Anda di halaman 1dari 12

KEPEMIMPINAN

OLEH

JUITA EPELINA SINAMBELA

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


DIREKTORAT PASCASARJANA
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2020
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk suatu kelompok menuju pencapaian sebuah
visi atau tujuan yang ditetapkan. Kepemimpinan dapat secara formal maupun informal
yang timbul diluar struktur organisasi. Tidak semua pemimpin adalah para manajer dan
tidak semua manajer adalah para pemimpin, karena dengan adanya hak-hak yang
dimiliki oleh manajer, tidak menjamin mereka untuk dapat memimpin secara efektif.
Kepemimpinan dalam Bahasa Inggris disebut leadership. Beberapa pengertian
kepemimpinan, antara lain;
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemimpin memiliki arti: orang yang memimpin,
sedangkan kepemimpinan memiliki arti: perihal pemimpin dan atau cara
memimpin. Sehingga kepemimpinan sangat dekat dengan seni, teknik, dan atau
metode memimpin suatu kelompok untuk mencapai tujuan.
2. J.A. Klein dan P.A. Pose (1986); Kepemimpinan adalah suatu rangkaian
bagaimana mendistribusikan pengaturan dan situasi pada suatu waktu tertentu.
3. Bernards M. Bass, (1990); Kepemimpinan merupakan suatu interaksi antara
anggota suatu kelompok sehingga pemimpin merupakan agen pembaharu, agen
perubahan, orang yang perilakunya akan lebih mempengaruhi orang lain daripada
perilaku orang lain yang mempengaruhi mereka, dan kepemimpinan itu sendiri
timbul ketika satu anggota kelompok mengubah motivasi kepentingan anggota
lainnya dalam kelompok.
4. Menurut Ralph M. Stogdill dalam Sutarto (1998); Kepemimpinan adalah suatu
proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisasi
dalam usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan.
5. Sutarto (1998); Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa
kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
6. R Terry (1998); Mengemukakan kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam
diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara
sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
B. Teori Kepemimpinan
Teori Kepemimpinan menurut Bolden, dkk (2003) yaitu:
1. Teori Great Man:
Dasar kepemimpinan adalah kepercayaan bahwa seseorang ditakdirkan jadi pemimpin,
sifat pemimpin dibawa sejak lahir ( dilahirkan menjadi pemimpin). Teori ini berlaku
pada zaman Yunani kuno dan zama Roma. Namun menurut (Golding, 2003) tidak
seluruhnya teori ini dapat diterima pada saat ini karena menjadi pemimpin bisa dicapai
melalui pendidikan dan
pengalaman.

2. Model Teori Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership):


Menurut teori ini pemimpin mempunyai sejumlah daftar karakteristik kepemimpinan
yang harus dimiliki seorang pemimpin. Penelitian Siagian (2002), ada enam kategori
faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu: Kapasitas,
Prestasi, Tanggung jawab, Partisipasi, Status dan Situasi.
Penelitian ini mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para
pemimpin, seperti : kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan
berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain .
Teori ini ditinggalkan karena tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas
antara watak pribadi pemimpin, keberhasilan kepemimpinan dan para pengikut.

3. Model Behaviourist Theorist:


Fokus teori ini adalah tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin tanpa
memperhatikan karakteristiknya. Teori ini lebih memetingkan bagaimana perilaku
seseorang dapat menentukan keefektifan kepemimpinannya dan tindakan yang
dilakukan pemimpin. Penelitian di Michigan mengidentifikasikan dua gaya
kepemimpinan yang berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada
pekerjaan dan employed-centered yang berorientasi pada karyawan (Rivai, 2003).

4. Model Kepemimpinan Situasional:


Teori ini menekankan bagaimana pembawaan yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin, tergantung pada situasi yang sedang dihadapi. Terdapat empat faktor yang
mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu: 1). Sifat struktural organisasi, 2). Iklim atau
lingkungan organisasi, 3). Karakteristik tugas atau peran dan 4). Karakteristik bawahan.
Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak
dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang lebih efektif
dalam situasi tertentu.

5. Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model):


Teori ini berpusat pada sudut pandang identifikasi situasi dan meramalkan gaya
kepemimpinan yang paling sesuai dan efektif.
 Menurut (Bolden, dkk, 2003) bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektivitas
kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership
style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang
dihadapinya, atau kesesuaian antara karakteristik watak pribadi dan tingkah laku
pemimpin dengan variabel-variabel situasional.
 Menurut Fiedler dalam ( Golding, 2003) ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kesesuaian situasi, yaitu:
1). Hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations):
2). Struktur tugas (the task structure): Sejauhmana tugas-tugas sudah
didefinisikan dan sudah dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang
baku,
3). Kekuatan posisi (position power) yang dicapai lewat otorita formal: Sampai
sejauhmana pemimpin menanamkan rasa memiliki dan nilai dari tugas-tugas
mereka masing-masing.

6. Model Kepemimpinan Kepemimpinan Transaksional:


Model ini mengadalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada
bawahannya dalam mencapai tujuan, lebih menekankan kewajiban melalui reward dan
punishment untuk mencapai tujuan organisasi, memotivasi bawahan melakukan
tanggung jawab dengan mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan
hukuman kepada bawahannya.
Menurut Rivai (2003), pemimpin yang transaksional yaitu pemimpin yang memandu
atau memotivasi, pengikut mereka dalam arah dan tujuan yang ditegaskan dengan
memperjelas peran dan tuntutan tugas.

7. Model Kepemimpinan Transformasional:


Penggagas model ini adalah Burns pada tahun 1978, menurut para peneliti model ini
merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik
kepemimpinan, karena pemimpin memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual
yang diindividualkan dan memiliki karisma (Bolden, dkk, 2003).
Kepemimpinan transformasional mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam
pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, juga
menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep model kepemimpinan terdahulu.

8. Model Jalur-Tujuan (Path-Goal):


Teori path-goal ini mempergunakan kerangka motivasi. Teori ini dimulai oleh
Georgepoulos dari Institut Penelitian Sosial Universitas Michigan, dan dikembangkan
oleh Robert J. House, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang
positif.
Teori ini difokuskan pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi bawahannya
pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri dan jalan untuk mencapai tujuan. Ada 4
(empat) tipe atau gaya kepemimpinan sebagai berikut:
1) Kepemimpinan Direktif, tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang
otokratis karena dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan,
2) Kepemimpinan yang mendukung (Supportive), mempunyai kesediaan untuk
menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati dan mempunyai perhatian
kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya,
3) Kepemimpinan Partisipatif, pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan
saran-saran dari bawahannya, namun untuk mengambil keputusan masih berada
padanya,
4) Kepemimpinan berorientasi pada prestasi, pemimpin menetapkan serangkaian
tujuan yang menantang para bawahannya untuk berpartisipasi (Thoha, 2000).

9. Tipe Laissez Faire:

Ciri khas seorang pemimpin yang Laissez Faire adalah cenderung memilih peran yang
pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri, bersikap permisif
dengan prinsip setiap anggota organisasi boleh bertindak sesuai dengan hati nuraninya
untuk mencapai tujuan organisasi, sebab setiap manusia pada prinsipnya memiliki rasa
solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma, bertanggung jawab (Golding, 2003;
Jansenn, 2004; Henckle, 2004).
C. Kepemimpinan Mutu

Kepemimpinan mutu adalah perilaku pimpinan menjalankan mutu dalam


organisasinya. Perilaku pemimpin transformasional membangkitkan motivasi kerja dan
kepuasan kerja bawahannya melalui proses hubungan antara atasan dan bawahan yang
didasari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan asumsi-asumsi mengenai visi dan misi
organisasi dilandasi oleh pertimbangan pemberdayaan potensi manusia (Henckle, 2004;
Golding, 2003; Janssen, 2004).
Pemimpin tranformasional juga diyakini mampu membangun komitmen
organisasional karyawan melalui upaya-upaya untuk memberdayakan dan mentransformasi
para bawahannya, sedangkan kepemimpinan transaksional adalah proses hubungan atasan
dan bawahan melalui proses transaksi dan pertukaran (exchanges process) yang bersifat
ekonomis berdasarkan pertimbangan ekonomi (Podsakoff, dkk dalam Pareke, 2004).

