Anda di halaman 1dari 25

A.

TEORETIS/KONSEPTUAL (minimal 2 teori)


1. Sintesis
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), sintesis diartikan sebagai
“paduan berbagai pengertian atau hal, sehingga merupakan kesatuan yang
selaras atau penentuan hukum yang umum berdasarkan hukum yang
khusus.
Menurut Notoatmodjo (2002), sintesis merupakan suatu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk suatu
keseluruhan yang baru.
Menurut Sri Rusmini, dkk. (1995: 47), sintesis merupakan kemampuan
untuk menyatukan unsurunsur atau bagian-bagian sedemikian rupa
sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh.
2. Definisi Konseptual
Menurut Saifuddin Azwar (2007: 72), definisi konseptual, yaitu suatu
definisi yang masih berupa konsep dan maknanya masih sangat abstrak
walaupun secara intuitif masih bisa dipahami maksudnya.
Menurut Singarimbun dan Effendi (2008: 43), definisi konseptual adalah
pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan peneliti
untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan.

3. Definisi Operasional

Menurut Alimul Hidayat (2007), definisi operasional adalah


mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan karakteristik yang
diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.

Menurut Singarimbun dan Effendi (2002: 46), definisi operasional atau


mengoperasionalisasi variabel adalah petunjuk bagaimana suatu variabel
diukur dengan membaca definisi operasional dalam penelitian, maka
diketahui baik buruknya variabel tersebut

4. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

PENGERTIAN KISI-KISI
Kisi-kisi (test blue print atau table of specification) merupakan deskripsi
mengenai ruang lingkup dan isi materi yang akan diujikan. Tujuan
penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan tekanan
tes yang setepat-tepatnya, sehingga dapat menjadi petunjuk dalam menulis
soal. Adapun wujudnya dapat berbentuk format atau matrik.
FUNGSI KISI-KISI

1. Panduan/pedoman dalam penulisan soal  yang hendak disusun


Pedoman penulisan soal meurupakan aspek tepenting ketika guru
hendak memberikan soal kepada siswa, pedoman tersebut akan
menjadi acuan bagi guru dalam penulisan soal sehingga akan
memudahkan dalam pembuatan soal.
Penulis soal akan menghasilkan soal-soal yang sesuai dengan tujuan
tes.
2. Tes merupakan bahan evaluasi guru terhadap keberhasilan peserta
didik dalam pembelajaran yang disampaikan, guru dalam mengevalusi
peserta didik akan memberikan soal tes evaluasi yang bermacam-
macam sesuai dengan tujuan pencapaian evalusi terhadap
pembelajaran tertenu. Dalam pembuatan soal yang menggunakan kisi-
kisi, penulis akan menghasilkan soal-soal yang sesuai dengan tujuan
tes.
3. Penulis soal yang berbeda akan menghasilkan perangkat soal yang
relatif sama, dari segi tingkat kedalamannyas segi cakupan materi yang
ditanyakan.

SYARAT KISI-KISI

1. Mewakili isi kurikulum yang akan diujikan


2. Komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami
3. Soal-soalnya dapat dibuat sesuai dengan Indikator dan bentuk yang
yang ditetapkan

