Anda di halaman 1dari 39

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN

DENGAN SERANGAN ASMA PADA PASIEN ASMA BRONKIAL

SCOPING REVIEW

Diajukan oleh :

Pazela Kumala putri

G1B117003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

202

1
KATA PENGANTAR

Bismillah, Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin, segala puji hanya bagi Allah Yang
Maha Kuasa. Sholawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW. Atas segala
limpahan nikmat serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan studi literatur
dengan judul “Pengaruh Tingkat Kecemasan Dengan Serangan Asma Pada Pasien
Asma Bronkial”. Studi literatur ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar SarjanaKeperawatan di Program Studi Keperawatan Universitas
Jambi.
Terwujudnya laporan proposal penelitian ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, dan dorongan berbagai phak, maka sebagai ungkapan hormat dan
penghargaan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs.H. Sutrisno,M.Sc.,Ph.D selaku Rektor Universitas Jambi
2. Dr. dr. Hurmayanto, Sp.OT.M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Unversitas Jambi.
3. Dr.Muthia Mutmainnah,M.Kep,Sp.Mat selaku Kepala Jurusan Program Studi
Keperawatan Universitas Jambi.
4. Ns. Fadliyana Ekawaty M,Kep Sp, Kep. An selaku sekretaris jurusan Program
Studi Keperawatan Universitas Jambi
5. Ns. Yosi Oktarina, S.Kep.,M.Kep selaku ketua program studi Keperawatan
Universitas Jambi.
6. Ns. Nurhusna,S.Kep.,M.Kep sebagai dosen pembimbing substansi yang telah
sabar, tekun, tulus, ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikanbimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga
kepada penulis selama penyusunan skripsi.
7. DR. Ns. Andi Subandi M.Biomed sebagai dosen pembimbing metodologi yang
telah sabar, tekun, tulus, ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikanbimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga
kepada penulis selama penyusunan skripsi.

i
8. Ns.Yosi Oktarina S.Kep.,M.Kep selaku penguji skripsi yang telah banyak
membimbing, memberikan waktu, arahan, masukan, serta motivasi dalam dan
penyusunan penelitian ini
9. Ayahhanda Papa Zaidal dan ibunda Mama Susila yang sangat penulis cintai yang
senantiasa mendo’kan, memotivasi, dan mendukung secara penuh dengan
kebaikan hati, kesabaran dan pengorbanan selama penulis mengikuti perkuliahan
hingga saat ini.
10. Dosen-dosen dan seluruh staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini kepada
penulis dan dengan kemurahan hati menolong penulis dalam pencarian data dan
informasi yang diperlukan dalam menyusun proposal ini.
11.Sahabat-sahabat dan orang- orang tersayang yang telah banyak memberikan
semangat dan motivasi kepada penulis, yang telah mendoa’kan, meluangkan
waktu, membantu serta memotivasi penulis dalam menyusun proposal ini.
12.Teman-teman seperjuangan angkatan 2017 Keperawatan Universitas Jambi yang
telah mendoa’kan, meluangkan waktu, membantu serta memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
13.Seluruh pihak yang telah membantu penulis memperoleh data untuk melengkapi
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa laporan proposal penelitian ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua
pihak. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan
keperawatan.

Jambi, November 2020

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS ............................................................... vii
BAB 1 : PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ....................................................................... 4
1.3 Tujuan penelitian ........................................................................ 4
1.4 Manfaat penelitian ...................................................................... 4
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6
2.1 Konsep Asma .......................................................................... 6
2.1.1 Definisi Asma .......................................................................... 6
2.1.2 Etiologi Asma ......................................................................... 7
2.1.3 Klasifikasi Asma .................................................................... 8
2.1.4 Patofisiologi Asma .................................................................. 11
2.1.5 Manifestasi Klinis Asma ......................................................... 12
2.1.6 Penatalaksanaan Asma .............................................................. 12
2.1.7 Komplikasi Asma. .................................................................... 13
2.2 Konsep kecemasan ..................................................................... 15
2.2.1 Definisi kecemasan ................................................................... 15
2.2.2 faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ........................... 16
2.2.3 Gejala Kecemasan…………………………………………….....17
2.2.4 Alat Ukur Kecemasan………………………………………......18
2.3 Hubungan tingkat kecemasan dengan kejadianAsma pada
pasien Asma Bronkial ................................................................ 20

iii
2.4 Kerangka Teori........................................................................... 21
2.5 Kerangka Konsep……………………………………………….. 22
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 23
3.1 Desain …………………………………………………………... 23
3.2 Variabel dan Defisini Konseptual………………………………. 23
3.3 Strategi Pencarian Literatur ………………………………...…. 24
3.3.1 Jenis Data……………………………………………………... 24
3.3.2 Teknik Pencarian Data……………………………………….. 24
3.4 Kriteria Penelitian……………………………………………… 25
3.5 Reasearch Question…………………………………………….. 25
3.6 Teknik Analisa Artikel…………………………………………. 26
3.7 Tahapan Studi Literatur dan Hasil Pencarian………………….. 27
3.7.1 Hasil penelusuran Artikel……………………………………. 27
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 29

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis


(sebelum pengobatan)………………………………………………. 9
Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat Berat Asma Pada Penderita Asma
Dalam Pengobatan ………………………………………………….10
Table 3.1 Variabel Dan Definisi Konseptual…………………………………... 24
Table 3.2 Summary Of PECOC……………………………………………………... 25
Table 3.3 Reasearch question……………………………………………….......26

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema kerangka teori ............................................................. ...... 21


Gambar 2.2 Skema kerangka konsep ................................................................ 22
Gambar 3.1 Bagan alur PRISMA ..................................................................... 28

vi
RIWAYAT HIDUP

Pazela Kumala Putri dilahirkan di pendung hilir Penawar, Kerinci pada tanggal
23 juni 2000. merupakan anak dari Bapak Zaidal dan Ibu Susila. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 131/III Pendung Tengah
Penawar pada tahun 2011, pada tahun yang sama penulis menlanjutkan pendidikan
di MTSN 5 Kerinci dan lulus tahun 2014, masih pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di MAN 1 Kerinci dan lulus pada tahun 2017. Pada tahun
2017 penulis diterima di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Jambi pada Program Studi Keperawatan melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negri). Penulis aktif dalam berbagai kegiatan intra dan
ekstra kampus selama mengikuti perkuliahan. Penulis berperan aktif dalam
organisasi BEM FKIK UNJA periode 2018-2019 sebagai anggota departemen
KMA dan menjadi Bendahara umum BEM FKIK UNJA pada periode 2019-2020.
Sebagai anggota departemen Kaderisasi Ath- thobib FKIK UNJA 2 periode 2018-
2019, 2019-2020 dan anggota ROHIS Ar-Rahman Universitas Jambi 2017-
sekarang, anggota FOLTA Silmi Kaffah Universitas Jambi. Penilis juga bergabung
di forum penulis Kerinci Akasara Pijar.

