Anda di halaman 1dari 19

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Karakteristik Pembakaran Bahan Bakar Bioetanol Pada Mesin SI Engine

Gusdin Shawal¹, Mustafa², Muhammad Mabruk³

‘Universitas Negeri Makassar Fakultas Teknik Prodi Otomotif’

Gusdinshawal96@gmail.com, mustafha2106@gmail.com

ABSTRAK

Bioetanol adalah bahan bakar alternatif yang sedang dikembangkan di dunia. Bioetanol
memiliki beberapa keuntungan dalam penggunaannya sebagai bahan bakar selain karena
sifatnya yang terbarukan bioetanol juga dipercaya dapat menurunkan beberapa emisi kendaraan
bermotor. Bioetanol memiliki kelebihan dibandingkan dengan bensin yaitu bilangan oktan yang
lebih tinggi.
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pembakaran
bahan bakar Bioetanol pada Mesin SI Engine, dengan penggunaan Bioethanol pada mesin akan
mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan yang disebabkan oleh emisi gas buang, lebih
hemat bahan bakar, dan pembakaran lebih sempurna.
Campuran bahan bakar berupa E10 atau kurang telah digunakan di lebih dari 20 negara
di dunia tahun 2011, dipimpin oleh Amerika Serikat. Hampir semua bensin yang dijual di
Amerika Serikat pada tahun 2010 telah dicampur dengan etanol dengan kandungan 10%.
Campuran etanol E20 sampai E25 telah digunakan di Brasil sejak akhir 1970-an. Etanol E85
biasanya digunakan di Amerika Serikat dan Eropa untuk kendaraan bahan bakar fleksibel.
Etanol murni atau E100 digunakan di kendaraan bahan bakar etanol murni di Brasil
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

PENDAHULUAN
Kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran udara yang penting di
daerah perkotaan. Kondisi emisi kendaraan bermotor sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan
bakar dan kondisi pembakaran dalam mesin. Pada pembakaran sempurna, emisi paling
signifikan yang dihasilkan dari kendaraan bermotor berdasarkan massa adalah gas karbon
dioksida (CO2) dan uap air, namun kondisi ini jarang terjadi.
Hampir semua bahan bakar mengeluarkan polutan dengan kemungkinan pengecualian
bahan bakar sel (hidrogen) dan hidrokarbon ringan seperti metana (CH4). Polutan yang
dihasilkan kendaraan bermotor yang menggunakan fossil fuel antara lain CO, HC, SO2, NO2,
dan partikulat yang membahayakan kesehatan.
Selain itu keberlangsungan supply fossil fuel dikhawatirkan akan menurun seiring dengan
berkurangnya sumber daya alam tak terbaharukan. Emisi gas yang dihasilkan oleh pembakaran
kendaraan bermotor pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga perlu
diambil beberapa langkah untuk dapat mengendalikan gas buang yang dihasilkan tersebut di
antaranya dengan penggunaan campuran bahan bakar antara bioetanol dan gasoline.
Penggunaan ethanol berdampak positif pada pengurangan emisi berbahaya. Namun efek
samping dari penggunaan ethanol adalah menimbulkan gas formaldehid.
Peningkatan konsentrasi emisi gas buangan dari kendaraan bermotor akan semakin parah
mengingat terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Adanya perubahan komposisi
bahan bakar tentunya akan berpengaruh pada perubahan konsentrasi emisi gas buang, oleh
sebab itulah penelitian ini harus dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh peubahan
komposisi bahan bakar dengan menggunakan bioetanol untuk selanjutnya digunakan pada
kendaraan bermotor.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan di beberapa negara antara lain :
Yao, et al. (2009) dalam penelitian mengenai “Efek Campuran Ethanol Dan Gasoline
Terhadap Emisi Polutan Kendaraan Motor” di Taiwan. Penelitian ini mengukur emisi CO,
THC, dan NOx pada variasi konsentrasi BE 3, 10, 15, dan 20% v/v pada RON yang sama yaitu
95 dengan menggunakan moda berkendara di Eropa pada chassis dynamometer. Secara umum
hasilnya menurunkan emisi CO, dan NOx tapi tidak menurunkan emisi HC. Berdasarkan
pengukuran, emisi mengalami penurunan paling besar pada BE15, BE20 menghasilkan emisi
yang lebih besar disebabkan oleh terjadinya perbedaan kondisi pada engine carburetor.
Ceviz dan Yuksel (2004) dalam penelitian “Pengaruh Campuran Ethanol terhadap Variasi
Siklus dan Emisi pada SI Engine” di Turki. Penelitian ini menguji campuran BE0, 5, 10, 15,
20% v/v dengan menggunakan moda berkendara pada chassis dynamometer untuk mengukur
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

