Anda di halaman 1dari 8

1.

Pengertian
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. Batu ureter pada
umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat
sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa
sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang
besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan
obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi
hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 1998)
Ureterolithiasis merupakan penyumbatan saluran ureter oleh batu karena
pengendapan garam urat, oksalat, atau kalsium. Batu tersebut dapat terbentuk pada ginjal
yang kemudian batu yang kecil di pielum dapat turun ke ureter. Bila batu tidak dapat
lolos ke kandung kemih maka menyumbat ureter dan menimbulkan kolik.
Ureterolithiasis adalah adanya batu pada ureter. Batu pada ureter umunya berasala
dari batu ginjal yang turun. pembentuka batu biasanya dimulai di kaliks dan pelvis,
kemudian dpt menyebar ke ureter dan vesika urinaria. dapat juga dibentuk disaluran
kemih bagian bawah. sehingga demikian, komposisinya sma dengan batu ginjal. Jadi,
ureterolithiasis adalah batu yang terdapat dalam saluran perkemihan terutama pada ureter
yang berasal dari batu ginjal yang turun ke saluran ureter yang dapat menimbulkan gejala
seperti kolik.
2. Anatomi dan Fisiologi
Yang dimaksud dengan Tractus Urinarius atau Sistem Urinaria adalah suatu
sistem sistem kerjasama tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan
keseimbangan internal atau Homeostatis, selain itu dalam sistem ini terjadi proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dan bersih dari zat-zat yang tidak digunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh.Hasil keluaran
sistem urinari berupa urin atau air seni. Sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra.
a. Ginjal
Ginjal biasa juga disebut dengan renal, kidney, terletak di belakang rongga
peritoneum dan berhubungan dengan dinding belakang dari rongga abdomen,
dibungkus lapisan lemak yang tebal. Ginjal terdiri dari dua buah yaitu bagian
kanan dan bagian kiri. Ginjal kanan lebih rendah dan lebih tebal dari ginjal kiri,
hal ini karena adanya tekanan dari hati. Letak ginjal kanan setinggi lumbal I
sedangkan letak dari ginjal kiri setinggi thorakal XI dan XII.
b. Ureter
Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10 sampai 12
inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm. Ureter terdiri atas
dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah
dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal, dan letaknya menurun dari
ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di depan dari
muskulus psoas dan prosesus transversus dari vertebra lumbal dan berjalan
menuju ke dalam pelvis dan dengan arah oblik bermuara ke kandung kemih
melalui bagian posterior lateral. Pada ureter terdapat 3 daerah penyempitan
anatomis, yaitu : Ureter berfungsi untuk menyalurkan urine dari ginjal ke kandung
kemih. Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang diekskresikan
oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis
masuk ke dalam kandung kemih.
c. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan muskulus membrane yang berbentuk kantong yang
merupakan tempat penampungan urine yang dihasilkan oleh ginjal, organ ini
berbentuk seperti buah pir (kendi). Kandung kemih bervariasi dalam bentuk,
ukuran, dan posisinya, tergantung dari volume urine yang ada di dalamnya.
Secara umum volume dari vesika urinaria adalah 350-500 ml. Kandung kemih
berfungsi sebagai tempat penampungan sementara (reservoa) urine, mempunyai
selaput mukosa berbentuk lipatan disebut rugae (kerutan) dan dinding otot elastis
sehingga kandung kencing dapat membesar dan menampung jumlah urine yang
banyak.
d. Uretra
Uretra adalah saluran sempit yang terdiri dari mukosa membrane dengan
muskulus yang berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung kemih.
Letaknya agak ke atas orivisium internal dari uretra pada kandung kemih, dan
terbentang sepanjang 1,5 inchi (3,75 cm) pada wanita dan 7-8 inchi (18,75 cm)
pada pria. Uretra pria dibagi atas pars prostatika, pars membrane, dan pars
kavernosa. Fungsi uretra yaitu untuk transport urine dari kandung kencing ke
meatus eksterna, uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher
kandung kencing ke lubang air.
3. Etiologi
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan
metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
(Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan multifaktor.
4. Patofisiologi
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat,
oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu
idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya
berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium
(hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat
amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang
menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam
urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH
urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998). Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak
ditemukan penyebab yang jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda
asing. Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga
terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau mati seperti pada
nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian
pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu (R. Sjamsuhidajat, 1998 )
5. Tanda dan Gejala
a. Nyeri dapat bersifat kolik ( terjadi karena tersumbatnya aliran urine dari ginjal ke
kandung kemih dan urine akan kembali ke ginjal sehingga menyebabkan
peregangan kapsul ginjal )
b. Nyeri dimulai di daerah pinggang kemudian menjalar kearah testis disertai mual
dan muntah
c. Berkeringat dingin
d. Pucat dan dapat terjadi renjatan
e. Hematuria
f. Nyeri ketok di daerah atas pelvis ( meletakkan telpak tangan di daerah pelvis dan
memberikan ketokan di atas telapak tangan tersebut. Apabila terasa sakit berarti
terjadi gangguan pada ginjal )
6. Komplikasi
a. Infeksi sekunder
b. Obstruksi
c. Divertikulum uretra
d. Iritasi yang berkepanjangan pada urotelium
7. Tes Diagnostik
1. Diagnostik
- Ultrasonografi dapat melihat posisi batu baik di ginjal ataupun di dalam ureter
dan adanyaobtruksi urine.
- Foto abdomen biasa dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi dan
membedakan batu kalsifikasi
- Urogram menunjukan kelainan anatomis.
2. Laboratorium
3. Urinalisa
4. PH yang lebih 7,6 menandakan adanya organisme pemecah batu, sedangkan PH
rendah 6-6,5 menunjukkan adanya batu asam urat pada urine 24 jam.
5. Analisa kuantitatif dari kalsium oksalat, asam urat
6. Kimia darah seperti kalsium, fosfat, asam urat dan protein
7. BNO, IUP, USG 8. Albumin serum menurun
8. Kolesterol serum meningkat
9. Hemoglobin dan hematokrit meningkat
10. Laju endap darah (LED) meningkat
11. Elektrolit serum bervariasi.