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma adalah salah satu masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjadi di
Negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data The Global Asthma
Report pada tahun 2016 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma
seluruh dunia adalah 325 juta orang, dengan angka prevalensi yang terus
meningkat terutama pada anak-anak yaitu sebesar 0,5%.1
Hasil dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2017 prevalensi
penyakit asma di Indonesia sebesar 4,5%. Terdapat 18 provinsi yang mempunyai
prevalensi penyakit asma melebihi angka nasional. Dari 18 provinsi tersebut 6
provinsi teratas adalah Sulawesi Tengah (7,8%), Nusa Tenggara Timur (7,3%),
DI Yogyakarta (6,9%), Sulawesi Selatan (6,7%) Kalimantan Selatan (6,4%) dan
Kalimantan Tengah (5,7%) sedangkan provinsi yang mempunyai prevalensi
terendah yaitu Sumatera Utara (2,4%), Jambi (2,4%), Riau (2,0%), Bengkulu
(2,0%) dan Lampung (1,6%).2
Asma bronkial merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten
reversible dimana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu sehingga terjadi Inflamasi kronik yang menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama pada waktu malam atau dini hari dan serangan asma membuat pasien
tidak dapat beraktifitas melakukan kegiatan harian, sehingga menyebabkan
menurunnya produktifitas serta menurunkan kualitas hidup.3,4

1
Terjadinya serangan asma bisa disebabkan oleh alergi terhadap sesuatu, seperti
udara dingin atau panas, asap, debu dan bulu hewan, alergi ini biasanya bersifat
menurun atau faktor genetik, Penyebab lain terjadinya asma yaitu lingkungan
kerja, perubahan cuaca, infeksi saluran napas serta gangguan emosi seperti
kecemasan.3
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berhubungan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Faktor pencetus
kecemasan pada seseorang seperti perasaan takut dan tidak diterima dalam
lingkungan tertentu, adanya pengalaman traumatis, seperti trauma perpisahan,
kehilangan atau bencana alam, serta ancaman terhadap integritas fisik yang
meliputi disabilitas fisiologi atau terjadi penurunan kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari hari dan ancaman terhadap sistem diri yaitu dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu. 5
Kecemasan dapat menyebabkan perubahan fisiologis yangdapat menimbulkan
serangan asma pada pasien asma bronkial. Selama periode kecemasan, pasien
sering lupa untuk mengambil obat asma mereka, akibatnya serangan asma lebih
mungkin untuk terjadi. Kecemasan juga dapat membuat gejala asma lebih parah
dan kecemasan secara langsung dapat mempengaruhi tubuh atau menyebabkan
pasien kurang efektif dalam mengelola asma, dengan emosi-emosi yang kuat
seperti kecemasan dapat memicu pelepasan bahan kimia, seperti histamin dan
leukotrien, yang dapat memicu penyempitan saluran napas.6,7
Pada sebagian orang , stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan asma dan dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Stress
dapat mengantarkan seseorang pada tingkat kecemasan sehingga memicu
dilepaskannya histamindan leukotrien yang menyebabkan penyempitan saluran
nafas yang ditandai dengan sakit di tenggorokan dan sesak nafas, yang dapat
memicu serangan asma.7

2
Asma bronkial sering terjadi bersamaan dengan depresi atau tingkat
kecemasan yang tinggi merupakan fenomena yang tidak perlu dipertanyakan lagi.
Sebaliknya, sedikit yang diketahui tentang hubungan antara tingkat pengendalian
asma dan prevalensi depresi dan kecemasan, yang terakhir dipertimbangkan
dalam konteks keadaan sementara serta sifat kepribadian yang relatif stabil. Hal
Ini mendorong saya untuk melakukan analisis masalah secara mendetail mengenai
hubungan tingkat kecemasan dengan serangan asma pada pasien asma bronkial.
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan memiliki peran untuk
memberikan penanganan yang tepat untuk mengatasi dampak yang buruk
bagi penderita asma. Mengingat banyaknya dampak yang ditimbulkan,
penanganan yang tepat baik yang bersifat farmakologis maupun non farmakologis
perlu dilakukan. perawat harus mengetahui apakah cemas berhubungan dengan
terjadinya serangan asma yang buruk pada pasien asma, agar tanggung jawabnya
sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan
uraian tersebut peneliti merasa tertarik untuk dapat melakukan penelitian dengan
judul hubungan tingkat kecemasan dengan serangan asma pada pasien asma
bronkial.
Berdasarkan penelitian Rosma Karinna(2016) diketahui terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat kecemasan dengan serangan asma pada penderita
asma bronkial di BP4 semarang, dengan hasil penelitian didapatkan responden
terbanyak mengalami kecemasan ringan diikuti dengan responden yang tidak ada
kecemasan, responden dengan kecemasan sedang, responden dengan kecemasan
berat dan responden paling sedikit mengalami kecemasan sangat berat.
Responden terbanyak mengalami serangan asma sedang diikuti dengan responden
yang serangan asma berat dan responden paling sedikit mengalami serangan asma
yang ringan. Penderita asma dianjurkan dapat meminimalkan timbulnya
kecemasan yang menjadi pencetus terjadinya serangan asma. Penelitian ini di
dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Michael Hostia dkk (2015)
Berdasarkan hasil penelitian terhadap30 pasien,ujianalisis Chi-square