λ, AFR, CO, HC, CO2. Hasil pengujian menunjukkan terjadi penurunan CO, HC, dan
meningkatkan CO2. Penggunaan BE10 menunjukkan hasil emisi yang paling baik.
Yoon, et al. (2008) dalam penelitian “Pengaruh Bioetanol Sebagai Bahan Bakar terhadap
Pengurangan Karakteristik Emisi dan Stabilitas Pembakaran di SI Engine” di Korea. Penelitian
ini menguji campuran BE85 dan BE100% v/v. Hasilnya menunjukkan penurunan emisi HC,
CO, dan NOx karena tingginya komponen dalam oksigen sehingga dapat menghasilkan
pembakaran yang lebih baik. Selain itu penggunaan BE85 dan BE100 juga menghasilkan
performa mesin yang lebih baik.
Quan-He, et al. (2002) dalam penelitian “Studi Karakteristik dari EFI Engine dengan
Bahan Bakar Campuran Gasoline dan Ethanol” di China. Penelitian ini menguji BE30% v/v
untuk mengukur emisi THC, CO, dan NOx pada keadaan idle. Hasilnya menunjukkan bahwa
BE30 menurunkan emisi THC, CO, dan NOx namun meningkatkan unburned ethanol dan
acetaldehid. Penggunaan 3 way catalyst juga efektif dalam pengurangan emisi asetaldehid
namun pada pengkonversian unburned ethanol masih rendah.
Simanjuntak, dan Lestari (2008) dalam penelitian “ Pengaruh Penggunaan Campuran
Bahan Bakar Bioetanol-Bensin terhadap Emisi Gas Buang Kendaraan Mesin Bensin (otto)” di
ITB, Indonesia. Pengujian ini dilakukan pada siklus UDC, dan EUDC pada mobil kijang EFI
(injeksi) dan kijang LSX (karburator). Hasilnya menunjukkan penurunan CO2, CO, dan
kenaikan HC. BE10 adalah campuran paling efektif.
Budianto, et al. (2007) dalam penelitian “Perbandingan Bahan Bakar Bensi, Gasoline
beserta Ethanol Kering pada Sepeda Motor HONDA NF125D” di ITB, Indonesia. Penelitian
ini menguji campuran BE0, 5, 10, 85, dan 100% v/v. Hasil pengujian ini menunjukkan
penggunan BE85 dan BE100 menaikkan emisi HC, sedangkan BE0, 5, dan 10 menurunkan
emisi HC. Sedangkan untuk CO emisi BE0, 5, dan 10 lebih konstan dibandingkan BE85 dan
BE100.
Jia, et al. (2005) dalam penelitian “Pengaruh Campuran Ethanol-Gasoline pada
Karakteristik Emisi Motor 4 Tak” di China. Penelitian ini menguji campuran BE10% v/v
dengan menggunakan variasi moda berkendara pada chassis dynamometer untuk mengukur
emisi CO, HC, dan NOx . Hasilnya menunjukkan terjadinya penurunan emisi CO, HC, dan
menunjukkan bahwa BE10 menghasilkan lebih banyak etilen, asetaldehid, dan ethanol
dibandingkan gasoline.
P.Comte, et al. (2009) dalam penelitian “Emisi dari Skuter 2 Tak dengan Campuran
Ethanol” di Belanda. Penelitian ini membandingkan emisi dar motor skuter 2 tak teknologi lama
(Piaggio Vespa) dan teknologi baru (Piaggio Typhoon) yang menggunakan katalis dan tanpa
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

katalis. Pengujian ini dilakukan pada 4 variasi 5, 10, 15 , dan 20% v/v untuk mengukur emisi
partikulat, CO, HC, dan NOx pada moda berkendara ECE47 dan 40 dengan menggunakan
chassis dynamometer. Secara umum hasilnya menunjukkan penurunan emisi CO, dan NOx
namun meningkatkan emisi HC pada motor yang tidak menggunakan katalis, sedangkan pada
motor yang menggunakan katalis terjadi penurunan emisi HC, CO, dan NOx

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian bioethanol
Bioethanol adalah ethanol yang terbuat dari tumbuhan ubi kayu, tebu, sorgum dan sagu
yang diproses melalui proses hidrolis, fermentasi, distilasi dan dehidrasi Pemanfaatan
bioethanol sebagai bahan bakar dapat melalui pencampuran dengan bahan bakar yang berasal
dari bahan bakar fosil (bensin) ataupun dipakai langsung dalam komposisi 100% untuk
penggunaan tertentu.

B. Bahan baku Bioethanol


Bioethanol direkayasa dari biomassa(tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan
fermentasi). Bahan baku bioethanol sebagai berikut.

