PENDAHULUAN
Ekploitasi terhadap sumber daya alam yang ada di Indonesia semakin lama
semakin meluas. Hal ini merupakan dampak dari semakin meningkatnya kebutuhan
alam yang ada. Namun disisi lain yang menjadi permasalahan adalah eksploitasi
eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam, yang dalam praktiknya perlu
merupakan bahan tambang yang penting bagi pertahanan, keamanan, dan strategis
untuk menjamin perekonomian negara. Sebagian besar bahan tambang ini hanya
diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan
plutonium. Bahan Golongan B atau biasa disebut bahan tambang vital, merupakan
bahan tambang yang dapat menjamin hidup orang banyak, contohnya emas, perak,
besi dan tembaga. Sedangkan bahan Golongan C atau bahan tambang tidak strategis
1
dan tidak vital adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hidup
orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes. Untuk bahan
tambang batu kapur atau batu gamping biasanya banyak terdapat di kawasan kars
sungai yang nampak di permukaan tetapi kemudian hilang dan terputus ke dalam
lempung berwama merah hasil dari pelapukan batu gamping, permukaan yang
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – 2030
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf f terdiri atas : kawasan keunikan bentang
alam meliputi kawasan perbukitan kars Gunungsewu seluas kurang lebih 807,04
hektar yang terletak di: Kecamatan Ponjong, Semanu, Girisubo, Rongkop, Tepus,
1
Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – 2030
2
Daerah ini memperkuat peraturan sebelumnya yang memuat tentang perlindungan
kawasan kars, yaitu PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional. Peraturan ini cukup ketat dan membawa dampak positif bagi kelestarian
kawasan kars di Indonesia. Pasalnya, dalam Peraturan Pemerintah ini tidak lagi
dikenal Kawasan Kars Kelas I, Kelas II atau Kelas III, melainkan dalam peraturan
ini, semua bentang alam kars dan goa termasuk dalam “Cagar Alam Geologi” (Pasal
2011 juga dapat dipahami bahwa sebenarnya kawasan kars yang dijadikan lahan
tambang batu kapur telah ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi yang harus
dijaga kelestariannya. Apalagi sejak ada perubahan Keputusan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 1456 Tahun 2000 tentang pedoman pengelolaan
kawasan kars diganti dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012
tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Kars, yang bertujuan untuk melindungi
kawasan kars yang berfungsi sebagai pengatur alami tata air; melestarikan kawasan
kars yang memliki keunikan dan nilai ilmiah sebagai obyek penelitian dan
pemanfaatan kawasan kars.3 Menurut peraturan ini status kawasan bentang alam
kars merupakan kawasan lindung geologi sebagi bagian dari kawasan lindung
2
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
3
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 17 Tahun 2012 tentang Penetapan
Kawasan Bentang Alam Kars
3
nasional, maka secara otomatis izin penambangan batu kapur di Gunungkidul resmi
dihentikan.
Gunungkidul yang kaya akan potensi bahan galian batu kapur mendorong para
yang ada untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.4 Pihak penambang batu kapur
berasumsi bahwa sumber daya alam yang ada memang sudah seharusnya dapat
aspek lingkungan hidup dan ketersediaan sumber daya yang ada. Penegakan hukum
melakukan kegiatan penambangan dengan bantuan alat berat (backhoe) dan juga
truck pembawa muatan mulai dari yang berkapasitas kecil hingga berkapasitas
besar. Alat yang digunakan oleh para penambang tersebut dalam aktivitasnya keluar
kawasan kars dan juga akses jalan yang ada di kawasan penambangan, yang pada
nyaman dan merasa dirugikan atas adanya kegiatan penambangan batu kapur di
4
Wuspada, Retna Dewi (2012), Implementasi Kebijakan Pelarangan Penambangan di Kawasan
Karst Kabupaten Gunungkidul (Studi Kasus Desa Bedoyo Kecamatan Ponjong dan Desa
Girisekar Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul), diakses melalui
http://eprints.undip.ac.id/37847/
5
Shintia Utawifie Arvina (2009), Penegakan Hukum Terhadap Perusakan Lingkungan Sebagai
Akibat Penambangan Batu Kapur Tanpa Izin di Kabupaten Gunungkidul, Diakses melalui http://e-
journal.uajy.ac.id/2901/3/2HK09097.pdf
4
daerah sekitar tempat tinggalnya. Semakin luas lahan penambangan maka semakin
tinggi pula tingkat kerusakan lahannya, hal ini terutama dilakukan oleh penambang
persegi, atau 53% dari luas Kabupaten Gunung Kidul yang 1.483 Km persegi. Dari
total luas kawasan kars yang ada, sekitar 47 ribu meter persegi dimanfaatkan
jumlah total luas ekploitasi 40 ribu meter persegi.6 Sedangkan jumlah usaha
jumlah eksploitasi berkisar 7 ribu meter pesergi. Dari sekian banyak penambang,
sebagian besar diantaranya sudah hampir habis perijinannya, atau ada juga yang
sebagai kawasan yang berfungsi sebagai lindung hidrologi dan ekologi serta
merupakan kawasan keunikan proses geologi, seperti yang tertuang dalam Peraturn
dan Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – 2030, pasal 27 (b) dan pasal
33 (b). Akan tetapi hingga saat ini praktik penambangan masih saja berlangsung di
6
Apriando, Tommy. 2012. Dilema Tambang Karst Gunung Kidul: Kebutuhan Perut Vs
Melindungi Alam, diakses melalui http://www.mongabay.co.id/tag/yogyakarta/page/2/ .12 Maret
2015
5
daerah ini, dan Desa Bedoyo merupakan salah satu desa di Kecamatan Ponjong
yang dialami akibat kegiatan penambangan batu kapur yang terjadi. Berikut data
kapur, sehingga ancaman kerusakan di Desa Bedoyo juga relatif lebih tinggi
6
memilih berprofesi sebagai pekerja tambang sebagai mata pencaharian utamanya.
