Kelompok 5 - Analisis Inflasi 2012 Dan Produk Domestik Bruto Triwulan IV-2017
Kelompok 5 - Analisis Inflasi 2012 Dan Produk Domestik Bruto Triwulan IV-2017
Triwulan IV-2017
(disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia kelas B)
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Cindy Angela (01031281722065)
Indah Aprilia Indriati (01031281722059)
Nadia Amalia Widyatna (01031381722160)
Trina Putri Rahmadani (01031381722138)
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
I. Tinjauan Pustaka.....................................................................................................1
1. Inflasi.................................................................................................................1
1.1. Pengertian Inflasi.............................................................................................1
1.2. Jenis-Jenis Inflasi.............................................................................................1
1.3. Teori Inflasi.......................................................................................................3
1.4. Menghitung Inflasi...........................................................................................4
1.5. Kerangka Kebijakan Target Inflasi................................................................5
1.6. Dampak Inflasi.................................................................................................5
1.7. Cara Mengatasi Inflasi.....................................................................................7
2. Produk Domestik Bruto...................................................................................8
2.1. Pengertian Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product).....................8
2.2. Komponen Produk Domestik Bruto.............................................................10
2.3. Menghitung Produk Domestik Bruto............................................................12
II. Pembahasan........................................................................................................12
1. Analisis Inflasi Tahun 2012...........................................................................12
2. Analisis Produk Domestik Bruto Triwulan IV-2017....................................17
III. Penutup...............................................................................................................26
1. Kesimpulan.....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................27
LAMPIRAN....................................................................................................................29
ii
Analisis Inflasi 2012 dan Produk Domestik Bruto Triwulan IV-
2017
I. Tinjauan Pustaka
1. Inflasi
1.1. Pengertian Inflasi
Inflasi merupakan kondisi di mana harga-harga barang secara umum
cenderung meningkat yang berlangsung terus menerus dalam jangka
panjang. (Roswita, 2000) Kenaikan harga tersebut tidak hanya terjadi
pada satu atau dua barang saja, tetapi meluas dan mengakibatkan
kenaikan sebagian besar dari harga barang lain. (Boediono, 2008) Inflasi
juga menunjukkan kondisi di mana nilai mata uang mengalami
pelemahan. (Fahmi, 2019)
Jika inflasi terjadi secara terus-menerus, maka akan mengakibatkan
memburuknya kondisi ekonomi secara menyeluruh. (Fahmi, 2019)
Pemerintah berusaha menjaga agar tingkat inflasi yang berlaku berada
pada tingkat sangat rendah karena tingkat inflasi nol persen sulit untuk
dicapai. (Sukirno, 2017) Pemerintah sangat perlu menciptakan angka
inflasi yang berada pada kisaran yang diinginkan oleh pasar atau yang
biasa disebut dengan actual inflation. (Fahmi, 2019)
1.2. Jenis-Jenis Inflasi
Kedua perusahaan pemegang saham kemudian merger di tahun 1978.
Perusahaan yang berbasis di Bahama digantikan dengan Perta Oil
Marketing Limited, perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Antara
tahun 1979-1992 Petra Oil Marketing Limited dimiliki perusahaan
Zambesi
Inflasi berdasarkan penyebab terjadinya dibagi menjadi dua, yaitu:
Inflasi Tarikan Permintaan (demand full inflation)
Inflasi tarikan permintaan biasanya terjadi pada masa
perekonomian berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi
menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan akan
1
meningkatkan daya beli masyarakat. (Sukirno, 2017) Akibatnya
timbul pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi
mengeluarkan barang dan jasa. Permintaan meningkat terlalu
tajam, tetapi tidak diimbangi dengan penawaran barang dan jasa
(Qd>Qs). (Nopirin, 2014) Pengeluaran yang berlebihan ini akan
menimbulkan inflasi. (Sukirno, 2017)
Inflasi Desakan Biaya (cost pull inflation)
Inflasi desakan biaya umumnya terjadi pada negara dengan masa
perekonomian berkembang pesat. Perusahaan-perusahaan
menghadapi permintaan yang bertambah dan berusaha menaikkan
produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi
kepada pekerjanya. Perusahan juga akan mencari pekerja baru.
Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, akhirnya
beberapa harga barang dan jasa mengalami peningkatan. (Sukirno,
2017)
Inflasi berdasarkan tingkat/ angkanya dibagi menjadi empat, yaitu:
(Boediono, 2008)
Inflasi Ringan (di bawah 10 persen setahun)
Inflasi Sedang (antara 10 – 30 persen setahun)
Inflasi Berat (antara 30 – 100 persen setahun)
Hiperinflasi (di atas 100 persen setahun)
Sedangkan inflasi berdasarkan asalnya dibagi menjadi dua, yaitu:
Inflasi Domestik (domestic inflation)
Inflasi domestik merupakan inflasi yang terjadi karena faktor
situasi dan kondisi yang terjadi di dalam negeri, seperti karena
kebijakan pemerintah dalam mengeluarkan deregulasi yang mampu
mempengaruhi kenaikan harga.(Fahmi, 2019)
Inflasi Impor (imported inflation)
Inflasi impor merupakan inflasi yang terjadi karena faktor situasi
dan kondisi yang terjadi di luar negeri, yang menyebabkan
kenaikan harga-harga barang yang diimpor. (Sukirno, 2017)
Apabila barang-barang yang diimpor mengalami kenaikan harga
2
mempunyai peranan penting dalam kegiatan perusahaan, misalnya
perusahaan menggunakan bahan baku impor, akan menyebabkan
kenaikan biaya produksi yang berakibat meningkatnya harga
barang tersebut. Inflasi ini semakin parah apabila masyarakat
gemar menggunakan atau mengonsumsi barang impor.(Nopirin,
2014)
3
selalu melebihi jumlah barang yang tersedia yang disebut
inflationary gap. (Boediono, 2008)
Teori Strukturalis
Teori strukturalis disusun berdasarkan pola pengalaman pada
negara di Amerika Latin, khususnya kekakuan struktur
perekonomian di negara berkembang. (Serenata, 2019) Teori ini
memberikan ketegaran (rigidities) dari struktur perekonomian
negara berkembang. Inflasi berkaitan dengan faktor struktural dari
perekonomian, maka teori ini berfokus pada proses inflasi jangka
panjang di negara berkembang. Menurut teori ini, ada 2 ketegaran
utama dalam perekonomian negara yang sedang berkembang yang
bisa menimbulkan inflasi: ketidakelastisan dari penerimaan ekspor
dan ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di
dalam negeri. (Boediono, 2008)
Angka Deflator: Yb
Yk
Di mana:
4
1.5. Kerangka Kebijakan Target Inflasi
Kedua perusahaan pemegang saham kemudian merger di tahun 1978.
Perusahaan yang berbasis di Bahama digantikan dengan Perta Oil
Untuk menciptakan kondisi pertumbuhan ekonomi yang baik dan
terkendali maka perlu dirancang kerangka kebijakan target inflasi
(inflation targeting framework) yang realistis serta aplikatif. Menurut
Romer (2006) dalam (Fahmi, 2019), kerangka kebijakan target inflasi
mengandung tiga elemen, yaitu:
Target inflasi biasanya rendah dan ditentukan dalam kisaran
persentase yang sempit.
Bank sentral memiliki peran yang lebih besar dalam mempengaruhi
inflasi.
Mendorong transparansi dan akuntabilitas bank sentral.
Sedangkan menurut Miskhin (2007) dalam (Fahmi, 2019), kerangka
kebijakan target inflasi memiliki ciri-ciri berikut:
Pengumuman pada public mengenai target inflasi yang ingin
dicapai.
Komitmen untuk menjaga kestabilan harga sehingga tercapai target
inflasi.
Mempertimbangkan variabel lain selain variabel moneter dalam
membuat kebijakan moneter.
Meningkatkan transparansi mengenai strategi kebijakan moneter
melalui komunikasi dengan public dan pasar mengenai rencana dan
tujuan kebijakan moneter.
Meningkatkan akuntabilitas bank sentral dalam rangka mencapai
target inflasi.
5
kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Pemilik modal
umumnya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan
spekulasi, misalnya membeli aktiva tetap seperti tanah, rumah,
bangunan. Akibanya investasi produktif akan berkurang dan tingkat
kegiatan ekonomi menurun. (Sukirno, 2017)
Perdagangan Luar Negeri Terganggu
Dalam jangka panjang tingkat inflasi yang tinggi dapat berdampak
buruk, salah satunya harga barang dalam negeri lebih mahal
dibanding dengan harga barang impor, akibatnya masyarakat
tertarik untuk membeli barang impor yang relatif lebih murah.
(Ardra, 2019) Harga barang yang mahal menyebabkan turunnya
daya saing barang domestik di pasar internasional. Akibatnya nilai
ekspor cenderung turun dan nilai impor cenderung naik.
