidak dipromosikan secara berlebihan dan menyesatkan
4.  Penyediaan diselenggarakan melalui optimalisasi industri nasional
5.  Pengadaan dan pelayanan obat di RS disesuaikan dengan standar formularium obat
rumah sakit, sedangkan di sarana kesehatan lain mengacu kepada DOEN
6.  Pelayanan diselenggarakan secara rasional dengan memperhatikan aspek mutu, manfaat,
harga, kemudahan diakses, serta keamanan bagi masyarakat dan lingkungan
7.  Pengembangan dan peningkatan obat tradisional
8.  Pengamanan diselenggarakan mulai dari tahap produksi, distribusi, dan pemanfaatan
yang mencakup mutu, manfaat, keamanan dan keterjangkauan
9.  Kebijaksanaan obat nasional ditetapkan oleh pemerintah bersama pihak terkait lainnya.
e.       Bentuk Pokok
1.    Jaminan Ketersediaan obat dan perbekalan kes
a. Perencanaan kebutuhan secara nasional diselenggarakan oleh pemerintah bersama
pihak terkait
b. Perencanaan obat merujuk pada DOEN yang ditetapkan oleh pemerintah bekerjasama
dengan organisasi profesi dan pihak terkait lainnya
c.  Penyediaan diutamakan melalui optimalisasi industri nasional
d.  Penyediaan yang dibutuhkan oleh pembangunan kesehatan secara ekonomis belum
diminati swasta menjadi tanggungjawab pemerintah
e.  Pengadaan dan produksi bahan baku obat difasilitasi oleh pemerintah
f.  Pengadaan dan pelayanan obat di RS didasarkan pada formularium yang ditetapkan
oleh KFT RS
2.         Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan
a.   Pendistribusian obat diselenggarakan melalui PBF
b.  Pelayanan obat dengan resep dokter kepada masyarakat diselenggarakan melalui
apotek, sedangkan obat bebas melalui apotek, toko obat, dan tempat-tempat layak
lainnya dengan memperhatikan fungsi sosial
c.  Dalam keadaan tertentu, dimana tidak terdapat pelayanan apotek, dokter dapat
memberikan pelayanan obat secara langsung kepada masyarakat.
d. Pelayanan obat di apotek harus diikuti dengan penyuluhan yang penyelenggaraannya
menjadi tanggungjawab apoteker
e.  Pendistribusian, pelayanan, pemanfaatan perbekalan kesehatan harus memperhatikan
fungsi sosial
3.         Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan
a.  Pengawasan mutu produk obat dan perbekalan kesehatan dlm peredaran dilakukan
oleh industri yang bersangkutan, pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat
b.  Pengawasan distribusi, pengawasan promosi, pemanfaatan obat dan perbekalan
kesehatan dan pengamatan efek samping obat dilakukan oleh pemerintah, kalangan
pengusaha, organisasi profesi , dan masyarakat
c.  Pengendalian harga dilakukan oleh pemerintah bersama pihak terkait
d.  Pengawasan produksi, dan penggunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan
berbahaya lainnya dilakukan oleh pemerintah secara lintas sektoral, organisasi
profesi,dan  masyarakat
e.  Pengawasan produksi, distribusi dan pemanfaatan obat tradisional dilakukan oleh
pmerintah secara lintas sektoral, organisasi profesi, dan masyarakat

