Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan individu yang berbeda dalam suatu rentang perubahan dari bayi

sampai remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang di

mulai dari bayi 0-1 tahun, toddler 1-3 tahun, prasekolah 3-6 tahun, sekolah 6-12 tahun

dan 12-18 tahun adalah remaja. Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan

yang sangat pesat pada usia dini, yaitu 0-5 tahun. Masa ini sering di sebut juga sebagai

fase “ Golden Age ”. Golden age merupakan masa yang paling untuk memperhatikan

tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin terdeteksi apabila terjadi

kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelainan yang bersifat permanen

dapat dicegah.

Anak yang masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan

pengalaman traumatik pada anak, yakni ketakutan dan ketegangan atau stress

hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai factor, diantaranya perpisahan dengan

orang tua, kehilangan kontrol dan perlakuan tubuh akibat tindakan invasif yang

menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan menimbulkan berbagai reaksi seperti menolak

makan, menangis, berteriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif terhadap aktivitas

sehari-hari serta menolak tindakan keperawatan yang diberikan.


Pada usia toddler anak merasa takut bila mengalami perlakuan, karena ia

menganggap bahwa tindakan dilakukan di rumah sakit semuanya dapat mengancam

integritas tubuhnya. Anak masuk rumah sakit akan bereaksi dengan agresif, ekspresi

verbal dan dependensi. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa suara napas dan

prosedur lainnya tidak akan menimbulkan perlukaan. Jika hal ini berlanjut maka tindakan

keperawatan dan pengobatan tidak akan berhasil sehingga masalah anak tidak teratasi.

Pemeriksaan anak yang beragam jenisnya juga merupakan penyebab stress bagi

anak, orang tua atau pengasuh anak yang mendampingnya untuk dilakukan pemeriksaan.

Dalam hal ini rumah sakit juga memfasilitasi dan berupaya kea rah positif sehingga anak

merasa nyaman, dapat beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit, begitu juga orang tua

atauu pengasuh yang mendampingi anak. Upaya yang dilakukan adalah meminimalkan

pengaruh negatif dari hospitalisasi yaitu melakukan kegiatan “ Terapi Bermain “.

Manfaat “ Terapi Bermain “ dalam penanganan anak yang dirawat di rumah sakit

maka akan memudahkan anak menyatakan rasa kecemasan dan ketakutan lewat

permainan, anak dapat berkumpul dengan teman sebayanya di rumah sakit sehingga tidak

merasa terisolir, anak mudah diajak bekerja sama dengan metode pendekatan proses

keperawatan di rumah sakit. Salah satu terapi bermain yang dapat mengurangi dampak

negatif dari hospitalisasi adalah terapi bermain “ Puzzle “ karena pentingnya manfaat “

Terapi Bermain “ dalam penanganan anak sakit dan perawat harus mampu melaksanakan

hal ini maka rencana penerapan terapi bermain terhadap anak yang dirawat di ruang

perawatan segera dilaksanakan. Salah satu caea agar dapat mengembangkan kreativitas

anak adalah melalui beberapa kegiatan kreatif dan menyenangkan yaitu bermain puzzle.
B. Tujuan Terapi Bermain Anak

1. Tujuan Umun

Anak akan merasa aman dan mau mengikuti program penyembuhan yang ada di

Rumah Sakit.

2. Tujuan Khusus

a. Menerapkan sarana permainan terapi bermain puzzle yang tepat sehingga anak

dan orang tua secara aktif dapat menerima program penyembuhan yang ada di

Rumah Sakit.

b. Menerapkan waktu yang tepat untuk melakukan permainan sehingga anak tidak

kehilangan waktu bermain.

c. Menerapkan sosialisasi yang tepat sehingga anak butuh terhadap program terapi

bermain di Rumah Sakit dan agar tidak merasa terisolir.

d. Meningkatkan kreatifitas anak dalam mengembangkan potensi yang ada pada

anak dalam bermain puzzle.

e. Meningkatkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dengan lingkungan

sekitarnya.
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi Konsep Bermain

Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau

mempraktikkan keterampilan memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif,

mempersiapkan diri untuk berperan, dan berperilaku dewasa. Bermain adalah salah satu

aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu paling penting untuk menatalaksanakan

stress karena hospitalisasi.