Keseimbangan neraca pembayaran akan terganggu. (Ardra, 2019)
Menurunkan Pendapatan Rill
Pada umumnya kenaikan pendapatan tidak mampu mengimbangi
cepatnya kenaikan harga-harga. Hal itu menyebabkan inflasi akan
menurunkan pendapatan rill orang yang berpendapatan tetap.
(Sukirno, 2017)
Mengurangi Nilai Kekayaan yang Berbentuk Uang
Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang.
Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-
institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai
rillnya akan menurun apabila inflasi terjadi. (Sukirno, 2017)
Pemerataan Pendapatan Terganggu
Inflasi menyebabkan harga barang dan jasa meningkat, masyarakat,
khususnya ekonomi kelas menengah ke bawah akan kesulitan
memenuhi kebutuhan mereka yang menyebabkan distribusi/
pemerataan pendapatan terganggu. (Nopirin, 2014)
Anggaran Belanja Meningkat
6
Inflasi menyebabkan harga per satuan barang meningkat. Hal ini
menyebabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah
mengalami peningkatan. (Nopirin, 2014)
Kesempatan Kerja Berkurang
Harga meningkat mengakibatkan permintaan masyarakat pun
menurun. Produksi akan dikurangi sehingga sejumlah perusahaan
akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan
mengakibatkan pengangguran (Ardra, 2019) Akibatnya kesempatan
kerja yang tercipta menjadi terbatas dan angkatan kerja yang setiap
tahun bertambah tidak dapat ditampung, sehingga timbullah
pengangguran. Gejolak sosial, stabilitas ekonomi, sosial, dan
politik akan terganggu dan akhirnya akan meghambat proses
pembangunan yang sedang dijalankan. (Roswita, 2000)
Kriminalitas Meningkat
Harga barang dan jasa yang mengalami peningkatan
mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. Banyaknya
angkatan kerja yang menganggur mengakibatkan tidak punya
penghasilan. Akibatnya, mereka tak segan melakukan tindak
kriminal dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup, seperti
merampok, mencuri, memalak, begal. (Nopirin, 2014)
7
kredit akan semakin kecil. Pemerintah mengadakan operasi pasar
terbuka dengan menjual surat berharga untuk menarik dana
masyarakat. Selain itu, tingkat suku bunga bank ditingkatkan agar
masyarakat tertarik menabung. (Nopirin, 2014)
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal yang dapat dilakukan antara lain: menurunkan
pengeluaran pemerintah, menaikan pajak, terutama pajak barang
mewah/ menengah ke atas, dan membuat aturan mengenai
pinjaman pemerintah. (Nopirin, 2014)
Kebijakan Nonmoneter
Selain kebijakan moneter dan fiskal, kebijakan nonmoneter dapat
dilakukan untuk mengatasi inflasi, seperti menaikkan produksi
barang dan jasa, memberikan upah yang layak guna meningkatkan
produktivitas karyawan, dan melakukan kontrol harga. Peran
pemerintah dalam menstabilkan harga barang di pasar melalui
operasi pasar dan memberikan subsidi terhadap barang yang
strategis, misalnya kebutuhan pokok. (Nopirin, 2014)
8
namun juga berasal dari perusahaan milik negara lain atau perusahaan
asing. Adanya perusahaan multinasional dapat membantu menaikan nilai
barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara tersebut. Perusahaan
multinasional menyediakan modal, teknologi serta tenaga kerja dimana
perusahaan tersebut beroperasi. Operasinya membantu menambah barang
dan jasa yang diproduksi didalam negara, menambah penggunaan tenaga
kerja dan pendapatan serta menambah ekspor. Operasi perusahaan
multinasional merupakan bagian yang cukup penting kegiatan ekonomi
suatu negara dan nilai produksi yang disumbangkan dalam perhitungan
pendapatan nasional. (Sukirno, 2017)
Produk Domestik Bruto dapat diartikan sebagai Pendapatan Nasional
menggambarkan tingkat produksi negara yang dicapai dalam satu tahun
tertentu dan perubahannya dari tahun ke tahun. Maka ia mempunyai
peranan penting dalam menggambarkan (i) tingkat kegiatan ekonomi
yang dicapai, dan (ii) perubahan pertumbuhannya dari tahun ke tahun.
Produk nasional atau pendapatan nasional adalah istilah yang
menerapkan tentang nilai barang-barang dan jasa-jasa yang
diproduksikan sesuatu negara dalam suatu tahun tertentu.