5.      Subsistem Manajemen & Informasi Kesehatan


a.    Pengertian
Adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya administrasi kesehatan yang ditopang
oleh pengelolaan data dan informasi, pengembangan dan penerapan IPTEK, serta
pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
b.    Tujuan
Terselenggaranya fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang berhasil guna dan berdaya
guna, didukung oleh sistem informasi, IPTEK dan hukum kesehatan, untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
c.     Unsur-unsur Utama
Terdiri dari empat unsur utama, yakni administrasi kesehatan,informasi kesehatan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, hukumkesehatan.
1.  Administasi kesehatan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan kesehatan
2.  Informasi kesehatan adalah hasil pengumpulan dan pengolahan data yang merupakan
masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan
3.  IPTEK adalah hasil penelitian dan pengembangan yang merupakan masukan bagi
pengambilan keputusan di bidang kesehatan
4.  Hukum kesehatan adalah peraturan perundangundangan kesehatan yang dipakai sebagai
acuan bagi penyelenggaraan pembangunan kesehatan
d.    Prinsip
1.      Administrasi kesehatan
a)    Diselenggarakan dengan berpedoman pada asas dan kebijakan desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dalam satu NKRI
b)    Diselenggarakan dengan dukungan kejelasan hubungan administrasi dengan
berbagai sektor pembangunan lain serta antar unit kesehatan di berbagai jenjang
administrasi pemerintahan
c)    Diselenggarakan melalui kesatuan koordinasi yang jelas dengan berbagai sektor
pembangunan lain serta antar unit antar kesehatan dalam satu jenjang
administrasi pemerintahan
d)    Diselenggarakan dengan mengupayakan kejelasan pembagian kewenangan,
tugas dan tanggung jawab antar unit kesehatan dalam satu jenjang yang sama
dan di berbagai jenjang administrasi pemerintahan
2.      Informasi kesehatan
a)      Mencakup seluruh data yang terkait dengan kesehatan, baik yang berasal dari
sektor kesehatan ataupun dari berbagai sektor pembangunan lain
b)      Mendukung proses pengambilan keputusan di berbagai jenjang administrasi
kesehatan
c)      Disediakan sesuai dengan kebutuhan informasi untuk pengambilan keputusan
d)     Informasi kesehatan yang disediakan harus akurat dan disajikan secara cepat dan
tepat waktu, dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi
e)      Pengelolaan informasi kesehatan harus dapat memadukan pengumpulan data
melalui cara-cara rutin (pencatatan dan pelaporan) dan cara-ara non rutin
( survai, dll)
f)       Akses terhadap informasi kesehatan harus memperhatikan aspek kerahasiaan
yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran
3.      IPTEK kesehatan
Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK kesehatan adalah untuk kepentingan masyarakat
yang sebesar-besarnya dan tidak boleh bertentangan dengan etika, moral, dan nilai
agama.
4.      Hukum kesehatan
a)      Pengembangan hukum kesehatan diarahkan untuk terwujudnya sistem hukum
kesehatan yang mencakup pengembangan substansi hukum, pengembangan
kultur dan budaya hukum, serta pengembangan aparatur hukum kesehatan
b)      Tujuan pengembangan untuk menjamin terwujudnya kepastian hukum, keadilan
hukum, dan manfaat hukum
c)      Pengembangan dan penerapan hukum kesehatan harus menjunjung tinggi etika,
moral dan nilai agama

e.       Bentuk pokok
1.  Administrasi Kesehatan
a)  Penanggungjawab administrasi kesehatan menurut jenjang administrasi
pemerintahan Pusat : Depkes, Provinsi : Dinkes Provinsi, Kab/Kota : Dinkes
Kab/Kota
b) Depkes berhubungan secara teknis fungsional dengan Dinkes Provinsi dan Dinkes
Kab/Kota dan sebaliknya
c)  Fungsi Depkes : mengembangkan kebijakan nasional dalam bidang kesehatan,
pembinaan, dan bantuan teknis serta pengendalian pelaksanaan pembangunan
kesehatan
d)  Dinkes Provinsi melaksanakan kewenangan desentralisasi dan tugas dekonsentrasi
bidang kesehatan dengan fungsi perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan,
pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan, serta pembinaan dan
bantuan teknis terhadap Dinkes Kab/Kota
e)  Dinkes Kab/Kota melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang kesehatan,
dengan fungsi
f)  perumusan kebijakan teknis kesehatan, pemberian perizinan dan pelaksanaan
pelayanan kesehatan, serta pembinaan terhadap UPTD kesehatan
g) Perencanaan nasional diselenggarakan dengan menetapkan kebijakan dan program
pembangunan kesehatan nasional yang menjadi acuan perencanaan daerah
h) Pelaksanaan dan pengendalian pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan
mengacu pada pedoman dan standar nasional
i)   Perencanaan serta pelaksanaan dan pengendalian pembangunan kesehatan di daerah
didasarkan atas kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal bidang kesehatan
j)   Pengawasan dan pertanggungjawaban pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan
mengacu pd pedoman, standar, dan indikator nasional
k)  Dinkes Kab/Kota wajib membuat dan mengirimkan laporan pelaksanaan dan hasil
pembangunan kesehatan kepada Depkes dan Dinkes Provinsi
l)   Dinkes Provinsi wajib membuat dan mengirimkan laporan pelaksanaan dan hasil
pembangunan kesehatan kepada Depkes
m) Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan dengan prinsip desentralisasi dan
otonomi daerah, pemerintah pusat melakukan asistensi, advokasi, dan fasilitasi
n)  Dalam keadaan tertentu untuk kepentingan nasional, misalnya penanggulangan
wabah dan bencana, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan
pertanggungjawaban program pembangunan kesehatan diselenggarakan langsung
oleh pemerintah pusat

