Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Tuberkulosis paru merupakan penyakit paru akibat infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis masih tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Pada bulan
Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global health emergency dikarenakan kurang
lebih 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian vesar dari kasus
ini (95%) terjadi di negara berkembang dimana sebesar 75% penderita merupakan usia produktif
20-49 tahun.

Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB ke-3 tetinggi di dunia setelah Cina
dan India. Pada tahun 1998 kasus TB di Indonesia diperkirakan 591.000 kasus dimana perkiraan
kejadian sputum BTA + mencapai 266.000. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional tahun 2001,
TB merupakan penyebab kematian nomor 3 di Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan
kemiskinan, malnutrisi, gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, keadaan lingkungan,
perlindungan kesehatan yang kurang memadai, adanya epidemi HIV dan lain-lain yang tidak
hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju.

Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya sangat mudah sekali, yaitu
melalui percikan air liur (droplet) yang keluar saat batuk, bersin, maupun berbicara. Untuk
mengurangi bertambahnya jumlah penderita TB paru dan masalah yang ditimbulkan maka
pelayanan kesehatan primer memegang peranan yang sangat penting dalam hal diagnosis,
penanganan awal dan edukasi dalam mencegah penularan penyakit TB. Penanganan dapat
dilakukan dimulai dari lingkungan keluarga, di mana keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga dalam hal ini
sangat berperan sebagai pengawas minum obat maupun pengingat untuk selalu hidup sehat,
sehingga pengobatan TB paru dapat berhasil dan penularan dapat diminimalkan.

I.2 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien TB paru dan keluarganya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk keluarga, dan siklus keluarga)
keluarga pasien TB paru.
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah kesehatan pada
pasien TB paru dan keluarganya.
c. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pasien TB paru dan keluarganya.
I.3 MANFAAT
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran keluarga, serta penatalaksanaan
kasus TB paru dengan pendekatan kedokteran keluarga.
2. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberika infotmasi serta masukan untuk pengambilan
kebijakan dalam pembuatan program pencegahan dan penanggung penyakit TB paru
serta dapat mengembangkan kemitraan dengan institusi lain yang terlibat dalam
pelaksaan penelitian ini baik untuk kegiatan penelitian selanjutnya maupub pengembangn
ilmu pengetahuan.
3. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan dalam menganalisa penyakit yang berbasis
lingkungan khususnya TB paru yaitu dengan mengetahui hubungan pegetahuan penderita
tentang tuberculosis pau dengan sikap dan perilaku pasien paru. Menambah pengalaman
yang sanagt berharga dalam mengaitkan teori yang didapat dengan pengalaman yang
nyata di lapangan
4. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap memberikan
penatalaksanaan kepada pasien TB paru dilakukan secara holistik dan komprehensif serta
mempertimbangkan aspek keluarga dalam proses kesembuhan.
5. Bagi Pasien dan Keluarga
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa keluarga juga memiliki
peranan yang cukup penting dalam kesembuhan pasien TB paru
BAB II
KASUS ANALISA KASUS

