Anda di halaman 1dari 32

Kuliah ke 2

PERPETAAN & UKUR TAMBANG

PERPETAAN
Kerangka Horisontal

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN – FTM
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA
2020
Tahap-5
Tahap-2
Tahap-1
Sejumlah titik yang diketahui koordinatnya dalam sistem koordinat tertentu
 Koordinat Kartesian bidang datar (sebagian dari permukaan Elipsoida)
Oo Ao
Permukaan Bumi

PQRS : Bidang datar ,bag Elipsoid

S R Sb. Y : Grs meridian melalui O


Y Z Sb. X : Grs tegak lurus Y di titik O
XA Grs Oo O : Grs normal bid. PQRS
A
Grs AoA : Grs normal bid. PQRS
YA
(AoA sejajar Oo O)
o X
XA,YA : Koordinat planimetris
P Q titik Ao.

Gbr. 1 Z : Ketinggian Ao diatas bidang


PQRS.
ARTI POSISI HORISONTAL TITIK
SISTIM KOORDINAT KARTESIAN

Kwadran IV Y+

D - XD

+XA A Kwadran I

+ YD
+YA

X- X+
- YB
- YC
+XB B

C Kwadran II
Kwadran III - XC

Y-

Gbr 2
Dalam plane surveying, posisi titik dimuka Bumi, spt titik Ao (Gbr. 2), pada
bid. Datar dinyatakan oleh Absis XA dan Ordinat YA. Sebagai sumbu Y
dlm Sistim Koordinat Kartesian, bidang datar adalah meridian yang dipilih
melalui satu titik (titik O pd Gbr diiatas). Titik tsb dinyatakan sebagai titik
awal sistim koordinatnya. Sebagai sumbu X adalah garis tegak lurus
sumbu Y di titik O.

ARTI JARAK
Ao Bo
Permukaan Bumi
B’ R
S
AB : Jarak mendatar
Y AoBo : Jarak miring
A B’ Bo : Beda tinggi
B

O X

P Q
Gbr . 3
Dari Gbr. 3, antara sudut miring, jarak miring, jarak mendatar dan beda
tinggi terdapat hubungan matematis sebagai berikut :
Jika sudut miring BoAoB’ = θ, komplemennya disebut sudut zenith (z),
maka z = (90 – θ), maka :

AoB’ = AB = AoBo Cos θ = AoBo Sin z


BoB’ = AoBo Sin θ = AoBo Cos z
(AoBo)2 = (AB)2 + (BoB’)2.

ARTI SUDUT MENDATAR DAN SUDUT JURUSAN


Yang disebut sudut mendatar di Ao (Gbr.4 di bawah) adalah sudut yg
dibentuk oleh bidang-bidang normal AoBoBA dengan AoCoCA, sudut
BAC disebut sudut mendatar (BAC = β).

Sudut antara sisi AB dengan garis Y’ yg sejajar dengan sumbu Y


disebut sudut jurusan sisi AB = α AB, sudut jurusan sisi AC = αAC.
Bo
Ao Co

S R

Y
Y’

B
YB αAB
αAC
YC β
C
YA A

O X
XA XB XC
Q
P Gbr. 4
Dari Gbr. 4 tsb diatas Sudut Mendatar (β ) = αAC – αAB.
Jika Koordinat titik A (XA, YA), jarak mendatar dari A ke B = DtAB, dari A ke C =
DtAC, azimuth dari A ke B = αAB, dari A ke C = αAC, maka :

XB = XA + DtAB SinαAB
YB = YA + DtAB CosαAB

XC = XA + DtAC SinαAC
YC = YA + DtAC CosαAC

Jika koordinat-koordinat titik-titik A, B dan C diketahui besarnya XA,YA; XB,YB;


XC,YC maka :

DtAB = (XB – XA)/SinαAB = (YB – YA)/CosαAB = (XB – XA)2 + (YB-YA)2

αAB = Tan-1 (XB – XA)/(YB – YA)

DtAC = (XC – XA)/SinαAC = (YC – YA)/CosαAC = (XC – XA)2 + (YC – YA)2

αAC = Tan-1(XC – XA)/(YC – YA)


SUDUT JURUSAN = SUDUT ARAH = AZIMUTH
Sudut horisontal yang diukur dari Utara searah jarum ke suatu titik / garis
tertentu (harganya dari 00 – 3600).

Berdasarkan orientasi Utara, maka dikenal :


Azimuth Magnetis  orientasi Utara Magnetis
Azimuth Geografis/Azimuth Astronomis  Orientasi Utara Geografis.
U

D A
αOA

αOD
αOB
O
αOC
B
C

Gbr. 5
- Azimuth (α) mempunyai harga 00 – 3600, maka harga Sinα, Cosα dan
Tanα akan mempunyai tanda ( - ) atau ( + ) tergatung besarnya α.

