Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

BERFIKIR KRITIS DALAM MATEMATIKA


DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
MATEMATIKA SD 1
Drs. Sutiyarso, M. Pd
Arif Rahman Prasetyo,M. Pd

DISUSUN OLEH
KELAS 1C PGSD
KELOMPOK 1

7. BELLA SAFITRI 2010125220085


22. HELDA ELISA 2010125320051
23. LISA MUZDHALIFAH HAYATI 2010125220087
27. MIFTAHUL KIFTIAH 2010125220079
30. MUHAMMAD FADHIL HASANI 2010125310062

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan mudah dan tepat waktu. Serta tak
lupa pula shalawat serta salam kami curahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW yang selalu kita nanti-natikan syafaatnya di akhirat kelak.

Kelompok kami mengucapkan banyak rasa syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat-Nya baik itu berupa nikmat sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga kami mampu menyelesaikan pembuatan makalah tugas dari mata kuliah
Matematika SD 1 dengan judul dan pembahasan tentang “BERFIKIR KRITIS
DALAM MATEMATIKA”.

Kami penyusun tentunya sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalam
makalah yang kami buat ini. Maka dari itu, kami memohon maaf sebesar-besarnya
kepada pembaca dan kami juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah ini, agar makalah ini nanti dapat menjadi lebih baik lagi.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen mata kuliah Pancasila yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Banjarmasin, Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………..………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah ……………………………………………... 2
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Berfikir Kritis …………………………………………………. 3


B. Penalaran Induktif …………………………………………….. 10
C. Penalaran Dedukrif…………………………………………….. 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………….. 17
B. Saran ………………………………………………………….... 17

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekarang ini masih banyak siswa yang beranggapan bahwa
matematika itu sulit karena selalu berhubungan dengan angka, rumus dan
hitung-menghitung. Pemikiran awal seseorang yang seperti itu jelas akan
memengaruhi terhadap penguasaan matematika seseorang karena
sebelumnya sudah ada rasa takut tidak bisa memahami pelajaran
matematika dan malas. Mereka sudah terlebih dahulu tidak tertarik dengan
matematika sebelum mencobanya. Salah satunya yaitu dalam
menyelesaikan soal matematika bentuk cerita. Soal cerita disajikan dalam
bentuk cerita dan masalah yang diungkapkan merupakan masalah
kehidupan sehari-hari. Kebanyakan siswa merasa kesulitan dalam
memahami maksud dari soal yang diberikan, apa yang ditanyakan dalam
soal tersebut, dan masih banyak pula terdapat kesalahan dalam
perhitungan. Hal itu dikarenakan dalam menyelesaikan soal matematika
dalam bentuk cerita diperlukan langkah langkah pemahaman,berpikir dan
daya nalar yang tinggi.
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan
pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dengan
mengikuti jalan pemikiran tertentu agar sampai pada sebuah kesimpulan
yaitu berupa pengetahuan Salah satu kecakapan hidup yang perlu
dikembangkan melalui proses pendidikan adalah ketrampilan berpikir.
Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya antara
lain ditentukan oleh ketrampilan berpikirnya, terutama dalam upaya
memecahkan masalah masalah kehidupan yang dihadapinya. Di samping
pengembangan moral dan budipekerti, inkuiri dan berpikir kritis
disarankan sebagai tujuan utama pendidikan sains dan merupakan dua hal
yang bersifat sangat berkaitan satu sama lain. Berpikir kritis merupakan
kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan dan berfungsi efektif
dalam semua aspek kehidupan. Berbagai hasil penelitian pendidikan
menunjukkan bahwa berpikir kritis mampu menyiapkan peserta didik