Secara garis besar, mayoritas masyarakat mendukung pemanfaatan lahan kars yang
dilakukan oleh para penambang batu kapur, tetapi ada pula masyarakat yang tidak
yang lebih banyak mendapatkan dampak positif atas kegiatan penambangan batu
Hal ini perlu dilakukan mengingat betapa peliknya permasalahan yang terjadi
sudah dilarang untuk dilakukan namun masih saja terjadi hingga saat ini, serta untuk
mewujudkan praktik tata kelola pemerintahan yang baik. Memang benar jika
dilihat kondisi di Indonesia pada saat ini yang menunjukkan bahwa eksploitasi
sumber daya alam dilakukan secara besar-besaran di berbagai daerah, terutama oleh
7
pun merasa memiliki hak atas pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Namun di
sisi lain, eksploitasi cagar alam kars juga tidak dapat dibiarkan begitu saja.
yang secara otomatis mereka adalah pihak yang paling merasakan dampak dari
tersendiri terkait kegiatan penambangan batu kapur yang terus berjalan, padahal
telah ada peraturan yang menyatakan bahwa izin penambangan batu kapur di
dipertanyakan, yaitu ketika sudah diketahui ada kebijakan yang mengatur tentang
pelarangan kegiatan tambang sejak lama, namun aktivitas penambangan masih saja
berlangsung.
1.2.Rumusan Masalah
peluang kerja serta menggerakkan perekonomian masyarakat yang dengan kata lain
alam yang ada secara mandiri. Namun dalam praktiknya, pemerintah diperlukan
dalam upaya antisipasi dampak negatif yang akan terjadi dengan menciptakan
8
lingkungan ekonomi, sosial, politik, hukum dan keamanan yang kondusif.7
Kebanyakan bukit kapur yang ada setelah diambil batu kapurnya atau tambangnya
akibatnya bukit tersebut menjadi gundul dan tidak bisa menampung air hujan yang
berakibat cadangan air tanah menjadi semakin berkurang. Penambangan batu kapur
juga mengakibatkan efek berantai, dimulai dengan bukit yang gundul dan tidak bisa
menahan air, tanaman yang ada di atasnya tinggal rumput dan semak-semak belukar
yang juga akan mati dimusim kemarau. Dengan demikian, bukit gundul tanpa
Dari paparan di atas, pertanyaan yang muncul adalah faktor-faktor apa saja
1.3.Tujuan Penelitian
Desa Bedoyo.
7
Irwanto, Arief. 2011. Memahami Good Governance Dalam Bernegara, diakses melalui
http://www.inkindo-jateng.web.id/?p=779 . 12 Maret 2015
9
- Mengidentifikasi pelanggaran apa saja yang dilakukan oleh
pemerintah.
1.4.Manfaat Penelitian
penelitian ini.
Karst Kabupaten Gunungkidul (Studi Kasus Desa Bedoyo Kecamatan Ponjong dan
10
merupakan lokasi penambangan batu kapur. Penelitian ini lebih kepada melakukan
terhadap kegiatan penambangan yang masih berlangsung hingga saat ini meskipun
sudah mengetahui adanya kebijakan larangan tersebut. Selain itu, dalam penelitian
ini juga menganalisis perilaku masyarakat Desa Bedoyo Kecamatan Ponjong dan
di kawasan karst.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penegakan hukum terhadap
Gunungkidul . Metode penelitian empiris yang dilakukan oleh data primer . Metode
11
objek understudied yang digunakan sebagai data primer dan data sekunder yang
Daerah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Upaya Pertambangan Bahan . Dari hasil
kapur liar belum dilakukan secara maksimal atas dasar kurangnya pemahaman
masyarakat lokal pada lisensi dalam bidang pertambangan sebagai akibat dari
ini dilakukan untuk mengetahui pola konsumsi rumah tangga pekerja tambang batu
kapur dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga
Gunungkidul. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tindakan yang
telah dilakukan oleh rumah tangga pekerja tambang batu kapur di Desa Sidorejo,
12
Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul dan pemerintah Desa Sidorejo,
batu kapur.
bersifat memperbaharui, karena dalam penelitian ini bukan hanya mencari tahu
tentang bagaimana aktivitas penambangan batu kapur secara terkini setelah adanya
praktik tata kelola pemerintahan yang baik antara government, private sector, dan
civil society. Dengan adanya penelitian ini nantinya akan diketahui faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi kepatuhan para penambang batu kapur di Kabupaten
13