JENIS PERILAKU YANG DAPAT DIUKUR


 Domain kognitif :
 Mengingat: Istilah mengingat merupakan terjemahan dari kata
remember dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian,
maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut
termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan
hafalan atau diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah,
pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota.
 Memahami: Tipe hasil belajar yang lebih tinggi
daripada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya
menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu
yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari
yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk
penerapan pada kasus lain. Pemahaman dapat
dibedakan ke dalam tiga kategori, tingkat
pertama(terendah) adalah pemahaman terjemahan, mulai
dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya
dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia,
mengartikan Bhinneka Tunggal Ika, mengartikan merah
putih. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran,
yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan
yang diketahui berikutnya. Tingkat ketiga atau tingkat
tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Membuat contoh
item pemahaman tidaklah mudah. Sebagian item
pemahaman dapat disajikan dalam gambar, denah, diagram,
atau grafik.
 Mengaplikasikan/ menerapkan: Aplikasi adalah
penggunaan abstraksi pada situasi konkrit atau situasi
khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori,
atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi
baru disebut aplikasi.
 Menganalisa (analysis): dan mensintesiskan, Analisis
diartikan kemampuan menjabarkan atau menguraikan
suatu konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci,
memilah-milih, merinci, mengaitkan hasil rinciannya.
Contoh: Mahasiswa dapat menentukan hubungan
berbagai variabel penelitian dalam mata kuliah
Metodologi Penelitian.
 Sintetis (synthetis): Sintesis diartikan kemampuan
menyatukan bagian-bagian secara terintegrasi menjadi
suatu bentuk tertentu yang semula belum ada. Contoh:
Mahasiswa dapat menyusun rencana atau usulan
penelitian dalam bidang yang diminati pada mata kuliah
Metodologi Penelitian.
 Mengevaluasi (evaluation) / menilai: Evaluasi diartikan
kemampuan membuat penilaian (judgment) tentang nilai
(value) untuk maksud tertentu. Contoh: Mahasiswa
dapat memperbaiki program-program computer yang
secara fisik tampak kurang baik dan kurang efisien
pada mata kuliah Algoritma dan pemrograman
(Suparman, 2001).
 Mencipta: mencipta merupakan kemampuan dalam
menempatkan, membuat atau menyatukan sesuatu yang
berbeda secara bersama-sama untuk membentuk satu
kesatuan yang berkelanjutan dan fungsional atau dapat pula

berarti mereorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur


baru. Dalam bahasa lain dapat dikatakan membuat,
merangkai, berinovasi, memperbaharui sesuatu dari berbagai
unsur. Berikut disajikan kata kerja oprasional untuk ranah
kognitif.
 Domain afektif :
 Kemauan menerima: berarti keinginan untuk memperhatikan
suatu gejala atau rancangan tertentu seperti keinginan membaca
buku, mendengar music, atau bergaul dengan orang yang
mempunyai ras berbeda.
 Kemauan menanggapi: berarti kegiatan yang menunjuk pada
partisipasi aktif kegiatan tertentu seperti menyelesaikan tugas
terstruktur, menaati peraturan, mengikuti diskusi, menyelesaikan
tugas dilaboratorium atau menolong orang lain.
 Menilai: berarti kemauan menerima sistem nilai tertentu pada
individu seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu,
apresiasi atau penghargaan terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau
kesungguhan untuk melakukan suatu kehidupan sosial.
 Mengelola: berarti penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang
berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih
tinggi, seperti menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan
tanggung jawab, bertanggung jawab terhadap hal yang telah
dilakukan, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan
diri sendiri.
 Menghayati: berarti individu yang sudah memiliki system nilai
selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang
dipegangnya, seperti bersikap objektif terhadap segala hal.
 Domain psikomotor :
 Imitasi/Peniruan – meniru gerakan yang dilakukan oleh
orang lain. Contoh: peserta didik meniru gerakan menendang
bola gurunya.
 Manipulasi – melakukan gerakan berbeda dengan yang diajarkan.
Contoh: peserta didik melakukan gerakan menendang bola
dengan gaya sendiri, tidak lagi persis yang dicontohkan.
 Presisi/ Ketepatan – melakukan gerakan yang tepa atau akurat.
Contoh: peserta didik menendang bola lebih terarah dan tepat
sasaran.
 Artikulasi – memberikan sentuhan seni dengan
menggabungkan beberapa hal yang hasilnya sebuah harmoni.
Contoh: peserta didik menendang bola indah dengan gerakan
melengkung (gerakan pisang).
 Naturalisasi /pengalamiahan– gerakan yang berkualitas
menjadi bagian dari dirinya yang ketika dilakukan terjadi secara
reflek. Contoh: peserta didik nampak sudah biasa menendang
bola secara terarah, akurat dan indah sepeti layaknya seorang
pesepak bola bertarap professional.
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN TES TULIS
 Komponen atau Kelengkapan Sebelum Tes Terdiri Atas :
1. Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang
harus dikerjakan oleh siswa.
2. Lembaran jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan bagi test untuk
mengerjakan tes. Untuk soal bentuk pilihan ganda biasanya dibuatkan
lembaran nomer dan huruf a, b, c, d. Menurut banyaknya alternatif yang
disediakan.
3. Kunci jawaban tes, berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki. Kunci
jawaban ini dapat berupa huruf-huruf yang dikehendaki. Untuk tes
bentuk uraian yang dituliskan adalah kata-kata kunci ataupun kalimat
singkat untuk memberikan ancar-ancar jawaban. Ide daripada adanya
kunci jawaban ini adalah agar :
 Pemeriksaan tes dapat dilakukan oleh orang lain.
 Pemeriksaannya benar.
 Dapat dilakukan dengan mudah.
 Sedikit mungkin masuknya unsur subjektif

