OLEH
B. Teori Kepemimpinan
Teori Kepemimpinan menurut Bolden, dkk (2003) yaitu:
1. Teori Great Man:
Prestasi,
Tanggung jawab,
Partisipasi,
Status
Situasi,
Penelitian ini mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para
Teori ini ditinggalkan karena tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara
watak pribadi pemimpin, keberhasilan kepemimpinan dan para pengikut. Para peneliti
lainnya mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi,
pemimpin dan pengikut (Thoha, 2000; Ward King, 2002; Golding, 2003; Henckle, 2004).
Fokus teori ini adalah tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin tanpa memperhatikan
berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada pekerjaan dan employed-
Teori ini berpusat pada sudut pandang identifikasi situasi dan meramalkan gaya
kepemimpinan yang paling sesuai dan efektif.
Menurut (Bolden, dkk, 2003) bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektivitas
kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style)
dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya, atau
kesesuaian antara karakteristik watak pribadi dan tingkah laku pemimpin dengan
variabel-variabel situasional.
Menurut Fiedler dalam ( Golding, 2003) ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kesesuaian situasi, yaitu:
1). Hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations):
2). Struktur tugas (the task structure): Sejauhmana tugas-tugas sudah didefinisikan
dan sudah dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku,
3). Kekuatan posisi (position power) yang dicapai lewat otorita formal: Sampai
sejauhmana pemimpin menanamkan rasa memiliki dan nilai dari tugas-tugas mereka
masing-masing.
Model ini mengadalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada
kewajiban melalui reward dan punishment untuk mencapai tujuan organisasi, memotivasi
Menurut Rivai (2003), pemimpin yang transaksional yaitu pemimpin yang memandu atau
memotivasi, pengikut mereka dalam arah dan tujuan yang ditegaskan dengan memperjelas
dipakai secara luas dalam berbagai bidang baik bisnis, kesehatan, pendidikan, psycholog.
Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan
kepemimpinan selain pendekatan secara kontingensi dapat pula didekati dari teori path-goal
sebenarnya telah dimulai oleh Georgepoulos dari Institut Penelitian Sosial Universitas
Michigan, kemudian teori ini dikembangkan oleh Robert J. House, pemimpin menjadi efektif
karena pengaruh motivasi mereka yang positif. Teorinya disebut sebagai jalur-tujuan karena
kerja, tujuan pengembangan diri dan jalan untuk mencapai tujuan, maka teori path-goal
1) Kepemimpinan Direktif, tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis karena
dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan, 2) Kepemimpinan yang mendukung
dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya, 3).
4). Kepemimpinan berorientasi pada prestasi, pemimpin menetapkan serangkaian tujuan yang
i) Tipe Laissez Faire: Ciri khas seorang pemimpin yang Laissez Faire adalah cenderung
memilih peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri,
bersikap permisif dengan prinsip setiap anggota organisasi boleh bertindak sesuai dengan hati
nuraninya untuk mencapai tujuan organisasi, sebab setiap manusia pada prinsipnya memiliki
rasa solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma, bertanggung jawab (Golding, 2003;
a. Kepemimpinan Mutu
Perilaku pemimpin membangun komitmen dalam organisasinya terlihat dari gaya kepemimpinan
kepuasan kerja bawahannya melalui proses hubungan antara atasan dan bawahan yang didasari
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan asumsi-asumsi mengenai visi dan misi organisasi dilandasi
oleh pertimbangan pemberdayaan potensi manusia (Henckle, 2004; Golding, 2003; Janssen,
2004).
sedangkan kepemimpinan transaksional adalah proses hubungan atasan dan bawahan melalui
proses transaksi dan pertukaran (exchanges process) yang bersifat ekonomis berdasarkan
TQM (Total Quality Management) adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk
menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. berdasarkan partisipasi
semua anggotanya dan bertujuan untuk mendapatkan kesuksesan jangka panjang melalui
kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta
organisasi menjadi lebih efisien dan efektif, TQM merupakan paradigma baru dalam
menjalankan bisnis yang berupaya memaksimumkan daya saing organisasi melalui: fokus pada
atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi, implementasi TQM juga
berdampak positif terhadap biaya produksi dan terhadap pendapatan (Gaspersz, 2005).
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari penerapan prinsip TQM sudah lama dikenal dan
dimanfaatkan dalam pengoperasian pabrik, saat ini sudah meluas ke organisasi pelayanan
kesehatan, hasilnya diyakini menunjukkan peningkatan dan perbaikan sikap kerja (kepuasan
kerja, komitmen organisasi, iklim kerja, dan adanya daya saing) (Choy, 2002).
Penerapan TQM di rumah sakit mampu membuat rumah sakit bertahan dalam era
persaingan dan bisa mengangkatnya menjadi kelas dunia (Besterfield dalam Purwaningrum, dan
di Amerika sudah sangat luas, tahun 1994 hampir 60 persen dari organisasi pelayanan kesehatan
sudah menerapkan TQM dalam perencanaan programnya, malah beberapa organisasi sudah
merasakan sebagai suatu kebutuhan, (Donald Berwick (Bapak TQM) dalam Somer, dkk, 1994).