α Sinα Cosα Tanα

00 0 +1 0

00 - 900 + + +

900 +1 0

900 – 1800 + -

1800 0 -1 0

1800 – 2700 - - +

2700 -1 0

2700 – 3600 - + -
Y
Y
αBC
αAB

A C
β1

α AB dengan α BA berselisih 1800  α BA = α AB ± 1800

Untuk menghitung azimuth sisi berikutnya dari sudut sebelumnya, digunakan


rumus :

αBC = αAB + β1 – 1800

Jika jumlah titik sudutnya adalah n titik, maka :


n
α akhir = α awal + Σ βi – n 1800.
i
METODA PENENTUAN KERANGKA HORISONTAL

1. Metoda Poligon
2. Metoda Triangulasi
3. Metoda Trilaterasi

Metoda Poligon
Salah satu cara penentuan posisi horisontal banyak titik dimana titik satu
dengan lainnya dihubungkan satu sama lain dengan pengukuran jarak,
azimuth dan sudut sehingga membentuk rangkaian titik-titik (poligon).

Ditjinjau dari cara menyambungkan titik satu dengan lainnya, maka


polygoon dibedakan :
a. Poligon tertutup (loop)
b. Poligon terikat sempurna
c. Poligon terikat sebagian
d. Poligon lepas
e. Poligon cabang
2
1 β2
αA1 A : Titik Ikat (Ttk. Kontrol)
β1
3 1, 2, 3 ..: Titik Poligon
β6 β3
A αA1 : Azimuth A-1(Az. Awal)
Β : Sudut mendatar (sudut dalam
β5
5 β4

POLIGON TERTUTUP 4
AB & CD : Titik Ikat (Ttk Kontrol)
1, 2 : Titik Poligon
β2
Β : Sudut mendatar
αAB β3
A αAB : Azimuth AB (Az. Awal)
β1 1
2
β4
B
POLIGON TERIKAT C D
SEMPURNA

MACAM – MACAM BENTUK POLIGON


POLIGON TERIKAT SEBAGIAN

A, B : Titik Ikat (BM)


αAB αB1 α : Asimuth
1 3
A β β : Sudut mendatar
B 1, 2, 3 : Titik Poligon
2

POLIGON LEPAS
2 4
1 3

2 POLIGON
A
CABANG
1
B

1a 1b
Jarak antara dua titik di lapangan bisa diukur secara langsung & tidak
langsung.

Pengukuran jarak secara langsung :


a. Menggunakan pita ukur
b. Rantai ukur
c. Meteran

Pengukuran jarak tidak langsung :


a. Dilakukan dengan alat EDM atau Substense bar
b. Dilakukan dengan cara Tachymetri (Tacheometri).

Tachymetri :
Menggunakan alat pada teropong theodolit atau sipat datar.
Alat tersebut berupa benang-benang mendatar yang terdapat pada
diafragma, yaitu : benang atas, benang tengah dan benang bawah.
disebut alat pengukur jarak optis.
Benang vertikal

Benang
a
horisontal
t
Sekerup koreksi
b diafragma

a = benang atas; t = benang tengah; b = benang bawah

Gbr. Benang –benang diafragma pengukur jarak optis


Prinsip tachymetri
D
D’

A B’ B

C’
C

AB = jarak yang akan ditentukan

Sudut lancip di A, Jarak AB’, jarak B’D’ = B’C’ (tetap)


D’C’ tegak lurus grs AB di B’ dan DC tegak lurus AB di B

Dalam segitiga ACD, berlaku ketentuan sebagai berikut :

𝐴𝐵 𝐶𝐷 𝐴𝐵′
= ′ atau AB = 𝐶𝐷
𝐴𝐵 ′ 𝐶 𝐷′ 𝐶′𝐷′

Karena AB’ dan C’D’ adalah tetap, maka AB = k. CD


k disebut konstanta Pengali Jarak (stadia konstan)
Kondisi Teropong Datar

Teropong
Obyektif
D
C’ A
Grs Bidik b
i B
D’

C
c f v
Sb. I

P Dt

Gbr. Pengukuran Jarak Optis Teropong Datar


Keterangan :
C’ = Benang mendatar atas

D’ = Benang mendatar bawah

i =C’D’ = Jarak benang atas dan benang bawah

c = Jarak antara pusat obyektif dengan sumbu


tegak (tetap)

f = Jarak titik api lensa obyektif (tetap)

A = Titik api lensa obyektif

V = Jarak AB (tergantung jauhnya dari titik Q)

D = Bayangan D’ pada rambu (ba)

C = Bayangan C’ pada rambu (bb)

b = CD = Interval bacaan benang bawah dan


benang atas ( ba – bb )

Dt = Jarak antara titik P - Q


Untuk teropong dalam keadaan horisontal, maka berlaku hubungan sebagai
berikut :
𝑓
AB = v = .𝑏 ------- prinsip tachymetri
𝑖
Maka :
𝑓
Dt = ( )𝑏 + (f + c ) = k. B + D’ .------- (i)
𝑖

𝑓
Dimana k = ( ) merupakan konstanta pengali jarak
𝑖
( k oleh pabrik pembuat alat ukur biasanya dibuat 100 )

D’ adalah konstanta teropong, besarnya tetap.