D. Total Quality Management (TQM)/Manajemen Mutu Terpadu

Menurut Choy, TQM (Total Quality Management) adalah strategi manajemen yang
ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi,
berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk mendapatkan kesuksesan
jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota
dalam organisasi serta masyarakat.
TQM merupakan paradigma baru dalam menjalankan bisnis ,fokus pada kepuasan
konsumen, keterlibatan seluruh karyawan, dan perbaikan secara berkesinambungan atas
kualitas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi, implementasi TQM juga
berdampak positif terhadap biaya produksi dan terhadap pendapatan (Gaspersz, 2005).
Penerapan TQM di rumah sakit mampu membuat rumah sakit bertahan dalam era
persaingan dan bisa mengangkatnya menjadi kelas dunia. Filosofi TQM sudah digunakan
secara luas untuk menambah kunjungan pasien, melalui konsep peningkatan kepedulian
terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, termasuk meningkatkan pelayanan di ICU.
Penerapan TQM bisa juga digunakan untuk memperbaiki mutu terapi, diagnostik dan
indikator penampilan rumah sakit, bahkan mampu merubah kultur kebiasaan pekerja
kesehatan yang kurang baik menjadi lebih baik (Rad, 2006). unsur utama mendukung TQM
adalah kepemimpinan (Ketut, 2008).
Menurut Juran (1989), Kualitas adalah ‘kesesuaian untuk digunakan’. Sedangkan
Deming dalam Peterson (2004), berpendapat kualitas adalah: mempertemukan kebutuhan dan
harapan konsumen secara berkelanjutan atas harga yang telah mereka bayarkan.
Pengertian kualitas lebih luas dalam delapan dimensi menurut Philip (2000), adalah
sebagai berikut:
1) Kinerja (performance): karakteristik operasi suatu produk utama,
2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feature),
3) Kehandalan (reliability): probabilitas suatu produk tidak berfungsi atau gagal,
4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications),
5) Daya tahan (durability),
6) Kemampuan melayani (serviceability),
7) Estetika (estethic): bagaimana suatu produk dipandang dirasakan dan
didengarkan,
8) Ketepatan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality).
PEMBAHASAN

A. Dasar-dasar dan Prinsip Kepemimpinan

Menurut U.S. Army, ada sebelas dasar kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin

1. Layak Teknis: Seorang pemimpin harus paham tugasnya dan memiliki pemahaman kuat
terhadap tugas dari karyawan-karyawannya;
2. Mengembangkan rasa tanggung jawab bawahan: Membantu mengembangkan sifat
karakter baik yang membantu bawahan menunjukkan tanggung jawab professionalnya;
3. Pastikan bahwa tugasnya dipahami, diawasi dan diselesaikan: Komunikasi adalah kunci.
Seorang pemimpin harus mampu untuk berkomunikasi secara efektif. Pemimpin harus
menghabiskan seluruh harinya dengan berkutat pada komunikasi. Penelitian terdahulu
menyimpulkan bahwa manager (pemimpin organisatorial) menghabiskan 70 hingga 90
persen waktunya setiap hari dengan komunikasi serta aktivitas terkait (Barrett, [n.d]);
4. Pastikan bawahan mendapat informasi yang jelas: Paham bagaimana berkomunikasi
dengan tidak hanya staf muda tetapi staf senior dan orang lain sebaik-baiknya;
5. Pahami bawahan dan perhatikan perilakunya: selalu bersikap baik dan mengenali
pentingnya perhatian awal kepada bawahan;
6. Pahami diri sendiri dan melakukan peningkatan mutu (Kaizen): Selain memahami diri
sendiri, pemimpin harus memahami siapa dirinya, apa yang ia ketahui, dan apa yang bisa
ia lakukan. Melakukan peningkatan dari diri sendiri berarti terus melakukan penguatan
terhadap perilaku. Hal ini bisa tercapai melalui belajar sendiri, pendidikan formal,
pelatihan, refleksi, dan interaksi dengan orang lain (pergaulan)
7. Buat keputusan yang jelas dan permanen: Gunakan metode penyelesaian masalah yang
bagus, pembuatan keputsan dan perencanaan.
8. Mencari tanggungjawab dan mengambil tindakan di atasnya: cari jalan untuk
membimbing organisasi anda ke level baru. Apabila hal-hal menjadi tidak benar, jangan
menyalahkan orang lain. Analisis situasinya, lakukan tindakan perbaikan, dan segera
bergerak mencari tantangan baru.
9. Berikan contoh: Jadilah suri teladan yang baik bagi bawahan. Bawahan tidak harus
hanya diberi tahu apa yang menjadi target mereka tetapi juga melihat bagaimana
pemimpin mewujudkan dan mengejawantahkan kualitas dan etika organisasi. Pemimpin
harus mewujudkan apa yang menjadi harapan bawahan saat terlihat oleh mereka.
10. Latih sebagai anggota tim: Jangan hanya berfokus pada divisi anda, bagian, atau
bawahan, tetapi bayangkan seluruh organisasi sebagai suatau keasutan yang harus belajar
dan sukses bersama.
11. Gunakan kemampuan penuh dari organisasi anda: Dengan mengembangkan semangat
organisasi, anda akan mampu untuk memanfaatkan kemampuan dari seluruh anggota
organisasi menuju tujuannya.