Filosofi TQM sudah digunakan secara luas untuk menambah kunjungan pasien, melalui
konsep peningkatan kepedulian terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, termasuk
Penelitian Gavriel, dkk (2007), menemukan bahwa semakin besar diberikan wewenang
kepada direktur untuk mengelola rumah sakit (semakin terdesentralisasi) maka semakin mudah
menerapkan prinsip TQM dalam pelayanannya. Penerapan TQM bisa juga digunakan untuk
memperbaiki mutu terapi, diagnostik dan indikator penampilan rumah sakit, bahkan mampu
merubah kultur kebiasaan pekerja kesehatan yang kurang baik menjadi lebih baik (Rad, 2006),
Kualitas menurut Juran (1989), adalah ‘kesesuaian untuk digunakan’, hal ini
berarti produk yang memenuhi harapan konsumen dan bebas dari defisiensi. Sedangkan Deming
dalam Peterson (2004), berpendapat kualitas adalah: mempertemukan kebutuhan dan harapan
konsumen secara berkelanjutan atas harga yang telah mereka bayarkan. Pengertian kualitas lebih
luas dalam delapan dimensi menurut Philip (2000), adalah sebagai berikut: (1). Kinerja
(performance): karakteristik operasi suatu produk utama, (2). Ciri-ciri atau keistimewaan
tambahan (feature), (3). Kehandalan (reliability): probabilitas suatu produk tidak berfungsi atau
gagal, (4). Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), (5). Daya tahan
(durability), (6). Kemampuan melayani (serviceability), (7). Estetika (estethic): bagaimana suatu
produk dipandang dirasakan dan didengarkan, dan (8). Ketepatan kualitas yang dipersepsikan
(perceived quality).
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam kepemimpinan ada beberapa unsur dan karakter yang sangat menentukan untuk
pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut Gibb dalam Salusu (2006:203), ada empat elemen
utama dalam kepemimpinan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu pemimpin yang
menampilkan kepribadian pemimpin, kelompok, pengikut yang muncul dengan berbagai
kebutuhannya, sikap serta masalah-masalahnya, dan situasi yang meliputi keadaan fisik dan
tugas kelompok.
Menurut U.S. Army, ada sebelas dasar kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin
1. Layak Teknis: Seorang pemimpin harus paham tugasnya dan memiliki pemahaman kuat
terhadap tugas dari karyawan-karyawannya;
2. Mengembangkan rasa tanggung jawab bawahan: Membantu mengembangkan sifat karakter
baik yang membantu bawahan menunjukkan tanggung jawab professionalnya;
3. Pastikan bahwa tugasnya dipahami, diawasi dan diselesaikan: Komunikasi adalah kunci.
Seorang pemimpin harus mampu untuk berkomunikasi secara efektif. Pemimpin harus
menghabiskan seluruh harinya dengan berkutat pada komunikasi. Penelitian terdahulu
menyimpulkan bahwa manager (pemimpin organisatorial) menghabiskan 70 hingga 90
persen waktunya setiap hari dengan komunikasi serta aktivitas terkait (Barrett, [n.d]);
4. Pastikan bawahan mendapat informasi yang jelas: Paham bagaimana berkomunikasi dengan
tidak hanya staf muda tetapi staf senior dan orang lain sebaik-baiknya;
5. Pahami bawahan dan perhatikan perilakunya: selalu bersikap baik dan mengenali pentingnya
perhatian awal kepada bawahan;
6. Pahami diri sendiri dan melakukan peningkatan mutu (Kaizen): Selain memahami diri
sendiri, pemimpin harus memahami siapa dirinya, apa yang ia ketahui, dan apa yang bisa ia
lakukan. Melakukan peningkatan dari diri sendiri berarti terus melakukan penguatan
terhadap perilaku. Hal ini bisa tercapai melalui belajar sendiri, pendidikan formal, pelatihan,
refleksi, dan interaksi dengan orang lain (pergaulan)
7. Buat keputusan yang jelas dan permanen: Gunakan metode penyelesaian masalah yang
bagus, pembuatan keputsan dan perencanaan.
8. Mencari tanggungjawab dan mengambil tindakan di atasnya: cari jalan untuk membimbing
organisasi anda ke level baru. Apabila hal-hal menjadi tidak benar, jangan menyalahkan
orang lain. Analisis situasinya, lakukan tindakan perbaikan, dan segera bergerak mencari
tantangan baru.
9. Berikan contoh: Jadilah suri teladan yang baik bagi bawahan. Bawahan tidak harus hanya
diberi tahu apa yang menjadi target mereka tetapi juga melihat bagaimana pemimpin
mewujudkan dan mengejawantahkan kualitas dan etika organisasi. Pemimpin harus
mewujudkan apa yang menjadi harapan bawahan saat terlihat oleh mereka.
10. Latih sebagai anggota tim: Jangan hanya berfokus pada divisi anda, bagian, atau bawahan,
tetapi bayangkan seluruh organisasi sebagai suatau keasutan yang harus belajar dan sukses
bersama.
11. Gunakan kemampuan penuh dari organisasi anda: Dengan mengembangkan semangat
organisasi, anda akan mampu untuk memanfaatkan kemampuan dari seluruh anggota
organisasi menuju tujuannya.
B. Fungsi Kepemimpinan
Menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi
sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin
berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha menjadi bagian
didalam situasi sosial kelompok atau organisasinya.
Kemudian menurut Yuki (1998) fungsi kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi dan
mengarahkan karyawan untuk bekerja keras, memiliki semangat tinggi, dan memotivasi tinggi
guna mencapai tujuan organisasi.