3
menunjukkan tingkat signifikansi 0.000 yang menunjukkan p < 0.05,sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dengan
frekuensi kekambuhan keluhan sesak napas pada pasien asma bronkial di SMF
Paru RSD dr. Soebandi Jember. Dan hasil Penelitian Gisella (2016) didapatkan
nilai p value 0,04 dimana p< á 0,05 maka Ho ditolak. Simpulan penelitian ini
yaitu adanya hubungan antara tingkat kecemasan dengan serangan asma pada
penderita asma di Kelurahan Mahakeret Barat dan Mahakeret Timur Kota
Manado.8,9,10
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
hubungan tingkat kecemasan dengan serangan asma pada pasien asma bronkial.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada studi literatur ini adalah “apakah terdapat hubungan
tingkat kecemasan dengan serangan asma pada pasien asma bronkial”.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis hubungan tingkat kecemasan dengan serangan asma pada
pasien asma bronkial pada artikel yang telah terindeks dan terakreditasi di jurnal.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. bagi institusi pendidikan
Institusi pendidikan dapat menggunakan hasil studi literatur ini sebagai
tambahan pengetahuan dan bahan referensi dalam upaya meningkatkan dan
memperkaya kajian keperawatan medikal bedah tentang pengaruh tingkat
kecemasan dengan kejadian serangan asma pada pasien asma bronkial.
1.4.2. bagi profesi keperawatan
Sebagai salah satu intervensi bagi perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah keperawatan kecemasan yang telah
dibuktikan dengan riset. Dengan adanya bukti dari riset sebelumnya tentunya hal
ini akan bermanfaat dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam
penerapan asuhan keperawatan serta dapat meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan.

4
1.4.3. bagi perawat pendidik
Perawat pendidik dapat menggunakan hasil studi literatur ini untuk
mengembangkan metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam mengatasi masalah keperawatan kecemasan pada
pasien asma bronkial.
1.4.4. bagi peneliti
Hasil studi literatur ini diharapkan dapat digunakan sebagai data penelitian
berikutnya dan dapat bermanfaaat bagi mahasiswa keperawatan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asma


2.1.1 Definisi asma
Istilah asma diambil dari kata yunani yang artinya terengah-engah dan berarti
serangan napas pendek. Dulunya istilah ini digunakan untuk menyatakan
gambaran klinis napas pendek tanpa ditujukan untuk keadaan-keadaan yang
menunjuk kan respons abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan
yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas. 3,4
Asma merupakan salah satu penyakit yang dengan gejala hipersensitivitas
cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan dan keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan jalan napas secara periodik dan reversible
akibat bronkospasme. 4
Asma bronkial merupakan kelaianan inflamasi kronis saluran nafas dimana
berbagai sel memainkan perannya, khususnya sel must, eosinophil, dan limfosit T.
pada orang yang rentan, inflamasi ini dapat menyebabkan episode berulang bising
mengi, sesak nafas, dada terasa tegang serta batuk khususnya di waktu malam atau
dini hari. Gejala ini berhubungan dengan penyempitan saluran nafas yang sangat
luas dan bervariasi, dan sebagian sedikit reversible baik secara spontan maupun
dengan pengobatan. Proses inflamasi dapat meningkat dengan dipicu beberapa
faktor pencetus antara lain udara dingin, infeksi, makanan, bau atau bahan kimia,
bulu binatang, gangguan psikis dan lain-lain. 3
Asma bronkial merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten reversible
dimana trachea dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap simulasi tertentu.
Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa wheezing, sesak napas, dada terasa
berat dan batuk-batuk terutama pada waktu malam atau dini hari. Serangan asma

6
mengakibatkan klien tidak dapat beraktifitas melakukan kegiatan harian, sehingga
menyebabkan produktifitas menurun serta menurunkan kualitas hidup. 11
Jadi dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit penyakit jalan napas
obstruktif intermiten, reversible dimana respon hiperaktif trakea dan bronki
terhadap stimulasi tertentu.
2.1.2 Etiologi Asma
Etiologi asma sampai saat ini masih menjadi perdebatan di antara para ahli,
namun secara umum dapat disimpulkan bahwa asma terjadi karena dipengaruhi
oleh beberpapa faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik
diantaranya adalah riwayat atopi, pada penderita asma biasanya mempunyai
keluarga dekat yang juga memiliki alergi. Hiperaktivitas bronkus ditandai dengan
saluran nafas yang sangat sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen atau
iritan. Jenis kelamin, pada pria merupakan faktor resiko asma pada anak. Sebelum
usia 14 tahun prevalensi asma pada anak laki laki adalah 1,5-2 kali dibandingkan
dengan anak perempuan. Menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang lebih
berjumlah sama dan bertambah banyak pada perempuan usia monopouse. Obesitas
ditandai dengan body mass index ( BMI ) > 30 kg/ m2. Mekanismenya belum
pasti, namun diketahui penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma
dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan. 12
Umumnya penyebab asma adalah hipersensitivitas kontraktil bronkiolus
sebagai respons terhadap benda – benda asing di udara. Pada pasien di bawah usia
30 tahun,sekitar 30 persen asma disebabkan oleh hipersensitivitas alergik,terutama
hipersensitivitas terhadap serbuk sari tanaman. Pada pasien yang dengan usia yang
lebih tua, penyebab serangan asma biasanya hipersensitivitas terhadap bahan iritan
nonalergenik di udara, seperti iritan pada kabut asap.13,14
Alergen dalam lingkungan tempat tinggal seperti tungau, debu rumah, spora
jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dll adalah faktor
lingkungan yang dapat mencetuskan terjadinya asma. Begitu pula dengan serbuk
sari dan spora jamur yang terdapat di luar rumah. Faktor lainnya yang berpengaruh

7
diantaranya alergen makanan (susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah,
coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet, dan pewarna makanan), bahan
iritan (parfum, household spray, asap rokok, cat, sulfur, dll), obat-obatan tertentu
(golongan beta blocker seperti aspirin), stress/gangguan emosi, polusi udara,
cuaca, dan aktivitas fisik. 14,12
2.1.3 klasifikasi Asma
Menurut Global Initiatif For Asthma (GINA) (2016), Asma dibagi menjadi 3
yaitu :15
a. Asma Ekstrinsik atau Alergik
Asma alergik disebabkan oleh kepekaan individu terhadap allergen (biasanya
protein) dalam bentuk serbuk sari yang di hirup, bulu halus binatang, spora jamur,
debu, serat kain atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat.
Pajanan terhadap allergen, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil juga dapat
memicu terjadinya serangan asma.
b. Asma Instrinsik atau Idiopatik
Pada asma idiopatik faktor-faktor pencetus yang jelas sering tidak ditemui.
Faktor non spesifik (seperti Flu biasa, latihan fisik atau emosi). Lebih sering
timbul saat usia lebih dari 40 tahun dan serangan muncul setelah infeksi sinus
hidung atau percabangan trakeobronkial. Semakin lama serangan akan semakin
sering dan makin hebat, sehingga keadaan ini berlanjut menjadi bronchitis kronik
dan kadang- kadang emfisema.
c. Asma Campuran
Terdiri dari komponen-komponen asma alergik dan idiopatik. Sebagian besar
pasien asma idiopatik akan berlanjut menjadi bentuk campuran sedangkan anak
yang menderita asma alergik biasanya sembuh sempurna saat dewasa muda.