1
2

berpikir pada berbagai disiplin ilmu, serta dapat dipakai untuk menyiapkan
peserta didik untuk menjalani karir dan kehidupan nyatanya.
Penalaran induktif melibatkan persepsi tentang keteraturan. Misalnya,
untuk mendapatkan kesamaan dari contoh-contoh yang berbeda. Dalam
matematika, mendapatkan kesamaan tersebut dapat menjadi dasar dalam
rangka pembentukan konsep, yaitu dengan cara mengurangi hal-hal yang
harus diingat. Proses tersebut dinamakan abstraksi konsep. Sebagai
contoh, dalam penalaran deduktif, hubungan antara fakta dapat diturunkan
menjadi konsep baru atau fakta baru bagi penurunan konsep-konsep yang
lain. Proses menurunkan tersebut hingga didapat fakta baru atau konsep
atau prinsip seringkali dapat dilakukan dengan mengandalkan pada
kekuatan bernalar.
Menurut beberapa ahli Penalaran deduktif adalah penarikan
kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Ada juga yang
menyimpulkan seperti ini,penalaran deduktif merupakan proses berpikir
untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal
umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan/diasumsikan
kebenarannya.penalaran deduktif adalah proses penalaran dari
pengetahuan prinsip atau pengalaman yang umum yang menuntun kita
memperoleh kesimpulan untuk sesuatu yang khusus. Berdasarkan
pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa penalaran deduktif matematik
adalah penalaran yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu
konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian berfikir kritis?
2. Apa yang dimaksud dengan penalaran induktif dan deduktif?
C. Tujuan
1. Untuk menambah wawasan kita dalam hal berfikir kritis.
2. Untuk mengetahui konsep berfikir kritis dalam matematika.
3. Untuk mengetahui apa itu penalaran induktif dan deduktif dalam
matematika.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Berfikir Kritis
1. Pengertian berfikir kritis

Berfikir kritis matematik adalah aktivitas mental dalam bidang


matematika yang dilakukan menggunakan langkah-langkah dalam
metode ilmiah, yaitu: memahami dan merumuskan masalah,
mengumpulkan dan menganalisis informasi yang diperlukan dan dapat
dipercaya, merumuskan praduga dan hipotesis, menguji hipotesis
secara logis, mengambil kesimpulan secara hati-hati, melakukan
evaluasi dan memutuskan sesuatu yang akan diyakni atau sesuatu yang
dilakukan, serta meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi.

Beberapa definisi yang berbeda mengenai berpikir kritis


dikemukakan oleh Steven (1991), Krulik dan Rudnik (1993), Ennis
(1996) (dalam Rochaminah, 2008: 22-24). Meskipun terdapat
perbedaan, namun pada dasarnya terdapat kesamaan yang dapat
dijadikan sebagai landasan dalam menghasilkan suatu definisi
operasional. Steven (1991) memberikan definisi berfikir kritis sebagai
berpikir dengan benar untuk memperoleh pengetahuan yang relevan
dan reliabel. Berpikir kritis merupakan berpikir menggunakan
penalaran, berpikir reflektif, bertanggung jawab, dan expert dalam
berpikir (dalam Rochaminah, 2008: 22). Berdasarkan pengertian
tersebut maka seseorang dikatakan berpikir kritis apabila dapat
memperoleh suatu pengetahuan dengan cara hati-hati, tidak mudah
menerima pendapat tetapi mempertimbangkan menggunakan
penalaran, sehingga kesimpulannya terpercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan. Selanjutnya Steven mengemukakan bahwa
proses berpikir kritis dapat digambarkan seperti metode ilmiah, yaitu:
mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis, mencari dan
mengumpulkan data yang relevan, menguji hipotesis secara logis,
melakukan evaluasi dan membuat kesimpulan yang reliabel.

3
4

Pengertian berfikir kritis menurut Krulik dan Rudnik (1993)


adalah mengelompokkan, mengorganisasi, mengingat, dan
menganalisis informasi yang diperlukan, menguji, menghubungkan
dan mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah (dalam
Rochaminah, 2008: 22). Pengertian berpikir kritis yang dikemukakan
Krulik dan Rudnik pada hakekatnya sejalan dengan pengertian berpikir
kritis menurut Steven karena keduanya menggunakan langkah-langkah
metode ilmiah dalam melakukan proses berfikir.

