Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Defenisi
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk suatu kesatuan dikenal
dengan COPD adalah asma bronchial, bronchitis kronik dan emfisema paru-paru
(Smeltzer, 2008).
Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit obstruksi jalan nafas
karena brinkitis kronik atau emfisema. Obstruksi tersebut umunya bersifat
progresif bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversible.
Bronchitis kronis ditandai dengan batuk-batuk hamper setiap hari disertai
pengeluaran dahak, setidaknya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun dan paling
sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang
ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara (Mansjoer, 2008).

2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

7
1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septumnasi).
Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan
kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, dibelakang
rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring
dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan
rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2
lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan
itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut
epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita
menelan makanan menutupi laring.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir
yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang
trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh
otot polos.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2
buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu

8
berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai
3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang
lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi,
dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau
alveoli. Bronkus pulmonaris,trakea terbelah menjadi dua bronkus utama : bronkus
ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru.
Dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru,bronkus-bronkus pulmonaris
bercabang dan beranting lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan
struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai diinding fibrosa berotot yang
mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil
salurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding
fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus terminalis masuk kedalam saluran yang
agak lain yang disebut vestibula, dan disini membran pelapisnya mulai berubah
sifatnya : lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epithelium yang pipih. Dari
vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam dindingnya dijumpai
kantong-kantong udara itu . kantong udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis
tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan
dengan udara suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan
pertukaran gas pun terjadi.
Pembuluh darah dalam paru-paru. Arteri pulmonaris membawa darah
yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventikel kanan jantung ke paru-paru;
cabangcabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang-cabang lagi
sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah belah dan membentuk
jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit , maka praktis dapat dikatakan sel-
sel darah merah membuat garis tungggal. Alirannnya bergerak lambat dan
dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh dua membrane yang sangat tipis,
maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang merupakan fungsi
pernafasan.Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi pembuluh

9
darah lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan setiap paru-
paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan
keseluruh tubuh melalui aorta. Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteri
bronkialis membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke paru-
paru guna memberi makan dan menghantarkan oksigen kedalam jaringan paru-
paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler yang
tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris,
tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan
darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu
dihantarkan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat
mencapai vena cava superior. Maka dengan demikian paru-paru mempunyai
persendian darah ganda. Hilus (tampuk) paru-paru dibentuk oleh struktur berikut :
Arteri pulmonaris,yang mengembalikan darah tanpa oksigen kedalam paru-paru
untuk diisi Oksigen,vena pulmonalis yang mengembalikan darah berisi oksigen
dari paru-paru ke jantung.
Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronkial,
merupakan jalan utama udara. Arteri bronkialis keluar dari aorta dan
menghantarkan darah arteri ke jaringan paru-paru.Vena bronkialis,
mengembalikan sebagian darah dari paru-paru ke vena kava superior. Pembuluh
limfe, yang masuk keluar paru-paru, sangat banyak. Persyarafan . Paru-paru
mendapat pelayanandari saraf vagus dan saraf simpati.Kelenjar limfe. Semua
pembuluh limfe yang menjelajahi struktur paru-paru dapat menyalurkan kedalam
kelenjar yang ada ditampuk paru-paru. Pleura,setiap paru-paru dilapisi membran
serosa rangkap dua yaitu pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk
kedalam fisura, dan dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain.
Membran ini kemudian dilipat kembali disebelah tampuk paru-paru dan
membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura
yang melapisi iga-iga ialah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma
adalah pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak dileher ialah pleura
servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama membrane
suprapleuralis (fasia sibson) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.

10
Diantara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk minyaki
permukaannya dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada
yang sewaktu bernafas bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan itu satu
dengan yang lain erat bersentuhan . ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang
yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal atau cairan memisahkan
kedua pleura itu dan ruang diantaranya menjadi jelas.
6. Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi
rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan
oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang
terletak didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk
kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi
daripada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas
landau rongga thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai
permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar
tampuk paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang,dan sisi
depan yang menutup sebagian sisi depan jantung.Paru-paru dibagi menjadi
beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga
lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula.
Jaringan paru-paru elastis,berpori, dan seperti spons.

