Anda di halaman 1dari 4

1.

Pengertian
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis yang
dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau
kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang
medulla spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi. ( Lynda Juall,carpenito,edisi
10 ).2.Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan
lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2005, hal. 98)3.Trauma medula spinalis adalah
suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla
spinalis (Brunner & Suddarth)
2. Etiologi
-Trauma
-Kelainan pada vertebra (arthropathi spinal)
-Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
-Infeksi
-Osteoporosis
-Kelainan congenital
-Gangguan vaskuler
-Kecelakaan lalu lintas
-Olah raga
-Tumor
3. Tanda dan gejala

4. Patofisiologi
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari komosis sementara (dimana pasien sembuh
sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi substansi medulla (baik salah satu
atau dalam kombinasi), sampai transeksi lengkap medulla (yang membuat pasien
paralisis di bawah tingkat cedera). Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis
darah dapat merembes ke ekstradural, subdural atau daerah subarakhnoid pada kanal
spinal. Segera setelah terjadi kontusion atau robekan akibat cedera, serabut-serabut
saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansi grisea medulla
spinalis menjadi terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cedera pembuluh
darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang
terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian
yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada
gilirannya mengakibatkan mielin dan akson. Reaksi sekunder ini,
diyakini menjadi penyebab prinsip degenerasi medulla spinalis pada tingkat cedera,
sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu jika kerusakan
medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan
menggunakan kortikosteroid dan obat-obat antiinflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk
mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk kedalam kerusakan
total dan menetap.
5. Penatalaksanaan
1.Lakukan tindakan segera pada cedera medula spinalis.Tujuannya adalah mencegah
kerusakan lebih lanjut pada medula spinalis.sebagian cedera medula spinalis diperburuk
oleh penanganan yang kurang tepat,efek hipotensi atau hipoksia pada jaringan saraf yang
sudah terganggu.-Letakkan pasien pada alas yang keras dan datar untuk pemindahan.-Beri
bantal,guling atau bantal pasir pada sisi pasien u/ mencegah pergeseran.-tutup dengan
selimut untuk menghindari hawa panas badan.-pindahkan pasien ke RS yang memiliki
fasilitas penanganan kasus cedera medula spinalis.
2.Perawatan khusus-Kontusio / transeksi / kompresi medula spinalis.a) metil prednisolon 30
mg / kg BB bolus intra vena selama 15 menit dilanjutkan dg 5,4mg/kg BB/ jam, 45
menit.setelah bolus ,selama 23 jam hasil optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam onset.b)
Tambahkan profilaksis stres ulkus : antasid / antagonis H2
3.Tindakan operasi diindikasikan pada :-Fraktur servikal dg lesi parsial medula spinalis-
Cedera terbuka dg benda asing / tulang dlm kanalis spinalis.-Lesi parsial medula spinalis dg
hematomielia yang progresif.

6. Pemeriksaan penunjang
a.Sinar X spinalMenentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur,dislokasi), unutk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b.Skan ctMenentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c.MRIMengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d.Mielografi.Untuk memperlihatkankolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid
medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi
maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma
torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventila
7. Komplikasi
a. Neurogenik shock.
b. Hipoksia.
c. Gangguan paru-paru
d. Instabilitas spinale.
E Orthostatic Hipotensif.
f Ileus Paralitik.
g Infeksi saluran kemih.
h. Kontrakturi.
i. Dekubitus
j. Inkontinensia blader
k. Konstipas
8. Pengkajian
A.IdentitasTrauma medula spinalis dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin.
B.Keluhan utamaKeluhan utama yang menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
adalah nyeri,kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,inkontinensia defekasi dan
urine,deformitas pada daerah trauma.
C.Riwayat penyakit sekarangAdanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat
dari kecelakaan lalu lintas,olah raga,jatuh dari pohon atau bangunan,luka tusuk,luka tembak
dan kejatuhan benda keras.Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien
atau bila klien tidak sadar tentang penggunaanobat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol
yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan.
D.Riwayat penyakit dahuluPengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
penyakit degeneratif pada tulang belakang,seperti
osteoporosis,osteoartritis,spondilitis,spondilolistesis,spinal stenosis yang memungkinkan
terjadinya kelainan pada tulang belakang.
E.Riwayat penyakit keluargaKaji apakah dalam keluarga px ada yang menderita
hipertensi,DM,penyakit jantung untuk menambah komprehensifnyapengkajian.
F.Riwayat psiko-sosioPengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga.Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecacatan,rasa cemas,rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal dan
pandangan terhadap dirinya yang salah.
G.Pola aktivitas-Aktifitas dan istirahat
* Kelumpuhan otot ( terjadi kelemahan selama syok spinal ) pada bawah lesi.
* Kelemahan umum / kelemahan otot ( Trauma dan adanya kompresi saraf ).-Makanan /
cairan
* Mengalami distensi yang berhubungan dengan omentum.
* Peristaltik usus hilang ( ileus paralitik ).-Eliminasi
* Inkonti nensia defekasi berkemih.
*Retensi urine-Hygien
* Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari
9. Diagnosa
a. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan kelemahan /paralisis
otot-otot abdomen dan intertiostal dan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.
b. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik dan sesorik.
c. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan
immobilitas, penurunan sensorik.
d. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara
spontan.
e. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan
autonomik.
f. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, Trauma psikis dan alt
traksi
10. Intervensi
Tujuan yang di harapkan : -Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya
kontraktur, Footdrop, -Meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit /kompensasi,
mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan melakukan kembali
aktifitas.NoIntervensiRasional1Kaji kemampuan batuk dan reproduksi secret 1.Hilangnya
kemampuan motorik tingkat intercosta berpengaruh terhadap kemampuan batuk
2Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi leher, brsihkan sekret)2.Menutup Jalan nafas
3Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur3.Hilangnya reflex batuk
berisiko pneumonia 4Lakukan suction bila perlu4.Pengambilan secret dan menghindari
aspirasi 5Auskultasi bunyi napas5.Mendeteksi adanya secret dalam paru 6Lakukan latihan
nafas6.Mengembangkan alveoli 7Berikan minum hangat jika tidak
kontraindikasi7.Mengencerkan secret 8Berikan oksigen dan monitor analisa gas
darah8.Meninghkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar olsogen dalam
darah9Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi9.Mendeteksi adanya infeksi
dan status respirasi.
D.Implementasi Disesuaikan dengan Intervensi E.Evaluasi a. Klien dapat meningkatkan
pernafasan yang adekuatb. Klien dapat memperbaiki mobilitasc. Klien dapat
mempertahankan integritas kulitd. klien mengalami peningkatan eliminasi urinee. Klien
mengalami perbaikan usus / tidak mengalami konstipasif. Klien menyatakan rasa nyaman
DAFTAR PUSTAKA -Batti caca, Fran sisca B .2008 . Asuhan Keperawatan Klien dengan
gangguan system persyarafan.Jakarta : Salemba Medika-Http :/ Tulus-Andi . blog spot .
com/2009. Asuhan Keperawatan Spinal cord injury . Diakses tanggal 2 september 2009.-
Mansjoer, Arif.2000 . Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga.Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.-Muttaqim, Arif .2008 .Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan sistem saraf . Jakarta : Salemba Medika.-
http://emedicine.medscape.com/article/793582-overview#a0104-
http://emedicine.medscape.com/article/793582-overview#aw2aab6b2b4-
http://emedicine.medscape.com/article/793582-clinical-
emedicine.medscape.com/article/793582-overview#aw2aab6b2b

Anda mungkin juga menyukai