Anda di halaman 1dari 33

BAB I

HAKIKAT WACANA

A. ISTILAH HAKIKAT WACANA

Pada mulanya, kata wacana dalam bahasa Indonesia


digunakan untuk mengacu pada bahan bacaan,
percakapan, dan tuturan. Istilah wacana mempunyai
acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan. Wacana adalah
suatu bahasa yang paling besar yang digunakan dalam
komunikasi yang merupakan wujud komunikasi verbal.
Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan
mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik,
komunikasi, sastra dsb. Pembahasan wacana berkaitan
erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa
terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif,
yaitu berbicara dan menulis.
Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-
sama menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa
rangkaian ujaran lisan dan tulisan. Sebagai media
komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa
percakapan atau dialog lengkap dan penggalan
percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis
dapat berwujud sebuah teks, sebuah alenia, dan sebuah
wacana. Bedasarkan uraian diatas, betapa pentingnya apa
itu wacana dan memahaminya supaya tidak terjadinya
kesalahpahaman dalam pengertian wacana.
Istilah wacana yang diterjemahkan dari kata
discourse itu secara luas digunakan dalam teori dan
analisis sosial untuk merujuk berbagai cara
menstrukturkan pengetahuan (knowledge) dan praktek
sosial (Social Practice) (Brown and Yule, 1983;
Coulthard, 1977). Seperti yang dikemukakan oleh
Faircoulgh (1992), wacana termanifestasikan melalui
berbagai bentuk khusus penggunaan bahasa dan simbol
lainnya. Wacana, karena itu, tidak dapat dilihat sebagai
sebuah cerminan atau perwakilan dari entitas dan
hubungan sosial, melainkan sebagai sebuah konstruksi
atau semua itu. Wacana yang berbeda mengkonstruksi
entitas kunci secara berbeda pula.
Bisa dimengerti apabila wacana yang berbeda selalu
memposisikan orang dalam cara yang berbeda sebagai
subjek sosial. Ikhwal inilah yang menjadi pusat perhatian
dari sebuah analisis wacana. Dengan perkataaan lain,
analisis wacana menekankan pada kajian bagaimana
sebuah realitas sosial dikonstruksikan melalui bahasa dan
simbol lainnya menurut cara-cara yang tertentu dan yang
dipahami sebagai sebuah usaha sistematis untuk
menimbulkan efek yang khusus.
Dalam bahasa Inggris dibedakan discourse dan text,
yang pertama berarti spoken discourse “wacana lisan”,
seperti, percakapan, lelucon, dan lain – lain, yang kedua
berarti written discourse “wacana tulis” seperti buku,
label hasil produksi pabrik obat dan makanan, petunjuk
yang dipasang di tempat umum, dan lain–lain. Bahasa
Indonesia hanya mengenal wacana dan untuk
membedakan satu dengan yang lainya ditambahkan kata
lisan dan tulis.
Selain perbedaan pada lisan dan tulis,
kata discourse dan text juga menyiratkan adanya
perbedaan lain, yaitu dalam discourse ada interaktif atau
dialog, sementara dalam text hanya ada monolog
noninteraktif. Mengenai panjang pendeknya sangat sulit
ditentukan karena ada wacana lisan yang pendek sekali,
seperti “Tolong saya” dan ada juga teks yang pendek
sekali, seperti tulisan di stasiun kereta api “pintu keluar”.
Definisi yang diberikan oleh para ahli tentu berlainan
satu dengan yang lainya. Pengertian mengenai sesuatu
selalu tidak utuh, selalu ada kekurangan bila dilihat dari
sudut pandang yang lain.
Demikian juga pengertian wacana kalau kita
menghimpun semua pengertian tentang wacana dari para
ahli. Wacana itu berbicara tentang suatu topik sampai
tuntas. Ketuntasanya bisa dilihat nyata ( tersurat ), dalam
bentuk rangkain kalimat dan dapat juga tersirat. “pintu
keluar” misalnya, merupakan suatu wacana yang secara
tersirat menyatakan bahwa jika ingin meninggalkan
tempat ini, anda harus berjalan mengikuti arah itu karena
kalau tidak, anda tidak dapat keluar dari gedung atau
ruang ini. Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang
bermakna ucapan atau tuturan.
Berikut adalah pengertian wacana menurut para ahli:
1. Harimurti Kridalaksana (2000:231):
Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap,
dalam hirarkhi gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar.Wacana ini direalisasikan dalam
bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri
ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat, atau kata yang
membawa amanat yang lengkap.
Dari kutipan ini dapat diambil unsur-unsur penting
wacana, yaitu:
a. Satuan bahasa
b. Terlengkap
c. Tertinggi/terbesar
d. Membawa amanat lengkap
Wacana merupakan satuan bahasa, artinya wacana
merupakan bagian bahasa, bukan bagian sesuatu yang
lain, yang sejajar dengan satuan-satuan lainnya. Satuan itu
mengandung unsur terlengkap, tertinggi, terbesar dan
membawa amanat lengkap jika dibandingkan dengan
satuan-satuan bahasa yang lain, yaitu fonem, morfem,
kata, frase, klausa dan kalimat.
Realisasi wacana bisa dalam bentuk karangan yang
utuh seperti novel, buku, seri ensiklopedia, dsb, dan bisa
pula berbentuk paragraf, kalimat, atau kata yang
membawa amanat lengkap.Satu kalimat ‘Dilarang
merokok’ merupakan sebuah wacana dan kata
‘Berbahaya’ juga merupakan sebuah wacana.

