Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

THALASEMIA

Disusun Oleh

1. Angelina Siwu 17061078

2. Gita Karundeng 17061102

3. Syntia Jacobs 17061015

4. Debora Kembuan 17061041

5. Daniel Miojo 17061128

Universitas Katolik De La Salle Manado

Fakultas Keperawatan

2019

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena penyertaan dan
tuntunanya kami dapat menyelesaikan makalah Mata Kuliah Keperawatan Anak II tentang
“Thalasemia” ini dengan baik mesikipun banyak kekurangan di dalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Manado, 05 November 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipopkromik herediter dengan


berbagai derajat keparahan.Defek genetic yang mendasari meliputi delesi total atau
parsial perantai globin dan substitus, delesi, atau insersi nukleoda akibat dari berbagai
perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya m RNA bagi satu atau lebih rantai
globin atau pembentukan m RNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah
penurunan atau supresi total sintesis rantai polipeptida Hb.kira-kira 100 mutasi yang
berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotipe thalassemia;banyak di antara mutasi ini
adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya,structural adalah
normal.pada bentuk thalassemia- α yang berat,terbentuk hemoglobin homotetramer
abnormal (β4 atau γ4 )tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur
normal.sebaliknya,sejumlah Hb normal juga menyebabkan perubahan hematologi mirip-
thalassemi. Untuk menandai ekspresi berbagai gen thalassemia,penunjukan tanda huruf di
atas (superscrip) di gunakan untuk membedakan thalassemia yang menghasilkan rantai
globin yang dapat diperlihatkan meskipun pada tingkat yang menurun
+
(misalnya,thalassemia- β ),dari bentuk di mana sitensi rantai globin yang terkena
o
tertekan secara total(misalnya,thalassemia- β ).

Gen thalassemia sangat luas tersebar,dan kelainan ini di yakini merupakan penyakit
genetic manusia yang paling pravelen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah
perbatasan laut mediterania,sebagai besar afrika ,timur tengah,benua india dan asia
teggara.dari 3% sampai 8% orang amerika keturunan itali atau yunani dan 0,5% dari kulit
hitamamerika membawa gen untuk thalassemia-β.di beberapa daerah asia tenggara
sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atu lebih gen thalassemia.daerah geografi
di mana thalassemia merupakan pravelen yang sangat parallel dengan daerah daerah
dimana plasmodium falciparum dulunya merupakan endemik. Resisitensi terhadap
infeksi malaria yang mematikan pada pembawa gen thalassemia agaknya
menggambarkan kekuatan selektif yang kuat yang menolong ketahanan hidupnya pada
daerah endemic penyakit ini (Behrman, 2012).
B. Rumusan Masalah

1 Apa pengertian definisi thalasemia?

2 Apa saja etiologi thalasemia?

3 Apa saja klasifikasi thalasemia?

4 Apa saja tanda dan gejala thalasemia?

5 Bagaimana patofisiologi thalasemia?

6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia?

7 Bagaimana prosedur penatalaksanaan pada thalasemia?

8 Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia?

C. Tujuan Masalah
1. Agar mahasiswa memahami pengertian definisi thalasemia

2. Agar mahasiswa memahami etiologi thalasemia

3. Agar mahasiswa memahami klasifikasi thalasemia

4. Agar mahasiswa memahami tanda dan gejala thalasemia

5. Agar mahasiswa memahami patofisiologi thalasemia

6. Agar mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang pada thalasemia

7. Agar mahasiswa memahami prosedur penatalaksanaan pada thalasemia

9. Agar mahasiswa memahami asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia


BAB II

PEMBAHASAN

 Pengertian
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang
dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat
dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb
(Nursalam,2005).
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari keluarga
kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam sel darah merah menjadi
tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit Thalasemia tidak dapat menghasilkan
haemoglobin yang mencukupi dalam darah mereka. Haemoglobin adalah bahagian sel
darah merah yang mengangkut oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu
tubuh manusia memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah yang normal
akan menyebabkan pesakit kelihatan pucat kerana paras hemoglobin (Hb) yang rendah
(anemia) (Mitcheel, 2009).

