Anda di halaman 1dari 11

Nama : Anggi Gusmeli

NPM : 2043700146
Prodi : Apoteker Pagi C
TUGAS FARMASI KLINIS

STUDI KASUS PNEUMONIA / TB

Seorang perempuan berusia 68 tahun dengan BB 60 kg dan TB 170 cm datang ke rumah


sakit dengan keluhan batuk sudah lebih dari 5 hari disertai demam dan merasakan dada
yang terasa sesak.

Riwayat penyakit terdahulu ; hipertensi

Riwayat penyakit keluarga ; Ibu meninggal karena stroke dan ayah meninggal karena PJK

Pengobatan yang sedang dijalani ; amlodipine 5 mg sekali sehari

Data Vital sign


T ; 39 C
TD ; 130/90 mmHg
N ; 105/i
P ; 33/i
Data Laboratorium
Leukosit ; 4000/mm3
HB; 12 mg/dl
Procalcitonin ; 0,1 ng/ml
Lympocit 800 mikroliter (1000-4800 mikroliter)
CRP ; 2,9 (< 3 mg/L)
Di bawah adalah gambar Rontgen Paru Pasien
Pertanyaan :

Pneumonia bakteri-virus (Corona)

1. Dari Lab Value dan data penunjang diatas, pasien menderita


Jawaban : Pneumonia disebabkan oleh virus karena dapat dilihat dari hasil lab yang
menunjukkan nilai limfosit rendah (800 mikroliter). Procalcitonin hanya
sedikit meningkat atau bahkan mengalami peningkatan kadar pada
infeksi virus serta pada kondisi inflamasi berat yang bukan disebabkan
oleh infeksi.
2. Apakah jenis pengobatan yang dapat diberikan kepada pasien diatas?

Jawaban : Berdasarkan Skor PSI (Pneumonia Severity Index) didapatkan total skor
pasien sebesar 78, sehingga pasien dapat dikelompokkan ke dalam PSI kelas
III yang sesuai dengan tabel berikut:

Pasien dengan PSI kelasn IV – V perlu dilakukan rawat inap, Namun,


untuk pasien dengan kelas III, perlu dilihat faktor lingkungan. Apabila pasien
akan sulit mendapatkan akses ke fasilitas kesehatan sebaiknya pasien dengan
PSI kelas III juga dilakukan rawat inap
Terapi gejala klinis pasien untuk mengatasi sesak diberikan
monitoring suplementasi oksigen, kemudian untuk mengatasi demam
diberikan antipiretik yaitu paracetamol 500 mg, sedangkan untuk mengatasi
penyebab pneumonia virus diberikan kombinasi antibiotik azitromicin 500
mg per hari dengan amoxiciilin 1,5 – 3 g setiap 6 jam. Untuk terapi batuk
diberikan terapi antitusif yaitu codein 10 – 20 mg/ hari setiap 4 – 6 jam
maksimal 120 mg/hari serta untuk pengobatan hipertensi tetap diberikan
amlodipin 5 mg sekali sehari dan tetap diberikan terapi non farmakologi
seperti :
 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
 Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi
ginjal, fungsi hati dan foto toraks secara berkala.
3. Apa itu Procalcitonin?
Jawaban : Procalcitonin adalah 116-asam amino polipeptida yang muncul dari
CALC-1 gene.Procalcitonin tersusun oleh sebuah peptida terminal-N (N-
ProCT, aminoprocalcitonin) yang terletak sentral, CT dan CCP-1.
Procalcitonin intak bersirkulasi pada kadar yang rendah dalam darah
individu sehat. Procalcitonin didegradasi oleh protease spesifik menjadi
calcitonin dan dilepaskan ke sirkulasi dalam jumlah terbatas. Pada orang
normal, kadar procalcitonin plasma kurang dari 0,05 ng/ml. Pada kondisi
infeksi bakteri yang berat serta sepsis, kadar procalcitonin meningkat
hingga 10.000 kali lipat. Oleh karena itu, saat ini procalcitonin
merupakan penanda utama untuk menegakkan diagnosis infeksi sistemik
berat serta sepsis yang diakibatkan oleh bakteri (Huang TS et al, 2014 ;
Daniels R., 2011).
Kadar procalcitonin meningkat ketika terjadi infeksi bakteri,
jamur, dan parasit. Sebaliknya, procalcitonin hanya sedikit meningkat
atau bahkan mengalami peningkatan kadar pada infeksi virus serta pada
kondisi inflamasi berat yang bukan disebabkan oleh infeksi.
Procalcitonin diproduksi sebagai respons terhadap endotoksin atau
mediator yang dilepaskan pada saat terjadi infeksi bakteri (Schuetz P et
al, 2011).
4. Apa itu CRP?
Jawaban : CRP adalah protein yang ditemukan dalam darah. Produksi CRP oleh
hepar akan meningkat sebagai respons terhadap infeksi, luka, atau
inflamasi. CRP merupakan salah satu protein fase akut, yang berarti nilai
CRP akan meningkat sebagai respons terhadap peradangan. Pada tahap
aktif psoriasis, didapatkan kadar CRP yang meningkat tinggi, sedangkan
pada waktu mereda atau setelah diterapi, kadar CRP berangsur menurun.
CRP menurunkan aktivasi neutrofil dan respons kemotatik.