1. Bahan berpati, berupa singkong atau ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji jagung, biji
sorgum, gandum, kentang, ganyong, garut, umbi dahlia dll.
2. Bahan bergula, berupa molasses (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, nira sorgum batang
manis, nira aren (enau), nira nipah, gewang, nira lontar, dan lain-lain.
3. Bahan berselulosa, berupa limbah pertanian seperti jerami padi, ampas tebu, janggel
tongkol jagung, onggok, batang pisang, sebuk gergaji, dan lain-lain. (Sumber: ubi kayu
Bioethanol 2007)
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

C. Karakteristik Bahan Bakar Bioethanol

Tabel 1 dibawah ini menjelaska tentang karakteristik bahan bakar gasoline yang
mempunyai angka oktan 92 atau setara dengan Pertamax dan bahan bakar bioetanol dengan
angka oktan 109.

Tabel 1 Karakteristik Bahan Bakar Gasoline dan Bioethanol

Salah satu bahan bakar yang dapat digunakan untuk menggantikan bensinadalah ethanol.
Ethanol yang sering disebut etil alkohol rumus kimianya adalah C₂H₅OH , bersifat cair pada
temperatur kamar, ethanol dapat di buat dai proses pemasakan, fermentasi dan distilasi
beberapa jenis tanaman seperti tebu, jagung, singkong, atau tanaman lain ethanol mengandung
kandungan karbohidratnya tinggi bahkan dalam beberapa penelitian ternyata ethanol juga dari
selulosa atau limbah hasil pertanian (biomasa), sehingga ethanol memiliki potensi cukup cerah
sebagai pengganti bensin. (Handayani 2010).Bioethanol.

D. Ethanol Sebagai Bahan Bakar Alternatif


Penggunaan alkohol sebagai bahan bakar alternatif sebenarnya telah lama dikenal
padatahun 1880 Henry Ford membuat mobil quadricycley dan menyusul pada tahun 1908
muncul mobil Ford dengan alkohol sebagai bahan bakarnya seperti yang diketahui ethanol yang
digunakan untuk bahan bakar adalah adalah ethanol dengan kandungan 99,5% yang jika
dimurnikan lebih lanjut dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium
analisis ethanol ini disebut fuel grade ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (ethanol anhidrat)
atu etnaol kering kering, yakni ethanol yang bebas air atu mengandung air minimal dan yang
paling penting untuk ethanol sebagai baha bakar adalah bahwa ethanol memiliki emisi gas
buang CO₂ yang rendah.

Jika dimurnikan lebih lanjut dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di
laboratorium analisis ethanol ini disebut fuel grade ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

(ethanol anhidrat) atu etnaol kering kering, yakni ethanol yang bebas air atu mengandung air
minimal dan yang paling penting untuk ethanol sebagai baha bakar adalah bahwa ethanol
memiliki emisi gas buang CO₂ yang rendah dan ethanol adalah baha bakaryang terbarui
(rewnabel). (Hendroko,2008.”Bioehanol umbi kayu”)

E. Air Fuel Ratio (AFR)

Air fuel ratio merupakan perbandingan massa udara yang ada selama proses pembakaran.
Perbandingan udara dan bahan bakar merupakan salah satu dari beberapa variable yang sangat
berpengaruh pada performa motor bakar, selain spark timing dan gas buang (exhaust gases).
Dalam proses pembakaran hal yang sering di perhatikan adalah jumlah udara dan bahan bakar.

Reaksi pembakaran pada ruang bakar bioetanol/etil alkohol (𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻) sebagai berikut:
1. Reaksi pembakaran sempurna bioetanol (𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻) dengan oksigen pada ruang bakar.
𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻 + 3𝐶𝑂2 ↔ 2𝐶𝑂2 + 3𝐻2 𝑂
Untuk membakar 1 molekul 𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻 membutuhkan 3 molekul 𝑂2 dan menghasilkan 2
molekul 𝐶𝑂2 dan 3 molekul 𝐻2 𝑂.
2. Reaksi pembakaran bahan bakar dengan udara sekitar Komposisi udara sekitar
mengandung 78% Nitrogen (N2), 21% oksigen (O2) dan 1 % berbagai senyawa lainya,
sehingga rumus pembakaran dengan udara sebagai berikut:
❖ Reaksi pembakaran bioetanol dengan udara:
𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻 + 3 (𝑂2 + 3,71𝑁2 ) ↔ 2𝐶𝑂2 + 3𝐻2 𝑂 + 11,13 𝑁2

Untuk mencari rasio udara dan bahan bakar dituliskan sebagai berikut:

keterangan:

= Rasio udara dan bahan bakar basis jumlah molar.

= Berat molekul udara.

= Berat molekul bahan bakar.


