Anda di halaman 1dari 15

GEOLOGI DAN ANALISIS KESTABILAN LERENG BERDASARKAN

SAPTONO (MODIFIKASI KRITERIA RUNTUH HOEK & BROWN)


DI PIT SAMURANGAU-A PT. KIDECO JAYA AGUNG,
KECAMATAN BATUSOPANG, KABUPATEN PASER, KALIMANTAN TIMUR

Dyah Arum Nawangsari1,


Purwanto2 dan Bambang Kuncoro2
1
Mahasiswa Teknik Geologi, UPN “Veteran” Yogyakarta
2
Staff Pengajar Teknik Geologi, UPN “Veteran” Yogyakarta

Alamat: Jl. Magribi, No. 01, Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan


Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. 63551
E-mail: dyah.0215@gmail.com

ABSTRAK
Lokasi penelitian berada di PIT Samurangau-A PT. Kideco Jaya Agung yang terletak di daerah
Batukajang, Kecamatan Batusopang, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis, lokasi
penelitian terletak pada koordinat 1°50'49,8914" - 1°53'01,2162" LS dan 115°50'06,3028" - 115°53'21,3775" BT.
Luas daerah penelitian 3 km x 2 km dengan skala 1:5.000.
Metodologi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu: akusisi, analisis, dan
sintesis. Akusisi merupakan tahapan perolehan data yang terdiri dari kajian pustaka dan pengumpulan data
lapangan. Analisis merupakan tahapan pemrosesan data terhadap hal yang menyangkut geologi, lapisan batubara,
dan kelerengan daerah penelitian, sedangkan sintesis merupakan tahapan menyimpulkan dari berbagai analisis dan
mewujudkannya dalam bentuk kendali geologi terhadap kestabilan lereng berdasarkan kriteria runtuh Hoek &
Brown di daerah penelitian.
Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi, maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 bentukasal dan 6
satuan bentuklahan yaitu: a. Bentukasal struktural (S) terdiri atas satuan bentuklahan perbukitan struktural (S1) b.
Bentukasal fluvial (F) terdiri atas satuan bentuklahan tubuh sungai (F1) dan dataran limpah banjir (F2) c.
Bentukasal antropogenik (A) terdiri atas satuan bentuklahan perbukitan material timbunan atau waste dump (A1),
lembah hasil bukaan tambang atau PIT (A2), dan cekungan penambangan atau sump (A3). Stratigrafi daerah
penelitian berdasarkan kesatuan ciri litologi yang dominan maka daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi
3 satuan batuan tak resmi yang dalam urutan tua ke muda yaitu Satuan batupasir-kuarsa Warukin (Miosen Tengah-
Miosen Akhir), Satuan batulempung Warukin (Miosen Tengah-Miosen Akhir), dan Satuan endapan aluvial
(Holosen). Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian diantaranya Sesar Naik LP 77, Sesar Mendatar
1 LP 140, Sesar Mendatar 2 LP 217, Kekar LP 35, Kekar LP 59, dan Kekar LP 63.
Dari analisa kestabilan lereng berdasarkan Saptono (modifikasi kriteria runtuh Hoek & Brown) yang
dilakukan di empat lokasi pengamatan didapatkan hasil pada lereng A dengan litologi batubara dan batulempung
karbonan berupa lereng kritis dengan nilai FK 1,109; lereng B dengan litologi batupasir kuarsa dan batubara berupa
lereng labil dengan nilai FK 1,061; lereng C dengan litologi batubara berupa lereng kritis dengan nilai FK 1,085;
dan lereng D dengan litologi batupasir kuarsa dan batulempung berupa lereng labil dengan nilai FK 0,960.
Tindakan penunjang kestabilan lereng yang direkomendasikan pada lokasi pengamatan antara lain perbaikan
geometri lereng, penanganan air tanah, penurunan muka air tanah, dan melakukan sistem monitoring dengan teknik
pengamatan yang didukung dengan menggunakan peralatan seperti GPS, theodolite, dan extensometer.