II.1 ILUSTRASI KASUS


Atas saran dari orang tuanya Nn. NW datang ke praktek dokter umum 4 bulan lalu tanpa
didampingi keluarga dengan keluhan batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh. Keluhan batuk
berdahak diikuti dengan timbulnya sesak napas yang semakin berat. Batuk berdahak dan sesak
napas sudah lama dirasakan sebelum datang ke dokter praktek umum dikarenakan Nn. NW
mengira dirinya hanya mengalami asma seperti halnya nenek dari ibunya memiliki riwayat asma.
Berdasarkan keluhan pasien (batuk berdahak, sesak, demam, keringat malam, dll),
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologi maka dokter praktek umum mendiagnosisnya
menderita tuberkulosis paru. Dokter praktek umum menyarankan agar Nn. NW mengambil obat
OAT di puskesmas yang diberikan secara gratis tetapi Nn. NW tidak melakukannya dan baru
mengambil OAT yang disarankan 2 bulan lalu. Keluarganya pun baru tahu hasil diagnosisnya
setelah 2 bulan.
Saat datang untuk mengambil OAT, Nn. NW menjalani pemeriksaan sputum SPS dimana
hasilnya secara berturut-turut +1, +2, +1. Nn. NW dikategorikan sebagai pasien TB kategori I
dan diberikan OAT kategori I. Saat ini Nn. NW sudah berobat selama 2 bulan.
Saat kami sekelompok berkunjung ke rumahnya kami melakukan anamnesis mengenai
keadaannya saat ini. Saat ini pasien mengaku sudah tidak batuk dan sesak lagi, ia juga mengaku
berat badannya berangsur-angsur naik. Keluhan lain diakui tidak ada. Keadaan umum Nn. NW
baik tetapi Nn. NW menolak untuk dilakukan pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan foto toraks
Nn. NW 4 bulan lalu yang diperlihatkan pada kami berupa bercak-bercak infiltrat pada paru kiri
ada disertai garis-garis fibrosis yang meretrasksi hilus kiri dengan kesan TB paru sinistra lama
suspek aktif.
Nn. NW (23 tahun) merupakan anak kedua dari 2 orang bersaudara. Nn. NW tinggal
bersama paman dan istrinya serta kedua sepupunya sejak SMA (umur Nn. NW saat itu 17 tahun)
Nn. NW mengaku pamannya pernah menderita TB paru lama dan sudah dinyatakan sembuh
sejak 5 tahun lalu. Saat ini pamannya tidak tinggal serumah lagi dengan mereka dengan alasan
kerjaan (pegawai swasta). Mereka tinggal dalam rumah ukuran 6 x 8 meter berlantai 2 semu.
Rumah termasuk bangunan permanen, lantai tegel dan beratap seng. Sinar matahari cenderung
terhalang masuk ke rumah karena jendela rumah tertutup gorden walau di siang hari. Ventilasi
rumah juga tidak bagus sehingga keadaan rumah terasa pengap walaupun rumah dilengkapi 1
buah kipas angin. Kebersihan dan kerapian rumah terjaga, toilet berupa jambang jongkok.
Sumber air dalam rumah berasal dari PAN dan air minum dari gallon.
Sebelum sakit Nn. NW bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan. Pekerjaannya ini
membuatnya harus sering kerja lembur hingga malam. Nn. NW mengaku sangat lelah dengan
pekerjaannya dan menyangkal adanya teman kerja atau tetangga sekitar tempat tinggalnya yang
menderita TB paru. Nn. NW juga mengaku menjalani diet ketat untuk menurunkan berat
badannya. Setelah sakit Nn. NW berhenti bekerja dan aktifitasnya terbatas dirumah. Nn. NW
juga mengaku depresi akan penyakitnya dan cenderung menarik diri dari pergaulan dengan
alasan malu dan tidak ingin menulari orang lain.

RINGKASAN
A. Identitas
Nama : Nn. NW
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : BTP blok B no.431
No.Register : 7379.111.209
Tanggal kunjungan : 24 April 2014
B. Anamnesis
Keluahan utama : Batuk berdahak disertai sesak (4 bulan lalu)
Keluahan tambahan :-
Riwayat penyakit sekarang : TB paru (Pasien masih sementara mengkonsumsi OAT
sejak 2 bulan lalu)
Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat keluarga :
 Paman yang tinggal serumah positif TB (sudah berobat dan sembuh) sejak 2009
 Asma
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : GCS 15
Vital Sign : Tidak diukur
BB : 43
Status generalisasi : Tidak diukur (pasien menolak dilakukan)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sputum 1 (awal pengobatan) SPS :
 Sewaktu : BTA +
 Pagi : BTA ++
 Sewaktu : BTA +
2. Foto toraks :
 Bercak-bercak infiltrat pada paru kiri ada disertai garis-garis fibrosis yang
meretrasksi hilus kiri.
 Cor : CTI dalam batas normal, aorta normal.
 Kedua sinus dan diafragma kanan baik, diafragma kiri tenting.
 Tulang-tulang intak.
 Kesan : TB paru sinistra lama suspek aktif.
3. Pemeriksaan sputum 2 (kontrol pengobatan) : sampel baru diambil 2 hari lalu dan
masih menunggu hasil
E. Diagnosis
 Awal : TB BTA + kategori I
 Sekarang : masih menunggu hasil pemeriksaan sputum