2. A. Hamid Hasan Lubis (1994:20):


Kesatuan bahasa yang lengkap sebenarnya bukanlah
kata atau kalimat, sebagaimana dianggap beberapa
kalangan dewasa ini, melainkan wacana atau discourse.
A. Hamid Hasan Lubis menyatakan bahwa wacana atau
discourse merupakan kesatuan bahasa yang lengkap tanpa
menyebutkan bentuk wacana yang bagaimana.Dia
menyatakan bahwa kata dan kalimat bukan bentuk
wacana.

3. David Crystal (1987: 116):


Discourse analysis focusses on the structure of
naturally occurring spoken language, as found in such
‘discourses’ as conversation, interviews, commentaries,
and speeches. Text analysis focusses on the structure of
written language, as found in such ‘text’ as essays,
notices, road signs, and chapters.
Analisis wacana memfokuskan pada struktur yang
secara alamiah terdapat pada bahasa lisan, sebagaimana
banyak terdapat pada wacana seperti percakapan,
wawancara, komentar, dan ucapan-ucapan.
Analisis teks memfokuskan pada struktur bahasa
tulis, sebagaimana banyak terdapat pada karangan,
pengumuman, tanda-tanda di jalan, dan bab-bab dalam
buku.
Crystal menyebutkan adanya dua macam bentuk,
yaitu wacana yang memfokuskan pada bahasa lisan dan
teks yang memfokuskan pada bahasa tulis.Dia
membedakan analisis keduanya dengan discourse
analysis dan text analysis.Bentuk-bentuk lisan dapat
berupa percakapan, wawancara, komentar dan ucapan-
ucapan.Sedangkan bentuk tulis dapat berupa karangan,
pengumuman, tanda-tanda di jalan, dan bab-bab dalam
buku.

4. Abdul Chaer (1994: 267):


Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga
dalam hirarkhi gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar. Wacana dikatakan lengkap karena
terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh,
yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis
atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan
apapun. Wacana dikatakan tertinggi atau terbesar karena
wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang
memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan
kewacanaan lainnya (syarat kekohesian dan
kekoherensian).
Kekohesian yaitu keserasian hubungan antar unsur
yang ada. Kekohesian akan menyebabkan kekoherensian
(wacana yang apik dan benar).