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

F. Sifat fisik bahan bakar minyak

a. Specific Gravity adalah perbandingan berat bahan bakar minyak pada temperatur tertentu
terhadap air pada volume dan temperatur yang sama
b. Titik Nyala (flash point) adalah temperatur pada uap di atas permukaan bahan bakar
minyak yang terbakar dengan cepat bila nyala api didekatkan padanya, sedangkan titik
bakar (fire point) adalah temperatur pada keadaan dimana uap di atas permukaan bahan
bakar minyak terbakar secara kontinyu jika nyala api didekatkan padanya.
c. Temperatur Penyalaan Sendiri (Auto-Ignition Temperature) adalah temperatur terendah
yang diperlukan untuk terbakar sendiri dalam container standard dengan udara atmosfer
tanpa bantuan nyala bunga api.

d. Viskositas (viscosity) adalah suatu angka yang menyatakan besarnya perlawanan atau
hambatan atau ketahanan suatu bahan bakar untuk mengalir.

e. Nilai Kalor (heating value) adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas atau kalori
yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakar dengan udara atau
oksigen.
Terdapat beberapa cara penggunaan etanol untuk campuran gasoline sebagai berikut:

1. Hydrous etanol (95 % Volume), yaitu etanol yang mengadung sedikit air. Campuran
tersebut digunakan langsung sebagai pengganti gasoline pada kendaraan dengan mesin yang
sudah dimodifikasi.
2. Anhyrous etanol (dehydrated etanol), yaitu bioetanol bebas air dan paling tidak memiliki
kemurnian 99%. Biotanol tersebut dapat dicampur dengan gasoline konvensional dengan
kadar antara 5 dan 85%. Pada gasoline dengan campuran bioetanol antara 5 dan 10%, bahan
bakar tersebut dapat langsung digunakan pada mesin kendaraan tanpa modifikasi.
Campuran yang umum digunakan adalah 10% bioetanol dan 90% gasoline, campuran
bioetanol dengan kadar lebih pada kendaraan yang dimodifikasi, yang dikenal dengan nama
flexible fuel vehicle. Modifikasi umumnya dilakukan pada tangki BBM kendaraan dan
sistem injeksi BBM.

G. Excess Air Factor (λ)


Excess Air Factor (λ) adalah perbandingan antara jumlah udara dan bahan bakar yang
sebenarnya terjadi dimesin dengan jumlah udara dan bahan bakar secara teori atau stoikiometri.
Pada bahan bakar bensin Perbandingan udara yang dibutuhkan untuk membakar 14,7 kg udara
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

membutuhkan 1kg bahan bakar yang kemudian disebut perbandingan campuran udara dan
bahan bakar teori atau stoikiometrik. Hubungan langsung antara lambda dan stoikiometrik
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Jika lambda (λ) < 1 menunjukkan bahwa campuran kaya atau kekurangan udara (terlalu
banyak bahan bakar) pada campuran tersebut. Pada proses ini pembakaran diruang bakar
menjadi tidak sempurna sehingga bahan bakar tidak habis terbakar semua, akibatnya emisi gas
buang seperti HC dan CO yang dihasilkannya menjadi tinggi. Sementara itu jika lambda (λ) =
1 menunjukkan bahwa campuran udara dan bahan bakar sesuai dengan teori, pada proses ini
pembakaran diruang bakar menjadi sempurna maka emisi gas buang yang dihasilkan seperti
HC dan CO cenderung rendah. Sedangkan jika lambda (λ) > 1 menunjukkan bahwa campuran
miskin atau kekurangan bahan bakar, sehingga campuran udara dan bahan bakar tidak bisa
terbakar oleh percikan busi, akibatnya akan terjadi detonasi yang dapat merusak mesin. Emisi
gas buang yang dihasilkan seperti HC dan CO cenderung rendah. Untuk lebih jelasnya bisa
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tipikal kurva ketiga polutan utama yang dihasilkan oleh ICE
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

METODELOGI PENELITIAN

Pengujian dilakukan pada mesin Honda CB150R dengan rasio kompresi 12,5
(modifikasi,berbahan bakar bioetanol 100%. Tabel 2 dibawah menjelaskan tentang data kondisi
mesin honda CB150R yang akan digunakan pada penelitian ini, data diambil dari data terbaik
penelitian yang dilakukan Gayuh dan renno seperti Mapping ignition timing dan durasi
penginjeksian bahan bakar.

Tabel 2 Data kondisi mesin Honda CB150R

Pada penelitian ini dilakukan penambahan udara pembakaran menggunakan blower


dengan variasi penambahan udara pembakaran 10%, 20%, 30%.