 Etiologi
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat
berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan
pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua
orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak
hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila
kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka
anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan
lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang
mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat
Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak
mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada
anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan
keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau
mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.

 Klasifikasi
 Talasemia minor
Pada talasemia β minor, terdapat sebuah gen globin β yang normal dan sebuah gen
abnormal. Elektroforesis hemoglobin (Hb) normal, tetapi hemoglobin A2 (hemoglobin
radimeter yang tidak diketahui fungsinya) meningkat dari 2% menjadi 4-6%. Pada
talasemia α minor, elektroforesis Hb dan kadar HbA2 normal. Dianosis ditegakkan
dengan menyingkirkan talasemia β minor dan defisiensi besi. Kedua keadaan minor ini
mengalami anemia ringan (Hb 10.0-12.0 g/dL dan MCV = 65- 70 fL). Pasangan dari
orang-orang dengan talasemia minor harus diperiksa. Karena kerier minor pada kedua
pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan talasemia mayor.\
 Talasemia mayor
Talasemia mayor adalah penyakit yang mengancam jiwa. Talasemia
mayor β disebabkan oleh mutasi titik (kadang-kadang delesi) pada kedua gen globin
β, menyebabkan terjadinya anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan
turunnya kadar hemoglobin fetal. Anak-anak yang tidak diterapi memiliki postur tubuh
yang kurus, mengalami penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki,
dan gambaran patognomonik „hair on end‟ pada foto tengkorak. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan anemia mikrositik berat, terdapat sel terget dan sel darah
merah berinti pada darah perifer, dan titik terdapat HbA. Transfusi darah, untuk
mempertahankan kadar hemoglobin normal dan menekan produksi sel darah merah
Kadar hemoglobin normal dan menekan produksi sel darah merah abnormal, akan
menghasilkan perkembangan fisik yang normal. Kelebihan besi karena seringnya
transfusi menyebabkan kecacatan serius dan kematian pada usia 25 tahun, kecuali bila
dicegah dengan menggunakan desferioksamin. Kebanyakan pasien talasemia yang
diterapi dengan baik bertahan sampai usia 30 dan 40 tahun. Tranplantasi sumsum
tulang depat dipertimbangkan jika ditemukan donor saudara kandung yang cocok.
Talasemia α mayor hydrops fetalis) sering kali berakhir dengan kematian intauterin dan
disebabkan oleh delesi keempat gen globin α. Kadang-kadang, diagnosis ditegakkan
lebih awal, jika transfusi darah intrauterin dapat menyelamatkan hidup. Transfusi
seumur hidup penting seperti pada talasemia β.

 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
a. Thalasemia Mayor
1) Pucat
2) Lemah
3) Anoreksia
4) Sesak napas
5) Peka rangsang
6) Tebalnya tulang kranial
7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9) Disritmia
10) Epistaksis
11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13) Kadar besi serum tinggi
14) Ikterik
15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan
datar.
b. Thalasemia Minor
1) Pucat
2) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar
normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya


bervariasi.Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang
lebih berat, misalnya beta- thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka
terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang
yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang
kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak
yang menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas
lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.

 Patofisiologi
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta
polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam
proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan
compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap
aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak
seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat
menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah
merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan
terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan
yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari 2
rantai alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 % dsari seluruh
hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2
rantai delta sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada keadaan normal. Haemoglobin
F (foetal) setelah lahir Foetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar
seperti orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4%, pada keadaan normal. Hemoglobin F
terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu
rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak
ada pasangan dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewawa (HbA).
Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit.
Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran
anemia hipokrom, mikrositer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb
menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu karena tidak
memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal,
mungkin sebagai usaha kompensasi. Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat,
dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesis
ekstra medular hati dan limfa. Destruksi eritrosit dan prekusornya dalam sumsum tulang
adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis
 Pemeriksaan Penunjang
a. Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu
mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature,
penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
b. Elektroforesis hemoglobin
c. Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri
eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum
yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan
trabekulasi yang lebih kasar.
d. Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain
Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.