5. Apakah yang dapat dijelaskan dari nilai Lympocit diatas?


Jawaban : Berdasarkan hasil laboratorium nilai limfosit menunjukkan 800
mikroliter dimana kurang dari nilai normal yang menunjukkan bahwa
pasien mengalami leukopenia. Leukopenia merupakan suatu ciri pada
penderita pneumonia akibat infeksi virus. Marker dari Leukopenia sendiri
yakni sel darah putih yang kurang dari 4000 sel/L.
6. Jika pasien antibibiotik, maka antibiotic apa yg harus diberikan utk pasien
ini?
Jawaban : Pneumonia virus diberikan kombinasi antibiotik golongan Makrolida
yaitu Azitromicyn 500 mg per hari ditambah dengan golongan beta lactam
yaitu Amoxicillin 1,5 – 3 g setiap 6 jam.
7. Jelaskan perbedaan pneumonia karena virus dan bakteri?
Jawaban: Tabel 1. Membedakan pneumonia viral dan bakterial

Diduga Penyebab Diduga Penyebab


Virus Bakteri
Usia Kurang dari 5 tahun Dewasa
Situasi epidemi Sedang epidemi virus -
Onset penyakit Onset lambat Onset cepat
Profil klinis Rinitis, wheezing Demam tinggi, takipnea
Biomarker
Jumlah leukosit total < 10 x 109 sel/L > 15 x 109 sel/L
Konsentrasi CRP < 20 mg/L > 60 mg/L
Konsentrasi < 0,1 µg/L > 0,5 µg/L
prokalsitonin
Temuan radiografi Infiltrat interstitial Infiltrat alveolar lobaris
toraks tunggal, bilateral
Respon terhadap Lambat atau tidak Cepat
antibiotik respon sama sekali