A. Pengujian dengan Metode Eksperimen

Percobaan akan dilakukan pada putaran engine yang bervariasi mulai dari 2000 rpm
hingga 8000 rpm. Pengaturan putaran engine dilakukan melalui pembebanan waterbrake
dynamometer yang dihubungkan dengan roda belakang dengan menggunakan air yang
disirkulasikan. Berikut adalah langkah-langkah yang akan dilakukan:

4. Memastikan kembali kondisi kesiapan mesin, baik dari kondisi fisik, sistem kelistrikan,
sistem pendingin, sistem pemasukan udara dan bahan bakar, sistem pengapian, kondisi
alat ukur.
5. Mengosongkan tangki mandiri dan melakukan penggantian bahan bakar bensin dengan
Bioethanol E100.
6. Menghidupkan mesin selama 10 menit pada putaran idle untuk mencapai kondisi
temperatur kerja optimum.
7. Menjalankan mesin dengan menyertakan penambahan gigi transmisi 1-2-3-4-5,
kemudian buka katup kupu-kupu hingga terbuka penuh (full open throttle). Pada kondisi
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

ini mesin akan berputar pada putaran maksimum. Selama putaran maksimum, beban air
tidak dialirkan ke waterbrake dynamometer.
8. Alirkan air ke waterbrake dynamometer sampai putaran mesin turun. Setelah putaran
mesin berada di 8000 rpm aktifkan blower untuk penambahan udara pembakaran yang
diinginkan. Kemudian lakukan pengambilan data untuk tiap kelipatan 1000 rpm hingga
putaran terakhir 2000 rpm. Pengambilan data dilakukan ketika putaran mesin stabil. Data
yang diperoleh diantaranya data putaran mesin (rpm), torsi (N.m), waktu konsumsi 25 ml
bahan bakar bioethanol E100 (sekon), emisi CO (% volume), emisi HC (ppm volume),
temperatur gas buang (oC), temperatur blok silinder (oC), dan temperatur pelumas (oC).
9. Pada setiap tahap penurunan putaran mesin dilakukan pencatatan data seperti pada point
5 (lima).
10. Lakukan kegiatan pada point 1 (satu) sampai 7 (tujuh) dengan variasi penambahan udara
10%, 20%, 30%.

ANALISA DATA DAN DISKUSI (PEMBAHASAN)

A. Analisa Grafik AFR

Gambar 1 Grafik AFR fungsi rpm

Pada gambar 1 menunjukkan tren dari afr fungsi putaran engine. Tren grafik diatas
cenderung sama, yaitu dari rpm bawah AFR cenderung naik hingga mencapai puncak pada
putaran engine menengah dan akhirnya turun dengan bertambahnya putaran engine. Pada bahan
bakar bioethanol 100% yang telah dimodifikasi rasio kompresi menjadi 12,5 Sebelum
dilakukan penambahan udara terlihat AFR berada di campuran terlalu kaya (rich), AFR rata-
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

rata yang dihasilkan adalah 6,146. Pada bahan bakar E100% dengan penambahan udara
pembakaran 10% AFR rata-rata yang dihasilkan adalah 8,079, sedangkan pada penambahan
udara pembakaran 20% AFR rata-rata yang dihasilkan adalah 8,77, dan pada penambahan udara
pembakaran 30% AFR rata-rata yang dihasilkan adalah 9,504.

B. Analisa Grafik Lambda

Gambar 2 Grafik lambda fungsi rpm

Dari gambar 2 menunjukkan trendline lambda dari engine pada tiap putaran engine.
lambda yang dihasilkan dari engine semuanya mengalami peningkatan seiring bertambahnya
putaran engine dari 2000 hingga puncak nilai tertinggi 5000 rpm, dan akan mengalami
penurunan pada putaran 6000 hingga 8000 rpm. Pada bahan bakar bioethanol 100% yang telah
dimodifikasi rasio kompresi menjadi 12,5 lambda rata-rata yang dihasilkan adalah 0,68.
Sedangkan Pada engine dengan rasio kompresi 12,5 berbahan bakar bioetanol 100% dengan
penambahan udara pembakaran 10% lambda rata-rata yang dihasilkan adalah 0,90, pada
penambahan udara pembakaran 20% lambda rata-rata yang dihasilkan adalah 0,97, dan pada
penambahan udara pembakaran 30% lambda rata-rata yang dihasilkan adalah 1,06.

Dengan bertambahnya udara pembakaran maka afr aktual akan semakin besar denagn
nilai afr teoritis yang tetap maka nilai lambda yang dihasilkan semakin besar. Hal ini
dikarenakan afr aktual yang dihasilkan dengan penambahan udara semangkin tinggi seiring
dengan penambahan udara.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

C. Analisa Grafik Torsi

Gambar 3 Grafik Torsi fungsi rpm

Torsi merupakan ukuran kemampuan engine untuk menghasilkan kerja. Pada kendaraan,
torsi dari engine digunakan untuk berakselerasi. Dari gambar 3 dapat dilihat trendline yang
merepresentasikan torsi dari engine pada tiap putaran engine. Kenaikan torsi terjadi seiring
dengan meningkatnya putaran engine. Pada engine standar dengan bahan bakar pertamax
didapatkan torsi maksimum yang dihasilkan engine sebesar 13,33 N.m pada rpm 7000 dan pada
bahan bakar bioethanol 100% yang telah dimodifikasi rasio kompresi menjadi 12,5 Sebelum
dilakukan penambahan udara didapatkan torsi sebesar 17,16 N.m pada rpm 7000. Sedangkan
pada bahan bakar E100% dengan penambahan udara 10%, 20%, dan 30% torsi m a k s i m u m
m a s i n g - m a s i n g yang dihasilkan sebesar 17,75 N.m, 17,45 N.m, dan 17,35 N.m pada
rpm 7000.