Kata kunci : Kestabilan Lereng, Saptono, Hoek & Brown, Batubara, Warukin, Kideco

1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geomorfologi PT. Kideco Jaya Agung terdiri atas perbukitan berelief terjal-landai
dan cekungan hasil penambangan batubara. Pada daerah penelitian didominasi oleh batuan
sedimen yang berbutir halus-kerakal dengan sisipan batubara yang memiliki kemiringan lapisan
mengarah ke barat-timur, sedangkan morfodinamiknya dikontrol oleh aktivitas penambangan
(Zulfahmi dan Gunawan, 2012).
Secara regional daerah Batukajang (PT. Kideco Jaya Agung) termasuk ke dalam Sub-
Cekungan Pasir (Pasir Sub-Basin) yang merupakan bagian dari Cekungan Barito (Kusuma dan
Darin, 1985). Daerah telitian termasuk ke dalam Formasi Warukin yang memiliki ketebalan
300-500 meter, tersusun atas perlapisan batubara tebal, batulempung pada bagian atas,
batupasir berlapis tebal, dan batulempung dengan lensa batubara tipis (Satyana dan Silitonga,
1994). Formasi ini diendapkan pada lingungan fluvial-dataran delta yakni berupa delta plain.
Pengendapan pada lingkungan delta plain menyebabkan kedudukan lapisan batubaranya
cenderung sejajar dengan kemiringan pengendapan, tetapi sedikit yang menerus sepanjang
jurus pengendapan (Horne,et al, 1978).
Menurut Satyana dan Silitonga (1994), pada daerah telitian terlihat adanya struktur geologi
utama berupa sinklin yang memanjang hampir utara-selatan sampai timur laut-barat daya
dengan kemiringan sayap lipatan antara 10o sampai 60o dan pada beberapa tempat hampir
vertikal. Hal itu tentu sangat mempengaruhi faktor kestabilan lereng pada penggalian tambang
terbuka yaitu kemungkinan lereng mengalami runtuh (failure) yang dapat mengakibatkan
kerugian yang besar bagi perusahaan.
Kestabilan lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam menjamin keamanan
dan kelancaran suatu operasi pertambangan (Singgih Saptono, 2012). Menurut Hoek dan
Brown, 1980 menyatakan bahwa salah satu cara mengetahui kondisi lereng stabil atau tidak
dengan menggunakan kriteria fakor keamanan. Kriteria runtuh Hoek dan Brown
memperkirakan kekuatan kohesi dan sudut gesek dalam massa batuan berdasarkan hubungan
antara blok batuan dan kondisi permukaan diantara blok batuan tersebut. Kohesi dan sudut geser
dalam merupakan parameter utuk mengetahui faktor keamanan dalam metode keseimbangan
batas (Hoek dan Brown, 1980).
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menganggap penting dan perlu untuk memecahkan
permasalahan lereng tambang terbuka dan melakukan analisis kestabilan lereng untuk
mengetahui faktor keamanan menggunakan kriteria runtuh Hoek & Brown di PIT Samurangau-
A PT. Kideco Jaya Agung, Kecamatan Batusopang, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan
Timur.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan hasil kajian pustaka para peneliti terdahulu, maka peneliti merumuskan yaitu
menganalisa kelerengan berdasarkan kriteria runtuh Hoek & Brown pada lereng tambang
terbuka yang didapatkan dari menentukan faktor keamanan.
Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas maka, muncul pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut :
1. Masalah Geomorfologi
a. Satuan geomorfik apa saja yang ada pada daerah telitian?
b. Adakah pengaruh dari satuan geomorfik terhadap kestabilan lereng tambang?
2. Masalah Stratigrafi
a. Litologi dan satuan batuan apa sajakah yang ada pada daerah penelitian?
b. Bagaimana urutan stratigrafi detil pada daerah penelitian?
c. Bagaimana lingkungan pengendapan pada daerah penelitian?
d. Adakah pengaruh stratigrafi (litologi lereng) terhadap kestabilan lereng?

2
3. Masalah Struktur Geologi
a. Struktur geologi apa saja yang ada pada daerah telitian?
b. Bagaimana pengaruh struktur geologi terhadap kestabilan lereng tambang?
4. Kestabilan Lereng
a. Bagaimna karakterisasi masa batuan di daerah penelitian?
b. Bagaimanakah penilaian RMR dan GSI dengan menggunakan geometri lereng yang
direkomendasikan?
c. Bagaimana hasil nilai faktor keamanan menggunakan kriteria runtuh Hoek & Brown
pada lereng di daerah penelitian?

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengamatan dan pengukuran data
geologi serta menghitung nilai faktor keamanan untuk menentukan kestabilan lereng tambang
PT. Kideco Jaya Agung berdasarkan kriteria runtuh Hoek & Brown di daerah Batukajang,
Kecamatan Batusopang, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur.
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model geologi
daerah telitian serta merekomendasikan geometri lereng aman berdasarkan model kestabilan
lereng untuk tambang terbuka PT Kideco Jaya Agung di daerah Batukajang, Kecamatan
Batusopang, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur.

