Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PROGRAM PROFESI NERS

DEPARTEMEN KMB I
PNEUMONIA

Oleh:
ENGRI ESNA HULKIAWAR, S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA


T.A 2020/2022
A. Anatomi Fisiologi

Paru-paru berada pada rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru
terbagi atas dua bagian yaitu paru-paru kanan yang terdiri atas 3 lobus yaitu lobus atas,
tengah dan bawah. Paru-paru kiri yang terdiri atas 2 lobus yaitu lobus atas dan lobus
bawah yang dibatasi oleh fisura obliq. Bagian atas atau puncak paru disebut apeks
yang menjorok ke atas arah leher dan pada bagian bawah disebut basal. Paru-paru
dibungkus oleh dua selaput yang tipis, yang disebut pleura (Aryani, 2009).

B. Konsep Penumonia
1. Definisi

2
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan radang
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli dan
rongga interstisium. pneumonia adalah proses inflamasi, yang melibatkan
parenkim paru (Jaypee, 2006).Pneumonia adalah suatu penyakit peradangan akut
pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit (Standar
Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK Unsri Palembang, 2000). Pneumonia disebabkan
oleh virus pathogen yang masuk ke dalam tubuh melalui aspirasi,
inhalasi/penyebab sirkulasi : pneumonia paling banyak disebabkan oleh bakteri
(Brunner & Suddarth, 2001).

2. Etiologi
Penyebab pneumonia adalah:
a. Bakteri:
1) Bakteri garam positif (streptococcus pneumoniae/ pneumococcal
pneumonia, staphylococcus aureus)
2) Bakteri gram negatif (haemophilus influenzae, pseudomonas aeruginosa,
kleibsiella pneumoniae, dan anaerobik bakteria)
3) Atypikal bacteria (legionella pneumophia dan mycoplasma pneumonia)
b. Virus:
1) Virus influenza
2) Parainfluenza
3) Adenovirus
4) Virus Synsitical respiratorik
5) Rhinovirus
c. Jamur:
1) Kandidiasis
2) Histoplasmosis
3) Kriptokokkis
d. Protozoa: Pneumokistis karinii pneumonia

3. Fakto Risiko
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat pneumonia :
a. Umur di bawah 2 bulan
b. Tingkat sosioekonomi rendah
c. Gizi kurang
3
d. Berat badan lahir rendah
e. Tingkat pelayanan (jangkauan) kesehatan rendah
f. Kepadatan tempat tinggal
g. Imunisasi yang tidak memadai
h. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
i. Tidak berfungsinya sistem imun (AIDS)

4. Klasifikasi
Menurut buku pneumonia komuniti, pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
1) Pneumonia komuniti
2) Pneumonia nasokomial
3) Pneumonia aspirasi
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised

b. Berdasarkan penyebab
1) Pneumonia bakteri/tipikal
Pneumonia jenis ini bisa menyerang siapa saja terutama orang yang
mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan
terhadap penyakit. Pada saat pertahanan tubuh menurun, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di
paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari
jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling
umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran nafas
ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu),
infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia
disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat
terhisap masuk ke dalam paru-paru.
2) Pneumonia akibat virus
4
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza. Gejala awal dari
pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk
kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam
penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit, terdapat
panas tinggi disertai membirunya bibir. Hal itu yang disebut dengan
superinfeksi bacterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bacterial adalah
keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.