8. Patofisiologi ARSD?
Jawaban : Kelainan utama pada ARDS adalah adanya inflamasi yang disebabkan oleh
aktivasi neutrophil, dan untuk mengerti patogenesisnya perlu
diperhatikan hal-hal berikut :
1. Faktor-faktor yang menyebabkan akumulasi cairan di interstitial paru
dan di distal alveolus
2. Mekanisme yang mengganggu reabsorpsi cairan edema
Berdasarkan karakteristik gambaran histopatologinya, ARDS dibagi
menjadi 3 fase yaitu:
1. Fase akut (hari 1-6) = tahap eksudatif - Edema interstitial dan alveolar
dengan akumulasi neutrofil, makrofag, dan sel darah merah -
Kerusakan endotel dan epitel alveolus - Membran hialin yang menebal
di alveoli.
2. Fase sub-akut (hari 7-14) = tahap fibroproliferatif - Sebagian edema
sudah direabsorpsi - Proliferasi sel alveolus tipe II sebagai usaha untuk
memperbaiki kerusakan - Infiltrasi fibroblast dengan deposisi kolagen
3. Fase kronis (setelah hari ke-14) = tahap resolusi - Sel mononuclear
dan makrofag banyak ditemukan di alveoli - Fibrosis dapat terjadi
pada fase ini
Proses terjadinya ARDS melibatkan kerusakan pada endotel kapiler
paru dan sel epitel alveolus karena produksi mediator proinflamasi lokal
maupun yang terdistribusi melalui arteri pulmonalis. Hal ini menyebabkan
hilangnya integritas barrier alveolar-kapiler sehingga terjadi transudasi
cairan edema yang kaya protein.
1. Kerusakan endotel kapiler paru
Kerusakan endotel kapiler paru berperan dalam terjadinya
ARDS. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan permeabilitas
vaskular meningkat sehingga terjadi akumulasi cairan yang kaya akan
protein. Kerusakan endotel ini dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme. Mekanisme yang utama adalah terjadinya kerusakan
paru melalui keterlibatan netrofil. Pada ARDS (baik akibat infeksi
maupun non-infeksi) menyebabkan neutrofil terakumulasi di
mikrovaskuler paru. Neutrofil yang teraktivasi akan berdegranulasi
dan melepaskan beberapa mediator toksik yaitu protease, reactive
oxygen species, sitokin proinflamasi, dan molekul pro-koagulan.
Mediator-mediator inflamasi tersebut menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular dan hilangnya fungsi endotel yang normal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan
di interstitial dan alveoli.
Selain neutrofil dalam patogenesis ARDS, platelet juga
mempunyai peran yang penting. Studi yang ada membuktikan efek
sinergisme antara platelet dengan neutrofil yang menyebabkan
kerusakan paru.
2. Kerusakan epitel alveoli
Dalam patogenesisnya kerusakan endotel saja tidak cukup
menyebabkan ARDS. Kerusakan sel epitel alveoli juga merupakan
faktor yang penting. Neutrophil berperan dalam meningkatkan
permeabilitas paraselular pada ARDS. Dalam keadaan normal
neutrophil dapat melintasi ruang paraselular dan menutup kembali
intercellular junction sehingga barrier epitel dan ruang udara di distal
alveoli tetap utuh. Pada kondisi patologis neutrofil dalam jumlah
besar dapat merusak epitel alveoli melalui mediator inflamasi yang
dapat merusak intercellular junction dan melalui mekanisme
apoptosis atau nekrosis sel epitel.
Sel alveolus tipe I (yang menyusun 90% epitel alveoli)
merupakan jenis sel yang paling mudah rusak. Kerusakan sel tersebut
menyebabkan masuknya cairan ke dalam alveoli dan menurunnya
bersihan cairan dari rongga alveoli. Sel tipe II bersifat tidak mudah
rusak dan memiliki fungsi yang penting dalam memproduksi
surfaktan, transport ion, dan lebih lanjut dapat berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi sel alveoli tipe I. Kerusakan pada kedua sel
tersebut menyebabkan penurunan produksi surfaktan dan penurunan
elastisitas paru.
3. Resolusi dari inflamasi dan edema alveoli
Pada tahap awal resolusi ARDS ditandai dengan pembersihan
cairan edema dari rongga alveoli, dimana cairan tersebut akan
direabsorpsi ke sistem limfatik paru, mikrosirkulasi paru dan rongga
pleura. Pembersihan cairan edema dari rongga alveoli membutuhkan
transport aktif sodium dan klorida yang akan membuat gradient
osmosis sehingga air dapat direabsorpsi. Pada kondisi ARDS,
pembuangan cairan edema dari alveoli terjadi lebih lambat karena
epitel alveoli mengalami kerusakan. Disfungsi selular dan kerusakan
yang terjadi pada ARDS berdampak pada:
- Ketidak sesuaian antara ventilasi (V) dan perfusi (Q) V/Q
mismatching disertai dengan shunting
- Hipertensi pulmonal - Penurunan elastisitas paru (stiff lungs)
dan hiperinflasi alveoli yang tersisa
- Gangguan proses perbaikan paru yang normal fibrosis paru
pada stadium lanjut
9. Fungsi vitamin untuk kasus pneumonia virus?
Jawaban : Vitamin A, E dan C merupakan antioksidan yang dapat menangkal
radikal
bebas yang tidak stabil. Antioksidan dapat menghalangi terjadinya
tekanan oksidatif dan kerusakan jaringan, serta mencegah peningkatan
produksi pro-inflamatori sitokin. Antioksidan juga dapat memperbaiki
jaringan/sel yang telah dirusak oleh radikal bebas. Kekurangan
antioksidan dapat menyebabkan supresi imun yang mempengaruhi
mediasi sel T dan respon imun adaptif. Kekurangan vitamin B6 dapat
menurunkan pembentukan antibodi. Kekurangan folat dapat
menyebabkan gangguan metabolisme DNA sehingga terjadi perubahan
dalam morfologi sel-sel yang cepat membelah, seperti sel darah merah, sel
darah putih, serta epitel sel lambungdan usus.
Vitamin D di ketahui berperan dalam fungsi pertahanan tubuh, baik
dalam imunitas alamiah dan adaptif serta berperan dalam pertahanan
tubuh pada kasus infeksi, alergi, keganasan, dan autoimun
10.Bagaimana pengobatan untuk pasien pneumonia virus yang juga sedang on
kortikosteroid?
Jawaban : Penggunaan immunosupresive seperti kortikosteroid merupakan salah
satu faktor pemicu dari pneumonia. Sehingga pemberian kortikosteroid
pada pasien dengan pneumonial viral tidak direkomendasikan.
11.Masing-masing jawaban cantumkan literaturnya!
1. berdasarkan hasil laboratorium

Schuetz P, Albrich W, Mueller B. 2011. “Procalcitonin for diagnosis of infection


and guide to antibiotic decisions: past, present, and future” in BMC Medicine
(9:1-9).
2. https://caiherang.com/skor-psi/
Burhan, E., Susanto, A. D., & Nasution, S. A. (2020). In Pedoman tatalaksana
COVID -19 edis 2 (pp. 11-12). Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI).

