Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang

Munculnya bank syari’ah maka propogandanya dikatakan sebagai bank


bagi hasil. Hal ini dilakukan untuk membedakan bank syari’ah dangan bank
konvensional yang beroperasional dengan sistem bunga. Namun praktik bank
syari’ah belum sepenuhnya menggunakan sistem bagi hasil. Karena selain sistem
bagi hasil masih ada sistem jual beli, sewa menyewa. Dengan demikian, bank
syari’ah memiliki ruang gerak produk yang lebih luas dibandingkan dengan bank
konvensional.

Dalam operasional bank Syariah, mudharabah merupakan salah satu


bentuk akad pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabahnya. Sistem dari
mudharabah ini merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Dalam penentuan kontraknya, harus dilakukan diawal ketika akan memulai akad
mudharabah tersebut.

Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi
operasional bank syari’ah secara keseluruhan. Secara syari’ah prinsip berdasarkan
pada kaidah mudharabah akan berfungsi sebagai mitra baik dengan penabung
demikian juga dengan pengusaha yang meminjam dana.

Dalam kontrak mudharabah ini, mudharib (si pengelola) harus menjalankan


kewajibannya menjalankan usaha dengan cara sebaik-baiknya. Dalam
menjalankan usaha, harus jelas dan sesuai dengan prisip syariah. Maka dari itu
penulis ingin lebih jauh mengetahui bagaimana jalannya system pembiayan ini
(mudharabah) dalam suatu operasional bank syariah secara jelas.

B . Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Mudharabah ?


2. Bagaimana Jenis-Jenis Akad Mudharabah ?
3. Apa Saja Syarat dan Rukun Mudharabah ?
4. Apa Saja Landasan Syari’ah Akad Mudharabah ?
5. Apa Saja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akad Mudharabah ?
6. Bagaimana Hikmah dari Mudharabah ?
7. Bagaimana Asas-asas Perjanjian Mudharabah ?
8. Apa Saja Pernyebab yang Membatalkan Akad Mudharabah ?

C . Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui Definisi Mudharabah


2. Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Akad Mudharabah
3. Untuk Mengetahui Syarat dan Rukun Mudharabah
4. Untuk Mengetahui Landasan Syari’ah Akad Mudharabah
5. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akad
Mudharabah
6. Untuk Mengetahui Hikmah dari Mudharabah
7. Untuk Mengetahui Asas-asas Perjanjian Mudharabah
8. Untuk Mengetahui Pernyebab yang Membatalkan Akad Mudharabah
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AL-MUDHARABAH

Pada umumnya kata mudharabah berasal dari kata dharb, yang berarti
memukul atau berjalan. Pengertian dari memukul atau berjalan diatas yang
maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan
usahanya.1

Sedangkan pengertian mudharabah yang secara teknis adalah suatu akad


kerja sama untuk suatu usaha antara dua belah pihak dimana pihak yang pertama (
shahibul maal ) menyediakan seluruh modalnya dan sedangkan pihal yang lain
menjadi pengelolanya. 2Keuntungan dari usahanya tersebut secara Mudharabah
akan dibagi hasilnya menurut kesepakatan yang telah disepakati pada perjanjian
awal, dan apabila usaha tersebut mengalami kerugian maka kerugian tersebut akan
ditanggung oleh pihak pemodal selama kerugian tersebut bukan disebabkan
kelalaian pengelola modal. Dan jika kerugian tersebut disebabkan karena
kecurangan atau kelalaian pengelola modal, maka pengelola modal yang harus
bertanggung jawab atas kerugian yang telah dialaminya.

Pengertian mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk perniagaan di


mana pemilik modal ( shahibul maal ) menyetorkan modalnya kepada seorang
pengusaha yang sering disebut dengan ( mudharib ), untuk diniagakan dengan
keuntungan yang akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua
belah pihak sedangkan terdapat kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal jika
disebabkan olehnya, dan jika disebabkan oleh pengelola modal maka pengelola
modal yang harus menanggung kerugian tersebut.

1
Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syari’ah. (Yogyakarta: akademi manajemen
perusahaan YKPN. 2005), H.102.
2
Muhammad syfi’i antonio. Bank syari’ah: dari teori ke praktik. (Jakarta: gema insani
press. 2001). H. 95.
Pada hakikatnya pengertian dari mudharabah adalah suatu bentuk kerja
sama antara shohibul maal dan mudhorib, dimana dana 100% dari shohibul maal.
Sedangkan mudhorib hanya sebagai pengelola yang keuntungannya akan dibagi
sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati di awal.