2.      Informasi kesehatan
a.  Sistem informasi kesehatan nasional dikembangkan dengan memadukan sistem
informasi kesehatan daerah dan sistem informasi lain yang terkait
b.  Sumber data sistem informasi kesehatan adalah dari sarana kesehatan melalui
pencatatan dan pelaporan yang teratur dan berjenjang serta dari masyarakat yang
diperoleh dari survai, survailans, dan sensus
c.  Data pokok sistem informasi kesehatan mencakup derajat kesehatan, upaya
kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayan masyarakat di bidang
kesehatan, serta manajemen kesehatan
d.  Pengolahan dan analisis data serta pengemasan informasi iselenggarakan secara
berjenjang, terpadu, multidisipliner, dan komprehensif
e.  Penyajian data dan informasi dilakukan secara multimedia guna diketahui
masyarakat luas untuk pengambilan keputusan di bidang kesehatan

3.      IPTEK Kesehatan
a.  Dihasilkan dari penelitian dan pengembangan kesehatan yang diselenggarakan
oleh pusat-pusat penelitian dan pengembangan milik masyarakat, swasta dan
pemerintah
b.  Pemanfaatan IPTEK kesehatan didahului oleh penapisan yang diselengarakan
oleh lembaga khusus yang berwenang
c.  Untuk kepentingan nasional dan global, dibentuk pusatpusat penelitian dan
pengembangan unggulan
d.  Penyebarluasan dalam rangka pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan
pengembangan kesehatan dilakukan melalui pembentukan jaringan informasi dan
dokumentasi IPTEK kesehatan

4.  Hukum Kesehatan
a.  Dikembangkan secara nasional dan dipakai sebagai acuan dalam mengembangkan
peraturan perundangundagan kesehatan daerah
b.  Ruang lingkup hukum kesehatan mencakup penyusunan peraturan perundang-
undangan,
c.  pelayanan advokasi hukum, dan peningkatan kesadaran hukum di kalangan
masyarakat
d.  Penyelenggaraan hukum kesehatan didukung oleh pembentukan dan
pengembangan jaringan informasi dan dokumentasi hukum kesehatan, serta
pengembangan satuan unit di organisasi hukum kesehatan di Depkes.

6.        Subsistem Pemberdayaan Masyarakat


a.  Pengertian
Adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya perorangan, kelompok, dan masyarakat
umum di bidang kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
b.  Tujuan
Terselenggaranya upaya pelayanan, advokasi, dan pengawasan sosial oleh perorangan,
kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna,
untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan.
c.  Unsur – unsur utama
Terdiri dari tiga unsur utama, yakni pemberdayaan perorangan, pemberdayaan kelompok,
dan pemberdayaan masyarakat umum.
1. Pemberdayaan perorangan adalah upaya meningkatkan peran,fungsi, dan kemampuan
perorangan dalam membuat keputusanuntuk memelihara kesehatan.Target minimal yang
diharapkan adalah untuk diri sendiri yaknimempraktikkan PHBS yang diteladani oleh
keluarga dan masyarakatsekitar.Target maksimal adalah berperan aktif sebagai kader
kesehatandalam menggerakkan masyarakat untuk berperilaku hidup bersihdan sehat.
2.  Pemberdayaan kelompok adalah upaya meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan
kelompok-kelompok di masyarakat, termasuk swasta sehingga di satu pihak dapat
mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi kelompok dan di dipihak lain dapat aktif
dalam upaya meningkatkan derajat kesmas. kegiatan yang dilakukan dapat berupa
program pengabdian (to serve), memperjuangkan kepentingan masyarakat di bidang
kesehatan (to advocate), atau melakukan pengawasan sosial terhadap pembangunan
kesehatan (to watch)
3.  Pemberdayaan masyarakat umum adalah upaya meningkatkan peran, fungsi, dan
kemampuan masyarakat, termasuk swasta sedemikian rupa sehingga di satu pihak dapat
mengatasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat dan di pihak lain dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Kegiatan yang dilakukan
dapat berupa program pengabdian, memperjuangkan kepentingan masyarakat di bidang
kesehatan, atau melakukan pengawasan sosial terhadap pembangunan kesehatan.
d.      Prinsip
1.    Berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga, masyarakat, sesuai dengan sosial
budaya, kebutuhan, dan potensi setempat
2.    Dilakukan dengan meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan kesempatan
untuk mengemukakan pendapat, keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan kesehatan
3.    Dilakukan melalui pendekatan edukatif untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan serta kepedulian dan peran aktif dalam berbagai upaya kesehatan
4.    Dilakukan dengan menerapkan prinsip kemitraan yang didasari semangat
kebersamaan dan gotong royong serta terorganisasikan dalam berbagai
kelompok/kelembagaan masyarakat
5.    Pemerintah bersikap terbuka, bertanggungjawab, dan bertanggun gugat dan tanggap
terhadap aspirasi masyarakat, serta berperan sebagai pendorong, pendamping,
fasilitator, dan pemberi bantuan (asistensi) dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
yang berbasis masyarakat
e.       Bentuk Pokok
1.  Pemberdayaan perorangan
a)    Dilakukan atas prakarsa peorangan/kelompok yang ada di masyarakat termasuk
swasta dan pemerintah
b)    Ditujukan kepada tokoh masyarakat, adat, agama, politik, swasta dan populer
c)    Dilakukan melalui pembentukan pribadi-pribadi dg PHBS serta pembentukan
kader-kader kesehatan