1.4 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian berada pada daerah pertambangan batubara PT. Kideco Jaya Agung,
yaitu pada PIT Samurangau-A yang secara administasi lokasi daerah telitian berada pada
wilayah Desa Batukajang, Kecamatan Batusopang, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan
Timur (terletak ± 450 km dari Ibukota Provinsi Kalimantan Timur) dan secara astronomis
daerah penelitian terletak pada koordinat: 1°50'49,8914" - 1°53'01,2162" LS dan
115°50'06,3028" - 115°53'21,3775" BT UTM (Universal Transverse Mercator) WGS 1984
zona -50 Southern (114oE - 120oE).

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diketahuinya kondisi geologi detil di daerah penelitian yaitu meliputi geomorfologi (bentuk
lahan), stratigrafi dan struktur geologi.
2. Mengetahui kestabilan lereng berdasarkan kriteria runtuh Hoek & Brown dengan beberapa
parameter pengontrol yang berbeda.
3. Merekomendasikan geometri lereng yang aman berdasarkan beberapa aspek penyebab
keruntuhan lereng.

2. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan tahapan sebagai berikut:
1. Akusisi merupakan perolehan data awal atau bahan-bahan yang dipakai sebagai dukungan
penelitian ini yaitu kajian pustaka, pemetaan geologi dan permecontohan batubara.
2. Analisa merupakan penelaahan dan penguraian atas data hingga menghasilkan simpulan
akhir.
3. Sintesa merupakan hasil dari analisis sehingga menjadi kesatuan yang selaras dalam
membangun model yang didapatkan.

3
3. GEOLOGI REGIONAL
3.1 Fisiografi Regional
Cekungan Barito terletak di sebelah barat dekat paparan sunda dengan kemiringan relatif
datar, ke arah timur menjadi cekungan yang dalam yang dibatasi oleh sesar-sesar naik ke arah
barat dari punggungan Meratus yang merupakan bongkah naik (Satyana dan Silitonga, 1994).
Cekungan Barito memperlihatkan bentuk cekungan asimetrik yang disebabkan oleh adanya
gerak naik dan gerak arah barat dari Pegunungan Meratus.

3.2 Stratigrafi Regional


Berdasarkan kesamaan litologi baik ciri fisik, biologi, lingkungan pengendapan dan
susunan stratigrafi, daerah penelitian termasuk dalam Formasi Warukin bagian atas. Formasi
Warukin disusun oleh litologi yang dominan berupa batupasir kuarsa dan batulempung sisipan
batubara. Formasi Warukin terendapkan di lingkungan fluviatil-delta dengan ketebalan sekitar
300-500 meter, berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir.

3.3 Tatanan Tektonik


Cekungan Pasir ini dipisahkan oleh sebuah sesar yang berarah timur-barat di bagian utara
dari Provinsi Kalimatan Selatan yang dikenal dengan nama Sesar Adang (Satyana dan
Silitonga, 1994). Regim struktur yang terjadi di cekungan Barito adalah regim transpression
(konvergen yang mengalami uplift lalu mengalami reaktifasi dan mengalami invert struktur
yang tua sehingga mengalami wrenching, pensesaran, dan perlipatan) dan transtension
(sinistral shear dengan arah relatif barat laut-tenggara).

4. GEOLOGI DAERAH TELITIAN


4.1 Pola Pengaliran Daerah Telitian
Berdasarkan fakta lapangan, maka daerah telitian memiliki pola pengaliran dendritik. Pola
pengaliran ini mencerminkan resistensi batuan atau homogenitas tanah yang seragam, dan
memiliki lapisan horizontal atau miring landai dengan kontrol struktur yang kurang
berkembang.
Daerah telitian didominasi oleh cekungan hasil penambangan (PIT) sehingga sebagian
besar kondisi pola pengalirannya sudah terubah semuanya karena aktivitas penambangan dan
tidak lagi terdapat sungai yang mengalir pada sebagian besar daerah telitian. Sungai utama
hanya terdapat di bagian tenggara daerah telitian, mengalir dari utara ke selatan dan cabang-
cabang sungai dari arah timur dan barat menuju sungai.