Rumus ( i ) ditulis : D = 100 ( ba – bb ) + D’ ------- ( ii )

Jarak D disebut Jarak Optis. ------------ jarak datar P – Q.


Jika garis bidik (teropong) kedudukannya miring, dengan sudut kemiringan = θ, maka
BD ≠ BC dan garis bidik tidak tegak lurus CD.
Untuk menghitung Jarak Miring (Dm), maka rumus ( ii ) menjadi

Dm = 100 ( ba – bb ) Cos θ + D’ -------------------- ( iii )


Kondisi Teropong Miring D” D
θ

Oby
A
C C”
C’
θ
B’ O’ datar
D’
Dm O
Q
Ti
Δh
R
P Dt

Pengukuran jarak Optis Teropong Miring


Dari Gbr diatas :
𝑓
Dm = +
( )(𝐷"𝐶") AB’
𝑖

Karena D”C” ≈ DC Cos θ, maka :

𝑓
Dm = ( ) DC Cos θ + AB’ atau
𝑖
Dm = 100 ( ba – bb ) Cos θ + D’

Pada pemetaan yang diperlukan adalah jarak datar (Dt), maka :

Dt = 100 ( ba – bb ) Cos2 θ + D’ Cos θ, atau

Dt = 100 ( ba – bb ) Cos2 θ + D”---------------------------------------- ( iv )

Mengingat faktor D’ tidak akan melebihi 50 cm, maka rumus jarak optis
antara dua titik menjadi :

Dt = 100 ( ba – bb )Cos2 θ ----------------- ( v )


BEDA TINGGI
Beda tinggi ( Δh ) antara Titik P dan Q dapat dihitung sebagai berikut :
Δh = RQ = PB’ + O’B – OB
Δh = PB’ + Dm Sin θ – OB
Δh = [ 100 ( ba – bb ) Cos θ. Sinθ + D’ Sin θ ] + PB’ – OB
100
Δh = [ 2 ( ba – bb ) Sin2θ + D“’ ] + PB – OB ---- ( v )

Dimana PB’ merupakan tinggi alat ( Ti ) dan OB bacaan benang

tengah pada rambu ( bt ). Sehingga rumus ( v ) dapat ditulis :


100
Δh = [ 2 ( ba – bb ) Sin2θ + D’ ] + Ti – bt, atau

Δh = Dt Tan θ + ( Ti – bt ) ................... ( vi )
Tinggi titik Q = Tinggi titik P + Δh
Soal Latihan
Diketahui :
Pengukuran jarak optis menggunakan theodolite Shokia DT-
500 antara titik A dan titik B sebagai berikut :
- Instrumen berdiri di titik A
- ba = 2,200; bt = 1,700; bb = 1,200
- Skala Lingk. Vert. dari titik A ke titik B terbaca = 93o 30’ 20”
- Tinggi titik A = 300,500 m (dpal)
- Tinggi instrumen di titik A = 1,700 m

Tentukan/hitung :
a. Jarak horisontal titik A ke titik B
b. Tinggi titik B
c. Buatlah seketsa pengukurannya.
a. Jarak Horisontal dari titik A ke titik B:

Rumus : Dt (A-B) = 100( ba – bb )Cos2 θ

θ = 90o 00’ 00” - 93o 30’ 20”


= - 3o 30’ 20”
Dt = 100(2,200 – 1,200)Cos2 (- 3o 30’ 20” )
= 99,626 m

b. Beda tinggi titik A dan titik B


Rumus Δh = Dt Tan θ + ( Ti – bt )
= 99,626 Tan (- 3o 30’ 20” ) + 0
= -6,103
Tinggi titik B = 300,500 – 6,103 = 294,397 m
C. Sketsa Pengukuran

θ
a
Ti t
b

A
Δh
B
Aplikasi
KAMPUS UPN TA-3
CONDONGCATUR

Agrotek

Lapangan
Auditorium
TA-2 Perpustakaan Agrobisnis

FP
Rektorat
BNI 46
TA-1 TA-4

FE TA TK

Lapangan TG
EA EM
TA-5
TM FTM

EP

UPN-1 Rumga TA-7


Poliklinik &
Koperasi
TA-6
TA-8
Masjid
UPN-0 Rumdin Rektor & Warek

Anda mungkin juga menyukai