Beberapa alasan digunakannya PDB bukan PNB sebagai indikator
pengukuran pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut:
1. PDB dihitung berdasarkan jumlah nilai tambah (value added) yang
dihasilkan seluruh aktivitas produksi di dalam perekonopmian. Hal
ini, peningkatan PDB mencerminkan peningkatan balas jasa kepada
faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.
2. PDB dihitung atas dasar konsep siklus aliran (circulair flow
concept). Artinya, perhitungan PDB mencakup nilai produk yang
dihasilkan pada suatu periode tertentu. Perhitungan ini tidak
mencangkup perhitungan pada periode sebelumnya. Pemanfaatan
konsep aliran dalam menghitung PDB memungkinkan seseorang
untuk membandingkan jumlah output pada tahun ini dengan tahun
sebelumnya.
9
3. Batas wilayah perhitungan PDB adalah Negara (perekonomian
domestik). Hal ini memungkinkan untuk mengukur sampai sejauh
mana kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah maupun
mendorong aktivitas perekonomian domestik.
10
Pembelian barang yang merupakan investasi yaitu pembelian
peralatan, bangunan, dan persediaan. Pengeluaran untuk konsumsi
ini dilakukan bukan untuk konsumsi, tetapi untuk digunakan dalam
kegiatan memproduksi di waktu akan datang.
Dalam pengumpulan data investasi, pengeluaran tersebut
dibedakan kepada tiga jenis perbelanjaan berikut:
Pengeluaran ke atas barang modal dab perlatan produksi
Perubahan-perubahan dalam nilai investasi pada akhir tahun
Pengeluaran-pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal
3. Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah memperhitungkan semua pengeluaran
yang dilakukan oleh pemerintah lokal dan pusat untuk membeli
barang dan jasa untuk kepentingan masyarakat. Misalnya untuk
membayar gaji PNS. Akan tetapi pengeluaran pemerintah tidak
termasuk atas pemberian bantuan bagi masyarakat karena
pengeluaran tersebut tidak menghasilkan barang atau jasa.
Pembelian pemerintah atas barang dan jasa dapat digolongkan
kepada dua golongan yang utama yaitu konsumsi pemerintah dan
investasi pemerintah. Yang termasuk dalam golongan pertama
adalah pembelia ke atas barang dan jasa yang akan dikonsumsikan,
seperti membayar gaji guru sekolah, membeli alat-alat tulis dan
kerta untuk digunakan dan membeli bensin untuk kendaraan
pemerintah.
Sedangkan investasi pemerintah meliputi pengeluaran untuk
membangun prasarana seperti jalan, sekolah, rumah sakit dan
irigasi, memberikan beasiswa, bantuan untuk korban banjir, dan
subsidi-subsidi pemerintah tidak digolongkan sebagai pengeluaran
pemerintah tidak digolongkan sebagai pengeluaran pemerintah atas
produk nasional karena bukan membeli barang dan jasa.
4. Ekspor Bersih atau Ekspor Neto
Ekspor bersih memperhitungkan selisih antara pembelian barang
produksi lokal oleh warga negara asing (ekspor) dengan pembelian
11
barang asing yang dilakukan oleh warga negara lokal (impor).
Ekspor sesuatu negara, seluruh atau sebagian nilainya, merupakan
barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri. Oleh sebab itu
nilainya harus dihitung ke dalam pendapatan nasional.
(Sukirno, 2017)
PDB = C + I + G (X-M)
Di mana:
C = Konsumsi
I = Investasi
G = Konsumsi pemerintah
X = Ekspor
M = Impor
II. Pembahasan
1. Analisis Inflasi Tahun 2012
Tingkat Inflasi
Grafik 1 Tingkat Inflasi Januari- Desember 2012 (sumber: https://www.bps.go.id/)
12
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi 2012 yang tercatat
sebesar 4,3 persen dalam kurun Januari sampai Desember. (Statistik, 2019)
Angka pencapaian inflasi 2012 yang sebesar 4,3 persen ini jauh lebih rendah
dari target asumsi makro dalam APBN 2012 yang mematok inflasi 6,8
persen (6, 2013) Berdasarkan data inflasi bulanan 2012, inflasi yang terjadi
pada tahun 2012 mengalami peningkatan 13,45 persen dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Lonjakan harga barang dan jasa tinggi terjadi pada bulan
Agustus sebesar 0,95 dan inflasi bulanan terendah terjadi pada bulan
September, yaitu sebesar 0,01.