4.2 Geomorfologi Daerah Telitian


Berdasarkan peta topografi, citra SRTM, dan hasil pengamatan lapangan maka daerah
telitian dapat dibagi menjadi tiga bentukasal dan enam satuan bentuklahan (Tabel 4.1), yaitu:
1. Bentukasal struktural dengan satuan bentuklahan perbukitan struktural (S1).
2. Bentukasal fluvial dengan satuan bentuklahan tubuh sungai (F1) dan dataran limpah banjir
(F2).
3. Bentuk asal antropogenik dengan satuan bentuklahan perbukitan material timbunan / waste
dump (A1), lembah hasil bukaan tambang / PIT (A2), dan cekungan penambangan / sump
(A3).

4
Tabel 4.1 Pembagian Satuan Bentuklahan Daerah Telitian (Penulis, 2018)

4.3 Stratigrafi Daerah Telitian


Penentuan satuan batuan di daerah telitian ini berdasarkan kesatuan ciri litologi yang
dominan berdasarkan pengamatan singkapan dan lintasan stratigrafi terukur serta penyebaran
lateral batuan yang dominan, maka daerah telitian dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) satuan
batuan yaitu Satuan batupasir-kuarsa Warukin, Satuan batulempung Warukin, dan Satuan
endapan aluvial. Penamaan satuan batuan berdasarkan penamaan tak resmi, dengan urutan dari
tua sampai muda, sebagai berikut (Tabel 4.2):

Tabel 4.2 Kolom Stratigrafi Daerah Telitian (Penulis, 2018)

5
Karakteristik litologi dan struktur sedimen yang ditemukan di daerah telitian (Gambar 4.1)
yaitu paralell lamination, wavy lamination, flaser lamination, lenticular lamination, cross
bedding, dan graded bedding. Selain struktur sedimen tersebut, ditemukan pula kenampakan
khas yang hanya ada di beberapa lokasi pengamatan, yaitu struktur kayu, keterdapan fosil daun
pada lapisan batupasir kuarsa, dan keterdapatan amber pada lapisan batubara.

A B C

D E F

G H I
Gambar 4.1 Karakteristik Litologi dan Struktur sedimen pada daerah telitian (A. paralell lamination
B. wavy lamination C. flaser lamination D. lenticular lamination E. cross bedding F. graded bedding
G. struktur kayu H. fosil daun I. amber pada lapisan batubara)

4.4 Struktur Geologi Daerah Telitian


4.4.1 Kekar A (LP 35)
Kekar pada lereng A berada pada high wall bagian barat daya daerah telitian yaitu pada
LP 35 dengan kedudukan lapisan batuan sebesar N 080oE/21o. Berdasarkan analisa struktur
geologi, kekar A pada LP 35 memiliki kedudukan shear joint 1 sebesar N 348oE/23o dan shear
joint 2 sebesar N 075oE/36o, sehingga didapatkan extension joint sebesar N 016oE/20o dan
release joint sebesar N 287oE/90o. Selain itu dapat ditentukan juga tegasan utama (σ1) sebesar
0o, N 196oE; tegasan medium (σ2) sebesar 20o, N 107oE; dan tegasan minimum (σ3) sebesar
70o, N 287oE.

4.4.2 Kekar B (LP 59)


Kekar pada lereng B berada pada side wall bagian barat daya daerah telitian yaitu pada
LP 59 dengan kedudukan lapisan batuan sebesar N 063oE/31o. Berdasarkan analisa struktur
geologi, kekar B pada LP 59 memiliki kedudukan shear joint 1 sebesar N 162oE/30o dan shear
joint 2 sebesar N 229oE/29o, sehingga didapatkan extension joint sebesar N 198oE/25o dan
release joint sebesar N 286oE/90o. Selain itu dapat ditentukan juga tegasan utama (σ 1) sebesar
0o, N 017oE; tegasan medium (σ2) sebesar 25o, N 297oE; dan tegasan minimum (σ3) sebesar
65o, N 108oE.

4.4.3 Kekar C (LP 63)


Kekar pada lereng C berada pada side wall bagian barat relatif tengah daerah telitian yaitu
pada LP 63 dengan kedudukan lapisan batuan sebesar N 072 oE/75o. Berdasarkan analisa

6
struktur geologi, kekar C pada LP 63 memiliki kedudukan shear joint 1 sebesar N 229oE/29 o
dan shear joint 2 sebesar N 158oE/31o, sehingga didapatkan extension joint sebesar N 193oE/25 o
dan release joint sebesar N 284oE/90o. Selain itu dapat ditentukan juga tegasan utama (σ1)
sebesar 0o, N 014oE; tegasan medium (σ2) sebesar 25o, N 284oE; dan tegasan minimum (σ3)
sebesar 65o, N 104oE.