8
Tabel 2.1 Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

(Sebelum Pengobatan)

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru


I Intermiten Bulanan APE ≥ 80%
- Gejala < 1 x ≤ 2 kali - VEP1 ≥ 80% nilai
minggu sebulan prediksi
- Tanpa gejala di - APE ≥ 80% nilai terbaik
luar serangan - Variabiliti APE <
- Serangan singkat
20%

II Persisten Mingguan APE ≥ 80%

Ringan
- Gejala > 1 x / > 2 kali - VEP1 ≥ 80% nilai
minggu, tetapi < 1 sebulan prediksi
x / hari - APE ≥ 80% nilai terbaik
- Serangan dapat - Variabiliti APE
mengganggu
20-30%
aktiviti dan tidur

III Persisten
Harian APE 60 – 80%
Sedang
- Gejala setiap hari > 1 x / - VEP1 60-80% nilai
seminggu prediksi
- Serangan
- APE 60-80% nilai
mengganggu
terbaik
aktiviti dan tidur
- Variabiliti APE > 30%
- Membutuhkan
bronkodilator
setiap hari

9
IV Persisten
Kontinyu APE ≤ 60%
Berat
- Gejala terus menerus S - VEP1 ≤ 60% nilai
- Sering kambuh e prediksi
r - APE ≤ 60% nilai
- Aktiviti fisis terbatas
i terbaik
n - Variabiliti APE >
g
30%

Tabel 2.2 Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan

Gejala dan Faal paru dalam Tahap I Tahap 2 Tahap 3


Pengobatan Intermiten
Persisten Ringan Persistensedang
- Tahap I : Intermiten Intermiten Persisten Ringan Persisten Sedang

- Gejala < 1x/ minggu

- Serangan singkat

- Gejala malam < 2x/ bln

- Faal paru normal di luar serangan


- Tahap II : Persisten Ringan Persisten Ringan Persisten Sedang Persisten Berat

- Gejala >1x/ mgg, tetapi <1x/ hari

- Gejala malam >2x/bln, tetapi


<1x/mgg
- Faal paru normal di luar serangan
- Tahap III: Persisten Sedang Persisten Sedang Persisten Berat Persisten Berat

- Gejala setiap hari

- Serangan mempengaruhi aktiviti


dan tidur
- Gejala malam > 1x/mgg

- 60%<VEP1<80% nilai prediksi

- 60%<APE<80% nilai terbaik

10
- Tahap IV: Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat

- Gejala terus menerus

- Serangan sering

- Gejala malam sering

- VEP1 ≤ 60% nilai prediksi, atau

- APE ≤ 60% nilai terbaik

Sumber : Davey,p (2015)


2.1.4 Patofisiologi Asma
Asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang menyebabkan edema
mukus, sekresi mukus dan inflamasi. Obstruksi dapat disebabkan oleh
beberapa hal berikut yaitu kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki
menyempitkan jalan napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki,
pengisian bronki dengan mukus yang kental, pasien dengan asma mengalami
respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Bila zat-zat alergen masuk ke
dalam paru-paru dapat merangsang antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang
sel-sel mast dalam paru sehingga menyebabkan pelepasan produk-produk sel-
sel mast seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat (SRS.A). Pelepasan mediator ini dalam
jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas sehingga
menyebabkanbronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembuatan
mucus yang sangat banyak. Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Otot
bronkial di atur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatik ketika
saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin,
merokok, dan emosi sehingga jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat
dan menyebabkan bronkokonstriksi yang merangsang pembentukan mediator
kimiawi. Selain itu reseptor alfa dan beta adrenergik dari sistem saraf simpatik
terletak dalam bronki,sehingga ketika alfa adrenergik dirangsang terjadi
bronkokonstriksi dan bronkodilatasi terjadi ketika reseptor beta adrenergik
yang dirangsang. Keseimbangan antara alpha dan beta adrenergik dikendalikan

11
oleh siklik adenosin monophospat (cAMP). Stimulasi reseptor alfa
mengakibatkan penurunan c AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator
kimia yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor
beta mengakibatkan peningkatan tingkat c AMP yang menghambat pelepasan
mediator kimia yang menyebabkan bronkodilatasi. Penyekatan beta adrenergik
terjadi pada penderita asma, akibatnya osmotik rentan terhadap peningkatan
pelepasan mediator kimia dan konstriksi otot polos. 3 ,4
2.1.5 Manifestasi klinis Asma
Gejala-gejala yang sering terjadi pada pasien asma adalah batuk, dispnea,
dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya
bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan
pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang
dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan
menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat
menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit
sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma
jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang
disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup. 11,16
2.1.6 Penatalaksanaan Asma
a. Farmakologi
Menurut Hermawan (2016) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala-
gejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan
perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari
berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi
bronkus. Terapi awal, yaitu:11,17,18
1. Memberikan oksigen pernasal
2. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau
terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap
20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara

12
subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan
dekstrose 5%
3. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera
atau dalam serangan sangat berate. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi
jalan napas,termasuk didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
b. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut Supari (2017) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
1. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan
sputum dengan baik
2. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
3. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
4. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
5. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
6. Hindarkan pasien dari faktor pencetus
2.1.7 Komplikasi Asma
Berbagai komplikasi menurut Mangunnegoro (2016) yang mungkin timbul
adalah :19
a. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang


dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang dapat menyebabkan kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum

Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal


sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimanaudara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini
dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara

13
keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
c. Atelektasis

Atelektasis merupakan pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru


akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis

Aspergilosis adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan


tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e. Gagal napas

Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida


dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian


dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis)
mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir
(dahak). Akibatnya penderita merasa perlubatuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena
sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.

