LANSIA
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK
Dewi Kesuma Handayani
Abdul Razaq
Muhammad Khaibar
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-NYA,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “ Diabetes Melitus pada
lansia “
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menyadari adanya kekurangan dan
keterbatasan. Maka dengan kemurahan hati dan kerendahan hati penulis menucapkan
terimakasih kepada ibu Ns. Masdiana .,M.Kep selaku dosen pengajar dalam mata kuliah
keperawatan gerontik
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca umumnya.
Penyusun
A. Konsep Dasar Penyakit
1.Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin
atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia)
dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai
dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau
adanya gangguan fungsi insulin.
2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia
lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi
pada panti lansia.
3. Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi
kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju
metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes
mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke
dalam dua besar: Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak
berfungsi dengan baik). Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang
olahraga, minum alkohol, dll.) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga
dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda
dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan,
perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering
merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota
keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses
penuaan itu sendiri.
4. Klasifikasi
5.ManifestasiKlinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
a) Glaukoma
b) Retinopati
c) Gatal seluruh badan
d) Pruritus Vulvae
e) Infeksi bakteri kulit
f) Infeksi jamur di kulit
g) Dermatopati
h) Neuropati perifer
i) Neuropati viseral
j) Amiotropi
k) Ulkus Neurotropik
l) Penyakit ginjal
m) Penyakit pembuluh darah perifer
n) Penyakit koroner
o) Penyakit pembuluh darah otak
p) Hipertensi
6.Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa
tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang
artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk
kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit,
antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa
yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
7.Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah
lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan
aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara
fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat
aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan
jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas
dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para
pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah,
meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi,
serta membantu menurunkan berat badan.
c.Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d.Terapi(jikadiperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan
efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan
untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
Diet yang harus dikomsumsi
Latihan
Penggunaan insulin
9. Pemeriksaan Diagnostik
a) Glukosa darah sewaktu
b) Kadar glukosa darah puasa
c) Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
– Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
– Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
– Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Komplikasi akut:
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi
( penyakit)
Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru,
tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio
retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
d. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
e. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa
menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia,
dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego
Stress, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
i. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan
tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien
dapat terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :
§ Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
§ Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri
1. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2. Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan klien.
Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah dan
pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurunkan motilitas atau
fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik).
4. Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya
memberikan makanan yang lebih padat.
Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
5. Identifikasi makanan yang disukai.
Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6. Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau
dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing).
Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan
tetap diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan
tingkat kesadaran.
Kolaborasi
8. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick.
Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula dalam
urine.
9. Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini,
kadaar aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
10. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat
lambat.
11. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah sekitar 250
mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan untuk
menghindari hipoglikemia.
12. Konsultasi dengan ahli gizi.
Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Tindakan / Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala seperti
muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses infeksi
mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air.
2. Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk
atau berdiri.
3. Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau
keton.
Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan
pemecahan asam asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
4. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, adanya
periode apnea dan sianosi.
Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan
tetapi peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis
merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan atau kehilangan kemampuan melalui
kompensasi pada asidosis.`
5. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.
6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
7. Pantau masukan dan pengeluaran.
Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang
diberikan.
8. Ukur berat badan setiap hari.
Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
9. Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari.
Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
10. Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti klien dengan kain
yang tipis.
Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut dapat menimbulkan
kehilangan cairan.
11. Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit
abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak
tertangani, gangguan kesadaran menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
12. Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung sehinnga sering
menimbulkan muntah dan secara potensial menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.
13. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat
badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan cairan
dan gagal jantung kronis.
Kolaborasi
14. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
11. Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon klien secara
individual.
Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa atau tekanan darah sudah
tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
15. Pasang kateter urine.
Memberikan pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine terutama jika neuropati
otonom menimbulkan retensi atau inkontinensia.
Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan infeksi
Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri
1. Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dan identifikasi
aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun
klien sangat lemah.
2. Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur,
peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL.
Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun jadwal aktivitas.
3. Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan. Skala 0-10 (0=tidak
lelah, 10= sangat kelelahan)
Mengidentifikasi waktu puncak energi dan kelelahan membantu dalam merencanakan
akivitas untuk memaksimalkan konserfasi energi dan produktivitas.
4. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.
Mencegah kelelahan yang berlebih.
5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan seudah melakukan
aktivitas.
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
6. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan.
Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi.
7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang menunjukkan peningkatan
aktivitas penyakit dan mengurangi aktivitas, seperti demam, penurunan berat badan,
keletihan makin memburuk.
Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang berlebihan.
Rencana / intervensi
Rasional
Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti demam, kemerahan, adanya pus
pada luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.
Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua
orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan
kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah tulang
yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang.
Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan pasien pada peningkatan risiko
terjadinya kerusakan pada kulit.
5. Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau secret yang lainnya.
Mengurangi penyebaran infeksi.
Kolaborasi
6. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat memilih atau memberikan
terapi antibiotik yang terbaik.
7. Berikan obat antibiotik yang sesuai
Penanganan awal dapat mambantu mencegah timbulnya sepsis.
Rencana / Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Hindarkan lantai yang licin.
Lantai licin dapat menyebabkan risiko jatuh pada pasien.
2. Gunakan bed yang rendah.
Mempermudah pasien untuk naik dan turun dari tempat tidur.
3. Orientasikan klien dengan ruangan.
Lansia daya ingatnya sudah menurun, sehingga diperlukan orientasi ruangan agar lansia
bisa menyesuaikan diri terhadap ruangan.
4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Lansia sudah mengalami penurunan dalam fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas
sehari diperlukan bantuan dari orang lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
5. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi lansia.
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Nama :
c. Jenis Kelamin :
d. Status Perkawinan :
e. Agama :
f. Suku :
b. Pekerjaan sebelumnya :
c. Sumber pendapatan :
d. Kecukupan pendapatan :
,Penerangan?,
Sirkulasi udara?,
, pembuangan sampah ?,
sumber pencemaran?,
Privasi?,
Risiko injuri?
4. Riwayat Kesehatan
3. Faktor pencetus :
5. Upaya mengatasi :
8. Lain-lain…..
3. Riwayat kecelakaan :
5. Pola Fungsional
b. Nutrisi metabolik Frekuensi makan ?, nafsu makan?, jenis makanan?, makanan yg tdk
disukai ?, alergi thdp makanan?, pantangan makanan?, keluhan yg berhubungan dengan
makan?
c. Eliminasi BAK : Frekuensi & waktu?, kebiasaan BAK pada malam hari?, keluhan yang
berhubungan dengan BAK? BAB : Frekuensi & waktu?, konsistensi?,keluhan yang
berhubungan dg BAB?, pengalaman memakai pencahar?
e. Pola istirahat tidur Lama tidur malam?, tidur siang?,keluhan yang berhubungan dengan
tidur?
g. Persepsi diri-Pola konsep diri Bagaimana klien memandang dirinya ( Persepsi diri sebagai
lansia?), bagaimana persepsi klien tentang orang lain mengenai dirinya?
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
b. TTV :
c. BB/TB
e. Dada :
f. Abdomen :
g. Kulit :
h. Ekstremitas Atas :
i. Ekstremitas bawah :
DAFTAR PUSTAKA