9. Peranan Pemimpin
Peranan pemimpin yang sangat perlu dilaksanakan seorang pemimpin yaitu : (1) Membantu
kelompok dalam mencapai tujuannya, (2) Memungkinkan para anggota memenuhi kebutuhan,
(3) Mewujudkan nilai kelompok, (4) Merupakan pilihan para anggota kelompok untuk mewakili
pendapat mereka dalam interaksi dengan pemimpin kelompok lain, (5) Merupakan fasilitator
yang dapat menyelesaikan konflik kelompok (Sulaksana 2002:7).
1. Otokratik / Otoriter
Kepemimpinan otokratik adalah bentuk ekstrim dari kepemimpinan transaksional di mana
pemimpin memiliki kekuatan penuh (totalitarian) terhadap staf/bawahan. Staff dan anggota tim
memiliki kesempatan kecil untuk menyalurkan pendapat, meskipun hal ini adalah hal yang
menarik bagi anggota tim atau organisasi. Keuntungan dari sistem ini adalah paling efisien.
Keputusan dapat dibuat secara cepat serta usaha untuk menerapkan keputusan tersebut dapat
dilakukan sesegera mungkin. Kerugian dari sistem ini, kebanyakan bawahan membenci sistem
ini. Kepemimpinan otokratik paling baik diterapkan di dalam kondisi krisis, di mana keputusan
harus dibuat secara cepat dan tanpa ada perdebatan.
2. Birokrat
Kepemimpinan birokratis mengikuti aturan secara ketat dan meyakinkan bawahannya bahwa
mereka juga mengikuti aturan yang serupa. Sistem ini merupakan sistem yang cocok untuk
pekerjaan yang memasukkan risiko kerja yang berbahaya (seperti bekerja dengan mesin, dengan
zat beracun, dan pada ketinggian) atau di mana menyertakan sejumlah uang yang banyak.
Kepemimpinan birokratis juga sangat berguna pada organisasi di mana karyawan bekerja di
dalam rutinitas (Shaefer, 2005). Kelemahan dari sistem ini adalah sangat tidak efektif di dalam
tim dan organisasi yang mengandalkan fleksibilitas, kreativitas, dan inovasi (Santrock, 2007)
3. Karismatik
Teori kepemimpinan karismatik menggambarkan apa yang diharapkan baik dari pemimpin
maupun pengikut. Kepemimpinan karismatik adalah gaya kepemimpinan yang dapat dijabarkan
tetapi dapat dirasakan kurang nyata dibandingkan pola kepemimpinan lainnya (Bell, 2013).
Sering disebut sebagai pola kepemimpinan transformasional, pemimpin karismatik
menginspirasi hasrat di dalam tim tersebut dan bersemangat di dalam memotivasi karyawan
untuk terus bergerak ke depan (progresif). Jaminan rangsangan dan komitmen dari dalam tim
merupakan aset berharga di dalam produktivitas serta mencapai tujuan. Kelemahan dari sistem
ini adalah perlunya kepercayaan diri tinggi dari pemimpin dibandingkan karyawan / bawahan.
Sistem ini bisa menjurus bahaya ke dalam proyek dan atau seluruh organisasi apabila sang
pemimpin meninggalkan. Sebagai tambahan, pemimpin karismatik mungkin percaya bahwa dia
tidak dapat bertindak salah, meskipun orang lain mengingatkannya mengenai jalur di mana ia
melangkah serta perasaan tidak terkalahkan dapat menghancurkan seluruh tim dan atau
organisasi.
4. Demokratis / Partisipatif
Pemimpin demoratis membuat keputusan akhir tetapi juga menyertakan anggota tim di dalam
membuat keputusan akhir. Sistem ini memberdayakan kreativitas dan anggota tim sering
disertakan di dalam proyek dan pengambilan keputusan. Ada banyak keuntungan kepemimpinan
demokratis. Anggota tim cenderung memiliki kepuasan bekerja yang tinggi dan cenderung
produktif karena mereka merasa ikut serta. Sistem ini juga membantu mengembangkan bakat
karyawan.
5. Laissez-Faire
Pemimpin Laissez-faire biasanya membolehkan bawahannya memiliki kuasa untuk mengambil
keputusan atas pekerjaannya (Chaudhry & Javed, 2012). Pemimpin menyediakan tim dengan
sumber daya dan bimbingan, jika diperlukan, akan tetapi tidak terlalu sering. Gaya
kepemimpinan ini dapat berjalan efektif apabila pemimpin selalu memonitor performa dan
memberikan tanggapan (feedback) kepada anggota tim secara reguler.
6. Transaksional
Gaya kepemimpinan ini dimulai dari ide bahwa anggota tim setuju untuk mematuhi
pemimpinnya apabila mereka menerima tugas. Transaksi tersebut biasanya menyertakan
organisasi akan menugaskan kepada anggota tim berdasarkan usaha dan kepatutannya.
1. Tipe Otokratik
Dalam hal ini pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri dan
memberitahukan kepada bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para
bawahannya itu hanya berperan sebagai pelaksana karena mereka tidak dilibatkan sama skali
dalam proses pengambilan keputusan.
2. Tipe Peternalistik
3. Tipe Kharismatik
Persepsi pimpinan yang Laizessz Faire tentang pentingnya pemeliharaan keseimbangan antara
orientasi pelaksanaan tugas dan orientasi pemeliharaan hubungan sering terlihat bahwa
aksentuasi diberikan pada hubungan ketimbang pada penyelesaian tugas. Titik tolak pemikiran
yang digunakan ialah bahwa jika dalam organisasi terdapat hubungan yang intim antara seorang
pemimpin dengan para bawahan, dengan sendirinya para bawahan itu akan terdorong kuat untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara bertanggung jawab.