B. Fungsi Bermain Pada Anak

1. Membantu perkembangan sensorik dan motorik

Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensorik-motoris merupakan komponen

terbesar yang digunakan untuk anak sehingga kemampuan penginderaan anak dimulai

meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti : stimulasi

visual, stimulasi pendengaran, stimulasi taktil ( sentuhan ) dan stimulasi kinetik.

2. Membantu perkembangan kognitif

Bermain dapat membuat anak mencoba melakukan komunikasi dengan orang

lain dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan seperti dunia tempat

tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan, mampu belajar warna,

memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda yang digunakan dalam

permainan.
3. Meningkatkan sosialisasi pada anak

Pada anak pra sekolah, anak mulai menyadari akan keberadaan teman sebaya

sehingga anak mampu melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain.

4. Meningkatkan kreativitas

Anak dapat belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu

memodifikasi objek yang digunakan.

5. Meningkatkan kesadaran diri anak terhadap orang lain dan lingkungan

Bermain dapat memberikan kemampuan pada anak untuk mengeksplorasi

tubuhnya dan menjadikan anak yang sadar bahwa dirinya merupakan bagian dari

individu yang saling berhubungan, anak mau belajar mengatur perilaku, dan

membandingkan perilakunya dengan orang lain.

6. Memiliki nilai terapeutik

Bermain dapat menjadikan anak merasa senang dan nyaman, dan menghibur

anak, sehingga dapat mengurangi stress dan ketegangan yang dirasakan anak.

7. Memberikan nilai moral pada anak

Bermain dapat memberikan nilai moral pada anak jika anak sudah mampu belajar

benar atau salah dari budaya di rumah, di sekolah, ketika berinteraksi dengan

temannya, dan di dalam permainan juga terdapat aturan-aturan yang harus dilakukan

dan tidak boleh dilanggar.

C. Macam - Macam Permainan

Menurut Hidayat ( 2005 ), sifat bermain pada anak ada dua, yaitu :

1. Aktif
Jika anak selalu berperan aktif dalam permainan, selalu memberikan rangsangan, dan

melaksanakannya.

2. Pasif

Jika anak hanya memberikan respon pasif terhadap permainan, sedangkan orang lain

dan lingkungan memberikan respon secara aktif.

Berdasarkan kedua sifat diatas, maka macam-macam permainan :

1. Bermain afektif-sosial

Mewujudkan adanya perasaan senang dalam berhubungan dengan orang

lain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain berperan aktif dan anak hanya

berespon terhadap stimulasi sehingga akan memberikan kesenangan dan kepuasan

pada anak.

2. Bermain bersenang-senang

Memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang ada sehingga anak

merasa senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifar dari

bermain ini adalah tergantung dari stimulasi yang diberikan pada anak, seperti

bermain boneka-bonekaan, binatang-binatangan, dan lain-lain.

3. Bermain keterampilan

Bermain ini dengan menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan

keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk berkreasii dan terampil dalam

berbagai hal. Sifat dalam permainan ini adalah bersifat aktif dimana anak selalu

ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu, seperti bermain bongkar

pasang gambar, latihan memakai baju, dan lain-lain.

4. Bermain dramatik
Permainan ini dapat dilakukan jika anak sudah mampu berkomunikasi dan

mengenal kehidupan social. Sifat dari bermain ini adalah anak dituntut aktif

dalam memerankan sesuatu, seperti berpura-pura berperan sebagai orang dewasa,

seperti ibu, guru, dan lain-lain.

5. Bermain menyelidiki

Sifat dari permainan ini adalah dengan memberikan stimulasi pada anak,

sehingga dapat menambah kecerdasaan anak. Permainan ini dilakukan dengan

memberikan sentuhan pada anak untuk berperan dalam menyelidiki sesuatu atau

memeriksa alat permainan, seperti mengocok untuk mengetahui isinya.

6. Bermain konstruksi

Permainan ini bertujuan untuk menyusun suatu objek permainan agar

menjadi sebuah konstruksi yang benar, seperti permainan menyusun balok. Sifat

dari permainan ini adalah aktif, dimana anak-anak selalu ingin menyelesaikan

tugas yang ada dalam permainan, sehingga dapat membangun kecerdasan anak.

7. Permainan

Permainan ini dapat dilakukan sendiri atau bersama temannya dengan

menggunakan beberapa peraturan, seperti permainan ular tangga. Sifatnya

adalahaktif, anak memberikan respon kepada temannya sesuai jenis permainan

dan berfungsi untuk memberikan kesenangan dan mengembangkan emosi anak.

