Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

M DENGAN GANGGUAN
MUSKULOSKELETAL:POST OP FRAKTUR TIBIA FIBULA
DEXTRA DI KAMAR 1.1 PAVILIUN LUKAS RUMAH SAKIT RK
CHARITAS PALEMBANG

Disusun oleh:

Herlina Andila 1831001

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS

2020/2021
TINJAUAN TEORI

1. Konsep Dasar Medik


A. Pengertian
Post operasi fraktur adalah tindakan dalam proses penyembuhan
dan memperbaiki deformitas structural (Doengos, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentutakan
sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang diabsorbsinya (Bruner & sudarth,2001).
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontuinitas tulang,
tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Helmi,2012).
Fraktur atau patah tulang adalah gangguan dari kontinuitas yang
normal dari suatu tulang (Black,2014). Fraktur dapat terjadi dibagian
ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut dengan fraktur
ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada
tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas
(tangan,lengan,siku,bahu,pergelangan tangan) dan ekstremitas bawah
(pinggul,paha,kaki bagian bawah,pergelangan kaki). Fraktur dapat
menimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas,
kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri (Ghassani,2016).
Fraktur tibia fibula sering disebut fraktur kruris yaitu fraktur
tungkai (Buku ajar ilmu bedah,2004).
Berdasarkan pengertian fraktur diatas maka penulis
menyimpulkan bahwa pengertian post operasi fraktur tibia fibula adalah
tindakan pembedahan yang dilakukan karena terputusnya kontinuitas
jaringan pada tulang tibia fibula dalam rangka proses penyembuhan
keadaan tulang.
B. Anatomi dan fisiologi

Menurut
Irianto (2004),
kerangka tubuh
manusia tersusun
atas tiga macam
jenis tuang,
yaitu rawan
(kartilago), tulang keras, dan pengikat sendi (ligament).
1) Tulang rawan (kartilago)
Tulang rawan terbuat dari bahan yang padat, bening, dan putih
kebiru-biruan. Sangat kuat tapi kurang jika dibandingkan dengan
tulang keras. Dijumpai terutama pada sendi dan diantara dua tulang.
Mula-mula tulang embrio adalah tulang rawan. Kemudian hanya
pusat-pusat yang masih tumbuh saja yang dipertahankan sebagai
tulang rawan. Dan bila usia dewasa tercapai, maka tulang rawan
hanya dijumpai sebagai penutup ujung-ujung tulang. Tulang rawan
tidak mengandung pembuluh darah tetapi diselubungi membrane,
yaitu perikondrium, tempat tulang rawan mendapatkan darah.
2) Tulang keras
Tulang keras yang sehari-hari kita sebut sebagai tulang saja
berasal dari tulang rawan. Tulang tersusun atas sel-sel tulang yang
hidup. Ruang antar selnya tersusun atas zat (kalsium), fosfor, protein,
dan zat perekat. Zat kapur dan fosfor yang terkandung dalam matriks
menyebabkan tulang menjadi keras dan tidak lentur.
3) Pengikat sendi (ligament)
Ikat sendi merupakan jaringan pengikat yang sifatnya tetap lentur
(elastis). Sesuai dengan namanya, ikat sendi berfungsi
menghubungkan dua atau beberapa tulang yang dapat bergerak,
sehingga membentuk suatu sendi dan melindungi sendi tersebut.
Pada umumnya pengikat sendi ini terdapat pada daerah persendian
untuk mencegah pergeseran persendian.
4) Tulang tibia fibula
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan
berfungsi menyanggah berat badan. Tibia bersendi diatas dengan
condylus femoris dan caput fibulae, dibawah dengan talus dan ujung
distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung
bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus.
Pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-
kadang disebut plateau tibia lateral dan medial), yang bersendi
dengan condyli lateralis dan medialis femoris.
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada perpotongan melintangnya,
dan mempunyai tiga margines dan facies. Margines anterior dan
medial, serta facies medialis diantaranya terletak subkutan.
Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang langsing. Tulang
ini tidak berartikulasi pada articulatio genus, tetapi di bawah, tulang
ini membentuk malleolus lateralis dari articulation talocruralis.
Tulang ini tidak berperan dalam menyalurkan berat badan, tetapi
merupakan tempat melekat otot-otot. Fibula mempunyai ujung atas
yang melebar, corpus, dan ujung bawah.
Corpus fibulae panjang dan langsing. Ciri khasnya adalah
mempunyai empat margines dan empat facies. Margo medialis atau
margo interosseus memberikan tempat perlekatan untuk membran
interossea.