5. Tipe Demokratik
Ciri pimpinan yang demokratik dalam hal pengambilan keputusan tercermin pada tindakannya
mengikutsertakan para bawahan dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Pemeliharaan
hubungan tipe demokratik biasanya memberikan penekanan kuat pada adanya hubungan yang
serasi, dalam arti terpeliharnya keseimbangan antara hubungan yang formal dan informal.
Seorang pemimpin yang demokratik cenderung memperlakukan para bawahannya sebagai rekan
kerja, juga menjaga keseimbangan antara orientasi penyelesaian tugas dan orientasi hubungan
yang bersifat relasional.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada berbagai teori kepemimpinan antara lain; Great Man Theories , Teori Sifat
(Traits Theories), Teori Perilaku (Behaviourist Theories), Teori Situasional
(Situasional leadership), Teori Kontijensi (Contingency Theory), Teori Transaksional
(Transactional Theory), Teori Transformasional (Transformational Theory), Teori
Otokratis Dan Pemimpin Otokratis, Teori Psikologis, Teori Sosiologis, Teori
Suportif, Teori Laissez Faire, Teori Kelakuan Pribadi, Teori Sifat Orang-Orang
Besar, Teori Humanistik/Populistik.
B. Saran
Diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, dan apabila terjadi kekurangan dan
kekeliruan dalam penulisan pemakalah menerima kritik yang membangun agar tidak
terjadi kesalahan kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2012. Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka
Cipta
Kartono, Kartini. 2008. Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah kepemimpinan abnormal itu?.
Jakarta: Rajawali Press
Kurniadin, Didin; Machali, Imam. 2014. Manajemen Pendidikan. : Konsep & Prinsip
Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Siagian, Sondang P. 2003. Teori Dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta
Subarino, kk. 2011. Kepemimpinan Integratif: Sebuah Kajian Teori. Jurnal Manajemen
Pendidikan No. 01/Th VII
Wulandari, Suci. 2003. Kepemimpinan Dalam Organisasi:Perspektif Teoritik Dan
Metodologi. Bogor: Puslitbang Perkebunan, Bogor. Jurnal Ilmiah Kesatuan Vol. 5 No.
2
Yudiaatmaja, Fridayana. 2013. Kepemimpinan: Konsep, Teori Dan Karakternya. Universitas
Pendidikan Ganesha. Jurnal Media Komunikasi Fis Vol 12, No 2
Yukl, Gary. 1989. Managerial Leadership: A Review of Theory and Research. Journal of
Management Vol 15 No 2
Yukl, Gary. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Indeks
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia sekaligus investasi dalam pembangunan bangsa.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan,
dengan tujuan guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesehatan mempunyai peranan
besar dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat, maka dari itu semua negara berupaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Pelayanan kesehatan berarti setiap
upaya yang sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan
perorangan, kelompok ataupun masyarakat.
Sistem kesehatan di Indonesia telah mulai dikembangkan sejak tahun 1982 yaitu ketika
Departemen Kesehatan RI menyusun dokumen system kesehatan di Indonesia yang disebut
Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Penyusunan dokumen tersebut didasarkan pada tujuan
nasional bangsa Indonesia sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dibentuklah program pembangunan nasional secara menyeluruh dan
berkesinambungan. Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan
tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun
pemerintah.
B. Rumusan Masalah
Apakah Pengertian dan Uraian Sistem Kesehatan Nasional ?
C. Tujuan Makalah
Untuk menjelaskan Pengertian dan Uraian Sistem Kesehatan Nasional
D. Manfaat Makalah
Mahasiswa dapat mengetahui uraian jelas Pengertian dan Uraian Sistem Kesehatan
Nasional
E. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan, menyajikan beberapa sub bab yang berisi latar belakang makalah, rumusan
masalah, tujuan makalah, manfaat makalah, dan serta sistematika penulisan makalah.
BAB II Kajian Teori, menyajikan beberapa sub bab yang berjudul apa saja teori Sistem
Kesehatan Nasional.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna
menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa
Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) juga disusun dengan memperhatikan inovasi atau
terobosan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan
sistem rujukan.
e. inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang etis dan terbukti
bermanfaat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk
penguatan sistem rujukan;
h. keinginan masyarakat;
i. epidemiologi penyakit;
j. perubahan ekologi dan lingkungan; dan globalisasi, demokratisasi dan
desentralisasi dengan semangat persatuan dan kesatuan nasional serta kemitraan dan
kerja sama lintas sektor.
D. Tujuan SKN
E. Kedudukan SKN
1. Suprasistem SKN
Suprasistem SKN adalah Sistem Penyelenggaraan Negara. SKN bersama dengan
berbagai subsistem lain, diarahkan untuk mencapai Tujuan Bangsa Indonesia seperti
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
2. Kedudukan SKN terhadap Sistem Nasional lain
Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang tidak hanya
menjadi tanggungjawab sektor kesehatan, melainkan juga tanggungjawab dari
berbagai sektor lain terkait yang terwujud dalam berbagai bentuk sistem nasional.