4.4.4 Sesar Naik (LP 77)


Sesar ini terletak di lereng side wall bagian barat daerah telitian yaitu di LP 77. Sesar ini
memanjang di bagian barat laut daerah telitian yang relatif timur laut-barat daya. Berdasarkan
analisa struktur geologi, diperoleh arah umum shear fracture sebesar N 067oE/64o, gash
fracture sebesar N 208oE/25o, dan bidang sesar sebesar N 224oE/44o, net slip sebesar 40o, N
343oE dan rake sebesar 68o. Mengacu pada klasifikasi Rickard (1972), maka sesar tersebut
termasuk jenis Left Reverse Slip Fault.

4.4.5 Sesar Mendatar Kiri 1 (LP 140)


Sesar ini terletak di bagian tengah daerah telitian pada lereng low wall yaitu di LP 140.
Sesar ini memanjang di bagian tengah daerah telitian yang relatif utara-selatan. Berdasarkan
analisa struktur geologi, diperoleh arah umum shear fracture sebesar N 225oE/65o, gash
fracture sebesar N 327oE/84o, dan bidang sesar sebesar N 195 oE/74o, net slip sebesar 18o, N
200oE dan rake sebesar 21o. Mengacu pada klasifikasi Rickard (1972), maka sesar tersebut
termasuk jenis Normal Left Slip Fault. Selain itu ditemukan pula bukti longsor yang berada
pada LP 138.

4.4.6 Sesar Mendatar Kiri 2 (LP 217)


Sesar ini terletak di bagian barat daerah telitian yaitu di LP 217. Sesar ini memanjang di
bagian barat daerah telitian yang relatif utara-selatan. Berdasarkan analisa struktur geologi,
diperoleh arah umum shear fracture sebesar N 246oE/64o, gash fracture sebesar N 318oE/74o,
dan bidang sesar sebesar N 210oE/72o , net slip sebesar 16o, N 216oE dan rake sebesar 18o.
Mengacu pada klasifikasi Rickard (1972), maka sesar tersebut termasuk jenis Normal Left Slip
Fault.

5. ANALISIS KESTABILAN LERENG


5.1 Pengamatan Scanline
Pengamatan scanline tertuju pada lereng yang bermassa batuan. Lokasi pengamatan
terletak pada lereng di PIT Samurangau-A pada bagian barat dan selatan daerah telitian.
Pengamatan scanline dilakukan pada 4 (empat) lokasi lereng dengan parameter yang berbeda,
yaitu lereng A terletak pada high wall bagian selatan yaitu LP 35, lokasi lereng B terletak pada
lereng side wall bagian barat daya yaitu LP 59, lokasi lereng C terletak pada lereng side wall
bagian barat relatif tengah yaitu LP 63, dan lokasi lereng D terletak pada lereng side wall bagian
barat yaitu LP 77.
Pengukuran kedudukan lereng meliputi pengukurah arah, kemiringan dan tinggi lereng.
Kedudukan lereng dipergunakan untuk perhitungan dan simulasi permodelan lereng.
Tabel 5.1 Arah, Kemiringan, dan Tinggi lereng pada Pengamatan Scanline

7
Kondisi bidang dikontinu didapatkan dari hasil pengamatan scanline pada lereng A, lereng
B, lereng C, dan lereng D. Hasil pengamatan kondisi bidang diskontinu kemudian diberikan
pembobotan untuk mendapatakan bobot RMR. Hasil Pembobotan kondisi bidang diskontinu
dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Hasil Pengamatan Kondisi Bidang Diskontinu

A B

A B

C D

5.2 Perhitungan Rock Quality Designation (RQD)


Berdasarkan pengukuran kerapatan bidang diskontinu yang diukur pada muka lereng, nilai
RQD dapat dihitung dengan persamaan yang dikenalkan oleh Priest dan Hudson (1976). Hasil
perhitungan RQD selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.3
Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Rock Quality Designation (RQD)

8
5.3 Pengujian Laboratorium
Uji sifat fisik (physical properties test) ini dilakukan untuk memperoleh sifat fisik batuan,
diantaranya berat isi kering, berat isi jenuh (saturated dry), porositas, angka pori, dan kadar air.
Hasil pengujian sifat fisik batuan pada lokasi pengamatan scanline dapat dilihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Hasil Pengujian Laboratorium Uji Sifat Fisik (Physical Properties Test)