14
2.2 Konsep Kecemasan
Tiap manusia pasti mengalami rasa cemas jika menghadapi suatu permasalahan.
Kecemasan adalah hal yang biasa yang terjadi pada manusia, namun kecemasan
akan menjadi tidak wajar jika seseorang menanggapi kecemasan secara berlebihan
20
yang dapat mengakibatkan gangguan fisik, psikis, dan sosial.
2.2.1 Definisi Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu istilah yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari yang menunjukkan kekhawatiran, dan kegelisahan yang tidak
menentu, ataupun reaksi ketakutan dan tidak tenteram yang terkdang disertai
berbagai keluhan fisik. Kecemasan adalah respons emosional dan penilaian
individu yang subjektif dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan belum diketahui
secara khusus faktor penyebabnya.20,21
Gangguan kecemasan sering juga dianggap sebagai suatu gangguan yang
berkaitan dengan perasaan khawatir yang tidak nyata dimana orang yang
mengalami kecemasan akan selalu diikuti dengan rasa ketakutan yang tidak jelas
dan kewaspadaan yang tidak jelas. Kecemasan juga diartikan sebagai pengalaman
emosi dan subjektif tanpa ada objektif yang spesifik sehingga orang tersebut akan
merasa hati-hati atau khawatir, dan mereka merasa seolah olah akan terjadi sesuatu
yang buruk. 20
Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya
yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk
mengatasi ancaman dan kecemasan ini adalah respon yang normal dan adaptif.
Kecemasan dianggap sebagai respon normal ketika kecemasan itu disebabkan oleh
adanya ancaman yang diketahui.Apabila individu mampu mengatasi ancaman atau
sumber tekanan (stresor) ini, maka kecemasan akan hilang.5

15
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Ada beberapa teori yang menyebutkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
cemas pada seseorang . 5
1. Teori psikoanalisis
Berdasarkan teori psikoanalisis ansietas merupakan konflik emosional antara
dua elemen kepribadian, yakni Id, Ego dan Superego. Id sendiri mencerminkan
suatu dorongan instingsif dan impuls-impuls primitif. Ego melambangkan mediatir
antara Id dan Superego. Sedangkan Superego mencerminkan hati nurani seseorang
yang dikendalikan oleh norma-norma lingkungan, agama dan budaya. Dimana
kaitannya terhadap ansietas adalah peringatan terhadap pertahanan Ego.
2. Teori interpersonal
Teori interpesonal juga mengemukakan bahwa cemas atau ansietas terjadi akibat
ketakutan atsa penolakan interpersonal dan disertai dengan trauma masa
perkembangan seperti kehilangan atau perpisahan orang tua. Begitupula dengan
kehilangan harga diri, yang biasanya kehilangan harga diri ini akan mengakibatkan
timbulnya ansietas yang berat.
3. Teori perilaku
Menurut pandangan teori perilaku, ansietas ini dianggap sebagai hasil dari
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan yang dia inginkan. Semakin tinggi frustasi yang dialami oleh
individu maka akan semakin besar tingkat cemas yang akan dialami oleh individu
tersebut. Sember-sumber frustasi terletak pada pemenuhan kebutuhan, kondisi
fisik individu maupun lingkungan.
4. Teori biologis
Menurut teori biologis ditemukan bahwa pada otak terdapat reseptor spesifik
untuk benzodiazepin yang diperkirkan turut berperan dalam mengatur cemas pada
seseorang.

16
Dari uraian diatas maka dapat disimpukan bahwa faktor-faktor yang menjadi
pemicu cemas atau ansietas adalah adanya rasa takut yang berlebihan akibat tidak
diterima di lingkungan, adanya pengalaman yang traumatis, seperti perpisahan dan
kehilangan serta adanya ancaman pada integritas diri yang meliputi kegagalan
dalam memenuhi kebutuhan fisiologis (kebutuhan dasar) dan adanya ancaman
pada konsep diri.
Pencetus cemas juga bisa berasal dari diri sendiri dan faktor dari luar dirinya,
dimana faktor internal seperti usia, jenis kelamin, tempramen, tindakan medis
sebelumnya, kedekatan dan kualitas hubungan anak dengan orang tua. Sedangkan
faktor dari luar dirinya seperti ancaman terhadap integritas fisik dan ancaman
terhadap self- estem.6
Pencetus cemas yang dapat terjadi anatar lain :
a. Ancaman terhadap integritas diri
Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
b. Ancaman terhadap sistem diri
Sesuatu yang mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan
status atau perasaan diri dan hubungan interpersonal.
2.2.3.Gejala Kecemasan
Gejala kecemasan yang dialami masing-masing individu akan berbeda
diantaranya.20
1. Respon fisiologis
a. Sistem kardiovaskuler, meliputi: palpitasi, jantung berdebar-debar,
peningkatan tekanan darah, pingsan, penurunan tekanan darah, penurunan
denyut nadi.
b. Sistem respirasi, meliputi : nafas cepat, sesak napas, pernapasan dangka,
terengah-engah.
c. Sistem gastrointestinal, meliputi : nafsu makan menurun, jijik terhadap
makanan, perut tidak nyaman

