Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS PADA

LANSIA

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK
Dewi Kesuma Handayani
Abdul Razaq
Muhammad Khaibar

Tingkat III B Keperawatan

Dosen Pengajar : Ns. Masdiana .,M.Kep

POLTEKKES KEMENKES ACEH


PRODI KEPERAWATAN LANGSA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-NYA,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “ Diabetes Melitus pada
lansia “
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menyadari adanya kekurangan dan
keterbatasan. Maka dengan kemurahan hati dan kerendahan hati penulis menucapkan
terimakasih kepada ibu Ns. Masdiana .,M.Kep selaku dosen pengajar dalam mata kuliah
keperawatan gerontik

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca umumnya.

Langsa, 19 November 2017

Penyusun
A. Konsep Dasar Penyakit

1.Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin
atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia)
dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai
dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau
adanya gangguan fungsi insulin.

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang
dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)

2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia
lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi
pada panti lansia.

3. Etiologi

Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi
kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju
metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes
mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke
dalam dua besar: Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak
berfungsi dengan baik). Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang
olahraga, minum alkohol, dll.) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga
dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus.

Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda
dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan,
perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering
merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota
keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses
penuaan itu sendiri.
4. Klasifikasi

Diabetes melitus tipe I:


Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:

 Mudah terjadi ketoasidosis


 Pengobatan harus dengan insulin
 Onset akut
 Biasanya kurus
 Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
 Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
 Didapatkan antibodi sel islet
 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

·   Diabetes melitus tipe II:


Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Karakteristik DM tipe II:

 Sukar terjadi ketoasidosis


 Onset lambat
 Gemuk atau tidak gemuk
 Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
 Tidak berhubungan dengan HLA
 Tidak ada antibodi sel islet
 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
 ± 100% kembar identik terkena

5.ManifestasiKlinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :

a) Glaukoma
b) Retinopati
c) Gatal seluruh badan
d) Pruritus Vulvae
e) Infeksi bakteri kulit
f) Infeksi jamur di kulit
g) Dermatopati
h) Neuropati perifer
i) Neuropati viseral
j) Amiotropi
k) Ulkus Neurotropik
l) Penyakit ginjal
m) Penyakit pembuluh darah perifer
n) Penyakit koroner
o) Penyakit pembuluh darah otak
p) Hipertensi

6.Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa
tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang
artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk
kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit,
antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal  tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa
yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

7.Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah
lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan
aktivitas reseptor insulin.

b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara
fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat
aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan
jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas
dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para
pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah,
meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi,
serta membantu menurunkan berat badan.
c.Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d.Terapi(jikadiperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan
efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan
untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang  telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
 Diet yang harus dikomsumsi
 Latihan
 Penggunaan insulin

9. Pemeriksaan Diagnostik
a) Glukosa darah sewaktu
b) Kadar glukosa darah puasa
c) Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
–   Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
–   Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
–  Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

10. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA),
dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,
dan hipertensi.

 Komplikasi akut:
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi
( penyakit)
 Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru,
tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio
retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
d. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
e. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa
menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia,
dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b.    Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c.    Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d.   Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
e.    Integritas Ego
Stress, ansietas
f.     Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g.    Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
h.    Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
i.      Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j.      Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k.    Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Diagnosa Keperawatan
a.    Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
b.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan  osmotik diuresis ditandai dengan
tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
c.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
d.   Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e.    Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f.     Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien
dapat terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :
§  Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
§  Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri
1.      Timbang berat badan sesuai indikasi.
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2.      Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan klien.
Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
3.      Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah dan
pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurunkan motilitas atau
fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik).
4.       Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya
memberikan makanan yang lebih padat.
Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
5.      Identifikasi makanan yang disukai.
Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6.      Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7.      Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau
dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing).
Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan
tetap diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan
tingkat kesadaran.
Kolaborasi
8.      Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick.
Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula dalam
urine.
9.      Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini,
kadaar aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
10.  Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat
lambat.
11.  Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah sekitar 250
mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan untuk
menghindari hipoglikemia.
12.  Konsultasi dengan ahli gizi.
Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

b.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan  osmotik diuresis ditandai dengan


tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi
pasien terpenuhi
Dengan kriteria Hasil :
§  Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu
dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Tindakan / Intervensi
Rasional
Mandiri
1.      Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala seperti
muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses infeksi
mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air.
2.      Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk
atau berdiri.
3.      Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau
keton.
Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan
pemecahan asam asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
4.      Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, adanya
periode apnea dan sianosi.
Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan
tetapi peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis
merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan atau kehilangan kemampuan melalui
kompensasi pada asidosis.`
5.      Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.
6.      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
7.      Pantau masukan dan pengeluaran.
Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang
diberikan.
8.      Ukur berat badan setiap hari.
Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
9.      Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari.
Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
10.  Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti klien dengan kain
yang tipis.
Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut dapat menimbulkan
kehilangan cairan.
11.  Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit
abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak
tertangani, gangguan kesadaran menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
12.  Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung sehinnga sering
menimbulkan muntah dan secara potensial menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.
13.  Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat
badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan cairan
dan gagal jantung kronis.
Kolaborasi
14.  Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
11.    Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.

12.    Albumin, plasma, atau dekstran.

Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon klien secara
individual.

Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa atau tekanan darah sudah
tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
15.  Pasang kateter urine.
Memberikan pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine terutama jika neuropati
otonom menimbulkan retensi atau inkontinensia.

c.       Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik


(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil : – menunjukan peningkatan integritas kulit
·       Menghindari cidera kulit

Tindakan  / intervensi
Rasional
Mandiri
1.         Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan infeksi

2.      Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang


Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia
3.      Pertahankan alas kering dan bebas lipatan
Menurunkan iritasi dermal

4.      Beri perawatan kulit seperti penggunaan  lotion


Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan pada kulit
5.      Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
Mencegah terjadinya infeksi

6.      Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek


Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena garukan
7.      Motivasi klien untuk makan makanan TKTP
Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan jaringan kulit  yang rusak

d.      Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria hasil klien dapat:
·         Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
·         Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang
mempengaruhi toleransi aktivitas.
·         Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
·         Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.

Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri
1.      Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dan identifikasi
aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun
klien sangat lemah.
2.      Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur,
peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL.
Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun jadwal aktivitas.
3.      Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan. Skala 0-10 (0=tidak
lelah, 10= sangat kelelahan)
Mengidentifikasi waktu puncak energi dan kelelahan membantu dalam merencanakan
akivitas untuk memaksimalkan konserfasi energi dan produktivitas.
4.      Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.
Mencegah kelelahan yang berlebih.
5.      Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan seudah melakukan
aktivitas.
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
6.      Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan.
Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi.
7.      Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang menunjukkan peningkatan
aktivitas penyakit dan mengurangi aktivitas, seperti demam, penurunan berat badan,
keletihan makin memburuk.
Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang berlebihan.

e.       Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Dengan Kriteria hasil :
·      Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
·      Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Rencana / intervensi
Rasional
Mandiri
1.     Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti demam, kemerahan, adanya pus
pada luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.
Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2.      Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua
orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3.      Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan
kuman.
4.      Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah tulang
yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang.
Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan pasien pada peningkatan risiko
terjadinya kerusakan pada kulit.
5.      Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau secret yang lainnya.
Mengurangi penyebaran infeksi.
Kolaborasi
6.      Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat memilih atau memberikan
terapi antibiotik yang terbaik.
7.      Berikan obat antibiotik yang sesuai
Penanganan awal dapat mambantu mencegah timbulnya sepsis.

f.       Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri
Dengan Kriteria hasil :
·         Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan factor risiko
dan untuk melindungi diri dari cidera.
·         Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

Rencana / Intervensi
Rasional
Mandiri
1.      Hindarkan lantai yang licin.
Lantai licin dapat menyebabkan risiko jatuh pada pasien.
2.      Gunakan bed yang rendah.
Mempermudah pasien untuk naik dan turun dari tempat tidur.
3.      Orientasikan klien dengan ruangan.
Lansia daya ingatnya sudah menurun, sehingga diperlukan orientasi ruangan agar lansia
bisa menyesuaikan diri terhadap ruangan.
4.      Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Lansia sudah mengalami penurunan dalam fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas
sehari diperlukan bantuan dari orang lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
5.      Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi lansia.
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. PENGKAJIAN

1. Identitas

a. Nama :

b. Tempat /tgl lahir :

c. Jenis Kelamin :

d. Status Perkawinan :

e. Agama :

f. Suku :

2. Riwayat Pekerjaan dan Status Ekonomi

a. Pekerjaan saat ini :

b. Pekerjaan sebelumnya :

c. Sumber pendapatan :

d. Kecukupan pendapatan :

3. Lingkungan tempat tinggal Kebersihan dan kerapihan ruangan ?

,Penerangan?,

Sirkulasi udara?,

Keadaan kamar mandi & WC?,

Pembuangan air kotor?,

Sumber air minum?