Dengan bertambahnya udara pembakaran, torsi yang dihasilkan engine akan semakin
kecil. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya udara akan membuat campuran bahan bakar
menjadi miskin dalam ruang bakar, sehingga kalor yang mampu diserap oleh engine semakin
kecil. Tetapi secara keseluruhan torsi yang di hasilkan dengan penambahan udara lebih besar
dari yang dihasilkan sebelum penambahan udara dilakukan.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

D. Analisa Grafik Daya

Gambar 4 Grafik Daya fungsi rpm

Pada gambar 4 menunjukkan trendline daya engine pada tiap putaran. Daya yang
dihasilkan dari engine semuanya mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya putaran
engine dari 2000 hingga 8000 rpm. Pada engine standar dengan bahan bakar pertamax daya
maksimum yang dihasilkan sebesar 11,03 KW pada rpm 8000, dan pada bahan bakar
bioethanol 100% yang telah dimodifikasi rasio kompresi menjadi 12,5 daya yang dihasilkan
sebesar 13,22 KW pada rpm 8000. Sedangkan Pada engine dengan rasio kompresi 12,5
berbahan bakar bioetanol 100% dengan penambahan udara pembakaran 10%, 20% dan 30%
didapatkan daya masing masing sebesar 13,87 KW, 13,28 KW dan 13,28 KW pada rpm 8000.

Dengan bertambahnya udara pembakaran, maka daya yang dihasilkan engine akan
semakin menurun. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya udara maka bahan bakar yang
masuk keruang bakar semangkin sedikit, atau bisa dikatakan campuran miskin bahan bakar,
sehingga kalor yang diserap oleh engine kecil, sehingga daya efektif yang dihasilkan engine
juga semakin kecil. Tetapi secara keseluruhan daya yang dihasilkan dengan penambahan udara
lebih besar dari yang dihasilkan sebelum penambahan udara dilakukan.

E. Analisa Grafik BMEP

Gambar 5 Grafik BMEP fungsi rpm


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Dari gambar 5 menunjukkan trendline tekanan efektif rata-rata dari engine pada tiap
putaran engine. Bmep yang dihasilkan dari engine semuanya mengalami peningkatan seiring
bertambahnya putaran engine dari 2000 hingga puncak nilai tertinggi 7000 rpm, dan akan
mengalami penurunan pada putaran 8000 rpm. Pada keadaan standar dengan bahan bakar
pertamax bmep maksimum yang dihasilkan adalah 560,609 KPa pada rpm 7000, dan pada
bahan bakar bioethanol 100% yang telah dimodifikasi rasio kompresi menjadi 12,5 bmep
maksimum yang dihasilkan sebesar 721,372 Kpa pada rpm 7000. Sedangkan Pada engine rasio
kompresi 12,5 berbahan bakar bioetanol 100% dengan penambahan udara pembakaran 10%,
20% dan 30% didapatkan bmep maksimum masing masing sebesar 746,104 Kpa, 733,73 Kpa
dan 729,616 Kpa pada rpm 7000.

Pada grafik 7 menunjukkan bahwa pada putaran yang sama, terjadi perbedaan nilai bmep
untuk masing-masing penambahan udara pembakaran. Dengan bertambahnya udara bmep yang
dihasilkan akan semangkin menurun. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya udara
pembakaran maka bahan bakar diruang bakar semangkin sedikit, atau bisa dikatakan campuran
miskin bahan bakar dalam ruang bakar. Sehingga daya yang dihasilkan kecil akibatnya nilai
bmep juga semakin kecil. Tetapi secara keseluruhan bmep yang di hasilkan dengan
penambahan udara lebih besar dari yang dihasilkan sebelum penambahan udara dilakukan.

F. Analisa Grafik BSFC

Gambar 6 Grafik BSFC fungsi rpm

Dari gambar 6 menunjukkan trendline konsumsi spesifik bahan bakar pada tiap putaran
engine pada keadaan standar dengan bahan bakar pertamax konsumsi spesifik bahan bakar
minimum yang dihasilkan adalah 0,202 kg/kW.jam dan pada bahan bakar bioethanol 100%
yang telah dimodifikasi rasio kompresi menjadi 12,5 konsumsi spesifik bahan bakar minimum
yang dihasilkan sebesar 0,307 kg/kW.jam. Sedangkan Pada engine dengan rasio kompresi 12,5
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

berbahan bakar bioethanol 100% dengan penambahan udara pembakaran 10%, 20% dan 30%
didapatkan konsumsi spesifik bahan bakar minimum masing masing sebesar 0,258 kg/kW.jam,
0,262 kg/kW.jam dan 0,264 kg/kW.jam.