II.2 ANALISA KASUS


1. Tinjauan Faktor Internal (Anamnesis Keluarga)
a. Genogram
b. Struktur Keluarga

c. Siklus Keluarga
d. Family Process
e. Family Assessment (APGAR Score)
Selalu Kadang- Tidak
No APGAR Pernyataan kadang pernah
(2) (1) (0)
1 Adaptation saya puas karena keluarga selalu memberikan
kebutuhan yang saya perlukan dalam bentuk fisik 
maupun psikis
2 Partnership penyelesaian masalah atau pengambilan

keputusan kadang-kadang dari mamaku sendiri.
3 Growth saya puas karena keluargaku memberikan

kebebasan dalam bersosial tetapi tetap dalam
batasan-batasan.
4 Affection kasih sayang dalam keluargaku sangat bagus,
karena semua keluarga saling memperhatikan satu 
sama lain.
5 Resolve saya puas dalam kebersamaan kami, karena
keluarga selalu meluangkan waktunya untuk 
berkunjung ke rumah ini.

Skor APGAR:
1. Adaptation : 2
2. Partnership : 1
3. Growth :2
4. Affection :2
5. Resolve :2
 TOTAL =9
Intrepertasi : Sehat

f. Perilaku

2. Tinjauan Faktor Eksternal (Mandala oh Health)

BAB III
PEMBAHASAN

g. Pengertian TB paru
(Depkes RI, 2006)
     TB paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang langsing, lurus atau
lengkung dengan ukuran 0,3-0,6 mikron x 0,5-4,0 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarna. Oleh sebab itu, disebut pula sebagai Basil Tahan
Asam (BTA). Kuman TB cepat mati terkena sinar matahari langsung dan merupakan
salah satu sifatnya tidak tahan terhadap sinar ultraviolet, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
tertidur (dormant) lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2006).
(Herdin, 2005).
suatu infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan Mycobacterium tuberculosae (Herdin,
2005).

(Brunner, 2002).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru,
dapat juga ditularkan kebagian tubuh yang lainnya (Brunner, 2002).

Kapita Selekta Kedokteran UI


TB Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
dengan gejala yang sangat bervariasi

h. Etiologi Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri
gram positif dan berbentuk batang. Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang
paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni
tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara
mikroskopis sehingga disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Mycobacterium
tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada
tempat yang gelap dan lembab. Kuman dapat dormant atau tertidur sampai beberapa
tahun dalam jaringan tubuh.
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau
bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Seseorang terinfeksi tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut.

i. Faktor resiko
- berasal dari Negara berkembang
- anak-anak <5 tahun atau orang tua
- pecandu alcohol dan narkotik
- infeksi HIV / imunosupresif
- DM
- menghuni rumah beramai-ramai
- hubungan intim dengan pasien dengan sputum +
- kemiskinan dan malnutrisi
j. Patogenesis
TUBERKULOSIS
PRIMER
TUBERKULOSIS POST
PRIMER (U:15-40 TH)
SEMB SEMBUH DGN : KAVIT
UH FIBROSIS AS

AKTIF
PERKAPURAN
LAGI MELU TUBERKU SEMB
KAVIT AS LOMA UH
AS SEMB AKTIF
UH LAGI
KAVIT
AS

k. Klasifikasi TB Paru(sumber : Patofisiologi vol 2 hal 857)