2.      Pemberdayaan kelompok
a)    Dilakukan atas prakarsa perorangan/kelompok yang ada di masyarakat
b)    Terutama ditujukan kepada kelompok/kelembagaan yang ada di masyarakat
(RT/RW, kel/banjar/nagari, dll)
c)    Dilakukan melalui pembentukan kelompok peduli kesehatan dan atau peningkatan
kepedulian kelompok/lembaga masyarakat terhadap kesehatan
3.      Pemberdayaan masyarakat umum
a.    Dilakukan atas prakarsa perorangan/kelompok yang ada di masyarakat termasuk
swasta
b.    Ditujukan kepada seluruh masyarakat dalam suatu wilayah
c.    Dilakukan melalui pembentukan wadah perwakilan masyarakat yang peduli
kesehatan (Badan Penyantun Puskesmas, Konsil/Komite Kesehatan Kab/Kota,
dll).

G.    Penyelenggaraan SKN

1.      Pelaku SKN
Pelaku penyelenggaraan pembangunan kesehatan sesuai SKN adalah :
 Masyarakat
 Pemerintah
 Badan legislatif
 Badan yudikatif
2.      Proses Penyelenggaraan
1)  Menerapkan pendekatan kesisteman yaitu cara berpikir dan bertindak yang logis, sistematis,
komprhensif, dan holistik dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan, antara lain:
a.  Masukan : subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem SDM kesehatan, dan subsistem
obat dan perbekalan kesehatan
b.  Proses : subsistem upaya kesehatan, subsistem pemberdayaan masyarakat, subsistem
manajemen kesehatan
c.  Keluaran : terselenggaranya pembangunan kesehatan yang berhasil guna, berdaya guna,
bermutu, merata, dan berkeadilan
d.  Lingkungan : berbagai keadaan yang menyangkut ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamnaan baik nasional, regional, maupun global yang
berdampak terhadap pembangunan kesehatan
2)      Penyelenggaraan SKN memerlukan keterkaitan antarunsur-unsur SKN, yaitu :
a.  Subsistem pembiayaan kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan ketersediaan
pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan
termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, sehingga upaya kesehatan
masyarakat maupun perorangan dapat diselenggarakan secara merata, tercapai,
terjangkau, dan bermutu bagi seluruh masyarakat. Tersedianya pembiayaan yang
memadai juga akan menunjang terselenggaranya subsistem SDM kesehatan, subsistem
obat dan perbekalan kesehatan, subsistem pemberdayaan masyarakat, subsistem
manajemen kesehatan
b.  Subsistem SDM kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan tenaga kesehatan yang
bermutu dalam jumlah yang mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaatkan
secara berhasil guna dan berdaya guna, sehingga upaya kesehatan dapat diselenggarakan
sesuai dengan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Tersedianya tenaga kesehatan yang
mencukupi dan berkualitas juga akan menunjang terselenggaranya subsistem pembiayaan
kesehatan, subsistem obat dan perbekalan kesehatan, subsistem pemberdayaan
masyarakat, subsistem manajemen kesehatan
c. Subsistem obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan
ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang mencukupi, aman, bermutu, dan
bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat, sehingga upaya kesehatan dapat
diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna
d.  Subsistem pemberdayaan masyarakat diselenggarakan guna menghasilkan individu,
kelompok, dan masyarakat umum yang mampu berperan aktif dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan.
e.  Subsistem manajemen kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan fungsi-fungsi
administrasi kesehatan, informasi kesehatan, IPTEK kesehatan, dan hukum kesehatan
yang memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil
guna dan berdaya guna.
3)  Penyelenggaraan SKN memerlukan penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi,
dan sinergism, baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta
subsistem lain di luar SKN
4)  Penyelenggaraan SKN memerlukan komitmen yang tinggi dan dukungan serta kerjasama
yang baik dari para pelaku SKN yang ditunjang oleh tata penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang baik (good governance)
5)  Penyelenggaraan SKN memerlukan adanya kepastian hukum dalam bentuk penetapan
berbagai peraturan perundang-undangan yang sesuai
6)  Dilakukan melalui sikklus perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian, serta pengawasan
dan pertanggungjawaban secara sistematis, berjenjang dan berkelanjutan

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan


pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu
derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam
kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Dasar 1945
2. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dipergunakan sebagai pedoman dalam pengelolaan
kesehatan baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk
badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta.