Inflasi pada tahun 2012 ini didukung oleh faktor musim, harga komoditas
pangan global yang sedang turun, dan penundaan kenaikan tarif listrik serta
harga BBM bersubsidi. (Achmad, 2013) Tingkat inflasi tertinggi selama
2012 terjadi pada bulan Juli-Agustus. Menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi
dan Kebijakan Fiskal Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono
13
tingginya inflasi disebabkan oleh faktor musiman, yakni bulan puasa dan
Lebaran 2012, serta tahun ajaran baru. Inflasi tersebut disebabkan karena
adanya kenaikan harga untuk beberapa kebutuhan menjelang bulan puasa
dan lebaran serta tahun ajaran baru. Untuk itu, pemerintah perlu mencermati
secara serius peningkatan harga yang terjadi setiap memasuki bulan puasa.
Masalah inflasi yang terjadi selama puasa memang disebabkan, antara lain,
lemahnya distribusi logistik. Apalagi distribusi logistik ini belum didukung
infrastruktur yang memadai. Selain itu, kenaikan harga transportasi
menjelang lebaran juga menjadi elemen yang dapat menjadikan inflasi pada
bulan Juli-Agustus tinggi. (Kompas, 2012)
Dengan demikian, berdasarkan penyebab terjadinya, inflasi 2012
dikategorikan sebagai inflasi tarikan permintaan (demand full inflation)
karena faktor musiman, yaitu musim liburan dan hari raya yang
menciptakan kondisi di mana permintaan barang dan jasa yang meningkat
tajam tetapi tidak diimbangi dengan penawaran barang dan jasa. Sedangkan
berdasarkan asalnya, inflasi 2012 dikategorikan sebagai inflasi domestik
karena juga disebabkan oleh faktor situasi dan kondisi yang terjadi di dalam
negeri, yaitu kebijakan pemerintah mengenai penundaan kenaikan tarif
listrik serta harga BBM bersubsidi. Inflasi tahun 2012 masih dikategorikan
sebagai inflasi ringan karena persentasenya di bawah 10 persen setahun.
Banyak hal yang menjadi faktor yang menentukan tingkat inflasi tahun
2012. Seperti faktor musim memberikan pengaruh signifikan terhadap
komoditas beras yang menjadi salah satu komoditas dominan yang
berkontribusi terhadap inflasi. Beras memberikan dorongan kepada inflasi
sebesar 0,3 persen, ikan segar 0,22 persen, emas perhiasan 0,2 persen, rokok
kretek filter 0,19 persen, tarif angkutan udara 0,19 persen, daging sapi 0,17
persen, gula pasir 0,15 persen, tarif sewa rumah 0,15 persen, bawang putih
0,14 persen, dan tarif kontrak rumah 0,13 persen. (Finance, 2013) Turunnya
harga komoditas pangan global mengurangi tekanan pada komoditas pangan
yang diimpor, seperti kedelai. Hal tersebut menyebabkan dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat uang yang dikeluarkan untuk impor lebih sedikit
sebagai akibat dari kurangnya tekanan komoditas global. Kedua faktor itu
14
menyebabkan pergerakan harga pangan relatif tidak terlalu ekstrim.
(Achmad, 2013)
(sumber: https://www.bps.go.id/)
Tabel 3 Sumbangan Kelompok Pengeluaran terhadap Inflasi Naisonal 2011 dan 2012
(sumber: https://www.bps.go.id/)
15
Tabel 4 IHK dan Tingkat Inflasi Gabungan Menurut Kelompok Pengeluaran 2012
(sumber: https://www.bps.go.id/)
16
0,28 persen dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
memberikan sumbangan inflasi 0,35 persen. (Statistik, 2019)
PDB atas dasar Harga Berlaku dan Konstan 2010 meurut Lapangan
Usaha Tahun 2017
17
Grafik 2 PDB atas dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha TW IV 2017 (sumber:
https://www.bps.go.id/)
18
Lainnya. Sedangkan komponen Impor Barang dan Jasa meskipun
mengalami peningkatan, merupakan faktor pengurang.
