Anda di halaman 1dari 13

PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA RSK LINDIMARA

YUMERKRIS

Yayasan Untuk Menyelenggarakan Rumah Sakit-Rumah Sakit Kristen Di Sumba

RUMAH SAKIT KRISTEN LINDIMARA


JL. PROF. DR. W. Z JOHANES NO 6 PAYETI

WAINGAPU-SUMBA TIMUR

Telp : (0387), 61064, 61019


PROGRAM
PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKOBA

A. PENDAHULUAN
Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba, antimicrobial
resistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak
merugikan, dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resistensi
antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang sangat berhubungan dengan
penggunaan antimikroba, dan penyebaran mikroba resisten (spread). Tekanan seleksi resistensi
dapat dihambat dengan cara menggunakan secara bijak, sedangkan proses penyebaran dapat
dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal.
Resistensi antimikroba yang dimaksud adalah resistensi terhadap antimikroba yang efeketif
untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasite.Bakteri adalah
penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimaksud adalah penggunaan
antibiotik.
Hasil peneliatian Antimicrobial Resistance in Indonesia (AMRIN-Study) tahun 2000 – 2005
pada 2494 individu di masyarakat, memperlihatkan bahwa 43% Eschericia Coli resisten terhadap
berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol
(25%). Sedangkan pada 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Eschericia Coli
resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol
(43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
masalah resistensi mikroba juga terjadi di Indonesia.Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa
Surabaya dan Semarang terdapat masalah resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik yang
tidak bijak, dan pengendalian infeksi yang belum optimal.Penelitian AMRIN ini menghasilkan
rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi (validated method) untuk mengendalikan
resistensi antimikroba secara efisien. Hasil penelitian tersebut telah disebarluaskan ke rumah
sakit lain di Indonesia melalui lokakarya nasional pertama di Bandung tanggal 29 – 31 Mei 2005,
dengan harapan agar rumah sakit lain dapat melaksanakan ”Self assessment program”
menggunakan “validated method” seperti yang dimaksud diatas. Pelaksanaanya dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi di masing-masing rumah sakit, sehingga akan diperoleh data resistensi
antimikroba, data penggunaan antibiotik, dan pengendalian infeksi di Indonesia. Namun, sampai
sekarang gerakan pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara nasional belum
berlangsung baik, terpadu, dan menyeluruh sebagaimana yang terjadi di beberapa negara.
Berbagai cara pelu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi antimikroba ini baik di
tingkat perorangan maupun di tingkat institusi atau lembaga pemerintahan, dalam kerja sama
antar-institusi maupun antar –negara. WHO telah berhasil merumuskan 67 rekomendasi bagi
negara anggota untuk melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba. Di Indonesia,
rekomendasi ini tampaknya belum terlaksana secara institusional. Padahal, sudah diketahui bahwa
penanggulangan masalah resistensi antimikroba di tingkat internasional hanya dapat dituntaskan
melalui gerakan global yang dilaksanakan secara serentak, terpadu, dan berkesinambungan dari
semua negara.DIperlukan pemahaman dan keyakinan tentang adanya masalah resistensi
antimikroba, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui program terpadu antara
rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat, perusahaan farmasi, dan pemerintah daerah di bawah
koordinasi pemerintah pusat melalui kementrian kesehatan.Gerakan penanggulangan dan
pengendalian resistensi antimikroba secara paripurna ini disebut dengan Program Pengendalian
Resistensi Antimikroba (PPRA).
Dalam rangka pelaksanaan PPRA di rumah sakit, maka perlu disusun program kerja PPRA
agar pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dapat berjalan dengan baik dan terarah.