17
d. Saluran kemih meliputi : keinginan buang air kecil, dansering buang air kecil
e. Kulit meliputi : wajah memerah dan berkeringat
2. Respon kognitif
Respon kognitif dikarenakan oleh kecemasan meliputi:gangguan perhatian,
konsentrasi yang buruk, lupa, kesalahan penilaian, pemblokiran pikiran, lapang
persepsi menurun, kreativitas berkurang, kebingungan, malu takut akan kematian
dan mimpi buruk.
3. Respon afektif
Respon afektif meliputi : kegelisahan, ketidaksabaran, rasa gelisah, ketegangan,
gugup, ketakutan, frustasi, teror, ketidakberdayaan, mati rasa, dan perasaan
bersalah
2.2.4 Alat Ukur Kecemasan
Kecemasan dapat diukur menggunkan instrumen Hamilton Anxiety Rating
Scale (HARS), Analog Anxiety Scale, Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS), dan
Trait Anxiety Inventory Form Z-I (STAI Form Z-I) dan General Anxiety Disorder
(GAD7).Menurut Khaterine Easton et all tahun 2015 dalam penelitiannya
mengenai pengukuran kecemasan pada sampel penderita asma bronkial
menyimpulkan bahwa General Anxiety Disorder (GAD-7) merupakan instrumen
yang tepat untuk menilai tingkat kecemasan pada penderita asma bronkial.
Menurutnya, instrumen GAD-7 ini dapat membedakan antara depresi dan
kecemasan, serta menghilangkan item-item somatik yang mungkin
mengkontaminasi pengidentifikasian kecemasan dalam suatu populasi dengan
komorbiditas fisik. Artinya didalam instrumen GAD-7 ini, respon fisiologi yang
ditimbulkan dari asma bronkial sendiri tidak akan mempengaruhi penilaian
kecemasan dan peneliti tidak akan keliru menilai antara respon kecemasan dengan
dampak fisik yang ditimbulkan dari gagal jantung. Peneliti menggunakan
kuesioner GAD-7 ini karena berisi pertanyaan yang singkat dan sedikit, sehingga
partisipan atau responden bisa lebih cepat menyelesaikannya dibandingkan
kuesioner lain.

18
General Anxiety Disorder (GAD-7) yaitu kuesioner yang terdiri dari 7
pertanyaan diantaranya.
1. Gugup, cemas, gelisah
2. Tidak mapu berhenti merasa khawatir atau tidak mampu mengendalikan perasaan
khawatir
3. Terlalu mengkhawatirkan banyak hal
4. Tidak dapat beristirahat dengan tenang
5. Sangat gelisah sehingga tidak bisa diam
6. Menjadi mudah kesal atau tersinggung
7. Menjadi takut, seakan akan sesuatu yang buruk akan terjadi
Alat ukur kecemasan General Anxiety Disorder (GAD-7) akan meminta
partisipan untuk menilai seberapa sering mereka terganggu dengan ke tujuh
masing masing pertanyaan dalam waktu 2 minggu, dimana kategori respon dari
GAD-7 dibagi menjadi empat respon dan diberi skor 0, 1, 2, dan 3 dengan
kategori respon antara lain : tidak sama sekali diberi skor 0, hanya beberapa hari
diberi skor 1, lebih dari satu minggu diberi skor 2, dan hampir setiap hari diberi
skor 3. Rentang skor total GAD-7 adalah 0-21 dengan kriteria kecemasan anatara
lain: 0-4 dikategorikan kecemasan minimal atau tidak ada cemas, 5-9
dikategorikan kecemasan ringan, 10-14 dikategorikan kecemasan sedang, dan 15-
20 dikategorikan kecemasan berat.
Interpretasi skor kecemasan minimal, ringan, sedang, dan berat sesuai dengan
tingkat kecemasan menurut Dalmi dan Spitzer dalam Retno tahun 2017 anatara
lain:
1. Minimal
Kekhawatiran sedikit, merasa aman, mulai terjadi ketegangan otot, kewaspadaan
mulai mucul
2. Ringan
Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu untuk memfokuskan
perhatian. Gejala mulai muncul, sesekali nafas pendek, denyut nadi cepat,

19
ketegangan otot ringan, gelisah, tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada
tangan, sedikit tidak sabar.
3. Sedang
Individu menjadi gugup dan persepsi terhadap lingkungan menurun. Respon yang
muncul berupa ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, pupil dilatasi,
gangguan gastrointestinal, berkeringat, kewaspadaan meningkat, gangguan pola
fokus terhadap masalah meningkat, tidak nyaman, dan kepercayaan diri mulai
menurun.
4. Berat
Individu memperlihatkan respon takut dan stres. Gejala yang terlihat berupa
ketegangan otot berat, mengeluarkan keringat yang banyak, bicara cepat dan nada
meninggi, gemetar, sulit berpikir, gangguan tidur, penyelesain masalah buruk,
merasa tidak adekuat, sangat cemas, dan menarik diri.
2.3 Pengaruh tingkat kecemasan dengan kejadian Asma Berulang pada pasien
Asma Bronkial
Alergen dalam lingkungan tempat tinggal seperti tungau, debu rumah, spora
jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dll adalah faktor
lingkungan yang dapat mencetuskan terjadinya asma. Begitu pula dengan serbuk
sari dan spora jamur yang terdapat di luar rumah. Faktor lainnya yang berpengaruh
diantaranya alergen makanan (susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah,
coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet, dan pewarna makanan), bahan
iritan (parfum, household spray, asap rokok, cat, sulfur, dll), obat-obatan tertentu
(golongan beta blocker seperti aspirin), stress/gangguan emosi, polusi udara,
cuaca, dan aktivitas fisik. 19
Pada beberapa pasien, stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan asma dan dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Stress
dapat mengantarkan seseorang pada tingkat kecemasan sehingga memicu
dilepaskannya histamine dan leukotriene, yang menyebabkan penyempitan saluran

20
nafas dimana ditandai dengan sakit tenggorokan dan sesak nafas, yang dapat
memicu serangan asma.7
2.4 Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang telah di uraikan maka dikembangkan kerangka teori yaitu:

Faktor presipitasi :

1. Allergen
2. Perubahan cuaca
3. Stress/kecemasan
danemosi
4. Linkungan
5. aktivitas

Faktor genetik Kejadian Asma Bronkial

Faktor lingkungan

Gambar 2.1 Skema kerangka teori


Sumber : Muttaqin,2016

21
2.5 Kerangka konsep
Berdasarkan hasil telaah dengan telaah teori yang sebelumnya telah di jelaskan,
kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel independen Variabel dependen

Kecemasan Asma Bronkial

Gambar 2.2 Skema kerangka konsep


Pada studi literatur ini yang menjadi variabel independen adalah kecemasan.
Sedangkan variabel dependen adalah Asma Bronkial.