Menurut harga Konstan jika dilihat dalam triliun rupiah, total Pendapatan
Domestik Bruto sebesar Rp9.912,7 triliun. Untuk setiap lapangan usaha
yaitu Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar Rp1.256,9 triliun,
Pertambangan dan Penggalian sebesar Rp779,9 triliun, Industri Pengolahan
sebesar Rp2.103,1 triliun, Pengadaan Listrik dan Gas sebesar Rp101,5 triliun,
Pengadaan air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar Rp8
triliun, Konstruksi sebesar Rp987,9 triliun, Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar Rp1.311,5 triliun, Transportasi dan
Pergudangan sebesar Rp406,7 triliun, Penyediaan akomodasi dan makan minum
sebesar Rp298,5 triliun, Informasi dan Komunikasi sebesar Rp504,3 triliun,
Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar Rp398,9 triliun, Real Estate sebesar
Rp289,8 triliun, Jasa Perusahaan sebesar Rp172,8 triliun, Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar Rp326,5 triliun,
Jasa Pendidikan sebesar Rp304,5 triliun, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
sebesar Rp109,4 triliun dan Jasa Lainnya sebesar Rp170,1 triliun. Dimana nilai
lapangan usaha tertinggi terdapat pada Industri Pengolahan sebesar Rp2.103,1
triliun dan yang terendah yaitu Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang sebesar Rp8 triliun.
Berdasarkan harga konstan dilihat dari laju pertumbuhan dan distribusi
Pendapatan Domestik Bruto sebesar 5,07 persen. Untuk setiap lapangan
usaha yaitu Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar 3,8 persen,
Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,69 persen, Industri Pengolahan sebesar
4,27 persen, Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 1,54 persen, Pengadaan air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 4,61 persen, Konstruksi
sebesar 6,79 persen, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor sebesar 4,44 persen, Transportasi dan Pergudangan sebesar 8,49
persen, Penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 5,55 persen,
Informasi dan Komunikasi sebesar 9,81 persen, Jasa Keuangan dan Asuransi
sebesar 5,48 persen, Real Estate sebesar 3,68 persen, Jasa Perusahaan sebesar
8,44 persen, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
19
sebesar 2,06 persen, Jasa Pendidikan sebesar 3,66 persen, Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial sebesar 6,79 persen dan Jasa Lainnya sebesar 8,66 persen.
Berdasarkan harga konstan dilihat dari laju pertumbuhan dan distribusi
Pendapatan Domestik Bruto dapat dikatakan Informasi dan Komunikasi
merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 9,81
persen dan yang terendah yaitu Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,69
persen.
Grafik 3 PDB atas dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha TW IV 2017 (sumber:
https://www.bps.go.id/)
Menurut harga berlaku jika dilihat dalam triliun rupiah, total Pendapatan
Domestik Bruto sebesar Rp13.588, triliun. Untuk setiap lapangan usaha
yaitu Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar Rp1.785,9 triliun,
Pertambangan dan Penggalian sebesar Rp1.028,8 triliun, Industri Pengolahan
sebesar Rp2.739,4 triliun, Pengadaan Listrik dan Gas sebesar Rp162,4 triliun,
Pengadaan air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar Rp9,7
triliun, Konstruksi sebesar Rp1.409,8 triliun, Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar Rp1.767,7 triliun, Transportasi dan
Pergudangan sebesar Rp735,2 triliun, Penyediaan akomodasi dan makan minum
sebesar Rp387,5 triliun, Informasi dan Komunikasi sebesar Rp515,9 triliun,
Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar Rp571,1 triliun, Real Estate sebesar
Rp379,8 triliun, Jasa Perusahaan sebesar Rp238,2 triliun, Administrasi
20
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar Rp502,2 triliun,
Jasa Pendidikan sebesar Rp446,8 triliun, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
sebesar Rp145 triliun dan Jasa Lainnya sebesar Rp239,1 triliun. Dimana nilai
lapangan usaha tertinggi terdapat pada Industri Pengolahan sebesar Rp2.739,4
triliun dan yang terendah yaitu Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang sebesar Rp9,7 triliun.
Berdasarkan harga berlaku dilihat dari laju pertumbuhan dan distribusi
Pendapatan Domestik Bruto sebesar 5,07 persen. Untuk setiap lapangan
usaha yaitu Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebesar 13,14 persen,
Pertambangan dan Penggalian sebesar 7,57 persen, Industri Pengolahan sebesar
20,16 persen, Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 1,19 persen, Pengadaan air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 0,07 persen, Konstruksi
sebesar 10,38 persen, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor sebesar 13,01 persen, Transportasi dan Pergudangan sebesar 5,41
persen, Penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 2,85 persen,
Informasi dan Komunikasi sebesar 3,80 persen, Jasa Keuangan dan Asuransi
sebesar 4,2 persen, Real Estate sebesar 2,79 persen, Jasa Perusahaan sebesar
1,75 persen, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
sebesar 3,7 persen, Jasa Pendidikan sebesar 3,29 persen, Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial sebesar 1,07 persen dan Jasa Lainnya sebesar 1,76 persen.