 Hal-hal yang harus di lakukan sebelum menulis soal tes tulis


sebelum menulis soal maka hal-hal yang harus di lakukan diantaranya
yaitu:
 menentukan tujuan tes
 menyusun kisi-kisi soal
 penulisan soal
 pemberian skor
 pelaporan hasil tes   

TES TULIS
Pengartian Tes Tulis
Tes secara harfiah berasal dari bahasa perancis kuno “testum” artinya piring
untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan
atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan,
pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki seseorang
atau kelompok.

Ciri-Ciri Tes
Tes yang baik memiliki kriteria atau ciri-ciri. Ciri-ciri tes yang baik yaitu:
 Validitas
Jika data yang dihasilkan oleh instrumen benar dan valid, sesuai
dengan kenyataan. Maka instrumen yang digunakan tersebut juga
valid. Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa
yang hendak diukur.
 Reliabilitas
Kata reabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability
dalam bahasa inggris, berasal dari kata reliable yang artinya dapat
dipercaya. Jika dihubungkan dengan validitas maka validitas adalah
ketepatan sedangkan reliabilitas adalah ketetapan.
 Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam
melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi.
Hal ini terutama terjadi pada sistem skoringnya. Apabila dikaitkan
dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan ketetapan dalam
hasil tes.
 Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes
tersebut bersifat praktis (mudah dilaksanakan, mudah
pemeriksaannya), mudah pengadministrasiaanya.

 Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis disini adalah bahwa pelaksanaan tes
tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang
banyak dan waktu yang lama.

Komponen Kisi-Kisi Tes Tulis


Sebelum menulis soal tes tulis, salah satu hal yang harus dilakukan adalah
menysun kisi-kisi tes. Kisi-kisi tes atau blue print, table of specification,
lay-out, plan, or frame work berfungsi sebagai pedoman dalam penulisan
soal dan perakitan tes.
Komponen kisi-kisi tes yaitu :
 Jenis sekolah/kelas/semester
 Mata pelajaran
 Kurikulum yang diacu
 Alokasi waktu
 Jumlah soal
 Bentuk soal
 Bahan-bahan pengajaran yang akan diukur
 Jenis kompetensi yang akan diukur (ingatan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, evaluasi)
 Banyaknya soal yang akan disusun untuk masing-masing bahan
pengajaran dan kompetensi/aspel intelektual yang akan diukur.
 Bentuk soal
 Tingkat kesukaran masing-masing soal.

Langkah-Langkah Pembuatan Kisi-Kisi


Langkah-langkah pembuatan/pengisian kisi-kisi, yaitu :
 Mendaftar  pokok-pokok  materi  yang  akan  diteskan  (berdasarkan
silabus)
 Memberikan imbangan bobot/presentase untuk masing-masing pokok
materi (berdasarkan pada luas dan tingkat kedalaman materi)
 Merinci banyaknya butir soal (proporsi jumlah item) untuk tiap-tiap
materi.
 Menentukan proporsi/prosentase untuk setiap pokok aspek intelektual
yang diukur bagi setiap pokok-pokok materi (perhatikan homogenitas dan
heterogenitas bahan).
 Mengisi sel-sel dalam kisi-kisi
 Pemberian nomor item