3. Fisiologi pernafasan
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida. pada
pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler
pulmonaris.Hanya satu lapisan membrane yaitu membran alveoli kapiler,yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh
hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri
kesemua bagian tubuh. Dan meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen
100mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.

11
Di dalam paru-paru, karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme,
menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa
bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.Empat proses yang
berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :
a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
b. Arus darah melalui paru-paru
c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat
dapat mencapai semua bagian tubuh.
d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih
mudah berdifusi daripada oksigen. Semua proses ini diatur sedemikian sehingga
darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada
waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu
banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan,
maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat
pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan.
Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
Pernafasan jaringan atau pernafasan interna,darah yang telah menjenuhkan
hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan
akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan
memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung,
dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi, yaitu
karbondioksida.Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam
alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan eksterna dan
pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara yang dihembuskan jenuh
dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas
badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan). Daya muat udara oleh
paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml
atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-
nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air ), yaitu yang dihirup masuk
dan diembuskan keluar pada pernafasan biasa dengan tenang.Kapasitas

12
vital,volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada
penarikan napas paling kuat disebut kapasitas paruparu. Diukurnya dengan alat
spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan ,
3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang
menimbulkan kongesti paru-paru), dan kelemahan otot pernafasan.

4. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran nafas
5. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi untuk
berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini. (Mansjoer, 2008).

5. Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat
mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik,
saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit.
Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet.
Saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas
paru-paru (Mansjoer, 2008) Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan
nafas yaitu inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan,
kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke
alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan
alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang
mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.

13
Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir, eliminasi
karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dalam
darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respirastorius individu dengan
emfisema mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk
mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama
inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan
selama ekspirasi (Mansjoer, 2008).

Manifestasi Klinis
Batuk merupakan keluhan utama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batu
bersifat produktif, yang pada awal bersifat hilang timbul lalu berlangsung lama dan
sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan
kemudian menjadi sebanyak seiring dengan bertambah parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama sepanjang hari,
tidak hanya pada malam hari dan tidak pernah bilang sama sekali, hal ini mewujudkan
adanya obstruktif jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang membawa
penderita PPOK berobat kerumah sakit. Sesak dirasakan sat melakukan aktivitas dan
pada saat mengalami eksarsebasi akut (Smeltzer, Bare 2010)
Menurut muttaqin (2012) gejala-gejala PPOK ekserbasi akut meliputi :
a) Batuk bertambah berta
b) Produksi sputum bertambah
c) Sputum berubah warna
d) Sesak nafas bertambah berat
e) Bertambahnya keterbatasan aktivitas
f) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronik
g) Penurunan kesadaran

14
Sedangkan menurut Lawrence (2012) tanda dan gajalanya PPOK adalah sebagai
berikut :

a) Kelemahan bahan
b) Batuk
c) Sesak nafas
d) Sesak nafas saat beraktivitas dan nafas berbunyi
e) Mengi/wheezing
f) Ekspirasi memanjang
g) Suara nafas melemah, kadang ditemukan suara nafas paradoksal
h) Edema dan asites

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah :
1) Berhenti merokok harus menjadi prioritas
2) Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40%
kasus. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien
dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
3) Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat
4) Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan
dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi
jalan nafas. (Davey, 2008)
b. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah :
1) Mempertahankan patensi jalan nafas
2) Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3) Meningkatkan masukan nutrisi
4) Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi

15
5) Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan
(Mansjor, 2008)

7. Komplikasi
Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah :
a. Bronkhitis akut
b. Penemonia
c. Emboli Pulmo
d. Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK stabil
(Mansjoer, 2008)

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik
1) Radiologi
a) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilius menuju apeks paru. Baying tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal dan corak paru yang bertambah
b) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEPI dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEPI KV dan KAEM ( kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maksimal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedangkan pada stadium dini perubahannya hanya pada saluran nafas kecil
(small air ways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
c) Analisa gas darah

