di Indonesia
Keberadaan undang-undang pemberantasan korupsi hanyalah satu dari sekian banyak upaya
memberantas korupsi dengan sungguh-sungguh. Di samping peraturan perundang-undangan yang
kuat, juga diperlukan kesadaran masyarakat dalam memberantas korupsi. Kesadaran masyarakat
hanya dapat timbul apabila masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman akan hakikat
tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang. Untuk itu sosialisasi undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya mengenai delik korupsi yang diatur di
dalamnya, perlu terus dilakukan secara simultan dan konsisten. Pengetahuan masyarakat akan
delik korupsi mutlak diperlukan mengingat ketidaktahuan akan adanya peraturan perundang-
undangan tidak dapat dijadikan alasan untuk menghindar dari tanggung jawab hukum.
10. Undang-undang No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention
Against Corruption (UNCAC) 2003.
Merajalelalanya korupsi ternyata tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hampir di seluruh
belahan dunia. Hal ini terbukti dengan lahirnya United Nation Convention Against
Corruption atau UNCAC sebagai hasil dari Konferensi Merida di Meksiko tahun 2003.
Sebagai wujud keprihatinan dunia atas wabah korupsi, melalui UNCAC disepakati untuk
mengubah tatanan dunia dan mempererat kerjasama pemberantasan korupsi. Beberapa hal
baru yang diatur di dalam UNCAC antara lain kerjasama hukum timbal balik (mutual
legal assistance), pertukaran narapidana (transfer of sentence person), korupsi di
lingkungan swasta (corruption in public sector), pengembalian aset hasil kejahatan (asset
recovery), dan lain-lain.
11. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
PP No. 71 tahun 2000 dibentuk untuk mengatur lebih jauh tata cara pelaksanaan peran
serta masyarakat sehingga apa yang diatur di dalam undang-undang dan peraturan
pemerintah tersebut pada dasarnya memberikan hak kepada masyarakat untuk mencari,
memperoleh, dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi serta menyampaikan
saran dan pendapat maupun pengaduan kepada penegak hukum (polisi, jaksa, hakim,
advokat, atau kepada KPK). Di samping itu PP ini juga memberikan semacam
penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berperan serta memberantas tindak
pidana korupsi yaitu dengan cara memberikan penghargaan dan semacam premi.
Beberapa bentuk dukungan masyarakat yang diatur dalam PP ini adalah:
a. Mengasingkan dan menolak keberadaan koruptor.
b. Memboikot dan memasukkan nama koruptor dalam daftar hitam.
c. Melakukan pengawasan lingkungan.
d. Melaporkan adanya gratifikasi.
e. Melaporkan adanya penyelewengan penyelenggaraan negara.
f. Berani memberi kesaksian.
g. Tidak asal lapor atau fitnah.
12. Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Seiring dengan perkembangan perundang-undangan mengenai pemberantasan tindak
pidana korupsi yang pernah ada dan berlaku di Indonesia, pernah pula dibentuk beberapa
lembaga tertentu baik yang secara khusus menangani pemberantasan tindak pidana
korupsi maupun lembaga yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi
seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 127 tahun 1999.
Dalam perkembangan, mengingat pembentukan KPKPN ini hanya melalui Keputusan
Presiden, mengakibatkan kurang kuatnya kedudukan lembaga tersebut. Dengan lahirnya
Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 dimana diamanatkannya pembentukan suatu
komisi pemberantasan tindak pidana korupsi, munsul gagasan untuk mengintegrasikan
KPKPN ke dalam komisi pemberantasan tersebut.
Pada akahirnya dengan telah lahirnya Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan terbentuknya KPK, KPKPN pun
melebur dan berintegrasi dengan KPK.