NON-TES
Pengertian Instrument Non-tes
Instrument non-tes adalah intrumen selain tes prestasi belajar. Alat yang
dapat digunakan adalah lembar pengamatan atau observasi dan istrumen tes
sikap, minat dsb. Instrumen non-tes biasanya digunakan untuk mengevaluasi
hasil belajar, aspek psikomotorik atau keterampilan, sikap atau nilai, yaitu
untuk menggali informasi atau mengumpulkan data yang berkaitan dengan
penilaian, pendapat atau opini terhadap sesuatu yang berkaitan dengan
keterampilan, perilaku, sikap atau nilai.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan instrumen evaluasi
adalah jumlah butir pernyataan dari suatu instrumen, karena semakin banyak
jumlah butir pernyataan (unsur yang dievaluasi) maka semakin baik
kualitasnya. Pada prinsipnya prosedur penulisan untuk instrument non-tes
adalah sama dengan prosedur penulisan tes pada tes prestasi belajar, yaitu
menyusun kisi-kisi tes, menuliskan butir soal berdasarkan kisi-kisinya, telaah,
validasi butir, uji coba butir, perbaikan butir berdasarkan hasil uji coba.     
Namun, dalam proses awalnya, sebelum menyusun kisi-kisi tes
terdapat perbedaan dalam menentukan validitas isi diperoleh melalui
kurikulum dan buku pelajaran, tetapi untuk non-tes validitas isi atau
konstruknya diperoleh melalui “teori”.

Penyusunan Kisi-kisi Instrumen Non-tes


Penulis soal harus mengetahui terlebih dahulu validitas konstuknya
yang disusun atau dirumuskan melalui teori. Cara termudah untuk
mendapatkan teori adalah membaca beberapa buku, hasil penelitian atau
mencari informasi lain yang berhubungan dengan variable atau tujuan tes yang
dikehendaki. Oleh karena itu, peserta didik atau responden yang hendak
mengerjakan tes ini (instrumen non-tes) tidak perlu mempersiapkan atau
belajar materi yang hendak diteskan terlebih dahulu seperti pada tes prestasi.
Setelah teori diperoleh dari berbagai buku, maka langkah selanjutnya
adalah menyimpulkan teori itu dan merumuskan mendefinisikan (yaitu
definisi konsep dan definisi operasional) dengan kata sendiri berdasarkan
pendapat para ahli yang diperoleh dari beberapa buku yang telah dibaca.
Definisi tentang teori yang dirumuskan inilah yang dinamakan konstruk.
Berdasarkan konstruk yang telah dirumuskan itu, langkah selanjutnya adalah
menentukan dimensi (tema objek atau hal-hal pokok yang menjadi pusat
tinjauan teori), indikator (uraian atau rincian dimensi yang akan diukur) dan
penulisan butir soal berdasarkan indikatornya.
 Contoh Non Tes
a) Tes skala sikap
Tes skala sikap adalah perasaan suka atau tidak suka atau
kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu atau objek. Seperti :
sikap terhadap materi pelajaran, guru, proses pembelajaran, norma-
norma tertentu dan sebagainya.
Penilaian tes skala sikap atas 3 komponen berikut :
 Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang
terhadap objek.
 Komponen kongnisi adalah kepercayaan atau keyakinan yang
menjadi pegangan seseorang.
 Komponen konasi adalah kecenderunan untuk berperilaku atau
berbuat dengan cara-cara tertentu terhadap sesuatu objek.

b) Tes minat belajar


Minat merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan
perhatian terhadap suatu objek yang disertai dengan raa senang dan
dilakukan penuh kesadaran.
Peserta didik yang menaruh minat pada suatu mata pelajaran,
perhatiannya akan tinggi dan minatnya berfungsi sebagai pendorong
kuat untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar pada
pelajaran tersebut.