Mudharabah adalah salah satu akad kerja sama kemitraan berdasarkan


prinsip berbagi untung dan rugi (profit and loss sharing principle), dilakukan
sekurang-kurangnyaoleh dua pihak, dimana yang pertama memiliki dan
menyediakan modal, disebut shohibul maal, sedang ke dua memiliki keahlian dan
bertanggung jawab atas pengelolaan dana / menejemen usaha halal tertentu,
disebut mudhorib.3

B. JENIS-JENIS AL-MUDHARABAH

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu 4:

1. Mudharabah Muthlaqah

Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara penyedia modal


(shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib) yang cakupannya sangat luas
dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan
digunakan untuk usahanya.

2. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted


mudharabah atau specified mydharabah adalah kebalikan dari mudharabah
muthlaqah, yaitu mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat
usahanya. Dengan adanya pembatasan tersebut seringkali mencerminkan
kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usahanya.

C. SYARAT DAN RUKUN MUDHARABAH

Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah


1. Harta atau Modal

3
Makhalul ilmi SM. Teori dan praktik lembaga mikro keuangan syari’ah. (Yogyakarta:
UII press yogyakarta. 2002). H. 32.
4
Muhammad syafi’i antonio. Op. cit
a.) Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal
berbentuk barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga
semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
b.) Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c.) Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya
melakukan usaha.
2. Keuntungan
a.) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari
keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi
milik pekerja dan pemilik modal harus jelas prosentasinya.
b.) Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan
dituangkan dalam kontrak.
c.) Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib
mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada shahib al-mal.

Menurut madzhab Hanafiyah rukun Mudharabah adalah ucapan tanda


penyerahan dari pihak yang menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan
ucapan tanda setuju (terima) dari pihak yang menerima dalam suatu akad
perjanjian atau kontrak (qabul), jika pemilik modal dengan pengelola modal telah
melafalkan ijab qabul, maka akad itu telah memenuhi rukunnya dan sah.
Sedangkan menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1. Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola
dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah
baligh (berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga
harus memiliki kemampuan untuk diwakili dan mewakili.
2. Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas
modal (mal), usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan
urusan perdagangan tersebut), keuntungan;
3. Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab)
dan terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal
dari pemilik modal (qabul)[
SedangkanmenurutUlamaSyafi’iyahlebihmemerincilagimenjadi lima yaitu :
1.      Modal
2.      Pekerjaan
3.      Laba
4.      Shighat
5.      Dan 2 Orang akad

D. LANDASAN SYARI’AH AL-MUDHARABAH


Pada dasarnya landasan dasar syari’ah mudharabah lebih mencerminkan
anjuran untuk melakukan usaha. Landasannya tersebut terbagi menjadi tiga
macam, yaitu5:

a . Al-Qur’an

... ‫ وءاخرون يضربون فى األرض يبتغون من فضل هللا‬....


“… dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah SWT …” (al-Muzzammil: 20)

‫ فاء ذا قضيت الصلوة فا نتشروا في األرض وابتغوا من فضل هللا‬...


“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah SWT …” (al-Jumu’ah: 10)

‫ ليس عليكم جناح أن تبتغوا فضال من ربكم‬...


“Tidak ada dosa ( halangan ) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu ….” (al-
Baqarah: 198)

Ayat-ayat yang senada masih banyak yang terdapat dalam al-Qur’an yang
dipandang oleh para fuqoha sebagai basis dari yang diperbolehkannya
mudharabah. Kandungan ayat-ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena
mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan
salah satu bentuk mencari keutamaan Allah.

b. Al-Hadits

{ ‫ كان سيدنا العباس بن عبد المطلب‬: ‫روى ابن عباس رضي هللا عنهما انه قال‬
‫إذا دفع المال مضاربة اشترط على صاحبه أن اليسلك به بحرا والينزل به واديا‬
‫وال يشترى به دابة ذات كبد رطبة فإن فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه رسول هللا‬
‫}صلى هللا عليه و سلم فأجازه ن‬

5
Muhammad syafi’i antonio. Ibid, hal 95
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib “jika
memberikam dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar
dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berdahaya, atau
membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan
bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut
kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR Thabrani).