8. Bermain onlooker

Jenis bermain ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan anak lain

yang sedang bermain, tetapi tidak berusaha untuk bermain. Sifar dari permainan
ini adalah pasif, tetapi anak akan mempunyai kesenangan dan kepuasaan sendiri

untuk melihatnya.

9. Bermain soliter/mandiri

Bermain ini dilakukan secara mandiri, sendiri, hanya terpusat pada

permainannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Sifatnya aktif, tetapi

stimulasi tambahan kurang, tetapi dapat membantu menciptakan kemandirian

pada anak.

10. Bermain paralel

Bermain seendiri di tengah anak lain yang sedang bermain, tetapi tidak

ikut dalam kegiatan orang lain. Sifat bermain ini adalah aktif sendiri, tetapi masih

dalam satu kelompok dengan harapan kemampuan anak dalam menyelesaikan

tugas mandiri dalam kelompok terlatih dengan baik.

11. Bermain asosiatif

Bermain bersama tanpa terikat dengan aturan yang ada. Bermain ini akan

menumbuhkan kreativitas anak karena terdapat stimulasi dari anak lain, tetapi

belum dilatih dalam mengikuti peraturan dalam kelompok.

12. Bermain kooperatif

Bermain bersama dengan aturan yang jelas, sehingga terdapat perasaan

dalam kebersamaan, sehingga terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut. Sifat

permainan ini adalah aktif, anak akan selalu menumbuhkan kreativitasnya dan

akan melatih anak untuk mengikuti peraturan dalam kelompok.


D. Prinsip dalam Aktivitas Bermain

Permainan dengan menggunakan alat-alat medik dapat menurunkan kecemasan

dan untuk pengajaran perawatan diri. Pengajaran dengan melalui permainan dan harus

diawasi seperti : menggunakan boneka sebagai alat peraga untuk melakukan gambar-

gambar seperti pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya.

Menurut Soetjiningsih, agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal, maka

diperlukan hal-hal seperti :

1. Ekstra energi

Untuk bermain diperlakukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil

kemungkinan untuk melakukan permainan.

2. Waktu

Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga

stimulasi yang diberikan dapat optimal.

3. Alat permainan

Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap

perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.

4. Ruang untuk bermain

Bermain dapat dilakukan dimana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di

tempat tidur.

5. Pengetahuan cara bermain

Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan

pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat permainan

tersebut.
6. Teman bermain

Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan

membantu anak dalam menghadapi perbedaan.

E. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain

Menurut Supartini( 2004 ) ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak dalam

bermain, yaitu :

1. Tahap perkembangan anak

Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak yaitu harus sesuai dengan

tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada dasarnya permainan

adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan.

2. Status kesehatan anak

Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi bukan berarti anak

tidak perlu bermain pada saat sedang sakit.

3. Jenis kelamin anak

Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau anak

perempuan untuk mengembangkan daya piker, imajinasi, kreativitas dan

kemampuan social anak. Akan tetapi, permainan adalah salah satu alat untuk

membantu anak mengenal identitas diri.

4. Lingkungan yang mendukung

Menstimulasi imajinasi anak dan kreativitas anak dalam bermain.

5. Alat dan jenis permainan yang cocok

Harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.


F. Fungsi Bermain di Rumah Sakit

Menurut Wong ( 2009 ), ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak

bila bermain dilaksanakan di suatu Rumah Sakit, antara lain :

1. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar.

2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol.

3. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan.

4. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh.

5. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan

peralatan dan prosedur medis.

6. Memberi peralihan dan relaksasi.

7. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing.

8. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan

permainan.

9. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang

positif terhadap orang lain.

10. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat.

11. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik.

G. Prinsip Permainan Pada Anak di Rumah Sakit

1. Permainan tidak boleh bertentangan dnegan pengobatan yang sedang dijalankan pada

anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan

di tempat tidur, dan permainan yang dapat diajak bermain dengan kelompoknya di

tempat bermain khusus yang ada di ruangan rawat.


2. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana.

3. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak.

4. Permainan harus mellibatkan kelompok umur yang sama.

5. Melibatkan orang tua atau pengasuh anak.

H. Keuntungan Bermain Pada Anak di Rumah Sakit

1. Meningkatkan hubungan antara klien ( anak dan keluarga ) dan perawat.

2. Perawat di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Akktivitas

bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak.

3. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada anak,

tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut,

sedih, tegang dan nyeri.

4. Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk

mempunyai tingkah laku yang positif.

I. Konsep Dasar Puzzle

1. Pengertian Puzzle

Puzzle merupakan suatu masalah atau misteri yang harus diselesaikan dengan

kreativitas. Sebelum mengerjakan puzzle, anak harus mengetahui lebih dulu bentuk awal

puzzle, setelah dirombak, ia akan menggunakan ingatannya untuk menyusun puzzle

sesuai dengan bentuk awalnya. Bermain puzzle tidak membtuhkan energi yang besar,

sehingga dapat dilakukan pada anak yang berada di rumah sakit.


Ada berbagai tipe puzzle, seperti Maze yang merupakan tipe puzzle tour, puzzle

gambar, puzzle konnstruksi, puzzle balok ( batang ), puzzle lantai, puzzle angka, puzzle

transport, puzzle logika, puzzle mekanik dan lain-lain.

2. Manfaat Puzzle

a. Mengasah otak

Puzzle dapat digunakan untuk merangsang pikiran kreatif anak, karena anak harus

mencocokkan bagian-bagian kecil menjadi bentuk yang utuh.

b. Melatih koordinasi mata dan tangan

Puzzle dapat melatih koordinasi mata dan tangan, karena anak harus

mencocokkan keping-keping puzzle menjadi suatu gambar. Permainan ini membantu

anak mengenal bentuk.

c. Melatih nalar

Memadukan atau memasangkan bentuk puzzle akan membantu anak secara taktif

mengembangkan kemampuan pembuatan kesimpulan, memahami logika sebab

akibat, dan gagasan bahwa objek yang utuh semula berasal dari bagian-bagian yang

kecil.

d. Melatih kesabaran

Puzzle dapat melatih kesabaran anak dalam menyelesaikan tantangan.

e. Pengetahuan
Dari puzzle, anak dapat belajar tentang warna dan bentuk yang ada. Anak juga

dapat belajar tentang konsep dasar bentuk dan warna, binatang, alam sekitar,

alphabet, buah, dan lain-lain, tetapii anak tetap harus didampingi ibu atau orang lain.

f. Konsep Dasar Anak

1. Pengertian

Anak adalah individu yang berusia 0 - 18 tahun. Anak dipandang sebagai individu

yang unik yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Anak bukanlah

miniature orang dewasa,melainkan individu yang sedang berada dalam proses tumbuh

kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik.

Sedangkan menurut WHO ( World Health Organization ) anak adalah individu

yang berusia 0 - 21 tahun.

2. Kategori Anak

Menurut Soetjiningsih membagi kategori anak sebagai berikut :

a. Masa bayi atau Infant : Usia 0 – 1 tahun

Merupakan masa penyesuaian terhadap kehidupan baru diluar rahim ibu sehingga

bayi dituntut untuk dapat mempertahankan diri dengan sewaktu dalam rahim.

b. Masa usia toddler : usia 1- 3 tahun

Pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan otak masih sangat cepat, pada usia

1 tahun lingkar kepala + 47 cm, sedangkan berat otak bayi baru lahir 25 % berat

otak dewasa, pada usia 2 tahun sudah 75 % berat otak dewasa.

c. Masa pra sekolah : usia 3 – 6 tahun


Pada masa prasekolah ini mulai dapat dikenal potensi bakat dan minat anak

meskipun belum nyata benar. Pada saat inilah sudah dapat dimulai stimulasi oleh

lingkungan keluarga agar potensi bakat dan tumbuh kembangnya berkembang

seoptimal mungkin.

d. Masa sekolah : usia 6 – 12 tahun

Awal masuk sekolah merupakan pertumbuhan fisik yang relative mantap dan

stabil, yang kemudian akan berakhir dengan suatu percepatan tumbuh sekitar

umur 10 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.

e. Masa remaja atau adolescent : usia 12 – 18 tahun

Masa remaja merupakan suatu periode transisi perubahan fisik dan psikologi

seorang anak menjadi dewasa. Masa ini ditandai oleh adanya kematangan fungsi

seksual ( pubertas ) dan tercapainya bentuk tubuh dewasa yang terjadi karena

kematangan fungsi endokrin.

Anda mungkin juga menyukai