16
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi haemoglobin menurun. Timbuk
sianosi terjadi vasokontriksi vaskuler paru dan penambahan eritoreposis
sehingga menimbulkan polistemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polistema menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
d) Pemeriksaan EKG
Kelainan paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis tekanan P pulmonal pada hantaran II,
III dan Avf. Volatase QRS rendah pada di VI rasio R/S berkurang dari 1
sering terdapat RBB inkomplet (Jitowiyono, 2013).
c. Pemeriksaan laboraturium
1) Kultur sputum untuk menegtahui pathogen penyebab infeksi
2) Pemeriksaan laboraturium lengkap
(Smeltzer, Bare 2010)

B. Konsep Asuha Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Biasanya dentitas meliputi nama, No MR, umut, pekerjaan, agama, status
perkawinan, alamat, penanggung jawab, alamat, tanggal masuk rumah sakit,
yang mengirim, cara masuk RS, alasan masuk RS, riwayat alergi (obat,
makanan dll) dan alat bantu yang dipakai.
Menurut (Smeltzer, Bare 2010) didapatkan jumlah penderita efusi pleura pada
laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan wanita karena kebiasaan gaya
hidup laki-laki yang kurang sehat.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluhan yang dirasakan klien berupa nyeri dada, nafas
pendek, mengeluh demam, kelemahan, kelelahan, penurunan berat
badan, batik kering produktif (Smeltzer, 2010).

17
1) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien merupakan perokok, sering terpapar polusi udara, serta
lingkungan yan kumuh, mempunyai riwayat asma dan sindrom
obstruksi paska TB (Smeltzer, 2010
2) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya kemungkinan adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit paru lainnya seperti asma dan TB (Smeltzer, 2010)
c. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Biasanya klien dan keluarga merasa penyakitnya ini merupakan ujian
dari Yang Maha Kuasa sehingga klien dan keluarga lebih mendekatkan diri
kepadaNya. Klien berharap penyakitnya ini cepat sembuh sehingga klien bisa
beraktivitas seperti semula.
Biasanya klien merokok dan menghabiskan beberapa bungkus
sehari.Basanya klien juga suka mengkonsumsi minuman beralkohol dan suka
membeli obat-obat diwarung tanpa resep dokter serta klien ada atau tidak ada
alergi obat, makanan, logam dan lain-lain.
d. Pola nutrisi/metabolism
1) Pola Makan
a) Sehat : Biasanya klien tidak mengalami perubahan nafsu makan.
Biasanya klien makan 3 kali sehari. Pagi makan nasi + lauk + sayur.
Siang makan nasi + lauk + sayur dan malam makan nasi + lauk +
sayur. Biasanya klien memilki makanan kesukaan. Biasanya ada atau
tidak pantangan makan dan ada atau tidak alergi makanan. Biasanya
klien suka makanan berlemak atau bersantan.
b) Sakit : biasanya nafsu makan berkurang, mula, muntah selama fase
akut, kehilangan sensasi pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia.
Biasanya klien mengalami penurunan BB.
2) Pola minum
a) Sehat : Biasanya klien minum 6 sampai 8 gelas air putih sehari.
b) Sakit : Biasanya kebutuhan cairan klien dihitung sesuai dengan
kondisi klien.