3) Pneumonia Jamur
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita
dengan daya tahan lemah.
c. Bedasarkan predileksi infeksi
Menurut Wong
1) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan
besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2) Pneumonia bronkopneumia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang
disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah
dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap
udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu.
Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala
konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain
(super infeksi) dan sebagainya.
3) Pneumonia intertisial : Proses inflamasi dengan batas-batas yang lebih atau
kurang dalam dinding alveolus (intertisium) dan jaringan peribronkial dan
interlobaris.
4) Pneumonitis adalah inflamasi akut lokal paru tanpa toksemia yang
berkaitan dengan pneumonia lobaris
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala berupa :
a. Batuk nonproduktif
b. Ingus (nasal discharge)
c. Suara napas lemah
d. Retraksi intercosta
5
e. Penggunaan otot bantu napas
f. Demam
g. Ronchii
h. Cyanosis
i. Thorak photo menunjukkan infiltrasi melebar
j. Batuk
k. Sakit kepala
l. Sesak nafas
m. Menggigil
n. Berkeringat
o. Lelah.
6. Patofisiologi
Sistem pertahanan tubuh terganggu menyebabkan virus masuk ke dalam tubuh
setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai
leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas
yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas
terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke
saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari
saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat
meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah
dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun.
Ketika mikroorganisme penyebab pneumonia berkembang biak, mikroorganisme
tersebut mengeluarkan toksin yang mengakibatkan peradangan pada parenkim
paru yang dapat menyebabkan kerusakan pada membran mukus alveolus. Hal
tersebut dapat memicu perkembangan edema paru dan eksudat yang mengisi
alveoli sehingga mengurangi luas permukaan alveoli untuk pertukaran
karbondioksida dan oksigen sehingga sulit bernafas.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat
paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia
bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah,
eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang
dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan
penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yang
melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis
6
(ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya
hipoksemia.  Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari
dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan
dikeluarkan melalui batuk (Bennete, 2013).

7. Komplikasi
Menurut Elizabeth (2009)
1. Sianosis merupakan warna kulit dan membran mukosa kebiruan atau pucat karena
kandungan oksigen yang rendah dalam darah.
2. Hipoksemia merupakan penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah, kadang-
kadang khusus sebagai kurang dari yang, tanpa spesifikasi lebih lanjut, akan
mencakup baik konsentrasi oksigen terlarut dan oksigen yang terikat pada
hemoglobin
3. Bronkaltasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus
yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan
muskular dinding bronkus.
4. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang
diserang tidak mengandung udara dan kolaps). Terjadi akibat penumpukan secret.
5. Meningitis terjadi karena adanya infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Elizabeth, (2009)
a. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi struktural dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrate, empiema, infiltrasi menyebar atau terlokalisasi, atau
penyebaran/perluasan infiltrate nodul. Pada pneumonia mikoplasma, sinar X
dada mungkin bersih.
b. GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlihat dan
penyakit paru yang ada.
c. JDL
Veukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
d. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
7
Untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada. Dapat diambil
dengan biopsi jarum, aspirasi trakeal, bronkoskopi fiberoptik, atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih dari 1 tipe
organisme ada, bakteri yang umum Diplococcus pneumonia, stapilococcus
aureus, A-hemolitik streptococcus, Haemophilus, CMV.
e. Pemeriksaan serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus
f. LED
Meningkat
g. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu
diagnosis keadaan.Volume mungkin menurun, tekanan jalan napas mungkin
meningkat dan komplain menurun, mungkin terjadi perembesan.
h. Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
i. Bilirubin
Mungkin meningkat
j. Aspirasi perkuatan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intraniklear tipikal dan keterlibatan sitoplastik, karakteristik
sel raksasa.

9. Penatalaksanaan
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
penyembuhan. Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan
untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh
pemeriksaan sputum mencakup :
a. Oksigen 1-2 l/menit
b. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan sesuai
berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastirk dengan feeding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agois untuk memperbaiki transport mukosiler.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam dan basa elektrolit.
8
f. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
1) Untuk kasus pneumonia communiti base :
a) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
b) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
2) Untuk kasus pneumonia hospital base :
a) Sefotaksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
b) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
3) Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
4) Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
5) Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
(Roudelph, 2007).

9
10. WOC Pneumonia
Bakteri Jamur
Virus Aspirasi
CAP (Community Acquired Pneumonia) Candida & Aspergilus
Respiratory syntial virus
1) Streptococcus Pneumonia
Influenza Virus
2) Staphylococcus Aureus
3) Myciplasma pneumonia
HAP ( Hospital Acquired Pneumonia)
1) Escherchia Coli
2) Haemophilus Influenza
3) Pseudomonas Aeurugimosa Masuknya benda asing/ mikroorganisme ke
saluran pernafasan