C. Etiologi
Menurut Helmi (2012), hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur adalah:
a. Fraktur traumatik, disebabkan karena adanya trauma ringan atau
berat yang mengenai tulang baik secara langsung maupun tidak.
b. Fraktur stress, disebabkan karena tulang sering mengalami
penekanan.
c. Fraktur patologis, disebabkan kondisi sebelumnya, seperti
kondisi patologis penyakit yang akan menimbulkan fraktur

D. Manifestasi klinis
Menurut Brunner dan suddarth tahun (2001), manifestasi klinis
fraktur adalah sebagai berikut.
a) Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya smpai fragmen tulang
di imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b) Setelah terjadi fraktur bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas(terlihat maupun
teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya
dengan ektremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melekatnya otot.
c) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekkan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda
ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Menurut Black (2014) mendiagnosis fraktur harus
berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan
temuan radiologis. Beberapa fraktur sering langsung tampak jelas;
beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan rontgen (sinar-x).
pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut: Deformitas,
pembengkakan (edema), echimosisi (memar), spasme otot, nyeri
ketegangan, kehilangan fungsi, pergerakan abnormal dan krepitasi,
perubahan neurovascular, syok.

E. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Menurut muttaqin (2011):
1) Pemeriksaan kalsium dan fosfor serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Fosfatase alkali meningkat pada tulang yang rusak dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-
5) aspartat amino transperase (AST), dan aldolase meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.

b. Pemeriksaan radiologi
Menurut crown (2009), pemeriksaan diagnostic pada fraktur yaitu:
1) Radiograf dapat menunjukkan fraktur tulang
2) Scan tulang dapat menunjukkan fraktur
3) Riwayat cedera traumatic dan hasil pemeriksaan fisik, termasuk
palpasi secara perlahan-lahan.

F. Penatalaksanaan keperawatan
1) Kaji keadaan pasien dengan metode look (perhatikan adanya
pembengkakan yang tidak biasa dan deformitas), feel (kaji adanya
nyeri tekan dan krepitasi pada daerah lengan bawah.
2) Pada pola aktifitas, karena timbul nyeri, gerak menjadi terbatas
semua aktifitas pasien terbatas dank lien banyak membutuhkan
bantuan.
3) Semua klien fraktur merasakan nyeri dan gerakannya terbatas
sehingga dapat mengganggu pola istirahat, sehingga dilakukan
pengkajian lamanya tidur, lingkungan nyaman, dan penggunaan obat
tidur.
4) Kaji tanda-tanda vital secara berkala.
5) Bantu pasien dalam mengatasi keluhan nyeri pada pasien

G. Penatalaksanaan medis
1) Konservatif
a) Gips dirancang sedemikian rupa sehingga beratnya dapat
berfungsi sebagai traksi bagi lengan saat klien tegak sehingga
akan mereduksi dan mengibolisasi fraktur.
b) Gips harus tergantung, karena berat gips dapat digunakan
sebagai traksi terus-menerus pada aksis panjang lengan.
2) Dilakukan fisioterapi dan pemakaian sarung tangan lengan selama
beberapa bulan.
3) Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada pasien dengan
fraktur tulang panjang.

H. Patoflow diagram teori

2. Konsep Dasar Keperawatan


A. Pengkajian keperawatan
Pengkajian post operasi (suratun,2008) adalah:
a. Kaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan rasa nyeri, perfusi
jaringan, promosi kesehatan, mobilitas dan konsep diri.
b. Kaji dan pantau masalah berkaitan dengan pembedahan: tanda vital,
deraat kesadaaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas, bising
usus, keseimbangan cairan dan nyeri.
c. Observasi risiko syok hipovolemik akibat kehilangan darah pada
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi, dan gelisah).
d. Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung observasi perubahan
frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit
paru dan jantung sebelumnya.
e. Sistem perkemihan: pantau pengeluaran urine, apakah terjadi retensi
urine.
f. Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya
timbul selama minggu kedua) dan tanda vital.
g. Kaji komplikasi tromboembolik: kaji lengan untuk tandai nyeri
tekan, panas, kemerahan dan edema pada lengan.
h. Kaji komplikasi embolik lemak: perubahan pola panas, tingkah laku
dan tingkat kesadaran.

