ABSTRAK
Lokasi penelitian berada di PIT Samurangau-A PT. Kideco Jaya Agung yang terletak di daerah
Batukajang, Kecamatan Batusopang, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis, lokasi
penelitian terletak pada koordinat 1°50'49,8914" - 1°53'01,2162" LS dan 115°50'06,3028" - 115°53'21,3775" BT.
Luas daerah penelitian 3 km x 2 km dengan skala 1:5.000.
Metodologi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu: akusisi, analisis, dan
sintesis. Akusisi merupakan tahapan perolehan data yang terdiri dari kajian pustaka dan pengumpulan data
lapangan. Analisis merupakan tahapan pemrosesan data terhadap hal yang menyangkut geologi, lapisan batubara,
dan kelerengan daerah penelitian, sedangkan sintesis merupakan tahapan menyimpulkan dari berbagai analisis dan
mewujudkannya dalam bentuk kendali geologi terhadap kestabilan lereng berdasarkan kriteria runtuh Hoek &
Brown di daerah penelitian.
Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi, maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 bentukasal dan 6
satuan bentuklahan yaitu: a. Bentukasal struktural (S) terdiri atas satuan bentuklahan perbukitan struktural (S1) b.
Bentukasal fluvial (F) terdiri atas satuan bentuklahan tubuh sungai (F1) dan dataran limpah banjir (F2) c.
Bentukasal antropogenik (A) terdiri atas satuan bentuklahan perbukitan material timbunan atau waste dump (A1),
lembah hasil bukaan tambang atau PIT (A2), dan cekungan penambangan atau sump (A3). Stratigrafi daerah
penelitian berdasarkan kesatuan ciri litologi yang dominan maka daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi
3 satuan batuan tak resmi yang dalam urutan tua ke muda yaitu Satuan batupasir-kuarsa Warukin (Miosen Tengah-
Miosen Akhir), Satuan batulempung Warukin (Miosen Tengah-Miosen Akhir), dan Satuan endapan aluvial
(Holosen). Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian diantaranya Sesar Naik LP 77, Sesar Mendatar
1 LP 140, Sesar Mendatar 2 LP 217, Kekar LP 35, Kekar LP 59, dan Kekar LP 63.
Dari analisa kestabilan lereng berdasarkan Saptono (modifikasi kriteria runtuh Hoek & Brown) yang
dilakukan di empat lokasi pengamatan didapatkan hasil pada lereng A dengan litologi batubara dan batulempung
karbonan berupa lereng kritis dengan nilai FK 1,109; lereng B dengan litologi batupasir kuarsa dan batubara berupa
lereng labil dengan nilai FK 1,061; lereng C dengan litologi batubara berupa lereng kritis dengan nilai FK 1,085;
dan lereng D dengan litologi batupasir kuarsa dan batulempung berupa lereng labil dengan nilai FK 0,960.
Tindakan penunjang kestabilan lereng yang direkomendasikan pada lokasi pengamatan antara lain perbaikan
geometri lereng, penanganan air tanah, penurunan muka air tanah, dan melakukan sistem monitoring dengan teknik
pengamatan yang didukung dengan menggunakan peralatan seperti GPS, theodolite, dan extensometer.
Kata kunci : Kestabilan Lereng, Saptono, Hoek & Brown, Batubara, Warukin, Kideco
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geomorfologi PT. Kideco Jaya Agung terdiri atas perbukitan berelief terjal-landai
dan cekungan hasil penambangan batubara. Pada daerah penelitian didominasi oleh batuan
sedimen yang berbutir halus-kerakal dengan sisipan batubara yang memiliki kemiringan lapisan
mengarah ke barat-timur, sedangkan morfodinamiknya dikontrol oleh aktivitas penambangan
(Zulfahmi dan Gunawan, 2012).