Dengan demikian, SKN harus berinteraksi secara harmonis dengan berbagai sistem
nasional tersebut, seperti :
a. Sistem Pendidikan Nasional
b. Sistem Perekonomian Nasional
c. Sistem Ketahanan Pangan Nasional
d. Sistem Hankamnas, dan
e. Sistem-sistem nasional lainnya
Dalam keterkaitan dan interaksinya, SKN harus dapat mendorong kebijakan dan
upaya dari berbagai sistem nasional sehingga berwawasan kesehatan.Dalam arti
sistem-sistem nasional tersebut berkontribusi positif terhadap keberhasilan
pembangunan kesehatan.
3. Kedudukan SKN terhadap berbagai sistem kemasyarakatan termasuk
swasta, Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan olehdukungan sistem
nilai dan budaya masyarakat yang secarabersama terhimpun dalam berbagai sistem
kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan
yangdipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkanperilaku dan
lingkungan sehat serta berperan aktif masyarakatdalam berbagai upaya kesehatan.
F. Subsistem SKN
e. Bentuk Pokok
1. Penggalian dana
a) Pengendalian dana untuk UKM
1. Sumber dana untuk UKM terutama berasal dari pemerintah baik pusat
maupun daerah, melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan dan pinjaman,
serta berbagai sumber lainnya
2. Sumber dana lain untuk upaya kesehatan masyarakat adalah swasta serta
masyarakat.
3. Sumber dari swasta dihimpun dengan menerapkan prinsip public private
partnership yang didukung dengan pemberian insentif, misalnya keringanan
pajak untuk setiap dana yang disumbangkan
4. Sumber dana dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh masyarakat sendiri
guna membiayai upaya kesmas, misalnya dalam bentuk dana sehat, atau
dilakukan secara pasif, yakni menambahkan aspek kesehatan dalam rencana
pengeluaran dari dana yang sudah terkumpul di masyarakat, misalnya dana
sosial keagamaan
b) Penggalian dana untuk UKP
Sumber dana untuk UKP berasal dari masing-masing individu dalam satu kesatuan
keluarga. Bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin, sumber dananya berasal dari
pemerintah melalui mekanisme jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.
2. Pengalokasian Dana
a) Alokasi dana dari pemerintah
Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk UKM dan UKP dilakukan
melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik pusat maupun
daerah, sekurangkurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran
pendapatan dan belanja setiap tahunnya.
b) Alokasi dana dari masyarakat
1. Alokasi dana yang berasal dari masyarakat untuk UKM dilaksanakan
berdasarkan asas gotong royong sesuai dengan kemampuan.
2. Sedangkan untuk UKP dilakukan melalui kepesertaan dalam program
jaminan pemeliharaan kesehatan wajib dan atau sukarela.
c) Pembelanjaan :
1. UKM : Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public private
partnership.
2. UKM dan UKP : Pembiayaan dari Dana Sehat dan Dana Sosial.
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Wajib : Pembelanjaan untuk
pemeliharaan kesmas rentan dan gakin. Untuk keluarga mampu melalui
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Wajib dan atau sukarela.
4. Dimasa mendatang : biaya kesehatan dari pemerintah secara bertahap
digunakan seluruhnya untuk pembiayaan UKM dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan masyarakat rentan dan gakin.
e. Bentuk pokok
1. Administrasi Kesehatan
a) Penanggungjawab administrasi kesehatan menurut jenjang administrasi
pemerintahan Pusat : Depkes, Provinsi : Dinkes Provinsi, Kab/Kota : Dinkes
Kab/Kota
b) Depkes berhubungan secara teknis fungsional dengan Dinkes Provinsi dan Dinkes
Kab/Kota dan sebaliknya
c) Fungsi Depkes : mengembangkan kebijakan nasional dalam bidang kesehatan,
pembinaan, dan bantuan teknis serta pengendalian pelaksanaan pembangunan
kesehatan
d) Dinkes Provinsi melaksanakan kewenangan desentralisasi dan tugas dekonsentrasi
bidang kesehatan dengan fungsi perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan,
pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan, serta pembinaan dan
bantuan teknis terhadap Dinkes Kab/Kota
e) Dinkes Kab/Kota melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang kesehatan,
dengan fungsi
f) perumusan kebijakan teknis kesehatan, pemberian perizinan dan pelaksanaan
pelayanan kesehatan, serta pembinaan terhadap UPTD kesehatan
g) Perencanaan nasional diselenggarakan dengan menetapkan kebijakan dan program
pembangunan kesehatan nasional yang menjadi acuan perencanaan daerah
h) Pelaksanaan dan pengendalian pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan
mengacu pada pedoman dan standar nasional
i) Perencanaan serta pelaksanaan dan pengendalian pembangunan kesehatan di daerah
didasarkan atas kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal bidang kesehatan
j) Pengawasan dan pertanggungjawaban pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan
mengacu pd pedoman, standar, dan indikator nasional
k) Dinkes Kab/Kota wajib membuat dan mengirimkan laporan pelaksanaan dan hasil
pembangunan kesehatan kepada Depkes dan Dinkes Provinsi
l) Dinkes Provinsi wajib membuat dan mengirimkan laporan pelaksanaan dan hasil
pembangunan kesehatan kepada Depkes
m) Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan dengan prinsip desentralisasi dan
otonomi daerah, pemerintah pusat melakukan asistensi, advokasi, dan fasilitasi
n) Dalam keadaan tertentu untuk kepentingan nasional, misalnya penanggulangan
wabah dan bencana, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan
pertanggungjawaban program pembangunan kesehatan diselenggarakan langsung