Uji kuat tekan (uniaxial compressive test) ini dilakukan untuk memperoleh nilai kuat tekan
uniaksial (UCS), yaitu kekuatan dari batuan utuh (intact rock). Uji kuat tekan menggunakan
mesin tekan untuk menekan sampel batuan dari satu arah (uniaxial). Nilai UCS merupakan
besar tekanan yang harus diberikan sehingga membuat batuan pecah. Hasil uji kuat tekan batuan
pada lokasi pengamatan scanline dapat dilihat pada Tabel 5.5
Tabel 5.5 Hasil Uji Kuat Tekan (Uniaxial Compressive Test)

Uji kuat geser (direct shear test)ini dilakukan untuk mendapatkan parameter kuat geser
batuan, yaitu sudut geser dalam (Ø) dan kohesi (c). Kekuatan geser batuan ini adalah kekuatan
yang berfungsi sebagai gaya untuk melawan atau menahan gaya penyebab kelongsoran. Dalam
penelitian ini sudut geser dalam dan kohesi diperoleh dari perhitungan manual berdasarkan nilai
GSI. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 5.6
Tabel 5.6 Hasil Perhitungan Sudut Geser Dalam (Ø) dan Kohesi (c)

5.4 Pembobotan Parameter Rock Mass Rating (RMR)


Rock mass rating (RMR) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengklasifikasikan massa batuan di setiap lokasi pengamatan scanline. Dari hasil perhitungan
dan pembobotan parameter RMR, selanjutnya dilakukan pembobotan atau penilaian untuk
mendapatkan klasifikasi massa batuan RMR untuk setiap lokasi pengamatan scanline yang
dapat dilihat pada Tabel 5.7

9
Tabel 5.7 Klasifikasi Massa Batuan Setiap Lokasi Pengamatan Scanline Bedasarkan RMR

5.5 Perhitungan Geological Strength Index (GSI)


Perhitungan nilai GSI dapat ditentukan dengan pendekatan nilai RMR suatu massa batuan.
Hasil perhitungan GSI pada setiap lokasi pengamatan scanline dapat dilihat pada Tabel 5.8
Tabel 5.8 Hasil Perhitungan Nilai GSI menurut Saptono, 2012

5.6 Analisis Kestabilan Lereng


5.6.1 Lereng A (LP 35)
Analisa kestabilan lereng A di simulasikan dengan ketinggian jenjang 9,6 meter dengan
kemiringan lereng 51o. Lereng ini memiliki litologi berupa batubara dan batulempung
karbonan. Berdasarkan analisis faktor keamanan lereng dengan kriteria runtuh Hoek & Brown,
didapatkan nilai FK sebesar 1,109 (Gambar 5.1) dan termasuk dalam kelas lereng kritis (pernah
terjadi longsor).

5.6.2 Lereng B (LP 59)


Analisa kestabilan lereng B di simulasikan dengan ketinggian jenjang 13,4 meter dengan
kemiringan lereng 56o. Lereng ini memiliki litologi berupa batupasir kuarsa dan batubara.
Berdasarkan analisis faktor keamanan lereng dengan kriteria runtuh Hoek & Brown, didapatkan
nilai FK sebesar 1,061 (Gambar 5.2) dan termasuk dalam kelas lereng labil (sering terjadi
longsor).

10
5.6.3 Lereng C (LP 63)
Analisa kestabilan lereng C di simulasikan dengan ketinggian jenjang 10,65 meter dengan
kemiringan lereng 70o. Lereng ini memiliki litologi berupa batubara. Berdasarkan analisis
faktor keamanan lereng dengan kriteria runtuh Hoek & Brown, didapatkan nilai FK sebesar
1,085 (Gambar 5.3) dan termasuk dalam kelas lereng kritis (pernah terjadi longsor).

5.6.4 Lereng D (LP 77)


Analisa kestabilan lereng D di simulasikan dengan ketinggian jenjang 8,3 meter dengan
kemiringan lereng 66o. Lereng ini memiliki litologi berupa batupasir kuarsa dan batulempung.
Berdasarkan analisis faktor keamanan lereng dengan kriteria runtuh Hoek & Brown, didapatkan
nilai FK sebesar 0,960 (Gambar 5.4) dan termasuk dalam kelas lereng labil (sering terjadi
longsor).