Secara regional daerah Batukajang (PT. Kideco Jaya Agung) termasuk ke dalam Sub-
Cekungan Pasir (Pasir Sub-Basin) yang merupakan bagian dari Cekungan Barito (Kusuma dan
Darin, 1985). Daerah telitian termasuk ke dalam Formasi Warukin yang memiliki ketebalan
300-500 meter, tersusun atas perlapisan batubara tebal, batulempung pada bagian atas,
batupasir berlapis tebal, dan batulempung dengan lensa batubara tipis (Satyana dan Silitonga,
1994). Formasi ini diendapkan pada lingungan fluvial-dataran delta yakni berupa delta plain.
Pengendapan pada lingkungan delta plain menyebabkan kedudukan lapisan batubaranya
cenderung sejajar dengan kemiringan pengendapan, tetapi sedikit yang menerus sepanjang
jurus pengendapan (Horne,et al, 1978).
Menurut Satyana dan Silitonga (1994), pada daerah telitian terlihat adanya struktur geologi
utama berupa sinklin yang memanjang hampir utara-selatan sampai timur laut-barat daya
dengan kemiringan sayap lipatan antara 10o sampai 60o dan pada beberapa tempat hampir
vertikal. Hal itu tentu sangat mempengaruhi faktor kestabilan lereng pada penggalian tambang
terbuka yaitu kemungkinan lereng mengalami runtuh (failure) yang dapat mengakibatkan
kerugian yang besar bagi perusahaan.
Kestabilan lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam menjamin keamanan
dan kelancaran suatu operasi pertambangan (Singgih Saptono, 2012). Menurut Hoek dan
Brown, 1980 menyatakan bahwa salah satu cara mengetahui kondisi lereng stabil atau tidak
dengan menggunakan kriteria fakor keamanan. Kriteria runtuh Hoek dan Brown
memperkirakan kekuatan kohesi dan sudut gesek dalam massa batuan berdasarkan hubungan
antara blok batuan dan kondisi permukaan diantara blok batuan tersebut. Kohesi dan sudut geser
dalam merupakan parameter utuk mengetahui faktor keamanan dalam metode keseimbangan
batas (Hoek dan Brown, 1980).
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menganggap penting dan perlu untuk memecahkan
permasalahan lereng tambang terbuka dan melakukan analisis kestabilan lereng untuk
mengetahui faktor keamanan menggunakan kriteria runtuh Hoek & Brown di PIT Samurangau-
A PT. Kideco Jaya Agung, Kecamatan Batusopang, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan
Timur.
2
3. Masalah Struktur Geologi
a. Struktur geologi apa saja yang ada pada daerah telitian?
b. Bagaimana pengaruh struktur geologi terhadap kestabilan lereng tambang?
4. Kestabilan Lereng
a. Bagaimna karakterisasi masa batuan di daerah penelitian?
b. Bagaimanakah penilaian RMR dan GSI dengan menggunakan geometri lereng yang
direkomendasikan?
c. Bagaimana hasil nilai faktor keamanan menggunakan kriteria runtuh Hoek & Brown
pada lereng di daerah penelitian?
2. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan tahapan sebagai berikut:
1. Akusisi merupakan perolehan data awal atau bahan-bahan yang dipakai sebagai dukungan
penelitian ini yaitu kajian pustaka, pemetaan geologi dan permecontohan batubara.
2. Analisa merupakan penelaahan dan penguraian atas data hingga menghasilkan simpulan
akhir.
3. Sintesa merupakan hasil dari analisis sehingga menjadi kesatuan yang selaras dalam
membangun model yang didapatkan.
3
3. GEOLOGI REGIONAL
3.1 Fisiografi Regional
Cekungan Barito terletak di sebelah barat dekat paparan sunda dengan kemiringan relatif
datar, ke arah timur menjadi cekungan yang dalam yang dibatasi oleh sesar-sesar naik ke arah
barat dari punggungan Meratus yang merupakan bongkah naik (Satyana dan Silitonga, 1994).
Cekungan Barito memperlihatkan bentuk cekungan asimetrik yang disebabkan oleh adanya
gerak naik dan gerak arah barat dari Pegunungan Meratus.