B.     Saran

Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca, dan apabila terjadi kekurangan dan
kekeliruan dalam penulisan pemakalah menerima kritik yang membangun agar tidak
terjadi kesalahan kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.


Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Peraturan Presiden No.72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional

                                                        
MATERI 1

PERKEMBANGAN TEORI KEPEMIMPINAN

Perkembangan Teori Kepemimpinan menurut Bolden, dkk, (2003) seperti ditunjukkan tabel di

bawah ini:
Tabel 2.2. Perkembangan Teori Kepemimpinan

Great Man Dasar kepemimpinan adalah adanya kepercayaan bahwa seseorang


telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sifat pemimpin dibawa sejak lahir
Theories (dilahirkan untuk memimpin)
Trait Theories Teori ini menjelaskan bahwa pemimpin mempunyai sejumlah daftar
karakteristik kepemimpinan yang harus dimiliki seorang pemimpin
Behaviourist Teori perilaku muncul karena ada anggapan bahwa tidak selamanya
pemimpin bisa berhasil walaupun dia memiliki ciri-ciri yang ideal, oleh
Theories karena itu teori ini berpusat kepada tindakan-tindakan yang dilakukan
pemimpin tanpa memperhatikan karakteristiknya
Situational Pembawaan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah berbeda-
beda, tergantung dari situasi yang sedang dihadapi, dalam situasi
Leadership tertentu dia bersifat otokratis tetapi situasi yang lain dia bersifat
Contingency Teori ini perbaikan dari teori situasional yang berpusat kepada sudut
pandang identifikasi situasi dan meramalkan gaya kepemimpinan yang
Theory paling sesuai dan efektif
Transactional Pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian
penghargaan dan hukuman kepada bawahannya dalam mencapai tujuan
Transformation Memotivasi bawahannya melakukan tanggung jawabnya melalui
al kemampuan mendefinisikan, mengkomunikasikan dan
mengartikulasikan visi organisasi
Sumber: Dikutip dari Lyn (2004)

Berdasarkan Tabel 2.2 di atas bisa diterangkan sebagai berikut:

a) Teori Great Man: Teori Great Man adalah teori kepemimpinan kuno pada zaman Yunani kuno

atau zaman Roma, teori ini menyatakan bahwa seorang menjadi pemimpin karena bawaan

lahir, namun tidak seluruhnya teori ini dapat diterima pada saat ini karena menjadi pemimpin

bisa dicapai melalui pendidikan dan pengalaman (Golding, 2003).

b) Model Teori Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership): Penelitian Siagian (2002),

mendapatkan enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu:

1). Kapasitas, 2). Prestasi, 3). Tanggung jawab, 4). Partisipasi, 5). Status dan 6). Situasi, Penelitian

pada era tahun 1950 an ini mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para

pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara,

kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain Bass, Stogdill dalam

(Siagian, 2002). Teori ini ditinggalkan karena tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas

antara watak pribadi pemimpin, ke b e rha sila n kepemimpinan dan para pengikut. Para peneliti
lainnya mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang

diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan

pengikut (Thoha, 2000; Ward King, 2002; Golding, 2003; Henckle, 2004).

c) Model Behaviourist Theorist: Teori kepribadian perilaku yang mengeksplorasi pemikiran bagaimana

perilaku seseorang dapat menentukan keefektifan kepemimpinan seseorang dan tindakan yang

dilakukan pemimpin. Penelitian di Michigan mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yang

berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada pekerjaan dan employed-centered

yang berorientasi pada karyawan (Rivai, 2003).

d) Model Kepemimpinan Situasional: Model ini melihat bahwa menjadi pemimpin atau pengikut

tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi, tidak ada seorang pemimpin yang efektif

menggunakan satu gaya kepemimpinan dalam berbagai situasi yang berbeda, Bolden, dkk, (2003),

selanjutnya menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin,

yaitu: 1) Sifat struktural organisasi, 2) Iklim atau lingkungan organisasi, 3) Karakteristik tugas atau

peran dan 4)Karakteristik bawahan. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai

karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang

lebih efektif dalam situasi tertentu.

e) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model): Model tersebut beranggapan bahwa

kontribusi pemimpin terhadap efektivitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya

kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang

dihadapinya, atau kesesuaian antara karakteristik watak pribadi dan tingkah laku pemimpin dengan

variabel-variabel situasional ( Bolden, dkk, 2 0 0 3 ) , menurut Fiedler d a la m ( Golding, 2003) ada

tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi, faktor tersebut adalah: 1). Hubungan

antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations): Sampai sejauhmana pemimpin itu

dipercaya, disukai dan mengikuti petunjuk, 2). Struktur tugas (the task structure): Sejauhmana

tugas-tugas sudah didefinisikan dan sudah dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang

baku, 3). Kekuatan posisi (position power) yang dicapai lewat otorita formal: Sampai sejauhmana

pemimpin menanamkan rasa memiliki dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing.
f) Model Kepemimpinan Kepemimpinan Transaksional: Pemimpin transaksional pada hakikatnya

menekankan kewajiban melalui reward dan punishment untuk mencapai tujuan organisasi,

memotivasi bawahan melakukan tanggung jawab dengan mengandalkan pada sistem pemberian

penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Model Transaksional menjelaskan hubungan

atasan bawahan melalui proses transaksi dan pertukaran (exchanges process) yang bersifat

ekonomis. Burns dalam Golding (2003). Sedangkan menurut Rivai (2003), mengatakan bahwa

pemimpin yang transaksional yaitu pemimpin yang memandu atau memotivasi, pengikut mereka

dalam arah dan tujuan yang ditegaskan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.

g) Model Kepemimpinan Transformasional: Penggagas model ini adalah Burns pada tahun 1978,

masih relatif baru namun sudah dipakai secara luas dalam berbagai bidang baik bisnis, kesehatan,

pendidikan, psycholog. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model

kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam

menguraikan karakteristik kepemimpinan, karena pemimpin memberikan pertimbangan dan

rangsangan intelektual yang diindividualkan dan memiliki karisma (Bolden, dkk, 2003).

Kepemimpinan transformasional mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-

pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, juga menggabungkan dan menyempurnakan

konsep-konsep model kepemimpinan terdahulu.

h) Model Jalur-Tujuan (Path-Goal): Seperti telah diketahui bahwa pengembangan teori kepemimpinan

selain pendekatan secara kontingensi dapat pula didekati dari teori path-goal yang mempergunakan

kerangka motivasi. Usaha pengembangan teori path-goal ini sebenarnya telah dimulai oleh

Georgepoulos dari Institut Penelitian Sosial Universitas Michigan, kemudian teori ini dikembangkan

oleh Robert J. House, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif.

Teorinya disebut sebagai jalur-tujuan karena memfokuskan pada bagaimana pemimpin

mempengaruhi persepsi bawahannya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri dan jalan untuk

mencapai tujuan, maka teori path-goal memasukkan 4 (empat) tipe atau gaya kepemimpinan

sebagai berikut: 1) Kepemimpinan Direktif, tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang

otokratis karena dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan, 2) Kepemimpinan yang

mendukung (Supportive), mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah


didekati dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya, 3)

Kepemimpinan Partisipatif, pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari

bawahannya, namun untuk mengambil keputusan masih berada padanya, 4) Kepemimpinan

berorientasi pada prestasi, pemimpin menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para

bawahannya untuk berpartisipasi (Thoha, 2000).

i) Tipe Laissez Faire: Ciri khas seorang pemimpin yang Laissez Faire adalah cenderung memilih peran

yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri, bersikap permisif dengan

prinsip setiap anggota organisasi boleh bertindak sesuai dengan hati nuraninya untuk mencapai

tujuan organisasi, sebab setiap manusia pada prinsipnya memiliki rasa solidaritas, mempunyai

kesetiaan, taat pada norma, bertanggung jawab (Golding, 2003; Jansenn, 2004; Henckle, 2004).

b. Kepemimpinan Mutu

Kepemimpinan mutu adalah perilaku pimpinan menjalankan mutu dalam organisasinya. Perilaku

pemimpin membangun komitmen dalam organisasinya terlihat dari gaya kepemimpinan yang

diterapkannya. Perilaku pemimpin transformasional membangkitkan motivasi kerja dan kepuasan kerja

bawahannya melalui proses hubungan antara atasan dan bawahan yang didasari nilai-nilai, keyakinan-

keyakinan, dan asumsi-asumsi mengenai visi dan misi organisasi dilandasi oleh pertimbangan

pemberdayaan potensi manusia (Henckle, 2004; Golding, 2003; Janssen, 2004).