5. Tarigan (1987: 27):


Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan
kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang
mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan
secara lisan atau tertulis.
Definisi wacana ini mengandung unsur-unsur penting
sebagai berikut:
a. Satuan bahasa
b. Terlengkap/tertinggi/terbesar
c. Di atas kalimat/klausa
d. Kohesi dan koherensi tinggi
e. Berkesinambungan
f. Mempunyai awal dan akhir
g. Lisan atau tulis.

6. Stubbs (1983: 10) dalam Tarigan (1987:25):


Wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau
di atas klausa; dengan pekataan lain unit-unit linguistik
yang lebih besar daripada kalimat atau klausa, seperti
pertukaran-pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis.
Secara singkat apa yang disebut teks bagi wacana adalah
kalimat bagi ujaran (utterance).
Stubbs menyatakan bahwa wacana berbentuk
organisasi bahasa, artinya bentuk itu memiliki kohesi dan
koherensi yang lebih besar daripada kalimat atau klausa.

7. Deese (1984: 72) dalam Tarigan (1987: 25):


Wacana adalah seperangkat proposisi yang saling
berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan
atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi
atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi wacana,
tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh
penyimak atau pembaca harus muncul dari cara
pengutaraan atau pengutaraan wacana itu.
Definisi ini mengandung unsur-unsur penting sebagai
berikut:
a. Seperangkat proposisi
b. Saling berhubungan
c. Menghasilkan suatu rasa kepaduan
d. Penyimak atau pembaca
e. Cara pengutaraan
Definisi ini mengisyaratkan bahwa bentuk wacana
bisa lisan dan tertulis dan memiliki unsur yang lengkap
tanpa menyebutkan bahwa bentuknya harus berbentuk
karangan lengkap atau kalimat atau klausa atau kata.

8. J.S. Badudu (2000) dalam Eriyanto (2001:2):


Wacana adalah 1.rentetan kalimat yang berkaitan,
yang menghubungkan proposisi yang satu dengan
proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan,
sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara
kalimat-kalimat itu; 2. kesatuan behasa yang terlengkap
dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa
dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang
berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan
akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.
Dari definisi ini ada beberapa unsur penting wacana,
yaitu:
a. Rentetan kalimat
b. Berkaitan
c. Membentuk satu kesatuan
d. Kesatuan bahasa
e. Terlengkap dan tertinggi
f. Di atas kalimat atau klausa
g. Koherensi dan kohesi tinggi
h. Berkesinambungan
i. Mempunyai awal dan akhir
j. Lisan dan tertulis
Definisi ini lebih lengkap jika dibandingkan dengan
definisi atau batasan wacana yang lain yang disampaikan
oleh ahli-ahli bahasa yang lain.

9. Linde (1981:85) dalam Tarigan (1987: 25):


Unit wacana adalah unit alamiah dengan permulaan
dan akhir yang nyata, dan sejumlah struktur internal. Unit-
unit wacana mempunyai struktur internal yang bila
ditelaah ternyata sama teratur dan terpercayanya dengan
struktur kalimat-kalimat. Unit-unit ini diorganisasi oleh
sejumlah prinsip koherensi yang formal dan yang bersifat
kultural, termasuk pengaturan kala atau waktu, struktur
pohon, dan keseluruhan jaringan asumsi-asumsi sosial
mengenai cara hal-hal itu ada dan cara hal-hal itu
menjelma.
Unsur-unsur yang dapat ditarik dari definisi wacana
ini adalah:
a. Unit alamiah
b. Permulaan dan akhir yang nyata
c. Sejumlah struktur internal
d. Teratur dan terpercaya
e. Diorganisasi
f. Prinsip koherensi
g. Prinsip kultural
h. Cara
Dibandingkan dengan definisi-definisi yang lain,
Linde memasukkan unsur kultural dalam wacana.
Memang benar unsur kultural tidak bisa kita tinggalkan
dalam hal memahami sebuah wacana. Hal ini merupakan
konteks di luar bahasa.