c) Tes motivasi berprestasi


 Definisi konsep
Motivasi berprestasi adalah motivasi yang medorong peserta didik
untuk berbuat baik dari apa yang dibuat atau diraih sebelumnya mapun
yang dibuat atau diraih orang lain.
 Definisi operasional
Motivasi berprestasi adalah motivasi yang mendorong seseorang
untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih
sebelumnya maupun yang dibuat atau diraih orang lain yang dapat
diukur melalui:
a) Berusaha untuk untuk unggul dalam kelompoknya
b) Menyelesaikan tugas dengan baik
c) Rasional dalammeraih keberhasilan
d) Menyukai tantangan
e) Menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses
f) Menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi,
umpan balik dan resiko tingkat menengah

d) Tes kreativitas
Keativitas merupakan proses berfikir yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan secara benar dan
bermanfaat (Devito, 1989 : 118).
Ciri-ciri kreativitas berkaitan dengan imaginasi, orisinalitas,
berfikir devergen, penemuan hal-hal yang bersifat baru, intuisi, hal-hal
yang menyangkut perubahan dan eksploasi (coben, 1976 : 17). Tes
kreativitas teriri dari dua yaitu tes verbal dan tes gambar. Yang memilki
ciri kelancaran, keluwesan, keaslian dan elaborasi (Torance, 1974 : 8).

Komponen kisi-kisi non test


Instrumen non-tes yang dimaksudkan di sini adalah instrumen selain tes di
antaranya seperti tes sikap, motivasi, minat, emosi, bakat, moral, konsepsi
diri, dan lain sebagainya. Adapun alat penilaiannya yang dapat digunakan
diantaranya adalah: pengamatan/observasi (seperti catatan harian,
portofolio, life skill) dan instrumen tes (seperti tes sikap, minat, dll).

Pada prinsipnya, prosedur penulisan kisi-kisi untuk instrumen non-tes


adalah sama dengan prosedur penulisan kisi-kisi tes pada tes prestasi
belajar, namun sebelum menyusun kisi-kisi tes terdapat perbedaan dalam
menentukan validitas isi/konstruknya. Dalam tes prestasi belajar, validitas
isi diperoleh melalui kurikulum dan buku pelajaran, tetapi untuk non-tes
validitas isi/konstruknya diperoleh melalui “teori”. Teori adalah pendapat
yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau
kejadian, dsb. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 : 932)

Dalam kisi-kisi non-tes formatnya berisi:

1.  Dimensi adalah tema-objek/hal-hal pokok yang menjadi pusat tinjauan


teori. Agar demensi dapat diukur harus memenuhi syarat sebagai berikut :
demensi itu harus secara umum didapatkan pada suatu kelompok benda
atau manusia, demensi itu harus dapat memberikan data sensorik yang
dapat ditangkap oleh indera manusia, demensi itu harus dapat dirumuskan
dengan jelas, demensi itu harus memiliki nilai variasi, demensi itu harus
dapat memberikan respons yang mirip pada berbagai pengamat yang
berbeda.

2. Indikator  adalah uraian/rincian dimensi yang akan diukur

3. Jumlah butir soal per indikator

4. Nomor butir soal

Prosedur penyusunan kisi-kisi non test

Langkah-langkah pengembangan alat evaluasi non-tes diantaranya


seperti berikut ini:

1.      Menentukan apa yang akan diukur atau aspek apa yang akan mau
diungkap. Biasanya aspek hasil belajar yang diungkap dengan cara non-
tes  berkenaan dengna ranah afeltif dan psikomotorik atau aspek
psikologis.

2.      Menentukan instrument apa yang akan digunakan. Jadi, maksudnya


ialah cara apa yang akan digunakan untuk mengukur aspek tersebut.
Instrument dalam penilaian non tes seperti angket, observasi, wawancara,
sosiometri, analisis hasil karya, dll.

3.      Menentukan definisi atau batasan tentang aspek yang akan diungkap,


berdasarkan atas teori dari aspek yang ingin diungkap tersebut.
4.      Menentukan format instrument. Format instrtument yang sering
ditemukan adalah berupa uraian bebas (essay), skala penilaian
atau rattingh skill, pilihan ganda atau daftar cek, atau yang lainnya.