oleh pemerintah pusat
2. Informasi kesehatan
a. Sistem informasi kesehatan nasional dikembangkan dengan memadukan sistem
informasi kesehatan daerah dan sistem informasi lain yang terkait
b. Sumber data sistem informasi kesehatan adalah dari sarana kesehatan melalui
pencatatan dan pelaporan yang teratur dan berjenjang serta dari masyarakat yang
diperoleh dari survai, survailans, dan sensus
c. Data pokok sistem informasi kesehatan mencakup derajat kesehatan, upaya
kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayan masyarakat di bidang
kesehatan, serta manajemen kesehatan
d. Pengolahan dan analisis data serta pengemasan informasi iselenggarakan secara
berjenjang, terpadu, multidisipliner, dan komprehensif
e. Penyajian data dan informasi dilakukan secara multimedia guna diketahui
masyarakat luas untuk pengambilan keputusan di bidang kesehatan
3. IPTEK Kesehatan
a. Dihasilkan dari penelitian dan pengembangan kesehatan yang diselenggarakan
oleh pusat-pusat penelitian dan pengembangan milik masyarakat, swasta dan
pemerintah
b. Pemanfaatan IPTEK kesehatan didahului oleh penapisan yang diselengarakan
oleh lembaga khusus yang berwenang
c. Untuk kepentingan nasional dan global, dibentuk pusatpusat penelitian dan
pengembangan unggulan
d. Penyebarluasan dalam rangka pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan
pengembangan kesehatan dilakukan melalui pembentukan jaringan informasi dan
dokumentasi IPTEK kesehatan
4. Hukum Kesehatan
a. Dikembangkan secara nasional dan dipakai sebagai acuan dalam mengembangkan
peraturan perundangundagan kesehatan daerah
b. Ruang lingkup hukum kesehatan mencakup penyusunan peraturan perundang-
undangan,
c. pelayanan advokasi hukum, dan peningkatan kesadaran hukum di kalangan
masyarakat
d. Penyelenggaraan hukum kesehatan didukung oleh pembentukan dan
pengembangan jaringan informasi dan dokumentasi hukum kesehatan, serta
pengembangan satuan unit di organisasi hukum kesehatan di Depkes.
2. Pemberdayaan kelompok
a) Dilakukan atas prakarsa perorangan/kelompok yang ada di masyarakat
b) Terutama ditujukan kepada kelompok/kelembagaan yang ada di masyarakat
(RT/RW, kel/banjar/nagari, dll)
c) Dilakukan melalui pembentukan kelompok peduli kesehatan dan atau peningkatan
kepedulian kelompok/lembaga masyarakat terhadap kesehatan
3. Pemberdayaan masyarakat umum
a. Dilakukan atas prakarsa perorangan/kelompok yang ada di masyarakat termasuk
swasta
b. Ditujukan kepada seluruh masyarakat dalam suatu wilayah
c. Dilakukan melalui pembentukan wadah perwakilan masyarakat yang peduli
kesehatan (Badan Penyantun Puskesmas, Konsil/Komite Kesehatan Kab/Kota,
dll).
G. Penyelenggaraan SKN
1. Pelaku SKN
Pelaku penyelenggaraan pembangunan kesehatan sesuai SKN adalah :
Masyarakat
Pemerintah
Badan legislatif
Badan yudikatif
2. Proses Penyelenggaraan
1) Menerapkan pendekatan kesisteman yaitu cara berpikir dan bertindak yang logis, sistematis,
komprhensif, dan holistik dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan, antara lain:
a. Masukan : subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem SDM kesehatan, dan subsistem
obat dan perbekalan kesehatan
b. Proses : subsistem upaya kesehatan, subsistem pemberdayaan masyarakat, subsistem
manajemen kesehatan
c. Keluaran : terselenggaranya pembangunan kesehatan yang berhasil guna, berdaya guna,
bermutu, merata, dan berkeadilan
d. Lingkungan : berbagai keadaan yang menyangkut ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamnaan baik nasional, regional, maupun global yang
berdampak terhadap pembangunan kesehatan
2) Penyelenggaraan SKN memerlukan keterkaitan antarunsur-unsur SKN, yaitu :
a. Subsistem pembiayaan kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan ketersediaan
pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan
termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, sehingga upaya kesehatan
masyarakat maupun perorangan dapat diselenggarakan secara merata, tercapai,
terjangkau, dan bermutu bagi seluruh masyarakat. Tersedianya pembiayaan yang
memadai juga akan menunjang terselenggaranya subsistem SDM kesehatan, subsistem
obat dan perbekalan kesehatan, subsistem pemberdayaan masyarakat, subsistem
manajemen kesehatan
b. Subsistem SDM kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan tenaga kesehatan yang
bermutu dalam jumlah yang mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaatkan
secara berhasil guna dan berdaya guna, sehingga upaya kesehatan dapat diselenggarakan
sesuai dengan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Tersedianya tenaga kesehatan yang
mencukupi dan berkualitas juga akan menunjang terselenggaranya subsistem pembiayaan
kesehatan, subsistem obat dan perbekalan kesehatan, subsistem pemberdayaan
masyarakat, subsistem manajemen kesehatan
c. Subsistem obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan
ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang mencukupi, aman, bermutu, dan
bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat, sehingga upaya kesehatan dapat
diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna
d. Subsistem pemberdayaan masyarakat diselenggarakan guna menghasilkan individu,
kelompok, dan masyarakat umum yang mampu berperan aktif dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan.
e. Subsistem manajemen kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan fungsi-fungsi
administrasi kesehatan, informasi kesehatan, IPTEK kesehatan, dan hukum kesehatan
yang memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil
guna dan berdaya guna.