Burhan, E., Isbaniah, F., & Susanto, A. D. (2020). PNEUMONIA COVID-19 . Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia .

Notes, T. M. (2019). In Basic Pharmacology & Drug Notes (p. 106). Makassar

3. Daniels R. 2011. “Surviving The First Hours In Sepsis: Getting The Basics Right
(An Intensivist’s Perspective)” in J Antimicrob Chemother (66:11-23)

Huang TS, Huang SS, Shyu YC, Lee CH, Jwo SC, Chen PJ, et al. 2014. “A
procalcitonin-based algorithm to guide antibiotic therapy in secondary
peritonitis following emergency surgery: a prospective study with propensity
score matching analysis” in Plos One (9:1–7).

4. Schuetz P, Albrich W, Mueller B. 2011. “Procalcitonin for diagnosis of infection


and guide to antibiotic decisions: past, present, and future” in BMC Medicine
(9:1-9).

5. Kriteria American Thoracic Society, 2014

6. Burhan, E., Isbaniah, F., & Susanto, A. D. (2020). PNEUMONIA COVID-19 . Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia .
7. Amin, Z. (2017). Perhimpunan Subspealis Respirologi dan penyakit kritis
Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Indonesia . Pneunomia Viral , 9 -10.

8. Rumende, C. M. (2012). Acute Respiratory Distress Syndrome , 3-4.


9. Rafsanjan, A., Darmawan, E., & Kurniawan, N. U. (2020). Analisis Survival Suhu
Tubuh Pada Pasien Pneumonia Yang Diberikan Vitamin D , 127.

10. Depkes. 2005.Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran


Pernafasan.Jakarta

11.Jelaskan SOAP untuk pasien ini!


Jawaban :

Subjek Objek Assessment Plan


 Pasien wanita T ; 390 C  Nilai suhu tubuh tinggi Terapi Farmakologi
berusia 68 TD ; 130/90 menandakan adanya  Dari gejala dan data
tahun mmHg infeksi pasien
 Batuk, N ; 105/i  Nadi dan Pernapasan mengindikasikan
demam, dada P ; 33/i pasien tidak normal Pneumonia-virus,
terasa sesak Leukosit: menandakan adanya diberikan kombinasi
 Hipertensi 4000/mm3 gangguan pernapasan antibiotik Azitromicin
 Riwayat HB: 12 mg/dl  Tekanan darah tinggi 500 mg per hari
keluarga Procalcitonin: 0,1 (pre-hipertensi) dengan Amoxiciilin 1,5-
stroke dan ng/ml  Nilai Procalcitonin 3g setiap 6 jam untuk
PJK Lympocit: 800 µL tinggi mengindikasikan mengatasi infeksi
(1000-4800 µL) adanya infeksi  Gangguan pernapasan/
CRP : 2,9 (< 3  Nilai lymposit tidak sesak di dada dapat
mg/L) normal atau menurun diatasi dengan
 Amlodipine 5 pemberian Oksigen
mg (1x1)  Disarankan
melanjutkan terapi
Amlodipine 5 mg 1x
sehari
 Untuk menurunkan
demam diberikan
antipiretik Paracetamol
500mg 3x sehari saat
demam
 Untuk batuk
disarankan
menggunakan antitusif
kodein 15 mg oral tiap
6 jam seperlunya
 Disarankan
mengkomsumsi
vitamin A, C, D
Terapi Non
Farmakologi
 Mengkomsumsi
makanan yang bergizi
dan rajin
mengkomsumsi
makanan/ buah-
buahan yang
mengandung banyak
vitamin
 Istirahat total, asupan
kalori adekuat, kontrol
elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan,
oksigen
 Pemantauan
laboratorium Darah
Perifer Lengkap berikut
dengan hitung jenis,
bila memungkinkan
ditambahkan dengan
CRP, fungsi ginjal,
fungsi hati dan foto
toraks secara berkala.

Anda mungkin juga menyukai