 Penatalaksanaan
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang
disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi
yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
Splenectomy dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan
zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang
berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002;
Herdata, 2008)

 Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.

Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.

Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.


Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah

 Bedah

Splenektomi, dengan indikasi:

Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan


peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur

hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan


suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.

Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia
dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti
pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan
cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

 Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,
dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah
dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
 ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a.Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti
turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada
anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b.Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya
lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini
mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d.Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
e.Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena
bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya
perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.
h.Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti
setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
 Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya
yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar. Mata dan konjungtiva
terlihat pucat kekuningan. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
3) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung
yang disebabkan oleh anemia kronik.
4) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali). Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang
dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
5) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada
ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense
karena adanya anemia kronik.
6) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah,
maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam
jaringan kulit (hemosiderosis).

2. MASALAH KEPERAWATAN

a..Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang


diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
b.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan
kebutuhan.
c.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal.
d. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb,
leukopenia atau penurunan granulosit.
f. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
3. INTERVENSI
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi palpitasi
b. Kulit tidak pucat
c. Membran mukosa lembab
d. Keluaran urine adekuat
e. Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
f. Tidak terjadi perubahan tekanan darah
g. Orientasi klien baik.
 Rencana keperawatan / intervensi :

a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar
kuku.

b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).

c. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.

d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.

e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.

f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.


g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.

h. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan


kebutuhan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan
Tb masih dalam rentang normal pasien.
Intervensi
a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan
dalam beraktivitas.
b. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
c. Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
d. Berikan lingkungan yang tenang.
e. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
f. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
g. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
h. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
i. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
j. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
k. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
b. Tidak ada malnutrisi.

Intervensi :

a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.

b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.

c. Timbang BB tiap hari.

d. Beri makanan sedikit tapi sering.


e. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang
berhubungan.

f. Pertahankan higiene mulut yang baik.

g. Kolaborasi dengan ahli gizi.

h. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.

i. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak
dianjurkan.

4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi


dan novrologis.
Kriteria hasil : keadaaan Kulit utuh.

Intervensi :

a. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan
ekskoriasi.

b. Ubah posisi secara periodik.

c. Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat:


penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.

Kriteria hasil :

a. Tidak ada demam

b. Tidak ada drainage purulen atau eritema

c. Ada peningkatan penyembuhan luka

Intervensi :

a. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.

b. Dorong perubahan ambulasi yang sering.

c. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.


d. Pantau dan batasi pengunjung.

e. Pantau tanda-tanda vital.

f. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipopkromik herediter dengan


berbagai derajat keparahan.Defek genetic yang mendasari meliputi delesi total atau parsial
perantai globin dan substitus, delesi, atau insersi nukleoda akibat dari berbagai perubahan ini
adalah penurunan atau tidak adanya m RNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan
m RNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan atau supresi total sintesis
rantai polipeptida Hb.kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan
fenotipe thalassemia;banyak di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat.

Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak


diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor
genetik. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak
pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini
yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Talasemia memiliki
beberapa klasifikasi diantaranya talasemia mayor, talasemia minor

Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi.Sebagian besar
penderita mengalami anemia yang ringan. bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di
kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-
tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan
tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya
yang normal.
Daftar Pustaka

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.academia.edu/33039329/LP_thalasemia&ved=2ahU
KEwiqrZnth9PlAhVBP48KHRN1BWsQFjACegQIBxAH&usg=AOvVaw0m2-
IMLqBHSml88xOAxGHc

https://www.academia.edu/18075400/LAPORAN_PENDAHULUAN_THALASEMIA

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.unila.ac.id/21784/3/SKRIPSI%2520TANPA
%2520BAB
%2520PEMBAHASAN.pdf&ved=2ahUKEwiPoq_Eg9PlAhXNZSsKHYDfCTAQFjAAegQIBB
AB&usg=AOvVaw0XH2c-yKA1ofja_x6_kshF

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/65/1/lia
%2520desi.pdf&ved=2ahUKEwiPoq_Eg9PlAhXNZSsKHYDfCTAQFjABegQIARAB&usg=A
OvVaw1U7LAv2tZrzJjy2h4Sf5nU

Anda mungkin juga menyukai