18
3) Pola Eliminasi
a) BAB
(1) Sehat : Biasanya klien tidak ada mengalami gangguan defekasi.
(2) Sakit : Biasanya klien mengalami gangguan berupa konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
b) BAK
(1) Sehat : Biasanya sebelum sakit klien tidak mengalami gangguan
dalam perkemihan baik frekuensi berkemih, jumlah maupun warna
urine.
(2) Sakit : Biasanya klien ada atau tidak mengalami inkotinensia
urine
(Muttaqin, 2008).
e. Pola aktifitas/ Latihan
1) Kemampuan perawatan diri
a) Sehat : Biasanya klien mampu melakukan aktifitas sehari-hari
secara mandiri.
b) Sakit : Biasanya terdapat kesukaran beraktifitas karena kelemahan
dan sesak nafas menyebabkan masalah pada pola aktifitas
dan istirahat (Muttaqin, 2011 ).
2) Kebersihan diri
a) Sehat : Biasanya klien mampu mandi, gosok gigi 2 kali sehari,
keramas tiap mandi dan potong kuku bila sudah panjang.
b) Sakit : Biasanya klien mandi seka di tempat tidur dan oral
higine 1 kali sehari oleh perawat ( Muttaqin, 2011 ).
3) Alat bantu
a) Sehat : Biasanya klien tidak ada menggunakan alat bantu untuk
berpindah.
b) Sakit : Biasanya klien menggunakan alat bantu untuk berpidah
seperti tongkat, kursi roda, walker dan pispot di tempat tidur S
(Muttaqin, 2008 ).

19
f. Rekreasi dan aktifitas sehari-hari dan keluhan
1) Sehat : Biasanya klien mampu beraktifitas dan rekreasi tanpa adanya
keluhan yang berarti.
2) Sakit : Biasanya klien belum mampu beraktifitas dan tidak ada rekreasi.
Klien hanya berbagi cerita dengan perawat, pasien lain dan keluarga yang
menunggu (Muttaqin, 2011)
g. Kekuatan otot
1) Sehat : Biasanya klien tidak mengalami penurunan kekuatan otot-otot
terutama otot ekstremitas. Klien mampu melawan gaya berat tangan
pemeriksa.
2) Sakit : Biasanya klien tidak mengalami penurunan kekuatan otot-otot
terutama otot ekstremitas (Muttaqin, 2011 ).
h. Pola Istirahat dan Tidur
1) Sehat : Biasanya klien tidak mengalami gangguan tidur.
2) Sakit :Biasanya klien mengalami mengalami kesukaran untuk istirahat
karena kejang otot/nyeri otot (Muttaqin, 2011).
i. Pola Kognitif-persepsi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dalam persepsi maupun kognitf
(Muttaqin, 2011).
j. Pola Peran dan Hubungan.
Biasanya terjadi perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami sakit.
Sistem pendukung adalah keluarga serumah (Muttaqin, 2011).
k. Pola seksualitas/reproduks
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamine (Muttaqin,
2011).
l. Pola persepsi diri/konsep diri
Pasien menarik diri, mudah marah dan tidak kooperatif (Muttaqin, 2011).

20
m. Pola koping dan toleransi stress
Biaya untuk pengobatan, perawat dapat mengarahkan keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran
pasien atau keluarga (Muttaqin, 2011).
n. Pola keyakinan nilai
Biasanya klien menganut suatu agam atau kepercayaan yang sangat
bepengaruh dalam kehidupan klien (Muttaqin, 2011).
o. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah : biasanya tekanan darah meningkat atau normal
b) Nadi : biasanya nadi meningkat
c) Pernafasan : biasanya pernafasan cepat dan dangkal
d) Suhu : biasanya suhu meningkat
2) Antropometri
a) Tinggi badan : biasanya tidak mengalami perubahan
b) Berat badan : biasanya mengalami penurunan berat badan
3) Kepala
a) Rambut : biasanya bersih atau kotor, rambut rontok atau
tidak, ada ketobe atau tidak, rambut kering atau lembab.
b) Mata :biasanya mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva
anemis +/-, sclera ikterik +/-, pergerakan bola mata kiri dan kanan.
c) Hidung :Biasanya simetris kiri dan kanan, pernapasan
cuping hidung
d) Telingga : biasanya simetris kiri dan kanan, serumen dalam
batas nomal, pengengaran +/-
4) Leher
a) Trakea : biasanya trakea teraba
b) JVP : biasanya 3 – 2 cmH2O
c) Tiroid : biasanya pembesaran kelenjar tiroid +/-
5) Thorak
a) I : biasanya simetris kiri dan kanan