10. Crystal dalam Dede Oetomo (1993:4):


Wacana adalah suatu rangkaian sinambung bahasa
(khususnya lisan) yang lebih luas daripada kalimat. Lebih
lanjut dikatakan bahwa definisi tersebut sifatnya umum
dan untuk penerapan yang berbeda akan dimaknai
berbeda pula.
Dari sudut pandang wacana sebagai satuan (unit)
perilaku, maka ia adalah sehimpunan ujaran yang
merupakan peristiwa wicara yang dapat dikenali (tanpa
merujuk pada penstrukturan kebahasaannya), seperti
misalnya percakapan, lelucon, khotbah, wawancara. Dari
sudut pandang psikolinguistik wacana merupakan suatu
proses dinamis pengungkapan dan pemahaman yang
mengatur penampilan orang dalam interaksi berbahasa.
Dalam hal ini Crystal lebih memfokuskan bentuk
bahasa lisan sebagai bentuk wacana dan memandangnya
dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang wacana dan
psikolinguistik.
11. Norman Fairclough (1995/1999: 7):
Discourse is the use of language seen as a form of
social practice, and discourse analysis is analysis of how
texts work within sociocultural practice.
Wacana adalah pemakaian bahasa yang dipandang
sebagai bentuk praktik sosial, dan analisis wacana adalah
analisis bagaimana teks-teks itu bekerja di dalam praktik
sosiokultural.
Fairclough lebih menekankan pada pemakaian
bahasa sebagai bentuk praktik sosial.Dalam praktik sosial
kita harus memperhatikan dimensi-dimensi sosial itu
sendiri, seperti misalnya umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status sosial, dan sebagainya.

12. Anton M. Moeliono (1988/1993: 334):


Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi
yang lain yang membentuk kesatuan.
Definisi Anton M. Moeliono mengandung unsur-
unsur sebagai berikut:
a. Rentetan kalimat
b. Berkaitan
c. Menghubungkan proposisi yang satu dengan
proposisi yang lain
d. Membentuk kesatuan
Anton M. Moeliono menekankan pada rentetan
kalimat yang berkaitan.Hal ini mengandung pengertian
bahwa wacana terdiri dari beberapa kalimat yang
berkaitan. Tiap-tiap kalimat dalam wacana
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi
yang lain sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh.
Dia tidak menyebutkan bentuk wacana lisan atau
tulisan.Hal ini kemungkinan pengertian wacana yang dia
kemukakan supaya lebih luwes, bisa lisan atau tulisan.
Dari 12 definisi atau batasan wacana yang
dikemukakan oleh para ahli bahasa di atas nampaknya
definisi atau batasan wacana yang dikemukakan oleh J.S.
Badudu memiliki unsur yang lebih lengkap dari pada yang
lainnya.Menurut J.S. Badudu suatu bentuk dapat
dikatakan sebagai sebuah wacana jika berupa rentetan
kalimat yang berkaitan.Jika kalimat-kalimat yang ada
tidak berkaitan maka tidak dapat dikatakan sebagai
sebuah wacana. Serentetan kalimat itu menghubungkan
proposisi yang satu dengan proposisi yang lain sehingga
membentuk satu kesatuan yang utuh untuk membentuk
makna yang serasi.
Kesatuan bahasa dalam wujud wacana ini merupakan
kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau
terbesar di atas kalimat atau klausa. Hal itu dibandingkan
dengan kesatuan-kesatuan bahasa yang lain, seperi fonem,
morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Kesatuan bahasa
dalam bentuk wacana ini memiliki koherensi dan kohesi
yang tinggi dan memiliki kesinambungan.Wacana
memiliki awal dan akhir yang nyata artinya wacana
memiliki batasan yang jelas kapan memulai dan kapan
mengakhiri. Bentuk wacana dapat berupa lisan dan
tulisan, tidak seperti beberapa ahli yang lain yang
mengatakan bahwa wacana berbentuk lisan sedangkan
yang berbentuk tulis disebut teks.
Contoh:
Meskipun hanya terdiri dari satu kata, tulisan toilet di
pintu, sudah dapat dikatakan sebagai wacana, karena
dengan bantuan pengujarannya (situasi komunikasinya),
kata itu sudah komunikatif. Sudah membawakan pesan
yang jelas. Demikian pula kata Masuk dan Keluar di atas
sebuah pintu, sudah dapat dikatakan wacana.
Dari beberapa definisi dan batasan wacana di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana merupakan
satuan bahasa yang tertinggi atau terbesar yang memiliki
serentetan proposisi yang berkesinambungan dan
memiliki kohesi dan koherensi tinggi.Wacana dapat
berupa kata, frase, klausa, kalimat, paragraf, karangan
lengkap, percakapan, dan sebagainya dalam bentuk lisan
dan tulis.