Berdasarkan harga berlaku dilihat dari laju pertumbuhan dan distribusi
Pendapatan Domestik Bruto dapat dikatakan Industri Pengolahan
merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar
20,16 persen dan yang terendah yaitu Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang sebesar 0,07 persen
Dibandingkan dengan struktur PDB menurut Lapangan Usaha dilihat dari
laju pertumbuhan dan distribusi Pendapatan Domestik Bruto pada triwulan
IV-2017 terhadap triwulan IV-2016, laju pertumbuhan tertinggi ada pada
Informasi dan komunikasi sebesar 8,99 persen sedangkan yang terendah
yaitu Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,08 .
21
PDB atas dasar Harga Berlaku dan Konstan 2010 meurut
pengeluaran Tahun 2017
Grafik 4 PDB atas dasar Harga Konstan Menurut Pengeluaran Tahun 2017 (sumber:
https://www.bps.go.id/)
22
Menurut harga Konstan jika dilihat dalam triliun rupiah, total Pendapatan
Domestik Bruto sebesar Rp9.912,7 triliun. Untuk setiap komponennya yaitu
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar Rp5.379,5 triliun,
Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani
Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar Rp112,6 triliun, Komponen
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) sebesar Rp790,9, Komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar Rp3.228,7, Komponen
Perubahan Inventori sebesar Rp115,4 triliun dan Ekspor Barang dan Jasa
sebesar Rp2.152,4 triliun. Untuk Komponen Impor Barang dan Jasa
meskipun mengalami peningkatan, merupakan faktor pengurang sebesar
Rp1.963,8 triliun. Di mana komponen paling besar dapat dilihat dari
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar Rp5.379,5 triliun
dan terendah dari Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit
yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar Rp112,6 triliun.
Berdasarkan harga konstan dilihat dari laju pertumbuhan dan distribusi
Pendapatan Domestik Bruto pada setiap komponennya yaitu Komponen
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga
(PK-LNPRT) sebesar 6,91 persen, Komponen Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) sebesar 6,15 persen, Komponen Pengeluaran Konsumsi
Rumah Tangga (PK-RT) sebesar 4,95 persen, Komponen Pengeluaran
Konsumsi Pemerintah (PK-P) sebesar 2,14 persen dan Ekspor Barang dan
Jasa sebesar 9,09 persen. Untuk Komponen Impor Barang dan Jasa
meskipun mengalami peningkatan, merupakan faktor pengurang sebesar
8,06 persen.
Berdasarkan harga konstan dilihat dari laju pertumbuhan dan distribusi
Pendapatan Domestik Bruto dapat dikatakan Ekspor Barang dan Jasa
merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 9,09
persen. Pertumbuhan ini sangat signifikan di mana pada tahun sebelumnya
yaitu 2016 Ekspor Barang dan Jasa sangat rendah yaitu -1,57. Peningkatan
yang signifikan dari ekspor dan impor ini tentunya mempengaruhi
Pendapatan Domestik Bruto.
23
Untuk pertumbuhan terendah pada tahun 2017 menurut harga konstan
terdapat pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT)
sebesar 2,14 persen jika dibandingkan dengan Komponen lainnya pada
tahun 2017. Namun, jika Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
(PK-RT) tahun 2017 dibandingkan dengan tahun 2016 juga mengalami
peningkata. Di mana pada tahun 2016 Komponen Pengeluaran Konsumsi
Rumah Tangga (PK-RT) hanya sebesar -0,14. Di mana dengan naiknya
Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) pada tahun
2017 akan mempengaurhi peningkatan Pendapatan Domestik Bruto.
Grafik 2 PDB atas dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran Tahun 2017 (sumber:
https://www.bps.go.id/)
Menurut harga berlaku jika dilihat dalam triliun rupiah, total Pendapatan
Domestik Bruto sebesar Rp13.588,9 triliun. Untuk setiap komponennya
yaitu Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar Rp7.627,0
triliun, Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang
Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar Rp160,6 triliun, Komponen
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) sebesar Rp1.236,9, Komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar Rp4.370,6, Komponen
Perubahan Inventori sebesar Rp115,4 triliun dan Ekspor Barang dan Jasa
sebesar Rp2.768,1 triliun. Untuk Komponen Impor Barang dan Jasa
meskipun mengalami peningkatan, merupakan faktor pengurang sebesar
Rp2.604,4 triliun. Di mana komponen paling besar dapat dilihat dari
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar Rp7.627,0 triliun
24
dan terendah dari Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit
yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar Rp160,6 triliun.
