Anda di halaman 1dari 16

PEMBERIAN OBAT DOSIS BERGANDA

EKSTRAVASKULER
Kelompok 2
DHEA PEBY ANANDA D2043700177
DIANTO SIMANJUNTAK 2043700111
ELVERA ROSA 2043700174
EVA RIZDIAWATI 2043700143
FEIBE LAWALATA 2043700114
FRANSISKA YENI ALUS 2043700218
GITA AYU SAPUTRI 2043700213
HOMSIAH AGUSTINA 2043700169
IMAS SULVI 2043700186
IRVAN DODY R. S. 2043700203
JALALUDIN LANSAL 2043700113
Dosen Pengampu:
Rahmi Hutabarat, S. Si, M.Si, Apt
Banyak obat diberikan dalam suatu aturan dosis ganda untuk memperpanjang aktivitas
terapetik. Kadar plasma obat ini harus dipertahankan didalam batas yang sempit untuk
mencapai efektifitas klinik yang maksimal. Diantara obat-obat itu adalah antibakteri,
kardiotonika, antikonvulsan, dan hormon.

Secara ideal suatu aturan dosis untuk tiap obat ditetapkan untuk memberikan kadar plasma
yang benar tanpa fluktuasi dan akumulasi obat yang berlebihan. Dalam memperhitungkan
suatu aturan dosis ganda, kadar plasma yang diinginkan harus dikaitkan dengan suatu respon
terapetik.

01
Dua parameter utama yang dapat diatur dalam
mengembangkan suatu aturan dosis

2. Frekuensi pemberian
1. Ukuran dosis obat
obat

01
PRINSIP PENGATURAN PEMBERIAN DOSIS GANDA

1. Pendekatan Pengaturan Dosis dan Interval Pemberian Obat


Pada prinsipnya ada 2 pendekatan yang telah dilakukan yaitu:
a. Pendekatan empiris → menghubungkan respons dengan dosis yang diberikan untuk mengoptimalkan
terapi.
Kelemahan → memerlukan biaya yang lebih besar dan waktu yang lebih lama, bahkan kadang-kadang
terjadi efek toksik.
b. Pendekatan kinetika → berdasarkan kepada hipotesis bahwa respons pengobatan dan efek toksik
berhubungan dengan jumlah obat di dalam tubuh dan konsentrasi obat di dalam plasma.
Pendekatan ini lebih akurat dibandingkan dengan pendekatan empiris. Berdasarkan data farmakokinetika
dosis tunggal, maka kadar obat di dalam tubuh dapat diprediksi ketika akan diberikan dengan dosis
berganda.

02
Lanjutan...

Faktor-faktor Penentu Pengaturan Dosis dan Interval

Aktivitas-toksisitas Farmakokinetika Faktor klinik Toleransi Faktor genetik Interaksi obat

02
2. Akumulasi Obat
Umumnya obat yang akan diberikan kepada pasien sering ditulis dalam dosis dan interval tertentu,
misalnya 10 mg per hari atau 25 mg tiga kali sehari.
Kadar obat di dalam tubuh berfluktuasi dan meningkat sampai dicapai konsentrasi tunak (steady state
concentration)

Dari gambar terlihat bahwa interval pemberian


menentukan besarnya akumulasi, tetapi bukan
waktu untuk mencapai steady state. Kurva A
adalah profil yang diperoleh setelah obat diberikan
secara intravena 2 kali setiap satu waktu paruh,
sementara kurva B diperoleh setelah obat yang
sama diberikan secara intravena dengan dosis
yang sama setiap satu waktu paruh. Dari kurva
tersebut dapat diamati dan dipahami bahwa
semakin panjang interval pemberian, maka
semakin besar fluktuasi konsentrasi dan semakin
rendah konsentrasi obat di dalam plasma.

03
3. Interprestasi Klinik
a. Interval Pemberian dan Akumulasi Obat
Misalnya obat diberikan secara intravena dengan dosis 100 mg dan interval pemberian sama dengan waktu paruh.
Bila diplot hubungan antara jumlah obat di dalam tubuh versus waktu (dalam hal ini sebagai sumbu y adalah jumlah
obat di dalam tubuh dan sumbu x adalah waktu paruh)
Setelah interval I, pada saat t = 0, jumlah maksimum obat di dalam tubuh
(Ab1max) sama dengan dosis yaitu 100 mg. Sebelum masuk interval II, maka
jumlah minimum obat di dalam tubuh (Ab1min) sama dengan (½ x Ab1max
= 50 mg).
Setelah pemberian II, maka jumlah maksimum obat di dalam tubuh
(Ab2max) sama dengan (½ x Ab1max) + dosis = 50 mg + 100 mg = 150 mg.
Sebelum masuk interval III, maka jumlah minimum obat di dalam tubuh
(Ab2min) sama dengan (½ x Ab2max) = ½ x 150mg = 75 mg.
Dengan cara yang sama, maka akan diperoleh Ab3max = 100mg + 75 mg =
175 mg; Ab3min = ½ x 175 mg = 87,5 mg; Ab4max = 87,5 mg + 100 mg =
Berdasakan uraian tersebut di atas 187,5 mg; Ab4min =
dapat dimengerti bahwa semakin ½ x 187,5 mg = 93,75 mg; Ab5max = 93,75 mg + 100 mg = 193,75 mg;
pendek interval pemberian obat Ab5min = ½ x 193,75 mg = 96,875 mg.
dengan dosis yang sama, semakin Demikian seterusnya, maka akan diperoleh: Abss max = 2 Dosis
tinggi akumulasi. Abss min = 1 dosis
01
Lanjutan...
b. Jumlah Maksimum dan Minimum Obat di Dalam Tubuh
Misalkan sejumlah obat (=Dose) diberikan secara intravena dengan interval pemberian (τ). Setelah setiap pemberian,
maka:

Fraksi obat yang tinggal pada waktu t adalah e-kt.