3) Penyelenggaraan SKN memerlukan penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi,
dan sinergism, baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta
subsistem lain di luar SKN
4) Penyelenggaraan SKN memerlukan komitmen yang tinggi dan dukungan serta kerjasama
yang baik dari para pelaku SKN yang ditunjang oleh tata penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang baik (good governance)
5) Penyelenggaraan SKN memerlukan adanya kepastian hukum dalam bentuk penetapan
berbagai peraturan perundang-undangan yang sesuai
6) Dilakukan melalui sikklus perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian, serta pengawasan
dan pertanggungjawaban secara sistematis, berjenjang dan berkelanjutan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca, dan apabila terjadi kekurangan dan
kekeliruan dalam penulisan pemakalah menerima kritik yang membangun agar tidak
terjadi kesalahan kembali.
DAFTAR PUSTAKA
MATERI 1
Perkembangan Teori Kepemimpinan menurut Bolden, dkk, (2003) seperti ditunjukkan tabel di
bawah ini:
Tabel 2.2. Perkembangan Teori Kepemimpinan
a) Teori Great Man: Teori Great Man adalah teori kepemimpinan kuno pada zaman Yunani kuno
atau zaman Roma, teori ini menyatakan bahwa seorang menjadi pemimpin karena bawaan
lahir, namun tidak seluruhnya teori ini dapat diterima pada saat ini karena menjadi pemimpin
b) Model Teori Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership): Penelitian Siagian (2002),
mendapatkan enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu:
1). Kapasitas, 2). Prestasi, 3). Tanggung jawab, 4). Partisipasi, 5). Status dan 6). Situasi, Penelitian
pada era tahun 1950 an ini mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para
kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain Bass, Stogdill dalam
(Siagian, 2002). Teori ini ditinggalkan karena tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas
antara watak pribadi pemimpin, ke b e rha sila n kepemimpinan dan para pengikut. Para peneliti
lainnya mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang
diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan
pengikut (Thoha, 2000; Ward King, 2002; Golding, 2003; Henckle, 2004).
c) Model Behaviourist Theorist: Teori kepribadian perilaku yang mengeksplorasi pemikiran bagaimana
perilaku seseorang dapat menentukan keefektifan kepemimpinan seseorang dan tindakan yang
berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada pekerjaan dan employed-centered
d) Model Kepemimpinan Situasional: Model ini melihat bahwa menjadi pemimpin atau pengikut
tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi, tidak ada seorang pemimpin yang efektif
menggunakan satu gaya kepemimpinan dalam berbagai situasi yang berbeda, Bolden, dkk, (2003),
selanjutnya menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin,
yaitu: 1) Sifat struktural organisasi, 2) Iklim atau lingkungan organisasi, 3) Karakteristik tugas atau
peran dan 4)Karakteristik bawahan. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai
karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang
kontribusi pemimpin terhadap efektivitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya
kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang
dihadapinya, atau kesesuaian antara karakteristik watak pribadi dan tingkah laku pemimpin dengan
tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi, faktor tersebut adalah: 1). Hubungan
antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations): Sampai sejauhmana pemimpin itu
dipercaya, disukai dan mengikuti petunjuk, 2). Struktur tugas (the task structure): Sejauhmana
tugas-tugas sudah didefinisikan dan sudah dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang
baku, 3). Kekuatan posisi (position power) yang dicapai lewat otorita formal: Sampai sejauhmana
pemimpin menanamkan rasa memiliki dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing.
f) Model Kepemimpinan Kepemimpinan Transaksional: Pemimpin transaksional pada hakikatnya
menekankan kewajiban melalui reward dan punishment untuk mencapai tujuan organisasi,
memotivasi bawahan melakukan tanggung jawab dengan mengandalkan pada sistem pemberian
atasan bawahan melalui proses transaksi dan pertukaran (exchanges process) yang bersifat
ekonomis. Burns dalam Golding (2003). Sedangkan menurut Rivai (2003), mengatakan bahwa
pemimpin yang transaksional yaitu pemimpin yang memandu atau memotivasi, pengikut mereka
dalam arah dan tujuan yang ditegaskan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.
g) Model Kepemimpinan Transformasional: Penggagas model ini adalah Burns pada tahun 1978,
masih relatif baru namun sudah dipakai secara luas dalam berbagai bidang baik bisnis, kesehatan,
pendidikan, psycholog. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model
rangsangan intelektual yang diindividualkan dan memiliki karisma (Bolden, dkk, 2003).
pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, juga menggabungkan dan menyempurnakan
h) Model Jalur-Tujuan (Path-Goal): Seperti telah diketahui bahwa pengembangan teori kepemimpinan
selain pendekatan secara kontingensi dapat pula didekati dari teori path-goal yang mempergunakan
kerangka motivasi. Usaha pengembangan teori path-goal ini sebenarnya telah dimulai oleh
Georgepoulos dari Institut Penelitian Sosial Universitas Michigan, kemudian teori ini dikembangkan
oleh Robert J. House, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif.