Berdasarkan harga berlaku dilihat dari laju pertumbuhan dan distribusi
Pendapatan Domestik Bruto pada setiap komponennya yaitu Komponen
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar 56,13 persen ,
Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani
Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar 1,18 persen, Komponen Pengeluaran
Konsumsi Pemerintah (PK-P) sebesar 9,10 persen, Komponen Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 32,16 persen, Komponen Perubahan
Inventori sebesar 1,28 persen dan Ekspor Barang dan Jasa sebesar 20,37
persen. Untuk Komponen Impor Barang dan Jasa meskipun mengalami
peningkatan, merupakan faktor pengurang sebesar 19,17 persen. Komponen
yang memiliki nilai tertinggi yaitu pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
sebesar 56,13 persen dan komponen yang memiliki nilai terendah yaitu
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melaani Rumah Tangga
(PK-LNPRT) sebesar 1,18 persen.
Dibandingkan dengan struktur PDB menurut Pengeluaran dilihat dari laju
pertumbuhan dan distribusi Pendapatan Domestik Bruto pada triwulan IV-
2017 terhadap triwulan IV-2016, laju pertumbuhan tertinggi ada pada
komponen Ekspor barang dan jasa sebesar 8,50 persen. Pertumbuhan PDB
dari sisi pengeluaran disebabkan oleh penurunan ekspor neto.
Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan, Komponen
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) merupakan sumber utama
pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017, yakni sebesar 2,69 persen,
diikuti oleh Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar
1,98 persen.
25
III. Penutup
1. Kesimpulan
Inflasi merupakan kondisi di mana harga-harga barang secara umum
cenderung meningkat yang berlangsung terus menerus dalam jangka
panjang. Tingkat inflasi 2012 yang tercatat sebesar 4,3 persen dalam kurun
Januari sampai Desember. Tingkat inflasi tertinggi selama 2012 terjadi pada
bulan Juli-Agustus. Inflasi ini didukung oleh faktor musim, harga komoditas
pangan global yang sedang turun, dan penundaan kenaikan tarif listrik serta
harga BBM bersubsidi.
26
Pengolahan sebesar Rp2.103,1 triliun dan terendah dari Lapangan Usaha
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar Rp8
triliun. Sedangkan menurut Pendapatan Domestik Bruto dilihat dari
Lapangan Usaha dalam triliun menurut harga berlaku, Lapangan Usaha yang
paling besar yaitu Industri Pengolahan sebesar Rp2.739,4 triliun dan
terendah dari Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang sebesar Rp9,7 triliun.
DAFTAR PUSTAKA
27
Kompas. (2012). Juli-Agustus, Puncak Inflasi 2012. Retrieved from
https://ekonomi.kompas.com/read/2012/07/26/14161868/Juli-
Agustus.Puncak.Inflasi.2012
Serenata. (2019). Yuk, Belajar Ekonomi Materi Inflasi Kelas 11! Retrieved from
https://www.quipper.com/id/blog/mapel/ekonomi/inflasi/#Teori-teori_Inflasi
28
LAMPIRAN
TABEL RINCIAN KONTRIBUSI ANGGOTA KELOMPOK
29
berlaku dan harga konstan
2. Mengerjakan / membuat grafik
PDB menurut lapangan usaha
dan pengeluaran (menurut harga
konstan dan harga berlaku)
3. Mengedit makalah bagian
analisis Pendapatan Domestik
Bruto menurut Lapangan Usaha
atas Harga Konstan dan Berlaku
30
Data Inflasi Tahun 2012 (https://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/Default.aspx)
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto berdasarkan Pengeluaran Harga Berlaku (sumber:
https://www.bps.go.id/)
31
Produk Domestik Bruto berdasarkan Pengeluaran Atas Dasar Harga Konstan dan Harga Berlaku
(sumber: https://www.bps.go.id/)
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto berdasarkan Pengeluaran Atas Dasar Harga Konstan dan
Harga Berlaku (sumber: https://www.bps.go.id/)
32
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto berdasarkan Lapangan Usaha (sumber:
https://www.bps.go.id/)
33
Produk Domestik Bruto berdasarkan Lapangan Usaha atas harga berlaku dan harga konstan
(sumber: https://www.bps.go.id/)
34
35