Ennis (1996: 1-2) mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu


proses berpikir dengan tujuan untuk membuat keputusan-keputusan
yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai apa yang akan diyakini
dan apa yang akan dilakukan. Dalam memutuskan apa yang akan
dipercaya dan apa yang akan dilakukan, diperlukan informasi yang
reliabel dan pemahaman terhadap topik atau lapangan studi.
Berdasarkan semua hal tersebut seseorang dapat mengambil keputusan
yang reliabel. Keputusan mengenai keyakinan sangat penting, Suatu
kunci dalam memutuskan suatu keyakinan sering merupakan sebuah
argumen. Berdasarkan definisi Ennis maka seseorang yang berpikir
kritis mampu mengambil keputusan mengenai apa yang akan diyakini
dan apa yang akan dilakukan berdasarkan informasi yang dapat
dipercaya dan pemahaman terhadap topik yang dihadapi. Berdasarkan
definisi-definisi yang dikemukakan para ahli di atas, terdapat satu
kesamaan mengenai pengertian berpikir kritis, yaitu aktivitas mental
yang dilakukan menggunakan langkah-langkah dalam metode ilmiah,
yaitu: memahami dan merumuskan masalah, mengumpulkan dan
menganalisis informasi yang diperlukan dan dapat dipercaya,
merumuskan praduga dan hipotesis, menguji hipotesis secara logis,
mengambil kesimpulan secara hati-hati, melakukan evaluasi dan
memutuskan sesuatu yang akan diyakini atau sesuatu yang akan
dilakukan, serta meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi.
Berpikir kritis matematis artinya berpikir kritis dalam bidang
matematika.
5

2. Berpikir kritis dalam pembelajaran matematika

Matematika merupakan bagian dari ilmu yang memiliki sifat


khas jika dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang lain. Kekhasan
pada matematika menjadikan matematika sebagai ratu sekaligus
pelayan dalam ilmu pengetahuan. Pentingnya matematika dalam
kehidupan sehari-hari menjadikan matematika sebagai salah satu mata
pelajaran yang harus dikuasai oleh setiap siswa. Menurut Lambertus
(2009: 138-139) matematika mempelajari tentang pola, struktur,
keteraturan yang terorganisasi, yang dimulai dari unsur-unsur yang
tidak terdefinisi kemudian ke unsurunsur yang terdefinisi, hingga ke
aksioma atau postulat dan dalil-dalil atau teorema. Komponen
matematika tersebut membentuk suatu sistem yang saling berhubungan
dan terorganisir dengan baik. Matematika dikenal sebagai ilmu
deduktif, yang artinya proses pengerjaan matematika harus bersifat
deduktif.

Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan


pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan pada pembuktian
secara deduktif. Berpikir deduktif merupakan cara berpikir yang
diawali dari pembuktian pernyataan yang bersifat umum yang
dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang bersifat khusus. Tujuan
dari berpikir deduktif adalah untuk menentukan kerangka pemikiran
yang koheren dan logis. Dalam penalaran deduktif, kesimpulan yang
ditarik merupakan akibat logis dari alasan-alasan yang bersifat umum
menjadi bersifat khusus. Penerapan cara berpikir deduktif ini akan
menghasilkan teorema-teorema yang selanjutnya dipergunakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah baik dalam matematika murni
maupun dalam matematika terapan. Keunikan dan kompleksitas unsur
pada matematika mengharuskan para pembelajar matematika mampu
berpikir kritis dalam mempelajari matematika. Glaser (Sumarmo, dkk.,
2016: 18) menyatakan bahwa berpikir kritis dalam matematika
merupakan kemampuan dan disposisi yang dikombinasikan dengan
pengetahuan, kemampuan penalaran matematik, dan strategi kognitif
6

sebelumnya, untuk menggeneralisasikan, membuktikan, mengevaluasi


situasi matematik secara reflektif.

Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika


sangat diperlukan untuk memahami dan memecahkan suatu
permasalahan atau soal matematika yang membutuhkan penalaran,
analisis, evaluasi dan intrepetasi pikiran. Berpikir kritis dalam
pembelajaran matematika dapat meminimalisir terjadinya kesalahan
saat menyelesaikan permasalahan, sehingga pada hasil akhir akan
diperoleh suatu penyelesaian dengan kesimpulan yang tepat.

Glazer menyebutkan beberapa syarat-syarat untuk berpikir kritis


dalam matematika, yaitu:

1) Adanya situasi yang tidak dikenal atau akrab sehingga seorang


individu tidak dapat secara langsung mengenali konsep
matematika atau mengetahui bagaimana menentukan solusi
suatu masalah.
2) Menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya, penalaran
matematika dan strategi kognitif.
3) Menghasilkan generalisasi, pembuktian dan evaluasi.
4) Berpikir reflektif yang melibatkan pengkomunikasian suatu
solusi, rasionalisasi argumen, penentuan cara lain untuk
menjelaskan suatu konsep atau memecahkan suatu masalah dan
pengembangan studi lebih lanjut.

Peningkatkan pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam


pembelajaran matematika sangat diperlukan karena berpikir kritis dan
matematika merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Materi matematika dipahami melalui berpikir kritis dan berpikir kritis
dilatih melalui serangkaian proses dalam pembelajaran matematika.
Baik kemampuan maupun keterampilan berpikir kritis perlu
dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Keterampilan berpikir
kritis dipahami sebagai kemampuan yang ada dalam diri (innerability)
yang mengacu pada kemampuan khusus yang diperoleh melalui
7

pengalaman atau latihan untuk melakukan tugas tertentu. Sementara


itu kemampuan berpikir kritis diartikan sebagai kegiatan penalaran
yang beroriantasi pada suatu proses intelektual yang melibatkan
pembentukan konsep, aplikasi, analisis, ataupun penilaian dari suatu
informasi untuk memecahkan suatu masalah. Keterampilan berpikir
kritis sebagai aspek psikomotorik, dan kemampuan berpikir kritis
sebagai aspek kognitif dalam penilaian hasil belajar. Keduanya harus
saling bersinergi secara seimbang dalam pelaksanaan pembelajaran
matematika untuk melatih siswa dalam menganalisis pemikirannya
sendiri dalam memutuskan suatu pilihan dan menarik kesimpulan,
serta untuk meningkatkan hasil belajar.

Keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika


dapat dikembangkan melalui proses kegiatan belajar mengajar (KBM)
yang berpedoman pada indikator keterampilan berpikir kritis yang
telah dikemukakan oleh para ahli.

Fisher (2009: 8) menekankan pada indikator keterampilan


berpikir kritis yang penting meliputi:

1) mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan


(alasan dan kesimpulan);
2) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi;
3) mengklarifikasi dan menginterpretasi pernyataan-pernyataan
dan gagasan-gagasan;
4) menilai aksetabilitas (kredibilitas dan klaim);
5) mengevaluasi berbagai argumen;
6) menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan penjelasan;
7) menganalisis, mengevaluasi, dan membuat kesimpulan;
8) menarik inferensi-inferensi;
9) menghasilkan argumenargumen. Sementara itu, kemampuan
berpikir kritis siswa juga dapat dikembangkan dengan mengacu
pada langkah-langkah berpikir kritis siswa menurut Fisher
8

dengan sedikit modofikasi agar dapat diterapkan dalam


penyelesaian soal matematika.