B. LATAR BELAKANG
Undang-undang No 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di
Rumah Sakit menyatakan bahwa setiap rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya wajib
melaksanakan program pengendalian resistensi antimikroba.
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan gerakan pengendalian
resistensi antimikroba secara terpadu dan paripurna di unit pelayanan kesehatan. Implementasi
PPRA di rumah sakit akan berjalan dengan baik apabila mendapat dukungan penuh dari Pimpinan
Rumah Sakit yaitu ditetapkan kebijakan PPRA di rumah sakit, program dan kegiatan PPRA,
fasilitas dan sarana untuk menunjang PPRA, serta dukungan finansial.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengendalikan berkebangnya mikroba resisten akibat tekanan seleksi oleh
antibiotik,melalui penggunaan antibiotik secara bijak,dan mencegah penyebaran mikroba
resisten melalui peningkatan ketaatan terhadap prisnsip pencegahan dan pengendalian
infeksi
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap pengendalian resistensi
antimikroba melalui komunikasi, pendidikan, dan pelatihan efektif
b. Meningkatkan pengetahuan dan data melalui kegiatan surveilans dan penelitian
c. Menurunkan insidensi infeksi melalui sanitasi, hygiene dan pencegahan pengedalian
infeksi yang efektif
d. Mengoptimalkan penggunaan antimikroba secara bijak pada pasien
D. STRATEGI PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA
Muncul dan berkembangnya mikroba resisten dapat dikendalikan melalui dua
kegiatan utama, yaitu penerapan penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of
antibiotics), dan penerapan prinsip pencegahan penyebaran mikroba resisten
melalui kewaspadaan standar.
Penggunaan antibiotik secara bijak ialah penggunaan antibiotik yang sesuai dengan
penyebab infeksi dengan rejimen dosis optimal, lama pemberian optimal, efek
samping minimal, dan dampak minimal terhadap munculnya mikroba resisten. Oleh
sebab itu pemberian antibiotik harus disertai dengan upaya menemukan penyebab
infeksi dan pola kepekaannya. Penggunaan antibiotik secara bijak memerlukan
kebijakan pembatasan dalam penerapannya. Antibiotik dibedakan dalam kelompok
antibiotik yang bebas digunakan oleh semua klinisi (non-restricted) dan antibiotik
yang dihemat dan penggunaannya memerlukan persetujuan tim ahli (restricted dan
reserved).
Peresepan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan mencegah
infeksi pada pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami infeksi bekteri pada
tindakan pembedahan (profilaksis bedah) dan beberapa kondisi medis tertentu
(profilaksis medik). Antibiotik tidak diberikan pada penyakit non-infeksi dan
penyakit infeksi yang dapat sembuh sendiri (self-limited) seperti infeksi virus.

Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi atau


berdasarkan pola mikroba dan pola kepekaan antibiotik, dan diarahkan pada
antibiotik berspektrum sempit untuk mengurangi tekanan seleksi (selection
pressure). Penggunaan antibiotik empiris berspektrum luas masih dibenarkan pada
keadaan tertentu, selanjutnya dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada
hasil pemeriksaan mikrobiologi (streamlining atau de-eskalasi).

Beberapa masalah dalam pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit perlu


diatasi. Misalnya, tersedianya laboratorium mikrobiologi yang memadai,
komunikasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan perlu ditingkatkan.
Selain itu, diperlukan
dukungan kebijakan pembiayaan dan pengadaan antibiotik yang mendukung
pelaksanaan penggunaan antibiotik secara bijak di rumah sakit. Untuk menjamin
berlangsungnya program ini perlu dibentuk Tim Pelaksana Program Pengendalian
Resistensi Antimikroba (Tim PPRA) di rumah sakit.

E. PENGENDALIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT

Pengendalian penggunaan antibiotik dalam upaya mengatasi masalah resistensi


antimikroba dilakukan dengan menetapkan “Kebijakan Penggunaan Antibiotik di
Rumah Sakit”, serta menyusun dan menerapkan “Panduan Penggunaan Antibiotik
Profilaksis dan Terapi”. Dasar penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan
antibiotik di rumah sakit mengacu pada:
a. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik
b. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
c. Pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat

A. Kebijakan penggunaan antibiotik di rumah sakit, berisi hal


berikut ini.
1. Kebijakan Umum
a. Kebijakan penanganan kasus infeksi secara multidisiplin.
b. Kebijakan pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empirik dan
definitive
c. Terapi antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi
atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebab dan pola
kepekaannya.
d. Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi
yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.
e. Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi antibiotik
profilaksis atas indikasi operasi bersih dan bersih terkontaminasi
sebagaimana tercantum dalam ketentuan yang berlaku.
f. Antibiotik Profilaksis Bedah adalah penggunaan antibiotik sebelum, selama,
dan paling lama 24 jam pascaoperasi pada kasus yang secara klinis tidak
memperlihatkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi
luka daerah operasi
Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor
tergolong dalam pemberian antibiotik terapi sehingga tidak perlu ditambahkan
antibiotik profilaksis
2. Kebijakan Khusus

a. Pengobatan awal
1) Pasien yang secara klinis diduga atau diidentifikasi mengalami infeksi
bakteri diberi antibiotik empirik selama 48-72 jam.
2) Pemberian antibiotik lanjutan harus didukung data hasil pemeriksaan
laboratorium dan mikrobiologi.
3) Sebelum pemberian antibiotik dilakukan pengambilan spesimen untuk
pemeriksaan mikrobiologi.
b. Antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan
antibiotik setempat.
c. Prinsip pemilihan antibiotik.
1) Pilihan pertama (first choice).
2) Pembatasan antibiotik (restricted/reserved).
3) Kelompok antibiotik profilaksis dan terapi.
d. Pengendalian lama pemberian antibiotik dilakukan dengan menerapkan
automatic stop order sesuai dengan indikasi pemberian antibiotik yaitu
profilaksis, terapi empirik, atau terapi definitif.
e. Pelayanan laboratorium mikrobiologi.
1) Pelaporan pola mikroba dan kepekaan antibiotik dikeluarkan secara
berkala setiap tahun.
2) Pelaporan hasil uji kultur dan sensitivitas harus cepat dan akurat.
3) Bila sarana pemeriksaan mikrobiologi belum lengkap, maka
diupayakan adanya pemeriksaan pulasan gram dan KOH.

F. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


Program kerja PPRA disusun oleh ketua Tim PPRA, dibantu oleh anggota Tim PPRA,
Komite PPI, Instalasi Farmasi, Panitia Farmasi dan Terapi, Instalasi Laboratorium, serta Klinisi
di Kelompok Staff medis masing-masing, yang disahkan serta ditandatangin oleh Direktur
Rumah Sakit untuk selanjutnya dievaluasi berkala setiap tahunnya.
Adapun kegiatan program pengendalian kerja tersebut terdiri dari:
1. Peningkatan pemahaman
a. Sosialisasi program pegnendalian resistensi antimikroba
b. Departemen atau Kelompok Staff Medis menetapkan pedoman penggunaan antibiotik
c. Melakukan sosialisasi dan memberlakukan pedoman penggunaan antibiotik secara
resmi di masing-maisng Departemen/SMF
2. Implementasi bukti dan ilmiah
a. Program pilot study di KMS tertentu
b. Program perluasan jangkauan: Studi operasional diperlas ke KMS lain, seperti: HCU,
KMS Ilmu Penyakit Dalam, KMS Ilmu Kesehatan Anak, KMS Ilmu Bedah, KMS Ilmu
Penyakit Saraf, dll.
c. Penelitian berdasarkan studi operasional, data yang diperoleh diharapkan dapat
digunakan sebagai bukti ilmiah dari program pengendalian resistensi antimikroba
3. Penyebarluasan informasi
a. Penyebarluasan informasi tentang peta medan mikroba, resistensi, dan sensitivitas
antibiotik di rumah sakit secara berkala, sekurang-kurangnya setiap satu tahun
b. Informasi didistribusikan ke seluruh unit pelaksana pelayanan medis terkait
4. Monitoring dan evaluasi
a. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secaraberkala dan berkesinambungan dengan
cara uji pertik dan sampling
b. Evaluasi meliputi peta medan mikroba dan data resistensi, audit kuantitas dan kualitas
penggunaan antibiotic, serta dampak farmakoekonomi (efesiensi biaya)
5. Analisis
a. Analisis dilakukan secara bersama dengan melibatkan jajaran Pimpinan Rumah Sakit
dan 4 Pilar dalam suatu pertemuan yang disebut “Rapat Tinjauan Manajemen”
b. Hasil analisis digunakan oleh Pimpinan Rumah Sakit untuk menetapkan kebijakan
selanjutnya dalam rangka membangun proses “continual improvement”

G. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


Langkah-langkah kegiatan pelaksanaan PPRA, meliputi:
1. Membentuk tim PPRA di rumah sakit
Tim PPRA rumah sakit dibentuk dengan tujuan menerapkan pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi.
a. Kedudukan dan Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan tugas, Tim PPRA bertanggungjawab langsung kepada
Direktur Rumah Sakit. Keputusan Direktur Rumah Sakit tersebut berisi uraian tugas
tim secara lengkap, yang menggambarkan garis kewenangan dan tanggung jawab
serta koordinasi antar-unit terkait di rumah sakit.
b. Keanggotaan Tim PPRA
Susunan Tim PPRA terdiri dari: ketua, wakil ketua, sekertaris, dan anggota.
Kualifikasi ketua Tim PPRa adalah seorang klinisi yang berminat di bidang infeksi.
Keanggotan Tim PPRA paling sedikit terdiri dari tenaga kesehatan yang kompeten
dari unsur:
1) Klinisi perwakilan KSM
2) Keperawatan
3) Instalasi Farmasi
4) Instalasi Laboratorium
5) Komite PPI
6) Panitia Farmasi dan terapi
Dalam keadaan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), maka rumah sakit dapat
menyesuaikan keanggotan tim PPRA berdasarkan ketersediaan SDM yang terlibat
dalam program pengendalian resistensi antimikroba.
c. Tugas Pokok Tim PPRA
Tugas pokok Tim PPRA adalah:
1) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam menyusun kebijakan tentang
pengendalian resistensi antimikroba
2) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam menyusun kebijakan dan panduan
penggunaan antibiotik rumah sakit
3) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam melaksanakan program pengendalian
resistensi antimikroba di rumah sakit
4) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam mengawasi dan mengevaluasi
pelaksanaan pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit
5) Menyelenggarakan forum kajian kasus pengelolaan penyakit infeksi terintegrasi
6) Melakukan surveillans pola penggunaan antibiotik
7) Melakukan surveilans pola mikroba penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap
antibiotik
d. Tahapan pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
1) Mempunyai Pedoman Penggunaan Antibiotik di rumah sakit
2) Sosialisasi pedoman penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi
3) Melakukan pengumpulan data dasar (peta medan mikroba, data resistensi,
evaluasi kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik), sebagai pembanding
4) Melaku kan implementasi pelaksanaan pedoman penggunaan antibiotik
5) Melakukan pencatatan dan pengelolaan data serta forum diskusi
6) Menyajikan data studi operasional di KMS masing-masing, selanjutnya
dipresentasikan di rapat tinjauan manajemen (seminar, lokakarya, semiloka,
workshop)
7) Melakukan pembaharuan secaraberkala pedoman penggunaan antibitoik
berdasrakan peta medan mikroba dan data resistensi terbaru
8) Kembali ke point 3
9) Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan

H. SASARAN KEGIATAN
Seluruh elemen rumah sakit terutama klinisi, perawat, bidan, dan petugas medis lainnya
yang berada di lingkungan RSK LINDIMARA, termasuk pasien itu sendiri.

I. JADWAL KEGIATAN
Jadwal kegiatan terlampir
J. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN
Surveilans infeksi rumah sakit secara teratur adalah pelaksanaan surveilans yang
dilakukan secara terencana, berkesinambungan, dan rutin.Evaluasi adalah penilaian kembali
terhadap hasil surveilans untuk dilakukan perbaikan.
Evaluasi penggunaan antibiotik sesuai standar PPRA adalah cara mengevaluasi penggunaan
antibiotik dengan metode audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik, mengacu pada buku
pedoman pelaksanaan PPRA Depkes RI Tahun 2005 “Antimicrobial Resistance, Antibiotic
Usage, and Infeciton Control; a Self Assessment Program for Indonesian Hospitals” (buku
kuning)
1. AUDIT KUANTITAS ANTIBIOTIK
Merupakan metode untuk menghitung jumlah antibiotik yang digunakan dengan parameter
Defined Daily Dose yaitu dosis rata-rata harian untuk indikasi tertentu.Pada penggunaan di
rumah sakit menggunakan satuan DDD/100 patient-days.