Pengeluaran toksin

Inflamasi/ peradangan
Pelepasan sitoksin
Kerusakan membrane mukosa
alveolus (parenkim paru)
Mengaktifkan
leukosit dan
makrofag Peningkatan Pelepasan zat Konsolidasi eksudatif jaringan
Fagositosis permeabilitas pirogen, ikat paru
patogen kapiler prostaglandin dan
Penurunan compliance
Terakumulasi Edema paru dan mediator kimia
paru
bersama jaringan akumulasi lain
Meningkatkan set Pengembangan paru tidak
mati transudat
temostat di maksimal
Transudat hipotalamus
peningkatan Sesak nafas
Berkurangnya area pertukaran metabolisme dan
KETIDAKEFEKTIFAN
oksigen dan terhalang oleh cairan penghematan
POLA NAFAS
di alveoli panas
Gangguan pada difusi oksigen Vasokontriksi
pembuluh darah
Nafas sesak, cepat, suara nafas Menggigil dan HIPERTERMI
tambahan (wheezing) demam
dispneu (sulit bernafas) anoreksia Suhu tubuh meningkat

GANGGUAN Gangguan intake KEKURANGAN VOLUME


PERTUKARAN GAS makanan dan cairan CAIRAN
Suplai O2 ke Peningkatan sekesi dan
jaringan menurun mukus KETIDAKSEIMBANGAN
Metabolisme tubuh NUTRISI KURANG DARI
menurun KETIDAKEFEKTIFAN KEBUTUHAN TUBUH
BERSIHAN JALAN
ATP menurun
NAFAS
fatigue

INTOLERANSI
AKTIVITAS

10
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data Dasar Pengkajian
a) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, Insomnia
Tanda : Letargi, Penurunan toleransi terhadap aktivitas
b) Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya GJK kronis
Tanda : Takikardia, Penampilan kemerahan atau pucat
c) Integritas Ego
Gejala : Banyaknya stressor, masalah finansial
d) Makanan dan cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen, Hiperaktif bunyi usus, Kulit kering dengan turgor
buruk, Malnutrisi
e) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontus (influenza)
Tanda : Perubahan mental (bingung, somnolen)
f) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, Nyeri dada (pleuritik) meningkat oleh batuk : nyeri dada
substernal (influenza), Mialgia, artalgia
Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidak pada sisi yang
sakit untuk membatasi gerakan)
g) Pernapasan
Gejala : Takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot
aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : Sputum, merah muda, berkarat atau purulen, Warna pucat atau
siunosis bibir/kaku. Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi. Fremitus :
taktis dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi Gesekan fraksi
pleural. Bunyi napas : menurun atau tidak ada diale area yang terlibat, atau
nafas bronchial.
h) Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, Demam
Tanda : Berkeringat, Menggigil berulang, gemetaran
i) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
11
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
j) Pemeriksaan Diagnostik
2. Diagnosa yang mungkin muncul
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan terbentuknya eksudat
dalam alveoli.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan compliance paru menurun
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
(demam, berkeringat banyak, napas mulut/ hiperventilasi, muntah)
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
g. Hipertermi berhubungan dengan isolasi respiratory

12
13
DAFTAR PUSTAKA

Aryani. (2009). Prosedur Kebutuhan Cairan dan Elektrolit. Jakarta : C.V. Trans Info Media
Betz & Sowden. (2004). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Bulechek, G.. et al. (2013). Nursing Intervention Classification. Jakarta : Elsevier
Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi: Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Herdman. (2015). Diagnosis Keperawatan NANDA 2015-2017, Edisi 10. Jakarta : EGC
Jaypee Brothers. (2006). IAP Textbook of Pediatrics: Third Edition. India: Medical
Publhishers.
Lippincott Williams & Wilkins. (2006). Oski’s Pediatrics: Principles & Practice: 4th Edition.
Philadelphia.
Mansjoer, arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta
Moorhead, s. et al.(2013). Nursing Outcomes Classification. Jakarta : Elsevier
Ridha, Nabiel. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Riyadi sujono, suharsono. (2010). Asuhan keperawatan pada anak sakit. Gosyen publishing.
Yogyakarta
Roudelph. (2007). Buku Peditria Rubolph. Edisi , 20. Volume Jakarta : EGC
Sugihartono, Rashmastullah P. Nurjazuli. (2002) Analisis faktor resiko kejadian pneumonia
pada anak. Jurnal kesehatan lingkungan Indonesia. Bogor
Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 6. Jakarta : EGC

14

Anda mungkin juga menyukai