4
Tabel 4.1 Pembagian Satuan Bentuklahan Daerah Telitian (Penulis, 2018)
5
Karakteristik litologi dan struktur sedimen yang ditemukan di daerah telitian (Gambar 4.1)
yaitu paralell lamination, wavy lamination, flaser lamination, lenticular lamination, cross
bedding, dan graded bedding. Selain struktur sedimen tersebut, ditemukan pula kenampakan
khas yang hanya ada di beberapa lokasi pengamatan, yaitu struktur kayu, keterdapan fosil daun
pada lapisan batupasir kuarsa, dan keterdapatan amber pada lapisan batubara.
A B C
D E F
G H I
Gambar 4.1 Karakteristik Litologi dan Struktur sedimen pada daerah telitian (A. paralell lamination
B. wavy lamination C. flaser lamination D. lenticular lamination E. cross bedding F. graded bedding
G. struktur kayu H. fosil daun I. amber pada lapisan batubara)
6
struktur geologi, kekar C pada LP 63 memiliki kedudukan shear joint 1 sebesar N 229oE/29 o
dan shear joint 2 sebesar N 158oE/31o, sehingga didapatkan extension joint sebesar N 193oE/25 o
dan release joint sebesar N 284oE/90o. Selain itu dapat ditentukan juga tegasan utama (σ1)
sebesar 0o, N 014oE; tegasan medium (σ2) sebesar 25o, N 284oE; dan tegasan minimum (σ3)
sebesar 65o, N 104oE.
7
Kondisi bidang dikontinu didapatkan dari hasil pengamatan scanline pada lereng A, lereng
B, lereng C, dan lereng D. Hasil pengamatan kondisi bidang diskontinu kemudian diberikan
pembobotan untuk mendapatakan bobot RMR. Hasil Pembobotan kondisi bidang diskontinu
dapat dilihat pada Tabel 5.2.
A B
A B
C D
8
5.3 Pengujian Laboratorium
Uji sifat fisik (physical properties test) ini dilakukan untuk memperoleh sifat fisik batuan,
diantaranya berat isi kering, berat isi jenuh (saturated dry), porositas, angka pori, dan kadar air.
Hasil pengujian sifat fisik batuan pada lokasi pengamatan scanline dapat dilihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Hasil Pengujian Laboratorium Uji Sifat Fisik (Physical Properties Test)
Uji kuat tekan (uniaxial compressive test) ini dilakukan untuk memperoleh nilai kuat tekan
uniaksial (UCS), yaitu kekuatan dari batuan utuh (intact rock). Uji kuat tekan menggunakan
mesin tekan untuk menekan sampel batuan dari satu arah (uniaxial). Nilai UCS merupakan
besar tekanan yang harus diberikan sehingga membuat batuan pecah. Hasil uji kuat tekan batuan
pada lokasi pengamatan scanline dapat dilihat pada Tabel 5.5
Tabel 5.5 Hasil Uji Kuat Tekan (Uniaxial Compressive Test)
Uji kuat geser (direct shear test)ini dilakukan untuk mendapatkan parameter kuat geser
batuan, yaitu sudut geser dalam (Ø) dan kohesi (c). Kekuatan geser batuan ini adalah kekuatan
yang berfungsi sebagai gaya untuk melawan atau menahan gaya penyebab kelongsoran. Dalam
penelitian ini sudut geser dalam dan kohesi diperoleh dari perhitungan manual berdasarkan nilai
GSI. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 5.6
Tabel 5.6 Hasil Perhitungan Sudut Geser Dalam (Ø) dan Kohesi (c)
9
Tabel 5.7 Klasifikasi Massa Batuan Setiap Lokasi Pengamatan Scanline Bedasarkan RMR
10
5.6.3 Lereng C (LP 63)
Analisa kestabilan lereng C di simulasikan dengan ketinggian jenjang 10,65 meter dengan
kemiringan lereng 70o. Lereng ini memiliki litologi berupa batubara. Berdasarkan analisis
faktor keamanan lereng dengan kriteria runtuh Hoek & Brown, didapatkan nilai FK sebesar
1,085 (Gambar 5.3) dan termasuk dalam kelas lereng kritis (pernah terjadi longsor).
6. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian lapangan serta pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka
pada daerah penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pola pengaliran yang berkembang di daerah telitian merupakan pola pengaliran dendritik.
Geomorfologi daerah telitian dapat dibagi menjadi 3 bentukasal dan 6 satuan bentuklahan
yaitu: a. Bentukasal struktural (S) terdiri atas satuan bentuklahan perbukitan struktural (S1)
b. Bentukasal fluvial (F) terdiri atas satuan bentuklahan tubuh sungai (F1) dan dataran
limpah banjir (F2) c. Bentukasal antropogenik (A) terdiri atas satuan bentuklahan perbukitan
material timbunan atau waste dump (A1), lembah hasil bukaan tambang atau PIT (A2), dan
cekungan penambangan atau sump (A3).
2. Daerah telitian termasuk dalam Formasi Warukin. Satuan batuan yang terdapat di daerah
telitian dari tua ke muda terdiri atas Satuan batupasir-kuarsa Warukin, Satuan batulempung
Warukin, dan Satuan endapan aluvial. Satuan batupasir-kuarsa Warukin dan Satuan
batulempung Warukin diendapkan pada lingkungan pengendapan transitional lower delta
plain pada kala Miosen Tengah-Miosen Akhir, sedangkan Satuan endapan aluvial
diendapkan pada lingkungan pengendapan darat pada kala Holosen.
3. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian diantaranya adalah Sesar Naik LP 77
dengan arah sesar relatif berarah timur laut-barat daya dengan nama Left Reverse Slip Fault,
Sesar Mendatar 1 LP 140 dengan arah sesar relatif berarah utara-selatan dengan nama
Normal Left Slip Fault, Sesar Mendatar 2 LP 217 dengan arah sesar relatif berarah utara-
selatan dengan nama Normal Left Slip Fault, Kekar A LP 35 dengan arah tegasan relatif
berarah utara-selatan, Kekar B LP 59 dengan arah tegasan relatif berarah utara-selatan, dan
Kekar D LP 63 dengan arah tegasan relatif berarah utara-selatan.
4. Analisa kestabilan lereng berdasarkan Saptono (modifikasi kriteria runtuh Hoek & Brown)
dilakukan di empat lokasi pengamatan dengan kontrol parameter yang berbeda yaitu:
a. Lereng A pada LP 35 dengan litologi batubara dan batulempung karbonan didapatkan
hasil kondisi lereng kritis dengan nilai FK 1,109 b. Lereng B pada LP 59 dengan litologi
batupasir kuarsa dan batubara didapatkan hasil kondisi lereng labil dengan nilai FK 1,061 c.
11
Lereng C pada LP 63 dengan litologi batubara didapatkan hasil kondisi lereng kritis dengan
nilai FK 1,085 d. Lereng D pada LP 77 dengan litologi batupasir kuarsa dan batulempung
didapatkan hasil kondisi lereng labil dengan nilai FK 0,960.
DAFTAR PUSTAKA
Astawa, R. M., Kramadibrata, S., Kresna, W. Ridho, 2010. “Mekanika Batuan”. Institut
Teknologi Bandung. p. 289-317, 387-460
Bemmelen, R.W. Van, 1949. “The Geology of Indonesia, Vol. IA: General Geology of
Indonesia and Adjacent Archipelagoes”. The Hague, Netherlands, Goverment. Printing
Office
Bieniawski, Z.T., 1973. “Engineering Classification of Jointed Rock Masses”. Trans. S. Afr.
Institute Civil Engineering. p. 335-344
Bieniawski, Z.T., 1989. “Engineering Rock Mass Clasifications: A Complete Manual for
Engineers and Geologist in Mining, Civil, and Petroleum Engineering”. John Willey &
Sons. Inc., New York, U.S.A.