Pengembangan keterampilan dan kemampuan berpikir


kritis siswa dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu
upaya peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi MEA. Hal
ini didukung pendapat Aring (2015: 16) yang mengatakan bahwa
sekolah menengah perlu menyediakan kurikulum dan pedagogi
yang dapat meningkatkan kreativitas, pemecahan masalah, berpikir
kritis dan kewirausahaan dalam menghadapi tantangan pendidikan
tinggi di ASEAN. Jelas bahwa berpikir kritis menjadi salah satu
faktor yang harus diprioritaskan untuk bersaing dalam MEA.
Sementara itu, Waluya (2012) sebagaimana dikutip dalam
Setiawan (2016: 7) mengungkapkan bahwa pendidikan matematika
juga dapat digunakan dalam mempersiapkan peserta didik sebagai
calon insan cendikia dan tenaga kerja terdidik dalam era MEA. Hal
ini bisa dilihat dari nilai-nilai atau karakter yang perlu
dikembangkan berkaitan dengan matematika, salah satunya yaitu
berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. Pembelajaran matematika
yang melatih berpikir kritis memberikan dampak positif bagi siswa
baik selama proses pembelajaran, maupun setelah proses
pembelajaran berlangsung.

Beberapa dampak positif yang dialami siswa dari berpikir


kritis dalam pembelajaran matematika, diantaranya :

1) Melatih keterampilan dalam memecahkan masalah.


Pembelajaran matematika yang dirangkai sesuai tahap
berpikir kritis akan melatih siswa untuk terbiasa melakukan
langkah-langkah kecil terlebih dahulu sebelum akhirnya
terampil dalam berpikir ketingkat yang lebih tinggi dalam
menyelesaikan solusi suatu permasalahan. Hal ini akan
secara tidak langsung membekali siswa untuk mencari
9

tindakan terbaik yang harus dipilih dalam bersaing dengan


negara-negara ASEAN.
2) Munculnya pertanyaan inovatif, dan merancang solusi yang
tepat. Mengembangkan berpikir kritis dalam pembelajaran
matematika akan merangsang rasa ingin tahu siswa
terhadap materi yang dipelajari. Akibatnya siswa
termotivasi untuk bertanya, dan mencari informasi
sebanyak-banyaknya untuk menemukan solusi dari
permasalahan yang diajukan. Kaitan dampak positif ini
dengan MEA adalah dengan tumbuhnya rasa ingin tahu
siswa, akan tergerak nurani untuk mencoba hal-hal baru,
menciptakan temuan-temuan baru untuk selanjutnya
digunakan sebagai alat dalam bersaing dengan negara-
negara ASEAN.
3) Aktif membangun argumen dengan menunjukkan bukti-
bukti yang akurat dan logis. Langkah-langkah berpikir
kritis saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan yang
utuh. Pengaplikasian langkah tersebut dalam pembelajaran
matematika memungkinkan siswa untuk mengevaluasi
pemikiran mereka sendiri maupun pemikiran orang lain
untuk kemudian merangkum hasil evaluasi tersebut sampai
pada kesimpulan, yang selanjutnya diungkapkan dalam
bentuk argumen yang logis dan kritis. Secara umum,
berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat
melatih siswa untuk berpartisipasi secara aktif untuk
memperoleh dan merasakan pengalamanpengalaman yang
bermakna dalam proses pembelajaran. Akibatnya, siswa
terbiasa menghadapi tantangan dan memiliki kemampuan
untuk memecahkan masalah, hingga pada akhirnya tercipta
sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan
berkualitas serta siap bersaing menghadapi tantangan MEA.
10

B. Penalaran Induktif
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan
pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dengan
mengikuti jalan pemikiran tertentu agar sampai pada sebuah kesimpulan
yaitu berupa pengetahuan. Oleh karena itu, proses berpikir memerlukan
sarana tertentu yang disebut dengan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir
ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan
sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak
akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat
melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana
berpikir ilmiah berupa, bahasa ilmiah, logika dan matematika, serta logika
dan statistika.
Bahasa ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai
dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan
alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran dari seluruh proses
berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika dan statistika mempunyai peran
penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang
berlaku umum.
Berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari
sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai
hukum ilmiah, menurut Herbert L. Searles, diperlukan proses penalaran
sebagai berikut:
1) Langkah pertama adalah mengumpulkan fakta-fakta khusus. Pada
langkah ini, metode yang digunakan adalah observasi dan
eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin,
sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat atau mengganti
obyek yang harus dipelajari.
2) Langkah kedua adalah perumusan hipotesis. Hipotesis merupakan
dalil atau jawaban sementara yang diajukan berdasarkan
pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi penelitian lebih
lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat, diantaranya dapat
11

diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil


yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan
fokus kajian.
3) Langkah ketiga adalah mengadakan verifikasi. Hipotesis
merupakan perumusan dalil atau jawaban sementara yang harus
dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga
dibandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan
umum. Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk
membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang
sebenarnya. Verifikasi juga mencakup generalisasi untuk
menemukan dalil umum, sehingga hipotesis tersebut dapat
dijadikan satu teori.
4) Langkah keempat adalah perumusan teori dan hukum ilmiah
berdasarkan hasil verifikasi.

Hasil akhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah


terbentuknya hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi oleh induksi adalah
untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi tidak mungkin
semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran
yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan
bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagi semua hal harus merupakan
suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.

Induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau
sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan
(inferensi). Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran
ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada.
Hal ini disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu
proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif.

Pada pembelajaran matematika, pola pikir induktif digunakan guru


jika dalam menyampaikan materi pembelajaran dimulai dari hal-hal yang
khusus menuju ke hal yang lebih umum. Dalam mengenalkan konsep
12

bangun datar, misalnya persegi, guru dapat menunjukkan berbagai bangun


geometri atau gambar datar kepada para siswa, dan mengatakan “ini
namanya persegi.” Selanjutnya menunjuk bangun lain yang bukan persegi
dengan mengatakan “ini bukan persegi.” Setelah guru memberikan kasus
khusus misalnya contoh-contoh, siswa mengamati, membandingkan,
mengenal karakteristik, dan berusaha menyerap berbagai informasi yang
terkandung dalam kasus khusus tersebut untuk digunakan memperoleh
kesimpulan atau sifat yang umum.

Proses berpikir induktif meliputi pengenalan pola, dugaan dan


pembentukan generalisasi. Ketepatan sebuah dugaan atau pembentukan
generalisasi dalam pola penalaran ini sangatlah tergantung dari data dan
pola yang tersedia. Semakin banyak data yang diberikan atau semakin
spesifik pola yang diberikan, maka akan menghasilkan sebuah dugaan atau
generalisasi yang semakin mendekati kebenaran. Sebaliknya, semakin
sedikit data yang diberikan atau semakin kurang spesifiknya pola yang
disediakan, maka dugaan atau generalisasi bisa semakin jauh dari sasaran,
dan bahkan bisa memunculkan dugaan atau generalisasi ganda.

Misalkan diberikan sebuah barisan bilangan 2, 5, 8, 11, 14, 17,


20, ..., maka pengenalan pola dimaksudkan sebagai suatu identifikasi
tentang tata aturan penulisan barisan tersebut. Dari contoh ini dapat dilihat
bahwa untuk mendapatkan bilangan berikutnya, maka sebuah bilangan
dalam barisan tersebut harus ditambah dengan 3. Setelah mengetahui
polanya, selanjutnya dapat dilakukan dugaan-dugaan tentang bilangan-
bilangan yang akan muncul pada urutan yang lebih tinggi, misalnya
dugaan tentang 3 bilangan yang akan muncul pada urutan ke 8, 9 dan 10.
Selanjutnya hasil dari proses pengenalan pola dan pendugaan tersebut
dapat digunakan untuk membentuk sebuah generalisasi, yakni dengan
menyusun formula untuk menentukan bilangan yang akan muncul pada
urutan ke n.

Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa penalaran induktif


merupakan proses penyimpulan secara umum dari hasil observasi yang
13

terbatas. Hasil kesimpulan yang diperoleh bisa jadi kurang valid atau bisa
mengakibatkan kesalahan penafsiran apabila data yang dipergunakan
kurang lengkap atau pola yang diamati kurang spesifik. Sementara itu
konsep-konsep dalam matematika tidak pernah mengalami perubahan,
jikalaupun ada itu sifatnya hanyalah penambahan karena adanya temuan-
temuan baru dan tidak sampai merubah konsep yang sudah ada
sebelumnya. Hal ini karena sistem yang ada dalam matematika merupakan
sistem-sistem deduktif, dimana kebenaran suatu konsep didasarkan pada
konsep-konsep sebelumnya. Oleh karenanya sistem penalaran yang paling
banyak berperan dalam matematika adalah penalaran deduktif.

C. Berpikir Deduktif
Berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang
didasarkan kepada premis-premis yang keberadaannya telah ditentukan.
Secara deduktif matematika menemukan pengetahuan yang baru
berdasarkan premis-premis tertentu. Pengetahuan yang ditemukan ini
sebenarnya hanyalah konsekuensi dari pernyataan- pernyataan ilmiah yang
telah kita temukan sebelumnya.
Matematika dikenal dengan ilmu deduktif. Ini berarti proses
pengerjaan matematika harus bersifat deduktif. Matematika tidak
menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus
berdasarkan pembuktian deduktif. Meskipun demikian untuk membantu
pemikiran pada tahap-tahap permulaan seringkali kita memerlukan
bantuan contoh-contoh khusus atau ilustrasi geometris.
Perlu diketahui bahwa baik isi maupun metode mencari kebenaran
dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam, apalagi dengan
ilmu pengetahuan umum. Metode mencari kebenaran yang dipakai oleh
matematika adalah ilmu deduktif, sedangkan ilmu pengetahuan alam
adalah metode induktif atau eksperimen. Namun dalam matematika
mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya
generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara
deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi, sifat, teori atau dalil itu
belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara
14

deduktif. Sebagai contoh, dalam ilmu biologi berdasarkan pada


pengamatan, dari beberapa binatang menyusui ternyata selalu melahirkan.
Sehingga kita bisa membuat generalisasi secara induktif bahwa setiap
binatang menyusui adalah melahirkan.
Generalisasi yang dibenarkan dalam matematika adalah
generalisasi yang telah dapat dibuktikan secara deduktif. Contoh: untuk
pembuktian jumlah dua bilangan ganjil adalah bilangan genap.
Pembuktian secara deduktif sebagai berikut: andaikan m dan n sembarang
dua bilangan bulat maka 2m + 1 dan 2n + 1 tentunya masing-masing
merupakan bilangan ganjil. Jika kita jumlahkan (2m + 1) + (2n + 1) = 2(m
+ n + 1). Karena m dan n bilangan bulat maka (m+n+1) bilangan bulat,
sehingga 2(m + n + 1) adalah bilangan genap. Jadi jumlah dua bilangan
ganjil selalu genap.
Hal ini untuk membiasakan siswa berpikir deduktif dalam
belajarnya dikarenakan matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak
dan penalarannya deduktif. Guru dapat mendesain kegiatan pembelajaran
yang mampu mengungkap penggunakan pola pikir deduktif. Namun bagi
siswa penggunaan pola pikir deduktif ini sering dipandang berat, misalnya
pembuktian dengan pola pikir deduktif. Penggunaan pola pikir deduktif
dapat diperkenalkan melalui penggunaan definisi atau teorema dalam
pemecahan masalah Hudojo (2005).
Dapat disimpulkan bahwa pengertian deduktif adalah pengambilan
kesimpulan untuk suatu atau beberapa kasus khusus yang didasarkan
kepada suatu fakta umum. Metode ini diawali dari pebentukan teori,
hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan
kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki
konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan
penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu
gejala.Sebagai contoh:
 Premis 1: Jika ada 2 garis sejajar, maka sudut-sudut yang dibentuk
kedua garis sejajar tersebut dengan garis yang ketiga adalah sama.
15

 Premis 2: Jumlah sudut yang dibentuk oleh sebuah garis lurus


adalah 180 derajat.