{ ‫عن صالح بن صهيب عن أبيه قال قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬
‫} ثالث فيهن البركة البيع إلى أجل والمقارضة وأخالط البر بالشعير للبيت ال للبيع‬
Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)

c. Ijma

Imam Zailai telah memyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus


terhadap legitimasi pengolahan harta yatin secara mudharabah.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUDHARABAH


Faktor yang mempengaruhi mudharabah terbagi menjadi dua, yaitu6:

1. Faktor Langsung

Diantara faktor-faktor langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil


adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit
sharing ratio).
a.) Investment rate merupakan presentase actual dana yang diinvestasikan dari
total dana, jika bank menentukan investment rate sebesar 80 %, hal ini berarti
20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
b.) Jumlah dana yang trsedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari
berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat
dihitung dengan menggunakan salah satu metode dibawah ini:

1) Rata-rata saldo minimum bulanan

6
Drs, muhammad.M.Ag. Opcit, hal 110
2) Rata-rata total saldo harian.

Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk


diinvestasikan akan menghasilkan jumlah dana actual yang digunakan.

c. Nisbah (profit sharing ratio)

1) Salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang hasur ditentukan dan
disetujui pada awal perjanjian;

2) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berdeda;

3) Nisbah juga dapat berdeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalkan
saja deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan;
4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya
sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.

2. Faktor Tidak Langsung

Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi bagi hasil, yaitu:

a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah

1) bank dan nasabah melakukan share dalam dalam pendapatan dan biaya,
pendapatan yang akan dibagi hasilkan merupakan pendapatan yang diterima
dikurangi biaya-biaya;

2) jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing.

b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi)

bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang
diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

F.  Hikmah Mudharabah

Sebagian orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk


memproduktifitaskannya. Terkadang pula ada orang yang tidak memiliki harta,
tetapi ia mempunyai kemampuan memproduktifitaskannya, oleh karena itu syariat
membolehkan muamalah ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil
manfaatnya.Pemilik harta mendapatkan manfaat dengan pengalaman mudharib
(orang yang diberi modal), sedangkan mudharib dapat memperoleh manfaat
dengan harta (sebagai modal) dengan demikian tercipta kerjasama antara pemilik
modal dan mudharib. Allah tidak menetapkan segala bentuk akad, melainkan
demi terciptanya kemaslahatan dan terbendungnya kesulitan.Adapun hikmah dari
Mudharabah yang dikehendaki adalah mengangkat kehinaan, kefakiran dan
kemiskinan masyarakat juga mewujudkan rasa cinta kasih dan saling menyayangi
antar sesama manusia. Seorang yang berharta mau bergabung dengan orang yang
pandai memperdagangkan harta dari harta yang dipinjami oleh orang kaya
tersebut.
G. ASAS-ASAS PERJANJIAN MUDHARABAH
Asas-asas dalam perjanjian Mudharabah adalah;
1. Perjanjian Mudharabah dapat dibuat secara formal maupun informal,
secara tertulis maupun lisan. Namun, sesuai dengan ketentuan al-
Qur’an Surat al-Baqarah ayat 282-283 yang menekankan agar
perjanjian-perjanjian dibuat secara tertulis.
2. Perjanjian Mudharabah dapat pula dilangsungkan diantara shahib al-
mal dan beberapa mudharib, dapat pula dilangsungkan diantara
beberapa shahib al-mal dan beberapa mudharib.
3. Pada hakekatnya kewajiban utama shahib al-mal ialah menyerahkan
modal Mudharabah kepada mudharib. Bila hal itu tidak dilakukan,
maka perjanjian Mudharabah menjadi tidak sah.
4. Shahib al-mal dan mudharib haruslah orang yang cakap bertindak
hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.
5. Shahib al-mal menyediakan dana, mudharib menyediakan keahlian,
waktu, pikiran, dan upaya.
6. Mudharib berkewajiban mengembalikan pokok dana investasi kepada
shahib al-mal ditambah bagian dari keuntungan shahib al-mal.
7. Syarat-syarat perjanjian Mudharabah wajib dipatuhi mudharib.
8. Shahib al-mal berhak melakukan pengawasan atas pelaksanaan
perjanjian Mudharabah.
9. Shahib al-mal harus menentukan bagian tertentu dari laba kepada
mudharib dengan nisbah (prosentase).
10. Mudharabah berakhir karena telah tercapainya tujuan dari usaha
tersebut. Sebagaimana dimaksud dalam perjanjian Mudharabah atau
pada saat berakhirnya jangka waktu perjanjian Mudharabah atau
karena meninggalnya salah satu pihak, yaitu shahib al-mal atau
mudharib, atau karena salah satu pihak memberitahukan kepada pihak
lainnya mengenai maksudnya untuk mengakhiri perjanjian
Mudharabahitu.