Fraksi obat yang tinggal pada akhir interval pemberian (τ) adalah e-kτ.
Jumlah obat di dalam tubuh setelah pemberian ke N dapat dihitung.
Bila waktu = 2τ, maka fraksi yang tinggal = e-2kτ.
Jumlah obat di dalam tubuh setelah pemberian dosis berganda adalah total dari jumlah yang tinggal dari setiap
pemberian terdahulu.

maka akan diperoleh persamaan: Ab N max . (1 – r) = Dose. (1 – rN)

01
4. Jumlah Rata-Rata Obat Di Dalam Tubuh Pada Steady State
Pada steady state kecepatan masuknya
obat ke dalam tubuh (input) sama dengan
kecepatan eliminasi (output), artinya
jumlah obat yang dieliminasi sama dengan
jumlah obat yang diabsorbsi seperti ditulis
pada persamaan 7.

D/ = k Abav (7)
D = dosis
= interval pemberian
Abav = jumlah rata-rata obat di dalam tubuh
k = konstanta kecepatan eliminasi= 0,693 /t 1/2
D/ = 0,693 / t1/2 x Abav
Maka akan diperoleh persamaan (8):
Abav = 1,44 t1/2 (D/ )

01
5. Konsentrasi Rata-Rata Obat Di Dalam Plasma Pada Steady State
Mengingat bahwa konsentrasi (C) adalah jumlah per volume
serta absorbsi diasumsikan berlangsung cepat, maka berdasarkan persamaan (5), konsentrasi obat
maksimum pada kondisi tunak (Css, max) adalah sebagai berikut:

Dengan cara yang sama berdasarkan persamaan (6) konsentrasi obat minimum pada kondisi tunak (Css,
min) adalah sebagai berikut:

FD/τ = k. Abav, maka:


FD/τ = k. V.Cav, sehingga:
FD / τ= Cl.Cav (11)

Dengan demikian, konsentrasi rata-rata obat di dalam plasma (Cav)


adalah sebagai berikut:

01
6. Indeks Akumulasi
Indeks akumulasi atau accumulation ratio (RAC) dapat diperoleh dengan menghubungkan jumlah
maksimum dan jumlah minimum obat pada steady state dengan jumlah setelah pemberian dosis
tunggal:

01
7. Kecepatan Akumulasi Sampai Dicapai Steady State?

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai


steady state tergantung kepada waktu
paruh obat (yaitu sebesar 3,3 t1/2) dan
tidak tergantung kepada frekuensi
pemberian obat.

01
8. Hubungan antara Dosis Muatan dengan Dosis Pertahanan
Ketersediaan hayati obat ekstravaskular, berbeda antara yang satu dengan lainnya karena perbedaan sifat fisika
kimia obat dan faktor fisiologi. Biasanya nilai ketersediaan hayati obat yang diberikan secara ekstravaskular
adalah lebih kecil dari 1. Jadi, agar segera dicapai jumlah maksimum steady state, maka faktor ketersediaan
hayati (F) harus dimasukkan ke dalam perhitungan dosis muatan sebelum obat diberikan kepada pasien
menggunakan persamaan berikut:

LD = Faktor ketersediaan hayati


MD = Dosis pertahanan

01
Pemberian Ekstravaskuler
Pemberian secara ekstravaskular meliputi rute per oral, sublingual, buccal, intramuscular, subcutan,
transdermal, dan rectal. Pada pemberian ekstravaskular, biasanya obat yang masuk ke dalam tubuh tidak
mencapai 100%. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya bentuk sediaan, ionisasi obat, pKa obat, pH
cairan tubuh, luas permukaan zat berkhasiat terlarut yang berkontak dengan dinding organ tubuh seperti
dinding saluran pencernaan, koefisien partisi, dan waktu pengosongan lambung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dan besarnya absorpsi yang meliputi kinetika absorpsi,
ketersediaan hayati (F), hubungan antara waktu dengan konsentrasi, analisis parameter- parameter
farmakokinetika (konstanta kecepatan absorpsi, konstanta kecepatan eliminasi, konsentrasi maksimum dan
waktu yang diperlukan agar dicapai konsentrasi maksimum) setelah obat diberikan per oral.

02
Kesimpulan
1. Prinsip pengaturan pemberian dosis ganda
a. Pendekatan pengaturan dosis dan interval pemberian obat
b. Akumulasi obat
c. Interpretasi klinik
d. Jumlah rata-rata obat di dalam tubuh pada steady state
e. Konsentrasi rata-rata obat di dalam plasma pada steady state
f. Indeks akumulasi
g. Kecepatan akumulasi sampai dicapai steady state
i. Hubungan antara dosis muatan dengan dosis pertahanan

2. Pemberian secara ekstravaskular meliputi rute per oral, sublingual, buccal, intramuscular, subcutan, transdermal,
dan rectal. Sebelum memasuki sirkulasi sistemik, obat harus terlebih dahulu diabsorpsi oleh tubuh. Pada pemberian
ekstravaskular, biasanya obat yang masuk ke dalam tubuh tidak mencapai 100%. Hal ini disebabkan oleh berbagai
faktor diantaranya bentuk sediaan, ionisasi obat, pKa obat, pH cairan tubuh, luas permukaan zat berkhasiat terlarut
yang berkontak dengan dinding organ tubuh seperti dinding saluran pencernaan, koefisien partisi, dan waktu
pengosongan lambung.

02
THANK YOU

16

Anda mungkin juga menyukai