mempengaruhi persepsi bawahannya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri dan jalan untuk
mencapai tujuan, maka teori path-goal memasukkan 4 (empat) tipe atau gaya kepemimpinan
sebagai berikut: 1) Kepemimpinan Direktif, tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang
otokratis karena dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan, 2) Kepemimpinan yang
berorientasi pada prestasi, pemimpin menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para
i) Tipe Laissez Faire: Ciri khas seorang pemimpin yang Laissez Faire adalah cenderung memilih peran
yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri, bersikap permisif dengan
prinsip setiap anggota organisasi boleh bertindak sesuai dengan hati nuraninya untuk mencapai
tujuan organisasi, sebab setiap manusia pada prinsipnya memiliki rasa solidaritas, mempunyai
kesetiaan, taat pada norma, bertanggung jawab (Golding, 2003; Jansenn, 2004; Henckle, 2004).
b. Kepemimpinan Mutu
Kepemimpinan mutu adalah perilaku pimpinan menjalankan mutu dalam organisasinya. Perilaku
pemimpin membangun komitmen dalam organisasinya terlihat dari gaya kepemimpinan yang
diterapkannya. Perilaku pemimpin transformasional membangkitkan motivasi kerja dan kepuasan kerja
bawahannya melalui proses hubungan antara atasan dan bawahan yang didasari nilai-nilai, keyakinan-
keyakinan, dan asumsi-asumsi mengenai visi dan misi organisasi dilandasi oleh pertimbangan
sedangkan kepemimpinan transaksional adalah proses hubungan atasan dan bawahan melalui proses
transaksi dan pertukaran (exchanges process) yang bersifat ekonomis berdasarkan pertimbangan
TQM (Total Quality Management) adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk
menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. berdasarkan partisipasi semua
anggotanya dan bertujuan untuk mendapatkan kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan
serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat (Choy, 2002).
TQM telah memperoleh ketenaran sebagai sebuah metoda yang merubah operasional
organisasi menjadi lebih efisien dan efektif, TQM merupakan paradigma baru dalam menjalankan bisnis
yang berupaya memaksimumkan daya saing organisasi melalui: fokus pada kepuasan konsumen,
keterlibatan seluruh karyawan, dan perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan organisasi, implementasi TQM juga berdampak positif terhadap biaya
produksi dan terhadap pendapatan (Gaspersz, 2005). Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari
penerapan prinsip TQM sudah lama dikenal dan dimanfaatkan dalam pengoperasian pabrik, saat ini
sudah meluas ke organisasi pelayanan kesehatan, hasilnya diyakini menunjukkan peningkatan dan
perbaikan sikap kerja (kepuasan kerja, komitmen organisasi, iklim kerja, dan adanya daya saing) (Choy,
2002).
Penerapan TQM di rumah sakit mampu membuat rumah sakit bertahan dalam era persaingan
dan bisa mengangkatnya menjadi kelas dunia (Besterfield dalam Purwaningrum, dan Kuncoro, 2007).
Penerapan TQM di organisasi kesehatan di Amerika sudah sangat luas, tahun 1994 hampir 60 persen
dari organisasi pelayanan kesehatan sudah menerapkan TQM dalam perencanaan programnya, malah
beberapa organisasi sudah merasakan sebagai suatu kebutuhan, (Donald Berwick (Bapak TQM) dalam
Filosofi TQM sudah digunakan secara luas untuk menambah kunjungan pasien, melalui konsep
peningkatan kepedulian terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, termasuk meningkatkan
Penelitian Gavriel, dkk (2007), menemukan bahwa semakin besar diberikan wewenang kepada
direktur untuk mengelola rumah sakit (semakin terdesentralisasi) maka semakin mudah menerapkan
prinsip TQM dalam pelayanannya. Penerapan TQM bisa juga digunakan untuk memperbaiki mutu terapi,
diagnostik dan indikator penampilan rumah sakit, bahkan mampu merubah kultur kebiasaan pekerja
kesehatan yang kurang baik menjadi lebih baik (Rad, 2006), unsur utama mendukung TQM adalah
Kualitas menurut Juran (1989), adalah ‘kesesuaian untuk digunakan’, hal ini berarti produk
yang memenuhi harapan konsumen dan bebas dari defisiensi. Sedangkan Deming dalam Peterson
(2004), berpendapat kualitas adalah: mempertemukan kebutuhan dan harapan konsumen secara
berkelanjutan atas harga yang telah mereka bayarkan. Pengertian kualitas lebih luas dalam delapan
dimensi menurut Philip (2000), adalah sebagai berikut: (1). Kinerja (performance): karakteristik operasi
suatu produk utama, (2). Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feature), (3). Kehandalan (reliability):
probabilitas suatu produk tidak berfungsi atau gagal, (4). Kesesuaian dengan spesifikasi ( conformance to
specifications), (5). Daya tahan (durability), (6). Kemampuan melayani (serviceability), (7). Estetika
(estethic): bagaimana suatu produk dipandang dirasakan dan didengarkan, dan (8). Ketepatan kualitas
MATERI 2
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 167 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Sistem Kesehatan
Nasional;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
a. upaya kesehatan;
b. penelitian dan pengembangan kesehatan;
c. pembiayaan kesehatan;
g. pemberdayaan masyarakat.
Pasal 4 ...
-4-
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
r. keinginan masyarakat;
s. epidemiologi penyakit;
Pasal 7 ...
-6-
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Agar ...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
ttd.
AMIR SYAMSUDIN