22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan desain studi scoping
review, yaitu suatu metode yang menggunakan review, telaah, evaluasi
terstruktur , pengkalsifikasian dan pengkategorian dari evidence based dari
artikel penelitian yang telah dihasilkan sebelumnya. Scoping review yaitu studi
penelitian yang memiliki topik yang lebih luas, rentang desain studi yang relevan
dan tidak ada penilaian kualitas. Tujuan scoping review ini antara lain untuk
menjawab pertanyaan secara spesifik, relevan serta terfokus pada topik yang
ditelaah sehingga peneliti lebih memahami latar belakang dari penelitian yang
menjadi subyek topik tersebut dan dapat memahami tentang kenapa dan
bagaimana hasil dari penelitian tersebut sehingga dapat menjadi acuan untuk
penelitian baru.
3.2 Variabel Dan Definisi Konseptual
Variabel konseptual adalah variabel yang tidak terlihat secara fakta dan
tersembunyi dalam suatu konsep. Variabel konsep hanya bisa diketahui
berdasarkan indikator yang tampak. Karena variabel konseptual tersembunyi
didalam konsep, maka keakuratan data yang terdapat pada variabel konsep
tergantung keakuratan indikator dari beberapa konsep yang sudah dikembangkan
oleh peneliti.

23
Tabel 3.1 variabel dan definisi konseprual
Variabel Definisi Konseprual
Variabel independen
Kecemasan Kecemasan adalah respons emosional
dan penilaian individu yang subjektif
dipengaruhi oleh alam bawah sadar
dan belum diketahui secara khusus
faktor penyebabnya.

3.3 Strategi Pencarian Literatur


3.3.1 Jenis Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder
meliputi data yang diperoleh melalui buku atau laporan ilmiah primer atau asli
yang terdapat di dalam artikel atau jurnal yang sesuai dengan topik penelitian.
3.3.2. Teknik Pencarian data
Teknik pencarian data sekunder dalam scoping review ini dilakukan dengan
metode studi kepustakaan, yaitu pencarian data dilakukan dengan mencari artikel
atau jurnal-jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian, mempelajari,
menelaah, dan mengkaji literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Kegunaan studi kepustakaan ini adalah untuk memperoleh sebanyak
mungkin dasar-dasar teori yang diharapkan akan dapat menunjang data yang
dikumpulkan dalam studi scoping review ini. Sumber literatur yang digunakan
pada penelitian ini di telusuri melalui, Portal garuda, Google Scholar, Elsevier
dan PUBMED dengan menggunakan kata kunci, “Anxiety, Asthma”,
“Kecemasan, Asma”. Penelusuran dilakukan sejak bulan September hingga
bulan November tahun 2020.

24
3.4 Kriteria Penelitian
a. Artikel yang mengandung topik yang sama dengan topik penelitian
b. Artikel yang mengandung kata kunci “ anxiety, asthma “ untuk search egine
pubmed dan Elsevier, kata kunci “kecemasan, asma” untuk search egine
portal garuda dan google scholar
c. Artikel menggunakan bahasa Indonesia dan/atau bahasa inggris
d. Berupa original research/article (bukan review artikel)
e. Rentang waktu penerbitan jurnal maksimal 10 tahun terakhir yaitu tahun 2010
sampai tahun 2020.
f. Artikel tersedia dalam bentuk full text Serta menggunakan pendekatan
metode penelitian, cross sectional study.
3.5 Research Question
Pertanyaan penelitian (Research Question), ditentukan untuk menjaga fokus
review. Mereka dirancang dengan bantuan population, exposure, comparison,
outcomes, dan context. Dari hasil tabel tersebut penelaah dapat mengetahui fokus
review artikel tentang bagaimana hubungan tingkat kecemasan dengan serangan
asma pada pasien asma bronkial.

Tabel 3.2 Summary of PECOC

Population Penderita asma bronkial


Tingkat kecemasan pada pasien asma yang diteliti di
Exposure masing-masing artikel

Comparison -

Hasil hubungan tingkat kecemasan dengan serangan asma


Outcome pada pasien asma bronkial

Context Penelitian ini dilakukan di puskesmas dan rumah sakit

Berdasarkan tabel PECOC mengenai fokus review artikel yang akan ditelaah,
maka didapatkan research question sesuai dengan tinjauan pustaka adalah sebagai
berikut:

25
Tabel 3.3 Research Question

ID Research Question Motivation


Mengidentifikasi hasil dari jurnal
Bagaimana tingkat kecemasan terkait tingkat kecemasan dengan
RQ1
pasien asma bronkial ? serangan asma pada pasien asma
bronkial.
Bagaimana derajat kecemasan Mengidentifikikasi hasil dari jurnal
RQ2 terkait derajat kecemasan pada
pasien asma bronkial ?
pasien asma bronkial.
Bagaimana hubungan antara Mengidentifikasi hasil dari jurnal
tingkat kecemasan dengan terkait hubungan tingkat kecemasan
RQ3
serangan asma pada pasien asma dengan serangan asma pada pasien
bronkial? asma bronkial.

3.6 Tehnik Analisa Artikel


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis anotasi
bibliografi (annotated bibliography). Anotasi berarti suatu kesimpulan sederhana
dari suatu artikel, buku, jurnal, atau beberapa sumber tulisan yang lain, sedangkan
bibliografi diartikan sebagai suatu daftar sumber dari suatu topik. Dari kedua
definisi tersebut, anotasi bibliografi diartikan sebagai suatu daftar sumber-sumber
yang digunakan dalam suatu penelitian, dimana pada setiap sumbernya diberikan
simpulan terkait dengan apa yang tertulis di dalamnya.
a. Identitas sumber yang dirujuk : Pada penelitian ini sumber literatur yang dipakai
berasal dari Google Scholar, PubMed, portal garuda dan Elsevier.
b. Kualifikasi dan tujuan penulis : Tujuan penulis adalah untuk mengetahuii
hubungan tingkat kecemasan dengan serangan asma pada pasien asma bronkial.
c. Simpulan sederhana mengenai konten tulisan : Seluruh artikel membahas
mengenai hubungan tingkat kecemasan dengan serangan asma pada pasien asma
bronkial.