Pada intinya, pembuktian dengan penalaran induktif seperti


ditunjukkan di atas belum dapat meyakinkan orang lain, termasuk para
pembaca naskah ini, bahwa rumus atau pernyataan tersebut akan benar
untuk seluruh nilai n. Untuk itu, alternatif pembuktian secara deduktif
akan dikomunikasikan seperti ditunjukkan dengan Tabel 1. Langkah
pertamanya adalah dengan memisalkan bilangan yang dipilih adalah x
pada cara II dan suatu persegi pada cara I yang mewakili atau
melambangkan suatu bilangan sembarang dari anggota semesta
pembicaraannya.

Tabel 1. Contoh Pembuktian Secara Deduktif

Langkah/Perintah Cara I Cara II


1. Pilih satu bilangan Dimasukkan yang Dimasukkan
sembarang dipilih adalah: bilangan yang
dipilih adalah x
2. Tambahkan 3 X+3

3. Kalikan dengan 4 2(x + 3) = 2x + 6

4. Kurangi dengan 4 2x + 2

5. Bagi dengan 2 x+1


6. Kurangi dengan 1
bilangan yang anda
pilih semula
7. Sebutkan hasilnya “satu” “satu”

Jelaslah bahwa jika pada pembuktian secara induktif digunakan bilangan-


bilangan dari anggota semestanya, maka pada pembuktian secara deduktif,
langkah pertamanya adalah memisalkan bilangan yang dipilih dengan
16

variabel x ataupun persegi yang dapat diganti untuk mewakili setiap


anggota semestanya. Melalui cara seperti ini, jika memang benar bahwa
hasil terakhirnya adalah 1 maka dapat disimpulkan bahwa hasil terakhir
berupa bilangan 1 tersebut akan berlaku untuk semua bilangan sembarang
pada semesta pembicaraannya. Dengan mengikuti ketujuh langkah yang
ditentukan, ternyata hasilnya 1, dapat disimpulkan bahwa untuk semua
bilangan sembarang yang dipilih, termasuk bilangan negatif, pecahan, dan
bentuk akar, hasilnya akan selalu 1.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berpikir kritis matematik adalah aktivitas mental dalam bidang
matematika yang dilakukan menggunakan langkah-langkah dalam
metode ilmiah. Penalaran induktif adalah pemikiran tentang penarikan
kesimpulan yang bersifat umum dari pengetahuan atau fakta.
Penalaran deduktif adalah cara berpikir dengan berdasarkan pernyataan
dasar untuk membuat kesimpulan. Sistem aksioma adalah sistem
penerapan dalam matematika dari berbagai metode logika atas
sekelompok unsur, relasi, dan operasi. Dalam proses penalaran
matematika, suatu rumus (teorema) matematika terdiri dari beberapa
hipotesis dan kesimpulan.

B. Saran

Dalam mempelajari matematika hendaknya kita berpikir kritis,


dimana dengan cara ini akan menjadikan apa yang kita pelajari menjadi
lebih akurat. Mempelajari tentang penalaran induktif dan penalaran
deduktif juga diperlukan untuk matematika, karena dari cara ini kita
dapat menarik kesimpulan.

17
DAFTAR PUSTAKA

- Lambertus. 2009. Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam


Pembelajaran Matematika SD. Forum Kependidikan.
- Widiantari, M. P., Suarjana, dan Kusmariyatni. 2006. Analisis
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV dalam Pembelajaran
Matematika. e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha.
- Sumarmo, dkk. 2012. Kemampuan dan Disposisi Berpikir Logis, Kritis,
dan Kreatif Matematik. Jurnal Pengajaran MIPA.

18

Anda mungkin juga menyukai