B. KEDUDUKAN WACANA DI LINGUISTIK


Kedudukan wacana berada pada posisi paling besar
dan paling tinggi (Harimurni Kridalaksana, 1984:334).
Wacana sebagai satuan gramatikal dan objek kajian
linguistik yang mengandung semua unsur
kebahasaan yang diperlukan dalam berkomunikasi.
Kajian wacana selalu berkaitan dengan unsur-unsur
kebahasaan seperti fonem, morfem, kata, frasa, klausa
atau kalimat.Kedudukan wacana menunjukan jika
semakin keatas, suatu kebahasaan akan semakin besar
(melebar). Artinya, satuan kebahasaan yang ada di bawah
akan tercakup dan menjadi bagian dari satuan bahasa
yang berada di atasnya.
1) Analisis “Wacana” dengan “Fonologi”
Abdul Chaer (2007:102) menjelaskan bahwa
fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari,
menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi
bahasa. Wacana adalah kajian yang meneliti dan mengkaji
bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk
lisan maupun tulisan.
Hubungan antara fonologi dan wacana adalah sebagai
berikut:
a. Fonologi maupun wacana sama-sama menggunakan
bahasa sebagai objek kajiannya, hanya saja
perbedaannya adalah fonologi mengkaji struktur
bahasa (khususnya bunyi bahasa) sedangkan analisis
wacana mengkaji bahasa di luar struktur/kaidah-
kaidah.
b. Fonologi dengan wacana sama-sama mengkaji
bahasa dalam bentuk lisan, hanya saja yang
membedakan adalah fonologi tidak mengkaji bahasa
dalam bentuk tulisan sebab yang menjadi objeknya
hanyalah bunyi-bunyi bahasa yang dikeluarkan oleh
alat ucap manusia, sedangkan wacana mengkaji
naskah-naskah yang berbentuk tulisan.
2) Analisis “Wacana” dengan “Morfologi”
Wijana (2007:1) menjelaskan bahwa morfologi
adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk
morfem dan penggabungannya untuk membentuk satuan
lingual yang disebut kata polimorfemik.
Hubungan Morfologi dengan Wacana adalah sebagai
berikut:
1) Morfologi dan wacana sama-sama menggunakan
bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya saja, sama
dengan Fonologi, morfologi juga mengkaji struktur
bahasa (khususnya pembentukan kata) sedangkan
analisis wacana mengkaji bahasa di luar
struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki, Morfologi
merupakan tataran terkecil kedua dalam wacana.
Dalam mengkaji wacana, teori tentang pembentukan
kata sangat dibutuhkan sebab wacana yang berbentuk
naskah itu terbentuk dari susunan kata demi kata yang
memiliki makna.
2) Morfologi yang mempelajari seluk beluk
pembentukan kata sangat berhubungan dengan
wacana karena dalam wacana harus tepat dalam
memilih kata-kata sesuai dengan maksud yang ingin
disampaikan oleh Wacana tersebut.