Pemimpin tranformasional juga diyakini mampu membangun komitmen organisasional

karyawan melalui upaya-upaya untuk memberdayakan dan mentransformasi para bawahannya,

sedangkan kepemimpinan transaksional adalah proses hubungan atasan dan bawahan melalui proses

transaksi dan pertukaran (exchanges process) yang bersifat ekonomis berdasarkan pertimbangan

ekonomi (Podsakoff, dkk dalam Pareke, 2004).

d. Total Quality Management (TQM)/Manajemen Mutu Terpadu

TQM (Total Quality Management) adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk

menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. berdasarkan partisipasi semua

anggotanya dan bertujuan untuk mendapatkan kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan

serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat (Choy, 2002).
TQM telah memperoleh ketenaran sebagai sebuah metoda yang merubah operasional

organisasi menjadi lebih efisien dan efektif, TQM merupakan paradigma baru dalam menjalankan bisnis

yang berupaya memaksimumkan daya saing organisasi melalui: fokus pada kepuasan konsumen,

keterlibatan seluruh karyawan, dan perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas produk, jasa,

manusia, proses dan lingkungan organisasi, implementasi TQM juga berdampak positif terhadap biaya

produksi dan terhadap pendapatan (Gaspersz, 2005). Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari

penerapan prinsip TQM sudah lama dikenal dan dimanfaatkan dalam pengoperasian pabrik, saat ini

sudah meluas ke organisasi pelayanan kesehatan, hasilnya diyakini menunjukkan peningkatan dan

perbaikan sikap kerja (kepuasan kerja, komitmen organisasi, iklim kerja, dan adanya daya saing) (Choy,

2002).

Penerapan TQM di rumah sakit mampu membuat rumah sakit bertahan dalam era persaingan

dan bisa mengangkatnya menjadi kelas dunia (Besterfield dalam Purwaningrum, dan Kuncoro, 2007).

Penerapan TQM di organisasi kesehatan di Amerika sudah sangat luas, tahun 1994 hampir 60 persen

dari organisasi pelayanan kesehatan sudah menerapkan TQM dalam perencanaan programnya, malah

beberapa organisasi sudah merasakan sebagai suatu kebutuhan, (Donald Berwick (Bapak TQM) dalam

Somer, dkk, 1994).

Filosofi TQM sudah digunakan secara luas untuk menambah kunjungan pasien, melalui konsep

peningkatan kepedulian terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, termasuk meningkatkan

pelayanan di ICU (Lindberg, 2005).

Penelitian Gavriel, dkk (2007), menemukan bahwa semakin besar diberikan wewenang kepada

direktur untuk mengelola rumah sakit (semakin terdesentralisasi) maka semakin mudah menerapkan

prinsip TQM dalam pelayanannya. Penerapan TQM bisa juga digunakan untuk memperbaiki mutu terapi,

diagnostik dan indikator penampilan rumah sakit, bahkan mampu merubah kultur kebiasaan pekerja

kesehatan yang kurang baik menjadi lebih baik (Rad, 2006), unsur utama mendukung TQM adalah

kepemimpinan (Ketut, 2008).

Kualitas menurut Juran (1989), adalah ‘kesesuaian untuk digunakan’, hal ini berarti produk

yang memenuhi harapan konsumen dan bebas dari defisiensi. Sedangkan Deming dalam Peterson
(2004), berpendapat kualitas adalah: mempertemukan kebutuhan dan harapan konsumen secara

berkelanjutan atas harga yang telah mereka bayarkan. Pengertian kualitas lebih luas dalam delapan

dimensi menurut Philip (2000), adalah sebagai berikut: (1). Kinerja (performance): karakteristik operasi

suatu produk utama, (2). Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feature), (3). Kehandalan (reliability):

probabilitas suatu produk tidak berfungsi atau gagal, (4). Kesesuaian dengan spesifikasi ( conformance to

specifications), (5). Daya tahan (durability), (6). Kemampuan melayani (serviceability), (7). Estetika

(estethic): bagaimana suatu produk dipandang dirasakan dan didengarkan, dan (8). Ketepatan kualitas

yang dipersepsikan (perceived quality).

MATERI 2

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 72 TAHUN 2012
TENTANG
SISTEM KESEHATAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 167 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Sistem Kesehatan
Nasional;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG SISTEM KESEHATAN


NASIONAL.

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,


spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
-2-

2. Sistem Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN


adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua
komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.

3. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah


Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan


pemerintahan di bidang kesehatan.

5. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan


perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.