B. Fungsi Kepemimpinan
Menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungan langsung
dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa
setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha
menjadi bagian didalam situasi sosial kelompok atau organisasinya.
Kemudian menurut Yuki (1998) fungsi kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi
dan mengarahkan karyawan untuk bekerja keras, memiliki semangat tinggi, dan memotivasi
tinggi guna mencapai tujuan organisasi.

C. Peranan Pemimpin

Peranan pemimpin menurut Sulaksana (2002) yang sangat perlu dilaksanakan seorang
pemimpin yaitu :
 Membantu kelompok dalam mencapai tujuannya,
 Memungkinkan para anggota memenuhi kebutuhan,
 Mewujudkan nilai kelompok,
 Merupakan pilihan para anggota kelompok untuk mewakili pendapat mereka dalam
interaksi dengan pemimpin kelompok lain,
 Merupakan fasilitator yang dapat menyelesaikan konflik kelompok

D. Gaya/Tipe Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan suatu upaya pendekatan metode kepemimpinan dari


pemimpin kepada yang dipimpin. Ada Enam macam gaya kepemimpinan yaitu:

1. Otokratik / Otoriter
Kepemimpinan otokratik adalah bentuk ekstrim dari kepemimpinan transaksional di mana
pemimpin memiliki kekuatan penuh (totalitarian) terhadap staf/bawahan. Staf dan anggota
tim memiliki kesempatan kecil untuk menyalurkan pendapat, meskipun hal ini adalah hal
yang menarik bagi anggota tim atau organisasi. Keuntungan dari sistem ini adalah paling
efisien. Keputusan dapat dibuat secara cepat serta usaha untuk menerapkan keputusan
tersebut dapat dilakukan sesegera mungkin. Kerugian dari sistem ini, kebanyakan bawahan
membenci sistem ini. Kepemimpinan otokratik paling baik diterapkan di dalam kondisi krisis,
di mana keputusan harus dibuat secara cepat dan tanpa ada perdebatan.

2. Birokrat

Kepemimpinan birokratis mengikuti aturan secara ketat dan meyakinkan bawahannya bahwa
mereka juga mengikuti aturan yang serupa. Sistem ini merupakan sistem yang cocok untuk
pekerjaan yang memasukkan risiko kerja yang berbahaya (seperti bekerja dengan mesin,
dengan zat beracun, dan pada ketinggian) atau di mana menyertakan sejumlah uang yang
banyak. Kepemimpinan birokratis juga sangat berguna pada organisasi di mana karyawan
bekerja di dalam rutinitas (Shaefer, 2005). Kelemahan dari sistem ini adalah sangat tidak
efektif di dalam tim dan organisasi yang mengandalkan fleksibilitas, kreativitas, dan inovasi
(Santrock, 2007)

3. Karismatik

Teori kepemimpinan karismatik menggambarkan apa yang diharapkan baik dari pemimpin
maupun pengikut. Kepemimpinan karismatik adalah gaya kepemimpinan yang dapat
dijabarkan tetapi dapat dirasakan kurang nyata dibandingkan pola kepemimpinan lainnya
(Bell, 2013). Sering disebut sebagai pola kepemimpinan transformasional, pemimpin
karismatik menginspirasi hasrat di dalam tim tersebut dan bersemangat di dalam memotivasi
karyawan untuk terus bergerak ke depan (progresif). Kelemahan dari sistem ini adalah
perlunya kepercayaan diri tinggi dari pemimpin dibandingkan karyawan / bawahan. Sistem
ini bisa menjurus bahaya ke dalam proyek dan atau seluruh organisasi apabila sang pemimpin
meninggalkan.