21
b) P : biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
c) P : biasanya sonor atau redup
d) A : biasanya terdengar suara tambahan
pada paru ( ronchi )
6) Jantung
a) I : biasanya ictus cordis tidak terlihat
b) P : biasanya ictus cordis teraba di RIC V
c) P : biasanya batas jantung normal
d) A : biasanya terdapat suara tambahan pada
jantung
7) Abdomen
a) I : biasanya asites
b) A : biasanya bunyi tympani
c) P : biasanya bising usus (+)
d) P : biasanya hepar tidak teraba
8) Ekstremitas
a) Kekuatan otot : biasnya kekuatan otot baik
b) Inspeksi : biasnya tidak da udema dan tidak ada
pembengkakan
c) Palpasi : Biasanya CRT <3 detik atau >3 detik, akral teraba
hangat atau dingin.
9) Integument
a) Inspeksi : biasanya kulit tampak pucat
b) Palpasi : biasanya kulit teraba hangat dan lembab
10) Neurologi
a) Status mental : biasanya tidak ada msalah yang timbul\
b) Saraf cranial : biasanya tidak ada masalah
c) Reflek patologis : biasanya positif
d) Reflek fisiologis : biasanya negative
11) Mamae
Biasanya simetris kiri dan kanan tidak ada pembengkakan masa

22
12) Genetial
Biasanya genetalia bersih dan tidak ada kelainan
13) Anus
Biasanya tidak ada hemoroid atau masa
C. Aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
a) Makan
- Sehat : Biasanya porsi makan habis
- Sakit : Biasanya mengalami penurunana
nafsu makan
b) Minum
- Sehat : Biasanya minum ±8 gelas sehari
- Sakit : Biasanya minum berkurang
1) Eliminasi
a) Miksi
- Sehat : biasanya tidak ada masalah dalam
berkemih
- Sakit : Biasanya tidak ada masalah
b) Defekasi
- Sehat : Biasanya tidak ada masalah
- Sakit : Biasanya tidak ada masalah

D. Data sosio ekonomi


Biasnya klien tidak dapat bekerja secara maksimal karena sakit yang
dideritanya dan semua biaya sehari-hari bisny dihabiskan untuk biaya
pengobatan dirumah sakit
E. Data psikososial
Biasanya pasien pasrah dengan kondisinya, dan hanya bisa berdoa untuk
kesembuhanya.

23
F. Data spiritual
Biasanya dalam keadaan sakit klien sedikit terganggu dalam kegiatan ibadah
yang biasanya klien lakukan di atas tempat tidur
G. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan diagnostik
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Kultur sputum, untuk mengetahui pathogen penyebab infeksi
b) Pemeriksaan laboratorium darah lengkap

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifanbersihan jalan nafas tidak efektif b.d bronkokontraksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif kelelahan/berkurangnya
tenaga infeksi bronkopulmonal
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoventilasi, deformitas tulang, kelainan
bentuk didnding dada, penurunan energi/ kelemahan, perusakan/pelemahan
musculoskletal
c. Resiko perubahan nutri : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kehilangan nafsu
makan, lesi oral dan esophagus, malabsorsi gastrointestinal, infeksi
opurtunistik
d. Nyeri akut b.d agen cidera biologis

24
3. Intervensi keperawatan (NOC dan NIC)