3) Analisis “Wacana” dengan “Sintaksis”


Kridalaksana dalam Tarigan (1984:208) menjelaskan
bahwa wacana (discourse) adalah satuan bahasa
terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini
direalisasikan dalam bentuk wacana yang utuh (novel,
buku, seri ensiklopedia, dsb.) paragraf, kalimat atau kata
yang membawa amanat yang lengkap.
Hubungan antara Sintaksis dengan wacana adalah
sebagai berikut:
a. Sintaksis dan wacana sama-sama menggunakan
bahasa sebagai objek kajiannya. Hubungan wacana
dengan sintaksis sama saja dengan fonologi dan
morfologi, Sintaksis juga mengkaji struktur bahasa
(khususnya pembentukan kalimat) sedangkan
analisis wacana mengkaji bahasa di luar
struktur/kaidah-kaidah. Secara hierarki, Sintaksis
merupakan tataran terkecil ketiga dalam wacana.
b. Sintaksis yang mempelajari seluk beluk
pembentukan kalimat sangat berhubungan dengan
wacana karena dalam mengkaji wacana, teori tentang
pembentukan kalimat sangat dibutuhkan. Sebuah
wacana dapat dikatakan baik apabila hubungan antara
kalimat-kalimatnya kohesi dan koheren.

4) Analisis “Wacana” dengan “Semantik”


George dalam Tarigan (1964:1), secara singkat dan
populer menjelaskan bahwa semantik adalah telaah
mengenai makna. Hubungannya dengan wacana adalah
baik semantik maupun wacana sama-sama mengkaji
makna bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya saja
perbedaannya adalah Semantik mengkaji makna leksikal
bahasa (makna lingistik), sedangkan Wacana mengkaji
makna kontekstual atau implikatur dari ujaran-ujaran atau
teks-teks.

5) Analisis “Wacana” dengan “Pragmatik”


Pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan
konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa.
Dalam batasan ini berarti untuk memahami pemakaian
bahasa kita dituntut memahami pula konteks yang
mewadahi pemakaian bahasa tersebut. Hubungan antara
“Pragmatik” dan “Wacana” adalah sama-sama mengkaji
makna bahasa yang ditimbulkan oleh konteks.

6) Analisi “Wacana” dengan “Filologi”


Filologi adalah bahasa, kebudayaan, dan sejarah
bangsa yang terekam dalam bahan tertulis seperti
peninggalan naskah kuno linguistik, sejarah dan
kebudayaan. Hubungan Wacana dengan Filologi adalah:
Filologi dan wacana sama-sama mengkaji bahasa dalam
bentuk teks atau naskah. Perbedaan keduanya terletak
pada tema atau topik teks atau naskah tersebut. Filologi
mengangkat topik yang khusus membahas tentang sejarah
sedangkan Wacana mengangkat topik yang lebih umum
dari segala aspek sosial kehidupan bermasyarakat.

7) Analisis “Wacana” dengan “Semiotika”


Semiotika adalah cabang ilmu bahasa yang
mempelajari tentang makna bahasa yang ditimbulkan dari
tanda-tanda bahasa. Hubungannya dengan wacana adalah,
baik wacana maupun semiotika sama-sama mengkaji
tentang makna bahasa.
Hanya saja, semiotika mengkaji makna bahasa
berdasarkan ikon, symbol ataupun indeks sedangkan
wacana mengkaji makna tuturan maupun ujaran-ujaran
yang dihasilkan oleh masyarakat tutur.

C. WACANA KAJIAN BIDANG ILMU LAINNYA


Kajian tentang wacana tidak bisa dipisahkan dengan
kajian bahasa lainnya, baik pragmatik maupun
keterampilan berbahasa.