8. Jenis Pembedahan
Jenis pembedahan yang di gunakan pada kasus Tn M dengan diagnosa batu ureter
menggunakan tindakan Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter.
Ureterolitotomi adalah suatu tundakan untuk mengambil batu ureter dengan
komplikasi pasca bedah adalah perdarahan, urinary fistula, urinoma dan infeksi luka
operasi.

9. Teknik Anestesi
Teknik Anestesi yang di gunakan pada kasus Tn M dengan diagnosa batu ureter
menggunakan teknik general anestesi dengan balance anestesi.
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa
teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi denggan teknik intravena anestesi
dan general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan
teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan
intravena (Latief, 2007).
Balance Anestesi merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi
obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi
teknik general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara
optimal dan berimbang, yaitu: (1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat
hipnotikum atau obat anestesi umum yang lain. (2) Efek analgesia, diperoleh dengan
mempergunakan obat analgetik opiat atau obat general anestesi atau dengan cara
analgesia regional. (3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh
otot atau general anestesi, atau dengan cara analgesia regional.
10. Masalah Keperawatan
1. Pre anastesi
- Ansietas
Keadaan ketika individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah
( kekhawatiran ) dan aktivasi sistem saraf otonom sebagai respon terhadap
ancaman yang tidak jelas dan non spesifik.
2. Intra Anestesi
- Penurunan curah jantung
Keadaan ketika individu mengalami penurunan jumlah darah yang dipompakan
oleh jantung, yang mengakibatkan gangguan fungsi jantung.
3. Post Anestesi
- Hipotermi
Keadaan ketika individu mengalami resiko penurunan suhu tubuh <35,5 derajat
per rektal yang sifatnya menetap karena peningkatan terhadap faktor external.
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, O. (2014). Karakteristik Penderita Neglected Fractures yang Dirawat di RSUP H . Adam
Malik Medan. The Journal of Medical School, 47(2), 68–71.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
interventions clasification (NIC). Singapore: Elsevier.

Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia. (2017). Rencana asuhan keperawatan medikal-


bedah : Diagnosis NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Maheswari, J. (2002). Essential Orthopaedics (3rd ed.). New delhi: Mehta Publisher.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes clasification
(NOC). Singapore: Elsevier.

NANDA. (2015). Nursing diagnoses definitions and clasification. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal-bedah brunner &
suddarth. Jakarta: EGC.

Solomon, L., Warwick, D., & Nayagam, S. (2010). Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures (9th ed.). London: Hodder Arnorld.

Temyang, A. . (2006). Himpunan Makalah, Prof. dr. H. Soelarto Reksoprodjo, SpB., SpOT.
Jakarta: Pelangi warna kreasindo.

Anda mungkin juga menyukai