5.      Mengembangkan kisi-kisi

6.      Menulis pernyataan sesuai dengan kisi-kisi

7.      Analisis rasional terhadap pernyataan yang telah dirumuskan.


Analisis ini bisa dilakukan sendiri atau oleh orang lain yang memiliki
keahlian dalam bidang tersebut.

Berikut ini format kisi-kisi non tes:

CONTOH KISI-KISI KURIKULUM 2013


NO Indikator Butir Instrument
1. Mengidentifikasi perbedaan Berdasarkan teks hasil observasi  dan
teks struktur isi teks hasil deskripsi jelaskan ciri-ciri judul,
observasi dengan deskripsi klasifikasi umum, dan deskripsi pada
teks observasi yang kamu baca!
2. Mengidentifikasin perbedaan Jelaskan ciri-ciri bahasa yang
bahasa yang digunakan pada digunakan dalam teks observasi dan
teks hasil observasi dan deskripsi yang kamu baca disertai bukti
deskripsi yang mendukung jawabanmu!

5. Jenis Instrumen Penelitian

B. PENGERTIAN, RUMUS, DAN GUNA

1. Validitas

Validitas menunjukkan tingkat ketepatan atau tingkat keabsahan dalam mengukur


aspek yang hendak diukur atau dalam mengungkap data yang hendak diungkap.
Setiap alat ukur harus hanya mengukur satu dimensi atau aspek saja.

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan tingkat keajegan, yaitu untuk menghasilkan skor yang


ajeg/konsisten. Kecermatan hasil pengukuran ditentukan oleh banyaknya
informasi yang dihasilkan dan sangat berkaitan dengan satuan ukuran dan jarak
rentang (range) dari skala yang digunakan. Menurut Balitbangdikbud (1998)
mengenai keajegan (consistency) dari skor dapat dibedakan menjadi keajegan
internal dan keajegan eksternal.

Keajegan internal ialah sejauh mana butir-butir soal homogen, baik dari segi
tingkat kesukaran maupun dari segi bentuk soal/prosedur menjawabnya. Jadi
tingkat kesukaran soal harus sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Tingkat
keterhandalan skor dalam arti (1) homogenitas butir soal dan (2) kehandalan butir-
butir soal dalam mengungkap perbedaan kemampuan yang terdapat di kalangan
siswa dapat diukur dengan sebuah indeks yang disebut indeks alfa dari Cronbach
yang telah disederhanakan oleh Kuder dan Richardson. Keajegan eksternal
adalah sejauh mana skor yang dihasilkan kepada kelompok orang akan tetap sama
sepanjang orang tersebut belum berubah. Hal ini dapat diuji dengan indeks
korelasi dengan paralel form (disederhanakan dengan split half method).

3. Analisis Butir Soal (Item Analysis)

Analisis butir soal adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dan
jawaban peserta didik guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan.
Analisis butir soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik,
kurang baik, dan soal yang jelek. Bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya
indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran ini
menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0
menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan
bahwa soalnya terlalu mudah.
0,0 1,0
sukar mudah
Indeks kesukaran ini diberi simbol P (p besar), singkatan dari kata “proporsi”.
Dengan demikian, maka soal dengan P = 0,70 lebih mudah jika dibandingkan
dengan P = 0,20. Sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar daripada soal
dengan P = 0,80.
Rumus mencari P

Keterangan :
P = indeks kesukaran

B = banyak peserta yang menjawab soal itu dengan benar

JS = jumlah seluruh peserta tes

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan


sebagai berikut:

 Soal dengan P = 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar


 Soal dengan P = 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang
 Soal dengan P = 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah

4. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa
yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan
rendah). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi, disingkat D (d besar). Indeks diskriminasi (daya pembeda) berkisar
antara 0,00 sampai 1,00. Indeks diskriminasi memiliki tanda negatif (-) yang
digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas testee, yaitu anak
pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Dengan demikian ada tiga
titik pada daya pembeda, yaitu:

-1,00 0,00 1,00

daya pembeda negatif daya pembeda rendah daya pembeda positif

Rumus mencari D

Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah:

Keterangan :

D = daya pembeda

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai indeks
diskriminasi 0,4 sampai dengan 0,7.