25
No Diagnosa Noc Nic
1 Ketidakefektifan bersihan jalan Status pernafasan kepatenan Airway management
nafas tidak efektif b.d jalan nafas 1. Ajarkan klien batuk
bronkokontraksi, peningkatan Indicator efektif
produksi sputum, batuk tidak  Frekuensi pernafasan 2. Posisikan pasien untuk
efektif kelelahan/berkurangnya tidak ada devisiasi dari memaksimalkan
tenaga infeksi bronkopulmonal kisaran normal ventilasi
 Irama pernafasan tidak 3. Identifikasi pasien
ada devisiasi dari perlunya pemasangan
kisaran normal alat bantu pernafasan
 Kedalaman inspirasi 4. Auskultasi suara nafas
tidak ada devisiasi dari tambahan
kisaran normal 5. Berikan bronkodilator
 Tidak ada bunyi nafas jika perlu
tambahan 6. Atur intake untuk cara
 Tidak ada batuk mengoptimalkan
 Tidak ada penggunaan keseimbangan
otot bantu pernafasan 7. Monitor respirasi dan
status O2
2 Ketidakefektifan pola nafas b.d Status pernafasan : a. Manajemen jalan nafas :
hipoventilasi, deformitas Ventilasi 1. Posisikan pasien untuk
tulang, kelainan bentuk Indicator : memaksimalkan
didnding dada, penurunan  Frekuensi pernafasan ventilasi
energi/ kelemahan, dalam batas normal 2. Identifikasi pasien
perusakan/pelemahan  Tidak ada suara nafas perlunya pemasangan
musculoskletal tambahan alat bantu pernafasan
 Tidak ada pernafasan 3. Auskultasi suara nafas
cuping hidung tambahan
4. Berikan bronkodilator
jika perlu
5. Atur intake untuk cara
mengoptimalkan
keseimbangan
6. Monitor respirasi dan
status O2
b. Terapi Oksigen :
26
1. Siapkan peralatan
oksigen dan beriukan
melalui system
4. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
nkeperawatan. Berdasarkan terminology NIC, implementasi terdiri dari melakukan
dna mendokumentasikan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk
melaksanakan asuhan keperawatan. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan
kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan
respon klien terhadap tindakan tersebut (Nursalam, 2010).

5. Evaluasi
Mangevaluasi merupakan fase kelima dan fase terakhir dari proses keperawatan.
Dalam konteks ini, evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan
terarah ketika klien dan professional kesehtan menentukan kemajuan klien menuju
pencapaian tujuan atau hasil keefektifan rencana asuhan keperawatan. Evaluasi
adalah aspek penting dari proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari
evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan dan
diubah (Nursalam, 2010).

H. Penerapan Terapi 6-Minute Walk Test Dan Pursed Lip Breathing Untuk
Meningkatkan Ventilasi Paru Pada Pasien PPOK
Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena
brinkitis kronik atau emfisema. Obstruksi tersebut umunya bersifat progresif bisa disertai
hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversible. Bronchitis kronis ditandai dengan
batuk-batuk hamper setiap hari disertai pengeluaran dahak, setidaknya 3 bulan berturut-
turut dalam satu tahun dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu
perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara (Mansjoer, 2008).
Penderita PPOK selain mengalami penurunan faal paru, juga mengalami gangguan
ekstrapulmonal. Salah satu ganggua ekstrapulmonal adalah gangguan otot tulang rangka.
Gangguan otot tulang rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan
aktivitas penderita PPOK. Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan utama penderita