2. AUDIT KUALITAS ANTIBIOTIK


Merupakan metode untuk emngevaluasi penggunaan antibiotik secara rasional dengan cara
mengkaji (review) kasus dari catatan medik dan catatan/rekaman pemberian antibiotik.
Sedangkan kategori evaluasi menggunakan kriteria alur “Gyssens”, yaitu:
a. Kategori I = Penggunaan antibiotik tepat/rasional
b. Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis pemberian
c. Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
d. Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
e. Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat lama pemberian karena terlalu lama
f. Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat lama pemberian karena terlalu
singkat
g. Kategori IVA = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada antibiotik lain yang
lebih efektif (Pemilihan tidak sesuai PPAB)
h. Kategori IVB = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada antibiotik yang lebih
aman
i. Kategori IVC = Penggunaan antibiotik tidka tepat karena ada antibiotik lain yang
harganya lebih murah
j. Kategori IVD = Penggunaan antibitoik tidak tepat karena ada antibitoik lain yang
spektrumnya lebih spesifik “narrow spectrum”
k. Kategori V = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena tidak ada indikasi
l. Kategori VI = Catatan medik tidak lengkap untuk dikaji dan dievaluasi
Catatan : Alur Gyssens terlampir

Evaluasi secara berkala adalah evaluasi yang dilakukan secara rutin dan berkesinambungan
dalam kurun waktu sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun.
Evaluasi hasil audit adalah menganalisis hasil audit kuantitas dan audit kualitas penggunaan
antibiotik sebelum dan sesuadah implementasi PPRA serta membandingkan biaya atau “cost-
effectiveness” sebelum dan sesudah implementasi PPRA
Umpan balik adalah memberikan hasil audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik
kepada pihak yang terkait untuk ditindaklanjuti
Laporan yang diharapkan berupa laporan lengkap yaitu semua dokumen yang mendukung
kegiatan tersebut diatas, termasuk laporan kegiatan, evaluasi dan tindaklanjut.

K. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan


Laporan kegiatan merupakan internal yang terbagi secara periodik yaitu laporan bulanan,
triwulan, dan tahunan yang mencakup:
a. Laporan bulanan
1. Laporan hasil surveilans infeksi di rumah sakit
2. Laporan hasil audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik
3. Laporan data pola resistensi mikroba
4. Laporan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
5. Laporan kegiatan PPRA lain yang meliputi;
i. Aktivitas pelayanan mikrobiologi klinik
ii. Aktivitas pelayanan farmasi
iii. Aktivitas pencegahan dan pengendalian infeksi
Laporan disusun oleh ketua dibantu oleh sekertaris dan wakil ketua yang nantinya akan
dijabarkan pada rapat bulanan Tim PPRA
b. Laporan Triwulan
Merupakan gabungan dari laporan bulanan tentang hal tersebut diatas selama 3 bulan
berturut-turut. Laporan ini juga disusun oleh ketua dibantu sekertaris dan wakil ketua yang
nantinya akan dilaporkan kepada direktur.
c. Laporan tahunan
Merupakan gabungan dari laporan bulanan selama 1 tahun. Laporan ini juga disusun oleh
ketua dibantu sekertaris dan wakil ketua yang nantinya akan dilaporkan kepada direktur dan
jajaran pimpinan rumah sakit lainnya dalam rapat tahunan.
Setiap kegiatan PPRA dimulai dari perencanaa, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi perlu
dilaporkan ke direktur RS dan ketua Tim PPRA serta diketahui instalasi terkait untuk
meningkatkan mutu rumah sakit.
Lampiran 1
JADWAL KEGIATAN PPRA
RSK LINDIMARA
TAHUN 2018
Pelaksanaan (bulan)
No Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 Pembuatan program kerja PPRA
2 Pemetaan pola resistensi mikroba
3 Penyusunan pedoman penggunaan antibiotik yang bijak
Sosialisasi kegiatan PPRA dan pedoman penggunaan
4
antibiotik
5 Monitoring kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi
6 Monitoring kegiatan farmasi klinik
7 Monitoring kegiatan mikrobiologi klinik
8 Monitoring dan audit penggunaan antibiotik
Surveilans :
9 1. resistensi antimikroba
2. Kejadian infeksi terkait resistensi antimikroba
10 Pembuatan laporan kegiatan PPRA
Lampiran 2 Alur Gyssens

Anda mungkin juga menyukai