1. Wacana dan Pragmatik


Pragmatik berhubungan dengan wacana melalui
bahasa dan konteks. Dalam hal ini dapat dibedakan tiga
hal yang selalu berhubungan yaitu sintaksis, semantik dan
pragmatik. Sintaksis merupakan hubungan antar unsur,
semantik adalah makna, baik dari setiap unsur maupun
makna antar hubungan (pertimbangan makan leksikal dan
gramatikal), dan pragmatik berhubungan dengan hasil
ujaran (pembicara dan pendengar atau penulis dan
pembaca).
2. Hubungan Gramatikal dan Semantik dalam Wacana
Hubungan antarproposisi yang terdapat pada wacana
(kalimat) dapat dipertimbangkan dari segi gramatika
(memiliki hubungan gramatikal) dan dari segi semantik
(hubungan makna dalam setiap proposisi).
1) Hubungan Gramatikal
Unsur-unsur gramatikal yang mendukung wacana dapat
berupa.
a. Unsur yang berfungsi sebagai konjungsi
(penghubung) kalimat atau satuan yang lebih besar,
seperti dengan demikian, maka itu, sebabnya, dan
misalnya.
b. Unsur kosong (Elipsis) yang dilesapkan mengulangi
apa yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu
(yang lain) misalnya: Pekerjaanku salah melulu,
yang benar rupanya yang terbawa arus.
c. Kesejajaran antarbagian (Paralelisme), misalnya:
Orang mujur belum tentu jujur. Orang jujur belum
tentu mujur.
d. Referensi, baik endofora (anafora dan katafora)
maupun eksofora. Referensi (acuan) meliputi
persona, demonstratif, dan komparatif.
e. Kohesi leksikal
Kohesi leksikal dapat terjadi melalui diksi (pilihan kata)
yang memiliki hubungan tertentu dengan kata yang
digunakan terdahulu. Kohesi leksikal dapat berupa
pengulangan, sinonimi dan hiponimi, serta kolokasi.

2) Hubungan semantik
Hubungan semantik merupakan hubungan
antarproposisi dari bagian-bagian wacana. Hubungan
antarproposisi dapat berupa hubungan antar klausa yang
dapat ditinjau dari segi jenis kebergantungan dan dari
hubungan logika semantik.
Hubungan logika semantik dapat dikaitkan dengan
fungsi semantik konjungsi yang berupa (1) ekspansi
(perluasan), yang meliputi elaborasi,
penjelasan/penambahan, dan (2) proyeksi, berupa ujaran
dan gagasan

3) Wacana dan Keterampilan Berbahasa


Pembahasan wacana berkaitan erat dengan
pembahasan keterampilan berbahasa terutama
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yaitu
berbicara dan menulis. Baik wacana maupun
keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan
bahasa sebagai alat komunikasi
Rangkuman