Pasal 2

(1) Pengelolaan kesehatan diselenggarakan melalui


pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan,
sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan
kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta
pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.

(2) Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan secara berjenjang di pusat dan daerah dengan
memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di
bidang kesehatan.

(3) Pengelolaan ...


-3-

(3)Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan melalui SKN.

(4)Otonomi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilakukan berdasarkan kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

(5)Otonomi fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilakukan berdasarkan kemampuan dan ketersediaan
sumber daya di bidang kesehatan.

Pasal 3

(1) Komponen pengelolaan kesehatan yang disusun dalam S K N


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dikelompokkan dalam subsistem:

a. upaya kesehatan;
b. penelitian dan pengembangan kesehatan;

c. pembiayaan kesehatan;

d. sumber daya manusia kesehatan;

e. sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan;

f. manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan; dan

g. pemberdayaan masyarakat.

(2) Rincian SKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

Pasal 4 ...
-4-

Pasal 4

(1) SKN dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,


dan/atau masyarakat.

(2) SKN dilaksanakan secara berkelanjutan, sistematis,


terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap
perubahan dengan menjaga kemajuan, kesatuan, dan
ketahanan nasional.

(3) Pelaksanaan SKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan


ayat (2) berdasarkan standar persyaratan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 5

SKN menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan


pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan
perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan
evaluasi.

Pasal 6

(1) Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan perilaku dan


kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber daya
manusia kesehatan, serta upaya promotif dan preventif
tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

(2) Profesionalisme sumber daya manusia kesehatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dibina oleh
Menteri hanya bagi tenaga kesehatan dan tenaga
pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan
bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan
manajemen kesehatan.

(3) Pelaksanaan ...


(3) Pelaksanaan SKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperhatikan:

k. cakupan pelayanan kesehatan berkualitas, adil, dan


merata;

l. pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada


rakyat;

m. kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan


melindungi kesehatan masyarakat;

n. kepemimpinan dan profesionalisme dalam


pembangunan kesehatan;

o. inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan


teknologi yang etis dan terbukti bermanfaat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas,
termasuk penguatan sistem rujukan;

p. pendekatan secara global dengan mempertimbangkan


kebijakan kesehatan yang sistematis, berkelanjutan, tertib,
dan responsif gender dan hak anak;

q. dinamika keluarga dan kependudukan;

r. keinginan masyarakat;

s. epidemiologi penyakit;

t. perubahan ekologi dan lingkungan; dan

u. globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi dengan


semangat persatuan dan kesatuan nasional serta
kemitraan dan kerja sama lintas sektor.

Pasal 7 ...
-6-

Pasal 7

(1) Untuk meningkatkan akselerasi dan mutu pelaksanaan SKN,


pembangunan kesehatan perlu melandaskan pada pemikiran
dasar pembangunan kesehatan.

(2) Pemikiran dasar pembangunan kesehatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) meliputi pemikiran tentang
pelaksanaan, tujuan, dan prinsip dasar pembangunan
kesehatan.

(3) Prinsip dasar pembangunan kesehatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) terdiri dari perikemanusiaan,
pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta
pengutamaan dan manfaat.

Pasal 8

Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap


pelaksanaan SKN.

Pasal 9

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, peraturan yang


mengatur tentang SKN dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 10

Peraturan Presid en ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.

Agar ...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 13 Agustus 2012

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 17 Oktober 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 193

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT KABINET RI

Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat,

Agus Sumartono, S.H., M.H.


MATERI 3

PERKEMBANGAN TEORI KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan mutu adalah perilaku pimpinan menjalankan mutu dalam


organisasinya. Perilaku pemimpin membangun komitmen dalam organisasinya
terlihat dari gaya kepemimpinan yang diterapkannya. Perilaku pemimpin
transformasional membangkitkan motivasi kerja dan kepuasan kerja bawahannya
melalui proses hubungan antara atasan dan bawahan yang didasari nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan, dan asumsi-asumsi mengenai visi dan misi organisasi
dilandasi oleh  pertimbangan pemberdayaan potensi manusia (Henckle, 2004;
Golding, 2003; Janssen, 2004).

Pemimpin tranformasional juga diyakini mampu membangun komitmen


organisasional karyawan melalui upaya-upaya untuk memberdayakan dan
mentransformasi para bawahannya, sedangkan kepemimpinan transaksional adalah
proses hubungan atasan dan bawahan melalui proses transaksi  dan pertukaran
(exchanges process) yang bersifat ekonomis berdasarkan pertimbangan ekonomi
(Podsakoff, dkk dalam Pareke, 2004).

Anda mungkin juga menyukai