Pada trendline menunjukkan bahwa pada putaran yang sama, terjadi perbedaan nilai
konsumsi spesifik bahan bakar untuk masing-masing penambahan udara pembakaran. Dengan
bertambahnya udara pembakaran, maka konsumsi spesifik bahan bakar yang dihasilkan engine
akan semakin naik. Hal ini dikarenakan semakin banyak udara yang ditambahakan maka daya
yang dihasilkan semakin kecil yang berakibat pada kenaikan nilai sfc.

G. Analisa Grafik Effisiensi Thermal

Gambar 7 Grafik Effisiensi Thermal fungsi rpm

Dari gambar 7 menunjukkan trendline effisiensi thermal dari engine pada tiap putaran
engine. Pada keadaan standar dengan bahan bakar pertamax effisiensi thermal maksimum yang
dihasilkan adalah 0,415 dan pada bahan bakar bioethanol 100% yang telah dimodifikasi rasio
kompresi menjadi 12,5 effisiensi thermal maksimum yang dihasilkan sebesar 0,434. Sedangkan
Pada engine dengan rasio kompresi 12,5 berbahan bakar bioethanol 100% dengan penambahan
udara pembakaran 10%, 20% dan 30% didapatkan effisiensi thermal maksimum masing masing
sebesar 0,517, 0,508 dan 0,505.

Dengan penambahan udara pembakaran, maka effisiensi thermal yang dihasilkan engine
akan semakin turun. Hal ini dikarenakan bertambahnya udara pembakaran maka bahan bakar
didalam ruang bakar semakin sedikit sehingga panas yang tersimpan dalam bahan bakar untuk
diubah menjadi daya efektif menjadi kecil yang berakibat effisiensi thermal yang dihasilkan
kecil.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

H. Analisa Grafik Gas Buang Karbon Monoksida (CO)

Gambar 8 Grafik CO fungsi rpm

Pada gambar 8 menunjukkan hubungan antara emisi gas buang CO dengan putaran mesin.
Trendline grafik yang ditunjukkan relatif sama. Besar nilai CO cenderung naik seiring
bertambahnya putaran engine. Dari pengujian engine dengan bahan bakar pertamax pada
keadaan standar emisi CO minimum yang dihasilkan adalah 2,48% dan emisi CO maksimum
adalah 7,65%. Pada bahan bakar bioethanol 100% yang telah dimodifikasi rasio kompresi
menjadi 12,5 emisi CO minimum yang dihasilkan sebesar 0,993% dan emisi CO maksimum
adalah 2,89%. Sedangkan Pada engine dengan rasio kompresi 12,5 berbahan bakar bioetanol
100% dengan penambahan udara pembakaran 10%, 20% dan 30% didapatkan emisi minimum
masing-masing sebesar 0,985%, 0,967%,dan 0,975% dan emisi maksimum dari masing-masing
penambahan udara adalah 2,76%, 2,453%,dan 2,451%.

Dengan menambahkan udara pembakaran 10%, 20%,dan 30% nilai emisi CO yang
dihasilkan akan semangkin kecil. Hal ini dikarenakan dengan menabahkan udara pembakaran
maka pembakaran yang terjadi didalam ruang bakar akan semakin baik, sehingga semakin
banyak bahan bakar yang dapat terbakar secara sempurna didalam ruang bakar.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

I. Analisa Grafik Gas Buang Hidrokarbon (HC)

Gambar 9 Grafik HC fungsi rpm

Pada gambar 9 menunjukkan hubungan antara emisi gas buang HC dengan putaran mesin.
Trendline grafik yang ditunjukkan relatif sama. Besar nilai HC cenderung tinggi dan menurun
seiring bertambahnya putaran engine. Setelah emisi HC berada pada titik terendah akan
mengalami kenaikan hingga rpm berada pada 8000 rpm.Dari pengujian engine dengan bahan
bakar pertamax pada keadaan standar emisi HC minimum yang dihasilkan adalah 73 ppm dan
emisi HC maksimum adalah 114 ppm. Pada bahan bakar bioethanol 100% yang telah
dimodifikasi rasio kompresi menjadi 12,5 emisi HC minimum yang dihasilkan sebesar 67 ppm
dan emisi HC maksimum adalah 84 ppm. Sedangkan Pada engine dengan rasio kompresi 12,5
berbahan bakar bioethanol 100% dengan penambahan udara pembakaran 10%, 20% dan 30%
didapatkan emisi minimum masing-masing sebesar 58 ppm, 56 ppm,dan 51 ppm dan emisi
maksimum dari masing-masing penambahan udara adalah 78 ppm, 73 ppm, dan 71 ppm.