5.7 Tindakan Penunjang Kestabilan Lereng


Tindakan penunjang kestabilan lereng yang direkomendasikan berdasarkan kontrol
parameter pada lokasi pengamatan antara lain perbaikan geometri lereng dengan cara
mengurangi ketinggian lereng dan mengurangi sudut kemiringan lereng, penanganan air tanah
dengan cara pembuatan saluran-saluran air pada badan lereng dan pembuatan surface drainase
pada kaki lereng, penurunan muka air tanah dengan cara pemasangan pipa-pipa penirisan pada
permukaan lereng, dan melakukan sistem monitoring dengan teknik pengamatan yang
didukung dengan menggunakan peralatan seperti GPS, theodolite, dan extensometer.

6. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian lapangan serta pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka
pada daerah penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pola pengaliran yang berkembang di daerah telitian merupakan pola pengaliran dendritik.
Geomorfologi daerah telitian dapat dibagi menjadi 3 bentukasal dan 6 satuan bentuklahan
yaitu: a. Bentukasal struktural (S) terdiri atas satuan bentuklahan perbukitan struktural (S1)
b. Bentukasal fluvial (F) terdiri atas satuan bentuklahan tubuh sungai (F1) dan dataran
limpah banjir (F2) c. Bentukasal antropogenik (A) terdiri atas satuan bentuklahan perbukitan
material timbunan atau waste dump (A1), lembah hasil bukaan tambang atau PIT (A2), dan
cekungan penambangan atau sump (A3).
2. Daerah telitian termasuk dalam Formasi Warukin. Satuan batuan yang terdapat di daerah
telitian dari tua ke muda terdiri atas Satuan batupasir-kuarsa Warukin, Satuan batulempung
Warukin, dan Satuan endapan aluvial. Satuan batupasir-kuarsa Warukin dan Satuan
batulempung Warukin diendapkan pada lingkungan pengendapan transitional lower delta
plain pada kala Miosen Tengah-Miosen Akhir, sedangkan Satuan endapan aluvial
diendapkan pada lingkungan pengendapan darat pada kala Holosen.
3. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian diantaranya adalah Sesar Naik LP 77
dengan arah sesar relatif berarah timur laut-barat daya dengan nama Left Reverse Slip Fault,
Sesar Mendatar 1 LP 140 dengan arah sesar relatif berarah utara-selatan dengan nama
Normal Left Slip Fault, Sesar Mendatar 2 LP 217 dengan arah sesar relatif berarah utara-
selatan dengan nama Normal Left Slip Fault, Kekar A LP 35 dengan arah tegasan relatif
berarah utara-selatan, Kekar B LP 59 dengan arah tegasan relatif berarah utara-selatan, dan
Kekar D LP 63 dengan arah tegasan relatif berarah utara-selatan.
4. Analisa kestabilan lereng berdasarkan Saptono (modifikasi kriteria runtuh Hoek & Brown)
dilakukan di empat lokasi pengamatan dengan kontrol parameter yang berbeda yaitu:
a. Lereng A pada LP 35 dengan litologi batubara dan batulempung karbonan didapatkan
hasil kondisi lereng kritis dengan nilai FK 1,109 b. Lereng B pada LP 59 dengan litologi
batupasir kuarsa dan batubara didapatkan hasil kondisi lereng labil dengan nilai FK 1,061 c.

11
Lereng C pada LP 63 dengan litologi batubara didapatkan hasil kondisi lereng kritis dengan
nilai FK 1,085 d. Lereng D pada LP 77 dengan litologi batupasir kuarsa dan batulempung
didapatkan hasil kondisi lereng labil dengan nilai FK 0,960.