27
PPOK yang sangat memepengaruhi kualitas hidup, selain itu pasien dengan penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK) sering mengalami peningkatan tahanan aliran udara, air
trapping dan hiperinflasi paru. Hiperinflasi paru menyebabkan kerugian pada otot
inspiratori secara mekanik, sehingga terjadi peningkatan ketidakseimbangan antara
mekanisme pernafasan, kekuatan dan kemampuan usaha bernafas untuk memenuhi
volume tidal. Kondisi ini menyebabkan penurunan fungsi ventilasi paru, dimana fungsi
ventilasi paru adalah kemampuan dada dan paru untuk menggerakan udara masuk dan
keluar alveoli (Smeltzer, Bare 2010).
Metode penanganan dirumah sakit terhadap sesak nafas pada PPOK dilakukan
dengan dua cara yaitu farmakologi dan non farmakologi. Farmakologi yang diberikan
berupa antibiotic untuk preventif jangka panjang ceftriaxon 2 x 1 gr/hari dimana dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut, bronkodilator yang tergantung tingkat
reversibilitas obstruksi saluran nafas pasien, maka sebelum pemberian obat ini
dibutuhkan obyektif dan fungsi faal paru. Terapi oksigen diberikan jika terdapat
kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
(Mansjoer, 2008).
Salah satu komponen rehabilitasi paru adalah terapi 6-Minute Walk Test dan Pursed
Lip Breathing. Terapi 6-Minute Walk Test dan Pursed Lip Breathing adalah latihan
berjalan santai selama 6 menit yang dilanjutkan dengan bernafas perlahan menggunakan
bibir yang dibentuk seperti mulut burung atau seperti meniup, sehingga memungkinkan
untuk melatih meningkatkan fungsi cardiopulmonal dan melatih kerja musculoskeletal
dan memperbaiki efektifitas pernafasan dengan menurunkan air trapping sehingga dapat
meningkatkan volume tidal dan memperbaiki control pernafasan. Selain itu dapat
meningkatkan efisiensi bernafas dengan meningkatkan kemampuan ekshalasi sehingga
menurunkan jumlah udara yang tertinggal dalam paru (GOLD dalam Valero, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh kusuma, dkk (2015) dengan menggunakan
metode penelitian Quasi eksperimental design dengan pendekatan pre test dan post test
design. Hasil analisis data dengan menggunakan wilcoxon test design menunjukan nilai
p≤0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga ada pengaruh Pursed Lip
Breathing terhadap nilai Forced Expiratory Volum In One Second Pada Penderita
penyakit paruobstruksi kronik di RS paru Dr. Ario wirawan salatiga. Pursed Lip

28
Breathing merupakan latihan pernafasan dengan teknik bernafas secara perlahan dan
dalam menggunakan otot dada sehingga menungkinkan dada mengembang penuh.
Dengan Pursed Lip Breathing akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut,
kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat
mencegah air trapping dan kolaps saluran nafas kecik pada waktu ekspirasi dan nilai
Forced Ekspiratory Volume In One Second meningkat.
Berdasarkan penelitian scholastika, dkk (2015) tentang pengaruh 6-Minute Walk
Test Dan Pursed Lip Breathing terhadap kualitas hidup pasien penyakit PPOK di RS
Yayasan panti Rapih Yogyakarta, 6-Minute Walk Test merupakan aktivitas fisik yang
biasa dilakukan sehari-hari dan dapat meningkatkatkan toleransi aktivitas, selain 6-
minute walk test dapat meningkatkan fungsi kardiopulmunal dan dapat mengatasi
gangguan intrapulmonal yang termanifestasi dalam gangguan sesak nafas dan gangguan
ekstraopulmonal berupa disfungsi otot skeletal. Menurut Adel et al (2015) dan Adnan et
al (2011), 6-Minute Walk Test merupakan instrument yang simple, yang paling efisien,
valid dan reliable yang dapat digunakan untuk mengukur kapasitas fungsional pada
gangguan jantung dan paru.
Cara terapi 6-Minute Walk Test adalah dengan melakukan jalan santai pada lantai
yang datar selama 6 menit setiap hari dan kemudian melakukan Pursed Lip Breathing
dengan cara mengatur posisi, tarik nafas dalam melalui hidung sampai hitungan 3 detik
sampai dada terasa mengembang maksimal jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi,
tahan nafas selama 2 detik, hembuskan nafas melalui bibir sperti bibir burung atau
meniup balon atau bersiul dalam 4 detik, lakukan latihan 5-10 menit setiap hari (Gold &
Workman, 2012).
Tujuan latihan terapi 6-Minute Walk Test dan Pursed Lip Breathing adalah untuk
melatih meningkatkan fungsi cardiopulmonal, melatih kerja musculoskeletal dan
memperbaiki efektifitas pernafasan dengan menurunkan air trapping sehingga dapat
meningkatkan volume tidal dan memperbaiki control pernafasan. Selain itu dapat
meningkatkan efisiensi bernafas dengan meningkatkan kemampuan ekshalasi sehingga
menurunkan jumlah udara yang tertinggal dalam paru (GOLD dalam Valero, 2012).

29

Anda mungkin juga menyukai