Klasifikasi Daya Pembeda:

D: 0,00 – 0,20 : jelek (poor)

D: 0,21 – 0,40 : cukup (satistifactory)

D: 0,41 – 0,70 : baik (good)

D: 0,71 – 1,00 : baik sekali (excellent)


D: negatif, semuanya tidak baik. Jadi semua butir soal yang
mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.

Analisis Daya Pembeda

Salah satu tujuan analisis kuantitatif soal adalah untuk menentukan dapat tidaknya
suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang di ukur sesuai dengan
perbedaan yang ada dlam kelompok itu.

Indeks yang di gunakan dalam membedakan peserta tes yang berkemampuan


tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah adalah indeks daya
pembeda.       Indeks ini menunjukkan kesesuaian antara fungsi soal dengan
fungsi tes secara keseluruhan. Dengan demikian validitas soal ini sama dengan
daya pembeda soal yaitu daya yang membedakan antara peserta tes yang
berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah.

Hubungan antara tingkat kesukaran dan daya pembeda.

Tingkat kesukaran berpengaruh langsung pada daya pembeda soal. Jila setiap
orang memilih benar jawaban ( P = 1 ), atau jika setiap orang memiliki benar
jawaban (P = 0) maka soal tidak dapat digunakan untuk membedakan kemampuan
peserta tes. oleh kaena itu soal yang baik adalah soal yang memiliki daya
pembeda antara peserta tes kelompok atas dan kelompok rendah. Kelompok
rendah memiliki tingkat kemampuam 0.50 dan akan diperoleh daya pembeda
kelompok atas maksimal 1.00.

Daya pembeda soal pilihan ganda                   

Bagaimana menentukan daya pembeda soal pilihan ganda?Yang menunjukkan


tingkat kesukaran soal pilihan ganda. Daya pembeda di tentukan dengan melihat
kelompok atas dan kelompok bawah berdasarkam sekor total. perhatikan tabel
berikut.

Skor
Nomor soal
Total
No Peserta

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Aan 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0

2 Adi
1 0 0 0 1 0 0 0 1 0
3 Ana
8
4 Andi 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0
3
5 Candra
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7
6 dian
8
7 Risma
1 0 1 0 1 0 0 0 1 0
4
8 sasa
8
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
9 titik
3
10 uun
1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 6

4
1 1 1 1 0 1 1 0 0 0
4

1 0 0 1 1 0 0 0 1 0

1 0 0 0 0 0 1 1 1 0

Untuk memudahkan perhitungan sekor yang terdapat pada tabel di urutkan dari
peserta tes yang memperoleh skor yang tinggi menuju peserta yang memperoleh
sekor yang rendah. Perhatikan tabel berikut:

Sk
Nomor soal
or
N Pese
o rta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Aan 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8

2 Dian 8
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
3 Andi 8

4 Ana 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7

5 Sasa 6
1 1 1 1 0 1 1 1 0 0
6 Cand 4
ra
7 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 4
Titik
8 4
Uun
1 0 1 0 1 0 0 0 1 0
9 3
Adi
1 3
0 Rism 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0
a

1 0 0 0 1 0 0 1 1 0

1 0 0 0 1 0 0 0 1 0

1 0 0 0 1 0 0 0 1 0

Jumlah
10 5 6 6 8 5 5 5 5 0
jawaban
benar

Jumlah 1
10 10 10 10 10 10 10 10 10
peserta 0

Kesukaran 0.0 0.5 0.6 0.6 0.8 0.5 0.5 0.5 0. 1.0
0 0 0 0 0 0 0 0 5 0

Keterangan :

Skor Siswa kelompok atas 6 – 10


Skor Siswakelompok bawah 5 – 1

Berikut ini cara menghitung daya beda:

Nilai DB akan merentang antara nilai -1,00 hingga +1.00. dengan mengambil soal
comtoh di atas beberapa kondisi  soal dapat di jelaskan sebagai berikut:

contoh : soal nomor 2 semua siswa kelompok atas dapat menjawab benar dan
semua siswa kelompok bawah menjawab salah, maka DB akan + 1,00.  DB  dapat
di tentukan besarnya dengan rumus sebagi berikut : PT – PR

TB RB

T T

PT    =Proporsi siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mwmpunyai  kemampuan tinggi

PR    =Proporsi siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mwmpunyai  kemampuan rendah

TB    =Jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang mempunyai
kemampuan tinggi

T    =Jumlah kelompok siswa yang mempunyai kemampuan tinggi.

RB   =Jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang mempunyai
kemampuan rendah

R   =Jumlah kelompok siswa yang mempunyai kemampuan rendah.

Berikut adalah tabel kategori tingkat kesukaran dalam daya beda.

No soal Kelompok atas Kelompok bawah Daya Beda

1 1.00 1.00 0.00

2 1.00 0.00 1.00

3 1.00 0.10 0.90


4 1.00 0.10 0.90

5 0.30 0.60 -0.30

6 1.00 0.00 1.00

7 1.00 0.10 0.90

8 0.80 0.10 0.70

9 0.00 1.00 -1.00

10 0.00 0.00 0.00

Kembali pada tingkat kesukaran yang di tunjukkan pada tabel dapat kita lihat soal
no 9 merupakan soal yang sukar bagi kelompok atas tetapi sangat mudah bagi
kelompok bawah soal no 10 merupakan soal yang sangat sukar baik bagi
kelompok atas maupun kelompok bawah.  soal nomor 2 dan nomor 6 merupakan
soal yang sangat sukar dagi kelompok bawah tetapi relatif mudah untuk kelompok
atas. Perhitungan daya beda sangatlah sederhana dan menyajikan informasi yang
dapat membedakan masing – masing kelompok berdasarkan kemampuan mereka.
(engelhart, 1965) . soal nomor 1 dan nomor 10  tidak menujukkan perbedaan antar
kelompok. Tidak adanya perbedaan tingkat kesukaran pada soal nomor 1 dan
nomor 10 yang juga menujukkan bahwa soal tidak dapat menujukkan perbedaan
antar kelompok. Soal no 5 dan no 9 mempunyai indeks dayabeda yang baik, tetapi
terbalik. Tanda negatif  no 5 dan no 9 menujukkan bahwa peserta tes yang
kemampuanya tinggi tidak dapat menjawab soal dengan benar  , tetapi peserta tes
yang kemampuanya rendah menjawab dengan benar , data setatistik diatas
menunjukkan bahwa soal nomor 5 dan 9 merupakan soal yang tidak baik, data
setatistik menujukkan bahwa soal nomer 2,3,4,6,7 dan 8 merupakan soal yang
baik ditinjau dari daya pembeda.

3.    Daya pembeda soal uraian 

Bagaimana cara menentukan daya pembeda soal uraian? Lankah yang di lakukan
untuk menghitung daya pembeda sama seperti yang dilakukan pada soal pilihan
ganda. Urutkan seluruh peserta tes berdasarkan perolehan sekor total dari yang
tinggi keperolehan sekor yang rendah.

Dari contoh diatasdapat disimpulkan bahwa cara menghitung daya pembeda


adalah dengan menempuh langkah sebagai berikut :

1.Memeriksa  jawaban soal semua siswa peserta tes.


2.Membuat daftar peringkat atau urutan hasil tes berdasarkan sekor yang di
capainya.

3.Menentukan jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah.

4.Menghitung selisi tingkat kesukaran menjawab soal antara kelompok atas dan
kelompok bawah.

5.Membandingkan nilai selisih yang di peroleh.

6.Menentukan ada tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan kriteria
“memiliki daya pembeda”.

Anda mungkin juga menyukai