B. Diagnosa keperawatan
Menurut Muttaqin (2008), diagnosa keperawatan pada saat
operasi fraktur tibia fibula, yaitu:
a. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (insisi operasi)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan respon nyeri,
ketidakmampuan melakukan pergerakkan sekunder akibat
pemasangan gips sirkuler.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuscular dan penurunan kekuatan tangan.
d. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik
dan pemasangan traksi.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka
operasi.
C. Perencanaan
Menurut muttaqin (2008), intervensi keperawatan pada fraktur tibia
fibula yaitu:
a) Nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan (insisi operasi).
Tujuan:
Dalam waktu 1x24 jam, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria hasil:
1) Klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
2) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri.
3) Klien tidak gelisah
4) Nyeri 0-1 atau teradaptasi
Intervensi keperawatan:
1) Kaji nyeri dengan skala 0-4
Rasional: Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji
dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri
biasanya diatas tingkat cedera.
2) Pantau keluhan nyeri lokal, apakah disertai dengan
pembengkakan.
Rasional: Deteksi ini dilakukanuntuk mengetahui adanya
sindrom kompertement.
3) Lakukan manajemen nyeri: atur posisi imobilisasi pada
lengan atas dan bila pasang gips sirkular
Rasional: imobilisasi yang idekuat dapat mengurangi fragmen
tulang yang menjadi penyebab nyeri pada lengan atas.
4) Manajemen lingkungan nyaman, tenang, batasi pengunjung,
dan istirahatkan klien.
Rasional : lingkungan tenang akan menurunkan stimulus
nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O² ruangan.
5) Ajarkan teknik relaksasi saat nyeri timbul
Rasional : meningkatkan asupan O² sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder akibat iskemia.
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan respon nyeri,
ketidakmampuan melakukan pergerakan sekunder akibat
pemasangan gips sirkuler.
Tujuan:
Dalam waktu 1x24 jam, klien mampu melaksanakan aktifitas fisik
sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil:
Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur
sendi, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi keperawatan:
1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi penigkatan kerusakan.
Kaji secara teratur fungsi motorik
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas
2) Atur posisi Imobilisasi pada lengan dengan kain bergantung
setelah dilakukan reduksi tertutup.
Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama
penyebab nyeri pada lengan atas.
3) Lakukan pemasangan gips spalk atau gips sirkuler
Rasional : fiksasi tertutup dengan gips mengurangi
pergerakan fragmen tulang sehingga dapat mengurangi
respons atau stimulus nyeri dan dapat meningkatkan stimulus.
4) Ajarkan rentang gerak sedini mungkin
Rasional : dengan melakukan pelatihan aktif pada bahu, siku
dan jari sejak dini setelah terjadi perbaikan fragmen tulang.
Sendi-sendi pada lengan tidak mengalami kontraktur.
5) Lakukan support sistem
Rasional : Dukungan psikologis dapat memberikan motivasi
pada klien untuk melakukan mobilisasi sesuai batas toleransi.
c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuscular dan penurunan kekuatan tangan.
Tujuan:
Perawatan diri klien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil:
1) Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
dalam merawat diri.
2) Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan
3) Mengidentifikasi individu/masyarakat yang dapat membantu.

Rencana tindakan:

1. kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk


melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila
perlu.
3. Ajak klien untuk berpikir positif terhadap kelemahan yang
dimilikinya.
4. Rencanakan tindakan untuk mengurangi pergerakan pada sisi
kaki yang sakit, seperti tempatkan makanan dan peralatan dekat
dengan klien.
5. Identifkasi kebiasaan BAB anjurkan minum dan meningkatkan
latihan.
d) Risiko tinggi trauma berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik
dan pemasangan traksi
Tujuan:
Risiko trauma tidak terjadi.
Kriteria hasil:
Klien mau berpartisipasi dalam pencegahan trauma
Rencana tindakan:
1) Pertahankan imobilisasi pada daerah paha
Rasional: meminimilkan rangsang nyeri akibat gesekan antara
fragmen tulang dengan jaringan lunak disekitarnya.
2) Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan
selimut untuk mempertahankan posisi yang netral.
Rasional: mencegah perubahan posisi dengan tetap
mempertahankan kenyamanan dan keamanan
3) Pantau traksi: keadaan kontraksi
Rasional: kontraksi harus tetap dipertahankan agar traksi tetap
efektif. Umumnya, berat badan klien dan pengaturan posisi
tempat tidur mampu memberikan kontraksi.
e) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka
operasi.
Tujuan perawatan:
Infeksi tidak terjadi selama perawatan.
Kriteria hasil:
1) Klien mengenal faktor-faktor risiko
2) Mengenal tindakan pencegahan/mengurangi faktor risiko infeksi.
3) Menunjukkan/mendemonstrasikan teknik-teknik untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi:

1) Kaji dan pantau luka operasi setiap hari


Rasional: mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi yang
mungkin timbul sekunder akibat adanya luka pasca operasi.
2) Lakukan perewatan luka secara steril
Rasional: teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi
kontaminasi kuman
3) Pantau atau batasi kunjungan
Rasional: mengurangi risiko kontak infeksi dari orang lain.
4) Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktivitas sesuai toleransi.
Rasional: menunjukkan kemampuan secara umum, kekuatan otot,
dan merangsang pengembalian sistem imun.
5) Kolaborasi dengan memberikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional: satu atau beberapa agens diberikan yang bergantung
pada sifat pathogen dan infeksi yang terjadi.

D. Evaluasi
Menurut Muttaqin (2008), evaluasi untuk masalah keperawatan
fraktur merupaan perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
a. Nyeri teratasi
b. Hambatan mobilitas fisik teratasi
c. Defisit perawatan diri teratasi
d. Trauma tidak terjadi
e. Infeksi tidak terjadi

Anda mungkin juga menyukai