H. SEBAB-SEBAB BATALNYA MUDHARABAH

Mudharabah  menjadi batal karena hal-hal berikut:


1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu
syarat yang tidak dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur
menggunakan modal Mudharabah untuk bisnis perdagangan, maka dalam
keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah atas kerja yang
dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal 
dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah.
2. Semua laba yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak
pemilik modal. Jika terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang
menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini berkedudukan sebagai
buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena kecerobohannya.
3. Pengelola atau mudharib  sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana
mestinya dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian
maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena penyebab
dari kerugian tersebut.
4. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah 
akan menjadi batal.
5. Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban
mengembalikan modal kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan
yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya sebesar kadar prosentase
yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha, pemilik modal
dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap
membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang
sudah  disepakati.
6. Jika Mudharabah  telah batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh (barang
dagangan), maka pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya,
karena yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola
setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, maka
pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola mempunyai hak di
dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan
menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mudharabah adalah salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan di


berikan kepada nasabah dalam suatu Bank. secara umum Mudharabah terbagi
kepada dua jenis, yaitu: Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.

Dalam sistem Mudharabah ini akadnya adalah kerja sama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola, keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak. Manfaat dari Mudharabah ini adalah Bank akan
menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat

Akad Mudharabah harus bejalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan


syari’ah dimana si pengelola harus menjalankan usahanya dengan rasa tanggung
jawab yang tinggi, sesuai dengan prisip Syari’ah dan berupaya agar usahanya
tidak terjadi kerugian. Kerugian bisa di akibatkan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Disebabkan oleh resiko bisnis;

2. Disebabkan oleh musibah atau bencana alam dan

3. Disebabkan oleh kelalaian atau penyimpangan yang dilakukan oleh sipengelola.

Apabila kerugian terjadi disebabkan oleh resiko bisnis dan bencana alam
maka atas kerugian tersebut ditanggung sepenuhnya oleh si pemilik modal tetapi
kalau kerugian itu terjadi disebabkan oleh kelalaian atau penyimpangan yang
sengaja dilakukan oleh sipengelola maka, atas segala kerugian itu harus
ditanggung oleh si mudharib sepenuhnya dan modal yang diberikan harus
dikembalikan oleh mudharib sepenuhnya. Oleh karena itu untuk memperkecil
kesempatan terjadinya kerugian yang disebabkan oleh kelalaian atau
penyimpangan yang dilakukan oleh mudharib atau sipengelola maka, shahibul
mal harus dapat membuat aturan atau peringatan yang dapat mengurangi
kesempatan mudharib untuk melakukan tindakan yang merugikan.

Pembiayaan mudharabah dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak


langsung. Adapun tujuan akhir dari pembiayaan mudharabah adalah memperoleh
keuntungan.

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Ilmi, makhalul SM. Teori dan praktek lembaga mikro keuangan syari’ah. 2002.
Yogyakarta: UII press.

Drs, Muhammad.M.Ag. Manajemen Bank Syari’ah. 2005. Yogyakarta, (UPP)


AMPYKPN

Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syari’ah. 2005. Yogyakarta: akademi


manajemen perusahaan YKPN

Syafi’I Antonio, Muhammad. Bank Syari’ah: dari teori ke praktik.2001 Jakarta :


gema insani press

Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia. “Bank


Syari’ah: Konsep, Produk dan Implementasi Operasional bank syari’ah”.
2002. Jakarta: Djambatan

Asy-Syarbini, Muhammad,  Mugni Al-Muhtaj, Juz II


Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001)
Al-Kasani,  Alauddin, Bada’i As-Syana’i fi Tartib Asy-Syara’i, Juz VI
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah, (Jakarta : Al-I’tishom,
2008)
Rasjid, sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), bandung; sinar baru
algesindo, 2011.

Anda mungkin juga menyukai