No. Tipe Keterangan


1 Tidak ada pajanan TB Tidak ada riwayat terpajan
Tidak terinfeksi Tes tuberculin (-)
2 Ada infeksi TB, Tes tuberculin (+)
Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri (-) bila dilakukan
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik, atau
radiologic TB aktif
3 TB, aktif secara klinis Biakan M. Tuberkulosis
Terdapat bukti klinis, bakteriologik, atau
radiologic TB aktif
4 TB, Riwayat episode tb/ ditemukan radiografi yang
Tidak aktif secara klinis abnormal atau tidak berubah; reaksi tes kulit
tuberculin (+) dan tidak ada bukti klinis atau
radiografik penyakit sekarang
5 Tersangka TB Diagnosis ditunda
KLASIFIKASI TB PARU
1. TB Paru BTA positif yaitu:
- Dengan atau tanpa gejala klinis - BTA positif mikroskopis + mikroskopis + biakan +
mikroskopis + radiologis + - Gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru
2. TB Paru (kasus baru) BTA negatif yaitu:
- Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru aktip
- Bakteriologis (sputum BTA): negatif, jika belum ada hasil tulis belum diperiksa.
- Mikroskopis -, biakan, klinis dan radiologis +
3. TB Paru kasus kambuh :
- Riwayat pengobatan OAT yang adekuat, gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai
dengan TB Paru aktif tetapi belum ada hasil uji resistensi.

4. TB Paru kasus gagal pengobatan :


- Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru aktif, pemeriksaan
mikroskopis + walau sudah mendapat OAT, tetapi belum ada hasil uji resistensi.

5. TB Paru kasus putus berobat :


- Pada pasien paru yang lalai berobat

6. TB Paru kasus kronik yaitu:


- Pemeriksaan mikroskopis + , dilakukan uji resistensi. 3

l. Tanda dan gejala (IPD jild III edisi V hal 2234)

Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin
tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Bila timbul infeksi aktif klien
biasanya memperlihatkan gejala : batuk purulen produktif disertai nyeri dada, demam
(biasanya pagi hari), malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang
nafsu makan dan penurunan berat badan (Corwin, 2001).
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama
pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik (Corwin,
2001). .
a. Gejala sistemik/umum

1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul.
2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

b. Gejala khusus

1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan
keluar cairan nanah.
4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejangkejang.

m. Differential diagnosis ( Journal The Differential Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis,


ELLIOTT MENDENHALL)
• Bronkiektasis

• Bronkitis kronis

• Abses paru

• Kanker paru

• Infeksi jamur pada paru dll

n.Diagnosis

Anamnesis:

 Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh.
 Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
 Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
 DemamBiasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas
badandapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali.
Bagitulahseterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga penderita merasa
tidak pernahterbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
daya tahantubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
 Batuk Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mulai dari kering (non
produktif)kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaanyang lebih lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat
pembuluh darahyang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.
 Sesak nafasPada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akanditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru-paru.
 . Nyeri dadaGejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang
sudahsampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
 MalaisePenyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan
turun), sakitkepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gajala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur 

Pemeriksaan fisis

 Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.


 Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.
 Uji tuberkulin.
 Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut
panjang/tinggi badan.
 Amforik suara nafas melemah
 Ronki basah
 Tanda-tanda penraikan paru
 Diafragma
 Mediastinum

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan stabdar yang dapat digunakan adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi yaitu,foto lateral,top-kordotic,oblik,atau CT-scab. Gambaran radiologi yang
dicurigakan sebagai TB aktif adalah :

- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
- Kavitas,terutama lebih dari satu,dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif :

- Fibrotik
- Schwarte atau penebalan paru
- Terdapatnya gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat,biasanya secara klinis disebut dengan luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru
terdiri dari atelektasis,ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai
aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses penyakit.
- Lesi minimal bila proses mengenal sebagian dari satu atau dua paru,dengan luas tidak lebih
dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua dan proseus
spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga II) dan tidak
dijumpai kavitas
- Lesi luas,bila proses lebih luas dari lesi minimal

Pemeriksaan Penunjang Lain :

 Analisa cairan pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien
efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis TB adalah uji rivalta positif dan kesan cairan eksudat serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel imfosit dominan dan glukosa rendah.