Blow, M.D., 1969. “Late Middle Eocene to Recent Planktonic Foraminiferal Biostratigraphy,
International Conference Planktonic Microfossils, First Edition”. Genova, Proc. Leiden
E. J. Bull. Vol. I. p. 199–422
Diessel, C.F.K., 1992. “Coal-Bearing Depositional Systems”. Springer Verlag, Berlin. p. 721
Gilbert, C.M., Williams, H., Turner, F.J., and 1982. “Petrography, An Introduction to Study of
Rocks in Thin Section-Second Edition”. University of California, Barkeley, W.H.
Freeman and Company, New York, 406 pp
Hidayat S., Umar I., 1994. “Peta Geologi Lembar Balikpapan, Kalimantan”. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung
Hoek, E., Bray, J.W., 1973. “Rock Slope Engineering”. The Institution of Mining and
Mettalurgy, London
Hoek, E., Brown, E.T., 1980. “Practical Estimates of Rock Mass Strength”. The Institution of
Mining and Mettalurgy, London
Hoek, E., Carranza-Torres, C., and Corkum, B., 2002. “Hoek-Brown Failure Criterion-2002
edition”. Dept. Civil Engineering, University of Toronto, Vancouver, Canada
Horne, J.C., Ferm, J.C., Caruccio, F.T., Baganz, B.P., 1978. “Depositional Models in Coal
Exploration and Mine Planning in Appalachian Region”. In American Association of
Petroleum Geologist Bulletin. p. 2379-2411
Kramadibrata, S., 1996. “The Influence of Rock Mass and Intact Rock Properties on The Design
of Surface Mines with Particular Reference to The Excavatability of Rock”. School of
Civil Engineering, Curtin University of Technology, Australia
Kusuma, I., Darin, T., 1989. “The Hydrocarbon Potential of The Lower Tanjung Formation,
Barito Basin, South Kalimantan”. In Proceedings of IPA 18th, Annual Convention. p.
107-138
Rickard, M.J., 1972. “Fault Classification Discussion”. Geological Society of America
Bulletin, Vol. 83. p. 2545–2546
Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996. “Sandi Stratigrafi Indonesia”. dipublikasikan oleh Ikatan
Ahli Geologi Indonesia, Jakarta
Satyana, A.H., Silitonga, P.D., 1994, “Tectonic Reversal in East Barito Basin, South
Kalimantan : Consideration of The Types of Inversion Structures and Petroleum System
Significance”. In Proceedings of The IPA 23rd Annual Convention. p. 57-74
Saptono, S., 2012. “Pengembangan Metode Analisis Stabilitas Lereng Berdasarkan
Karakterisasi Batuan di Tambang Terbuka Batubara”. Laporan tidak dipublikasikan,
Disertasi Doktoral Institut Teknologi Bandung, Bandung
12
SNI No. 13-4691-1998. “Penyusunan Peta Geologi”. Badan Standardisasi Nasional, Indonesia
SNI No. 2825-2008. “Cara Uji Kuat Tekan Batuan Uniaksial”. Badan Standardisasi Nasional,
Indonesia
Sabrina, S., 2014. “Geologi dan Kestabilan Lereng Berdasrkan Kriteria Runtuh Hoek&Brown
dan Mohr-Coulomb untuk Menentukan faktor Keamanan Daerah Karanggayam dan
Sekitarnya, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen, provinsi Jawa Tengah”.
Jurusan Teknik Geologi,UPN “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta
Wyllie, Duncan C., Mah, Christoper W., 2004. “Rock Slope Engineering”. 4th Edition, Spoon
Press, London and New York
Zuidam, R.A. Van, 1983. “Guide to Geomorphology Aerial Photographic, Interpretation and
Mapping”. ITC, Enschede The Netherlands. p. 325
Zulfahmi, Gunawan, 2012. “Pengaruh Kerusakan Batuan Akibat Peledakan Terhadap
Kelongsoran Lereng pada Aktivitas Penambangan di PT. Kideco Jaya Agung”. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung
13
LAMPIRAN - LAMPIRAN
14
Gambar 5.3 Hasil Analisa Kestabilan Lereng C (LP 63)
15