Dengan menambahkan udara pembakaran 10%, 20% dan 30% nilai emisi HC yang
dihasilkan akan semangkin kecil. Hal ini dikarenakan dengan menabahkan udara pembakaran
maka pembakaran yang terjadi didalam ruang bakar akan semakin baik, sehingga semakin
banyak bahan bakar yang dapat terbakar secara sempurna didalam ruang bakar
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian terhadap penambahan udara pembakaran pada
engine CB150R berbahan bakar bioethanol 100% dengan rasio kompresi 12,5 adalah sebagai
berikut:
1. Dari penelitian terhadap penambahan udara pembakaran 10%, 20%, dan 30% dapat
diketahui bahwa pada penambahan udara 10% menghasilkan unjuk kerja yang terbaik.
Unjuk kerja seperti torsi, daya, bmep, effisiensi thermal mengalami peningkatan masing-
masing sebesar 12,52%, 9,25%, 12,52%, 35,18%, dan sfc mengalami penurunan sebesar
29,15%. Sedangkan emisi gas buang seperti CO dan HC mengalami penurunan sebesar
2,84% dan 10,54%. Dibandingkan dengan bioethanol E100 sebelum dilakukan
penambahan udara pembakaran.
2. Sedangkan emisi gas buang yang dihasilkan pada penambahan udara pembakaran 30%
lebih bersih bila dibandingkan dengan penambahan udara 10%. Hal ini dapat dilihat dari
kandungan emisi gas buang seperti CO dan HC mengalami penurunan sebesar 7,43 %
dan 21,65 %. Dibandingkan dengan bioethanol E100 sebelum dilakukan penambahan
udara pembakaran.
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

DAFTAR PUSTAKA

[1] Kementerian Energi dan sumber daya mineral. http://www.statistik.migas.esdm.go.id.

[2] Mustafa Balat. Progress in Bioethanol Processing. Progres in Energy and Combustion
Science 34.2008. 551-573.
[3] Sudarmanta, Bambang., Darsopuspito, Sudjud., Sungkono, & Djoko. 2014. Influence of
Bioethanol–gasoline blended Fuel on Performance and Emissions Characteristics from
Port Injection Sinjai Engine 650 cc. Journal of Applied Mechanics and Materials. Vol. 493,
pp. 273-274.
[4] C. Ananda Srinivasan, & C.G. Saravanan. Study of Combustion Characteristics of an SI
Engine Fuelled with Ethanol and Oxygenated Fuel Additives. Journal of Sustainable energy
& Environment 1(2010) 85-91.
[5] Gayuh Agung P. Studi Eksperimental Pengaruh Mapping Ignition Timing dan
Penginjeksian Bahan Bakar Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Gas Buang Engine HONDA
CB150R Berbahan Bakar Bioetanol E100, Jurnal Teknik Pomits 2016.
[6] Renno Feibianto. Studi Eksperimental Pengaruh Rasio Kompresi dan durasi penginjeksian
bahan bakar Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Gas Buang Engine HONDA CB150R
Berbahan Bakar Bioetanol E100, Jurnal Teknik Pomits 2016.
[7] Turner, Dale, Xu, Hongming, Cracknell, Roger F, Natarajan, Vinod, Chen, & Xiangdong.
2011. Combustion Performance of Bioethanol at Various blend ratios in a Gasoline Direct
Injection Engine. Scienc Direct : Elsevier, 5 Januari 2011.
[8] Vancoillie, J, Demuynck, J. Sileghem, I, Van de Ginste, M. Verhelest, S. Brabant, L. & Van
Hoorbeke. 2013. The Potential of Methanol as a Fuel For Flex-Fuel and Dedicated Spark-
Ignition Engine. Journal of Applied Energy. vol. 102, pp,. 141.
[9] Kawano, Djoko Sungkono. 2011. Motor Bakar Torak (Bensin). Surabaya: Jurusan Teknik
Mesin FTI-ITS.
[10] https://media.neliti.com, pengembangan alat dehydrator bioethanol
[11]https://www.researcjgate.net/publication/336872406_ANALISA_PERFOMA_MESIN_DA
N_KADAR_EMISI_GAS_BUANG_KENDARAAN_BERMOTOR
[12]https://lib.unnes.ac.id/PDF/PENGARUH_CAMPURAN_BIOETANOL_DENGAN_PERT
AMA
[13]https://www.researcjgate.net/publication/316430390_Studi_Ekspremiental_Pengaruh_pe
nambahan_Udara_Pembakaran_Terhadap_Engine_Berbahan_Bakar_Bioetanol_E100

Anda mungkin juga menyukai