 Pemeriksaan histopatologi jaringan


Pemeriksaan histopatologi jaringan dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahkan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau autops
 Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator spesifik TB. Laju endap
darah jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien.
LED sering meningkat pada proses aktif,tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan TB. Limfosit juga kurang spesifik

Tatalaksana Tuberkulosis

Untuk mendiagnosis TBC, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama di daerah
paru/dada, lalu dapat meminta pemeriksaan tambahan berupa foto rontgen dada, tes laboratorium
untuk dahak dan darah, juga tes tuberkulin (mantoux/PPD). Pengobatan TBC adalah pengobatan
jangka panjang, biasanya selama 6-9 bulan dengan paling sedikit 3 macam obat.

Kondisi ini diperlukan ketekunan dan kedisiplinan dari pasien untuk meminum obat dan kontrol
ke dokter agar dapat sembuh total. Apalagi biasanya setelah 2-3 pekan meminum obat, gejala-
gejala TBC akan hilang sehingga pasien menjadi malas meminum obat dan kontrol ke dokter.

Jika pengobatan TBC tidak tuntas, maka ini dapat menjadi berbahaya karena sering kali obat-
obatan yang biasa digunakan untuk TBC tidak mempan pada kuman TBC (resisten). Akibatnya,
harus diobati dengan obat-obat lain yang lebih mahal dan "keras". Hal ini harus dihindari dengan
pengobatan TBC sampai tuntas.

Pengobatan jangka panjang untuk TBC dengan banyak obat tentunya akan menimbulkan dampak
efek samping bagi pasien. Efek samping yang biasanya terjadi pada pengobatan TBC adalah
nyeri perut, penglihatan/pendengaran terganggu, kencing seperti air kopi, demam tinggi, muntah,
gatal-gatal dan kemerahan kulit, rasa panas di kaki/tangan, lemas, sampai mata/kulit kuning.

Itu sebabnya penting untuk selalu menyampaikan efek samping yang timbul pada dokter setiap
kali kontrol sehingga dokter dapat menyesuaikan dosis, mengganti obat dengan yang lain, atau
melakukan pemeriksaan laboratorium jika diperlukan.

Pengobatan untuk penyakit-penyakit lain selama pengobatan TBC pun sebaiknya harus diatur
dokter untuk mencegah efek samping yang lebih serius/berbahaya. Penyakit TBC dapat dicegah
dengan cara:

 Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TBC aktif.


 Menjaga standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang sehat, dan
berolahraga.
 Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat). Vaksin ini secara
rutin diberikan pada semua balita.
 Perlu diingat bahwa mereka yang sudah pernah terkena TBC dan diobati, dapat kembali
terkena penyakit yang sama jika tidak mencegahnya dan menjaga kesehatan tubuhnya.

Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat pada skema di bawah ini.
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi
klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila
dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan
perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.

TB Diagnostic TB Patien TB traetment regimen


Phase Initial Phase (daily Continuing
Category or 3 times weekly) (daily or 3 times
Times weekly)
I New smear-positive 2HRZE 4HR or 6 HE
patiens daily
New smear-negative PTB
with extensive
parenchymal involvement
Severe concomitant HIV
disease or severe forms of
EPTB
II Previoisly treated sputum 2 HRZES/1 HRZE 5 HRE
smear-positive PTB:
 Relaps
 Treatment after
interruption
 Treatment failure
III New smear-negative PTB 2 HRZ 4 HR or 4 HE
(other tahn in category I); daily
Less severe forms or
EPTB
IV Chronic and MDR-tb Spesially designed standarized or
cases(still sputum-positive individualized regimen are suggested
after supervised re- for this category
treatment)
Panduan obat TB pada anak

Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan sisanya
sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase
awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan
(4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan.

Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket.
Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat
untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk
tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).

Dosis

 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari


 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
 Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
 Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan
jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap = KDT
(Fixed Dose Combination = FDC). Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:

 Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid) dan Z
(Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
 Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid) yang
digunakan pada tahap lanjutan.

Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan komposisi
dari tablet KDT tersebut.