4. Demokratis / Partisipatif

Pemimpin demoratis membuat keputusan akhir tetapi juga menyertakan anggota tim di dalam
membuat keputusan akhir. Sistem ini memberdayakan kreativitas dan anggota tim sering
disertakan di dalam proyek dan pengambilan keputusan. Ada banyak keuntungan
kepemimpinan demokratis. Anggota tim cenderung memiliki kepuasan bekerja yang tinggi
dan cenderung produktif karena mereka merasa ikut serta. Sistem ini juga membantu
mengembangkan bakat karyawan.
5. Laissez-Faire

Pemimpin Laissez-faire biasanya membolehkan bawahannya memiliki kuasa untuk


mengambil keputusan atas pekerjaannya (Chaudhry & Javed, 2012). Pemimpin menyediakan
tim dengan sumber daya dan bimbingan, jika diperlukan, akan tetapi tidak terlalu sering.
Gaya kepemimpinan ini dapat berjalan efektif apabila pemimpin selalu memonitor performa
dan memberikan tanggapan (feedback) kepada anggota tim secara reguler.

6. Transaksional

Gaya kepemimpinan ini dimulai dari ide bahwa anggota tim setuju untuk mematuhi
pemimpinnya apabila mereka menerima tugas. Transaksi tersebut biasanya menyertakan
organisasi akan menugaskan kepada anggota tim berdasarkan usaha dan kepatutannya.

Kemudian Djatmiko (2008) mengatakan ada lima tipe kepemimpinan yaitu :

1. Tipe Otokratik

Dalam hal ini pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri
dan memberitahukan kepada bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan
para bawahannya itu hanya berperan sebagai pelaksana karena mereka tidak dilibatkan sama
skali dalam proses pengambilan keputusan.

2. Tipe Peternalistik

Seorang pimpinan yang paternalistik dalam menjalankan organisasi menunjukkan


kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut:

 Dalam hal pengambilan keputusan kecenderungannya adalah menggunakan cara


mengambil keputusan sendiri, kemudian menjual kepada bawahannya tanpa
melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
 Hubungan dengan bawahan lebih banyak bersifat bapak dan anak.

3. Tipe Kharismatik

Pemahaman yang lebih mendalam tentang kepemimpinan yang bersifat kharismatik


menunjukkan bahwa sepanjang persepsi yang dimilikinya tentang keseimbangan antar
pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan dengan para bawahan seorang pimpinan
kharismatik nampaknya memberikan penekanan pada dua hal tersebut.
4. Tipe Laizessz Faire

Persepsi pimpinan yang Laizessz Faire tentang pentingnya pemeliharaan keseimbangan


antara orientasi pelaksanaan tugas dan orientasi pemeliharaan hubungan sering terlihat bahwa
aksentuasi diberikan pada hubungan ketimbang pada penyelesaian tugas. Titik tolak
pemikiran yang digunakan ialah bahwa jika dalam organisasi terdapat hubungan yang intim
antara seorang pemimpin dengan para bawahan, dengan sendirinya para bawahan itu akan
terdorong kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara
bertanggung jawab.

5. Tipe Demokratik

Ciri pimpinan yang demokratik dalam hal pengambilan keputusan tercermin pada
tindakannya mengikutsertakan para bawahan dalam seluruh proses pengambilan keputusan.
Pemeliharaan hubungan tipe demokratik biasanya memberikan penekanan kuat pada adanya
hubungan yang serasi, dalam arti terpeliharnya keseimbangan antara hubungan yang formal
dan informal. Seorang pemimpin yang demokratik cenderung memperlakukan para
bawahannya sebagai rekan kerja, juga menjaga keseimbangan antara orientasi penyelesaian
tugas dan orientasi hubungan yang bersifat relasional.

Anda mungkin juga menyukai