Wacana adalah suatu bahasa yang paling besar yang


digunakan dalam komunikasi yang merupakan wujud
komunikasi verbal.
Dalam bahasa Inggris dibedakan discourse dan text,
yang pertama berarti spoken discourse “wacana lisan”,
seperti, percakapan, lelucon, dan lain – lain, yang kedua
berarti written discourse “wacana tulis” seperti buku.
Sedangkan dalam bahasa indonesia wacana berasal dari
kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan.
Definisi yang diberikan oleh para ahli tentu berlainan
satu dengan yang lainya. Pengertian mengenai sesuatu
selalu tidak utuh, selalu ada kekurangan bila dilihat dari
sudut pandang yang lain.Dari 12 definisi atau batasan
wacana yang dikemukakan oleh para ahli bahasa
nampaknya definisi atau batasan wacana yang
dikemukakan oleh J.S. Badudu memiliki unsur yang lebih
lengkap dari pada yang lainnya. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang tertinggi
atau terbesar yang memiliki serentetan proposisi yang
berkesinambungan dan memiliki kohesi dan koherensi
tinggi.Wacana dapat berupa kata, frase, klausa, kalimat,
paragraf, karangan lengkap, percakapan, dan sebagainya
dalam bentuk lisan dan tulis.
Wacana sebagai satuan gramatikal dan objek kajian
linguistik yang mengandung semua unsur
kebahasaan yang diperlukan dalam berkomunikasi.
Fonologi maupun wacana sama-sama menggunakan
bahasa sebagai objek kajiannya dan bahasa dalam bentuk
lisan hanya saja perbedaannya adalah fonologi mengkaji
struktur bahasa (khususnya bunyi bahasa) dan fonologi
tidak mengkaji bahasa dalam bentuk tulisan sebab yang
menjadi objeknya hanyalah bunyi-bunyi bahasa yang
dikeluarkan oleh alat ucap manusia. Sama dengan
Fonologi Morfologi Secara Hierarki, Morfologi
merupakan tataran terkecil kedua dalam wacana. yang
mempelajari seluk beluk pembentukan kata sangat
berhubungan dengan wacana. Selanjutnya tataran terkecil
ketiga dalam wacana yaitu Sintaksis yang mempelajari
seluk beluk pembentukan kalimat sangat berhubungan
dengan wacana karena dalam mengkaji wacana, teori
tentang pembentukan kalimat sangat dibutuhkan. Sebuah
wacana dapat dikatakan baik apabila hubungan antara
kalimat-kalimatnya kohesi dan koheren. Ada lagi
simantik sama-sama mengkaji makna bahasa sebagai
objek kajiannya. Hanya saja perbedaannya adalah
Semantik mengkaji makna leksikal bahasa (makna
lingistik), sedangkan Wacana mengkaji makna
kontekstual atau implikatur dari ujaran-ujaran atau teks-
teks. Kemudian hubungan antara “Pragmatik” dan
“Wacana” adalah sama-sama mengkaji makna bahasa
yang ditimbulkan oleh konteks yang mendasari
penjelasan pengertian bahasa. Filologi dan wacana sama-
sama mengkaji bahasa dalam bentuk teks atau naskah
perbedaannya berada pada topik. Filologi mengan gkat
topik yang khusus membahas tentang sejarah sedagkan
Wacana mengangkat topik yang lebih umum dari segala
aspek sosial kehidupan bermasyarakat.terakhir
semiotika, baik wacana maupun semiotika sama-sama
mengkaji tentang makna bahasa. Hanya saja, semiotika
mengkaji makna bahasa berdasarkan ikon, symbol
ataupun
Kajian tentang wacana tidak bisa dipisahkan
dengan kajian bahasa lainnya, baik pragmatik maupun
keterampilan berbahasa. dapat dibedakan tiga hal yang
selalu berhubungan yaitu sintaksis, semantik dan
pragmatik. Sintaksis merupakan hubungan antar unsur,
semantik adalah makna, baik dari setiap unsur maupun
makna antar hubungan , dan pragmatik berhubungan
dengan hasil ujaran Hubungan antarproposisi yaitu
gramatika dan semantik yang terdapat pada wacana
(kalimat) dapat dipertimbangkan dari segi gramatika
(memiliki hubungan gramatikal) dan dari segi semantik
(hubungan makna dalam setiap proposisi). Pembahasan
wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan
berbahasa baik wacana maupun keterampilan berbahasa,
sama-sama menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
EVALUASI

1. Apa arti kata dari wacana?


2. Dalam bahasa inggris wacana berarti?
3. Definisi parah ahli tentang wacana dan jelaskan?
4. Dari semua ahli, manakah yang definisi yang paling
lengkap?
5. Kesimpulan definsi wacana dari 12 definisi para
ahli?
6. Apa maksud dari wacana sebagai satuan gramatik?
7. Sebutkan 7 satuan gramtik
8. Apa persamaan wacana dengan masing - masing 7
satuan gramatik?
9. Apa perbedaan wacana dengan masing - masing 7
satuan gramatik?
10. Apa pendapat mu tetang wacana kajian kajian
dalam bidang lain?
DAFTAR PUSTAKA

http://rizkadwihernanda97.blogspot.com/2018/03/hakika
t-wacana-dan-kedudukan-dalam.html?m=1
http://anafaizatuzzuhroh.blogspot.com/2015/05/kelompo
k-1-hakikat-wacana-oleh-ana.html?m=1
https://www.academia.edu/37967786/HAKIKAT_WAC
ANA.docx
https://www.google.co.id/amp/s/diansyahrofiatin.wordpr
ess.com/2015/03/12/hakikat-wacana/amp/
KELOMPOK 1

GUSDIN SHAWAL (1923041001)


MUH YUSUF GASANG (1923041005)
ABDUL MUKHTI (1923040003)
A.AFRIANSYAH PUTRA (1923042003)
RISMA ROIWENDI BS (1923042007)

Anda mungkin juga menyukai