, pembuangan sampah ?,

sumber pencemaran?,

Privasi?,
Risiko injuri?

4. Riwayat Kesehatan

a. Status Kesehatan saat ini

1. Keluhan utama dalam 1 tahun terakhir :

2. Gejala yang dirasakan :

3. Faktor pencetus :

4. Timbulnya keluhan : ( ) Mendadak ( ) Bertahap

5. Upaya mengatasi :

6. Pergi ke RS/Klinik pengobatan/dokter praktek/bidan/perawat ?

7. Mengkomsumsi obat-obatan sendiri ?, obat tradisional ?

8. Lain-lain…..

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

1. Penyakit yang pernah diderita :

2. Riwayat alergi ( obat, makanan, binatang, debu dll ) :

3. Riwayat kecelakaan :

4. Riwayat pernah dirawat di RS :

5. Riwayat pemakaian obat :

5. Pola Fungsional

a. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan Kebiasaan yang mempengaruhi


kesehatan misal merokok, minuman keras, ketergantungan terhadap obat
( jenis/frekuensi/jumlah/ lama pakai )

b. Nutrisi metabolik Frekuensi makan ?, nafsu makan?, jenis makanan?, makanan yg tdk
disukai ?, alergi thdp makanan?, pantangan makanan?, keluhan yg berhubungan dengan
makan?
c. Eliminasi BAK : Frekuensi & waktu?, kebiasaan BAK pada malam hari?, keluhan yang
berhubungan dengan BAK? BAB : Frekuensi & waktu?, konsistensi?,keluhan yang
berhubungan dg BAB?, pengalaman memakai pencahar?

d. Aktifitas Pola Latihan Rutinitas mandi?, kebersihan sehari-hari?, aktifitas sehari-


hari?,apakah ada masalah dengan aktifitas?, kemampuan kemandirian?

e. Pola istirahat tidur Lama tidur malam?, tidur siang?,keluhan yang berhubungan dengan
tidur?

f. Pola Kognitif Persepsi Masalah dengan penglihatan (Normal?, terganggu


( ka/ki)?,kabur?,pakai kacamata?.Masalah pendengaran normal?,terganggu (ka/ki)?memakai
alat bantu dengar ?, tuli ( ka/ki ) ? dsbnya. Kesulitan membuat keputusan ?

g. Persepsi diri-Pola konsep diri Bagaimana klien memandang dirinya ( Persepsi diri sebagai
lansia?), bagaimana persepsi klien tentang orang lain mengenai dirinya?

h. Pola Peran-Hubungan Peran ikatan?, kepuasan?,pekerjaan/ sosial/hubungan perkawinan ?

Panduan Praktek Kep. Gerontik DIII Kep. 2014/2015

i. Sexualitas Riwayat reproduksi, kepuasan sexual, masalah ? j. Koping-Pola Toleransi Stress


Apa yang menyebabkan stress pada lansia, bagaimana penanganan terhadap masalah ? k.
Nilai-Pola Keyakinan Sesuatu yang bernilai dalam hidupnya ( spirituality : menganut suatu
agama, bagaimana manusia dengan penciptanya ), keyakinan akan kesehatan, keyakinan
agama

6. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum :

b. TTV :

c. BB/TB

d. Kepala Rambut : Mata : Telinga : Mulut, gigi dan bibir :

e. Dada :

f. Abdomen :

g. Kulit :

h. Ekstremitas Atas :

i. Ekstremitas bawah :
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal,  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I
Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,
Jakarta:EGC, 1997.
Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus Siswandi. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri
Asuhan Keperawatan.  Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih, Jakarta : EGC, 2002.

Anda mungkin juga menyukai