26
3.7 tahapan studi literature dan hasil pencarian
3.7.1 Hasil penelusuran artikel

Pencarian dengan : Portal Garuda (n=9), Google scholars (n=3,570), Elsevier


identification

(n=69) dan Pubmed (n=2,042) menggunakan kata kunci :Kecemasan,Asma,


dan Anxiety, Asthma

16 artikel sesuai dengan kriteria inklusi 5,674 artikel dikeluarkan karena tidak memenuhi
kriteria iklusi:
screening

1. 2,476 artikel dikeluarkan karena diluar kriteria


rentang waktu (2010-2020)
2. 1,740 artikel dikeluarkan karena tidak sesuai
dengan kata kunci
3. 1,394 dikeluarkan karena tidak tersedia dalam
bentuk full text/ artikel berbayar
4. 27 dikeluarkan karena artikel review

11 artikel yang sesuai dengan kelayakan 5 artikel dibuang karena artikel tidak terakreditas
Eligibility

artikel

artikel yang akan dianalisis


1. Gambaran tingkat kecemasan dan derajat serangan asma pada penderita asma bronkial
(studi di wilayahkerja Puskesmas, Gunungpati, Kota Semarang tahun 2016)
Gambar 3.1 Tahapan Studi
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
ISSN: 2356-3346
2. Hubungan tingkat kecemasan dengan serangan asma pada penderita asma bronkial di BP4
included

semarang
http://jurnal.ukh.ac.id/index.php/JK/article/download/19/74
ISSN: 2087- 5002
3. Hubungan tingkat kecemasan dengan serangan asma pada penderita asma di kelurahan
Mahakeret Barat dan Mahakeret Timur Manado
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/14071
ISSN : 2344-3024
4. Hubungan tingkat kecemasan dengan kejadian asma pada pasien asma bronkial di wilayah
kerja puskesmas Kuin Raya Banjarmasin
https://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id/index.php/dksm/article/view/246
27
ISSN :2086-3454
5. hubungan antara tingkat kecemasan dengan frekuensi kekambuhan keluhan sesak nafas
pada pasien asma bronkial di SMF paru RSD DR. Soebandi Jember
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/75134
Gambar 3.2 Bagan alur PRISMA, screening dan proses seleksi artikel Google
ISSN : 2549-4058
Scholar
6. Hubungan pengetahuan dan kecemasan terhadap tingkat control asma pada penderita
asma di klinik paru RSUD Dr. Soedarso Pontianak
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/view/34465
ISSN : 2302-1152
7. Close correlation between anxiety, depression, and asthma control
https://moh-it.pure.elsevier.com/en/publications/close-correlation-between-anxiety-
depression-and-asthma-control
ISSN :0954-6111
8. The impact of anxiety and depression on outpatients with asthma
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26392047/
Gambar 3.1 Bagan alur PRISMA, screening dan proses seleksi artikel
ISSN : 1081-1206
9. The prevalence of anxiety and depression in chinese asthma patients
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4108371/
ISSN : 4108-371
10. Analysis of the relation between level of asthma control and depression and anxiety
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3560746/
ISSN : 2236-7130
11. The asthma- anxiety connection
http://dx.org/10.1016/j.rmed.2016.09.014
ISSN : 0954-6111

Gambar 3.1 Bagan alur PRISMA, screening dan proses seleksi artikel

28
DAFTAR PUSTAKA

1. the global asthma report 2016. .

2. Riskesdas, (2017). Data dan informasi tahun 2017. (Profil Kesehatan Indonesia).

3. Price, S. anderson. P. konsep klinis proses-proses penyakit. J. E. 2010.

4. Guyton, C Athur. Hall, J. E. B. ajar fisiologi kedokteran E. : J. 2010.

5. Press, R. (2010). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Serangan Asma pada


Penderita Asma Bronkial J. Kesmadaska 1, 26–33 (2010).

6. Ramaiah, S. (2016). Kecemasan. Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta :


Pustaka Populer Obor

7. Sciences., M. (2010). H. antara tingkat kecemasan dengan frekuensi kekambuhan


keluhan sesak napas pada pasien asma bronkial .

8. Haq, R. K. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Serangan Asma pada Penderita


Asma Bronkial di BP4 Semarang. J. Kesmadaska 1, 26–33 (2010).

9. Hostiadi, M., Mardijana, A. & Nurtjahja, E. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan


Dengan Frekuensi Kekambuhan Keluhan Sesak Napas Pada Pasien Asma Bronkial
Di SMF Paru RSD DR . Soebandi Jember The Relationship of Anxiety Levels
with Frequency of Dispneu Exacerbation in Asthma Bronchial ’ s Patients at . 1,
14–20

10.Tumigolung, G., Kumaat, L. & Onibala, F. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan


Serangan Asma Pada Penderita Asma Di Kelurahan Mahakeret Barat Dan
Mahakeret Timur Kota Manado. J. Keperawatan UNSRAT 4, 108965 (2016).

11.Hermawan, H. (2016). Imunobiologi Asma Bronkial. Denpasar : Dexa – Media

29
12.Hadioroto, I. (2015). Asma oleh Tim Redaksi Vital Health. Jakarta: Gramedia
pustaka utama.

13.Davey, P(2015). At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

14.Supari, S. (2017). Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: DEPKES.


Germany : Plenum Publishing Corporation.

15.Global Initiative For Astma (GINA). (2016).Global Initiative for Asthma (GINA)
Teaching Slide Set 2016 Update (Internet), tersedia dalam < http://ginasthma.
org/archived-reports/. (diakses tanggal 05 september 2020.

16.Hutasoit, L. (2012). Hubungan Tingkat Kecamasan dengan Serangan Asma di


Kelurahan Mahakeret Barat dan Timur Kota Manado (Internet), tersedia dalam.
http://ejournal. unsrat. ac. id.

17.Medika, P. (2015). Asma oleh Tim Redaksi Vital Health. Jakarta: Gramedia
pustaka utama.

18.Medika., P. (2015). Asma oleh Tim Redaksi Vital Health. Jakarta: Gramedia
pustaka utama.

19.Tumigolong, G. (2016). Hubungan Tingkat Kecamasan dengan Serangan Asma di


Kelurahan Mahakeret Barat dan Timur Kota Manado (Internet), tersedia dalam.
http://ejournal. unsrat. ac. id.

20.Refika, W. (2015). Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media Press

21.Widiastuti. (2010). Prevalensi Faktor-Faktor Pencetus Serangan Asma pada Pasien


Asma di Salah Satu Rumah Sakit di Jakarta (Internet), tersedia dalam http://lib. ui.
ac. id/naskahringkas.

30
22.Puspita, R. N. (2014). Hubungan Kecemasan dengan Tingkat Kontrol Asma di
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta (Internet), tersedia
dalam <http://eprints. ums. ac. id/. (diakses tanggal 06 september 2020).

23. Prasetyo. (2015). Buku Ajar Farmakoterapi Gangguan Saluran Pernapasan.


Jakarta: Salemba Medika.

31

Anda mungkin juga menyukai