Tabel berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ adalah R = 75 mg, H
= 50 mg, Z = 150 mg dan komposisi tablet RH adalah R = 75 mg dan H = 50 mg,

Tabel 14. Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak

2 BULAN TIAP HARI 4 BULAN TIAP HARI


BERAT BADAN (KG)
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan:

 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit


 Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.

Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak Anak. Dosisnya seperti
pada tabel berikut ini.

Tabel 15a. Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak

BB 10-20 KG
JENIS OBAT BB<10 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 15b. Dosis OAT Kombipak-fase-lanjutan pada anak

BB 10-20 KG
JENIS OBAT BB<10 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB,
TB sendi dan tulang, dan lain-lain:

 Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Etambutol atau Streptomisin).
 Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.
 Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison)
dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid
adalah 2–4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu 2–
6 minggu. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadi perlekatan jaringan.
F. TERAPI
 Medikamentosa:
Recommended treatment regimens for each diagnostic category (WHO 2003)

TB Diagnostic TB Patien TB traetment regimen


Phase Initial Phase (daily Continuing
Category or 3 times weekly) (daily or 3 times
Times weekly)
I New smear-positive 2HRZE 4HR or 6 HE
patiens daily
New smear-negative PTB
with extensive
parenchymal involvement
Severe concomitant HIV
disease or severe forms of
EPTB
II Previoisly treated sputum 2 HRZES/1 HRZE 5 HRE
smear-positive PTB:
 Relaps
 Treatment after
interruption
 Treatment failure
III New smear-negative PTB 2 HRZ 4 HR or 4 HE
(other tahn in category I); daily
Less severe forms or
EPTB
IV Chronic and MDR-tb Spesially designed standarized or
cases(still sputum-positive individualized regimen are suggested
after supervised re- for this category
treatment)

Keterangan ( buku RESPIROLOGI (Respiratory Medicine))

Nama Obat Dosis yang direkomendasikan


Dosis pemberian setiap hari Dosis pemberian intermitan
mg/kg BB Maksimum (mg) mg/kg BB Maksimum (mg)
Isoniazid (H) 5 mg 300 mg 15 mg 750 mg (seminggu
2 kali)
Rifampisin 10 mg 600 mg 15 mg 600 mg (seminggu
(R) 2 kali)
Pirazinamid 35 mg 2500 mg 50 mg
(Z)
Streptomisin 15-20 mg 750-1000 mg 15-20 mg 750-1000 mg
(S)
Etambutol (E) 15-25 mg 1800 mg
Tiozetason (T) 4 mg (anak) 150 mg

 Edukasi :
1. Menggunakan masker
2. Usahakan sirkulasi udara sekitar bagus
3. Usahakan cukup penyinaran matahari
4. Minum obat secara teratur jangan sampai putus
5. Pola hidup sehat

G. KUNJUNGAN
Dari kunjungan pada penderita yang dilakukan pada tanggal 24 April 2014 , diharapkan
ditemukan faktor-faktor yang memperngaruhi timbulnya penyakit.
1. Lingkungan
Lingkungan penderita, terutama adalah tinggal serumah dengan paman yang perokok
dan positive TB merupakan faktor risiko yang sangat berpengaruh. Ditambah dengan
kondisi kamar yang penderita yang tidak memiliki jendela dan ventilasi menyebabkan
sirkulasi udara dan penyinaran matahari yang tidak maksimal.
2. Diet
Kondisi penderita saat sebelum terdiagnosis yang menjalankan diet penurunan BB
menjadi salah satu faktor pendukung dimana mangakibatkan penurunan imunitas
tubuh penderita.
3. Perilaku
Perilaku penderita dalam hal ini ditinjau dari pekerjaan penderita yang cukup jauh
dari rumah dan waktu kerja yang sampai malam membuat pasien harus pulang malam
dan lembur serta didukung kondisi penderita menggunakan motor untuk pulang
sehingga penderita sering terpapar angin langsung selama 6 bulan masa kerja.

Anda mungkin juga menyukai