DAFTAR PUSTAKA
Astawa, R. M., Kramadibrata, S., Kresna, W. Ridho, 2010. “Mekanika Batuan”. Institut
Teknologi Bandung. p. 289-317, 387-460
Bemmelen, R.W. Van, 1949. “The Geology of Indonesia, Vol. IA: General Geology of
Indonesia and Adjacent Archipelagoes”. The Hague, Netherlands, Goverment. Printing
Office
Bieniawski, Z.T., 1973. “Engineering Classification of Jointed Rock Masses”. Trans. S. Afr.
Institute Civil Engineering. p. 335-344
Bieniawski, Z.T., 1989. “Engineering Rock Mass Clasifications: A Complete Manual for
Engineers and Geologist in Mining, Civil, and Petroleum Engineering”. John Willey &
Sons. Inc., New York, U.S.A.
Blow, M.D., 1969. “Late Middle Eocene to Recent Planktonic Foraminiferal Biostratigraphy,
International Conference Planktonic Microfossils, First Edition”. Genova, Proc. Leiden
E. J. Bull. Vol. I. p. 199–422
Diessel, C.F.K., 1992. “Coal-Bearing Depositional Systems”. Springer Verlag, Berlin. p. 721
Gilbert, C.M., Williams, H., Turner, F.J., and 1982. “Petrography, An Introduction to Study of
Rocks in Thin Section-Second Edition”. University of California, Barkeley, W.H.
Freeman and Company, New York, 406 pp
Hidayat S., Umar I., 1994. “Peta Geologi Lembar Balikpapan, Kalimantan”. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung
Hoek, E., Bray, J.W., 1973. “Rock Slope Engineering”. The Institution of Mining and
Mettalurgy, London
Hoek, E., Brown, E.T., 1980. “Practical Estimates of Rock Mass Strength”. The Institution of
Mining and Mettalurgy, London
Hoek, E., Carranza-Torres, C., and Corkum, B., 2002. “Hoek-Brown Failure Criterion-2002
edition”. Dept. Civil Engineering, University of Toronto, Vancouver, Canada
Horne, J.C., Ferm, J.C., Caruccio, F.T., Baganz, B.P., 1978. “Depositional Models in Coal
Exploration and Mine Planning in Appalachian Region”. In American Association of
Petroleum Geologist Bulletin. p. 2379-2411
Kramadibrata, S., 1996. “The Influence of Rock Mass and Intact Rock Properties on The Design
of Surface Mines with Particular Reference to The Excavatability of Rock”. School of
Civil Engineering, Curtin University of Technology, Australia
Kusuma, I., Darin, T., 1989. “The Hydrocarbon Potential of The Lower Tanjung Formation,
Barito Basin, South Kalimantan”. In Proceedings of IPA 18th, Annual Convention. p.
107-138
Rickard, M.J., 1972. “Fault Classification Discussion”. Geological Society of America
Bulletin, Vol. 83. p. 2545–2546
Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996. “Sandi Stratigrafi Indonesia”. dipublikasikan oleh Ikatan
Ahli Geologi Indonesia, Jakarta
Satyana, A.H., Silitonga, P.D., 1994, “Tectonic Reversal in East Barito Basin, South
Kalimantan : Consideration of The Types of Inversion Structures and Petroleum System
Significance”. In Proceedings of The IPA 23rd Annual Convention. p. 57-74
Saptono, S., 2012. “Pengembangan Metode Analisis Stabilitas Lereng Berdasarkan
Karakterisasi Batuan di Tambang Terbuka Batubara”. Laporan tidak dipublikasikan,
Disertasi Doktoral Institut Teknologi Bandung, Bandung

12
SNI No. 13-4691-1998. “Penyusunan Peta Geologi”. Badan Standardisasi Nasional, Indonesia
SNI No. 2825-2008. “Cara Uji Kuat Tekan Batuan Uniaksial”. Badan Standardisasi Nasional,
Indonesia
Sabrina, S., 2014. “Geologi dan Kestabilan Lereng Berdasrkan Kriteria Runtuh Hoek&Brown
dan Mohr-Coulomb untuk Menentukan faktor Keamanan Daerah Karanggayam dan
Sekitarnya, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen, provinsi Jawa Tengah”.
Jurusan Teknik Geologi,UPN “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta
Wyllie, Duncan C., Mah, Christoper W., 2004. “Rock Slope Engineering”. 4th Edition, Spoon
Press, London and New York
Zuidam, R.A. Van, 1983. “Guide to Geomorphology Aerial Photographic, Interpretation and
Mapping”. ITC, Enschede The Netherlands. p. 325
Zulfahmi, Gunawan, 2012. “Pengaruh Kerusakan Batuan Akibat Peledakan Terhadap
Kelongsoran Lereng pada Aktivitas Penambangan di PT. Kideco Jaya Agung”. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung

13
LAMPIRAN - LAMPIRAN

Gambar 5.1 Hasil Analisa Kestabilan Lereng A (LP 35)

Gambar 5.2 Hasil Analisa Kestabilan Lereng B (LP 59)

14
Gambar 5.3 Hasil Analisa Kestabilan Lereng C (LP 63)

Gambar 5.4 Hasil Analisa Kestabilan Lereng D (LP 77)

15

Anda mungkin juga menyukai