Anda di halaman 1dari 4

Nama : Syania Salsabila

No. Bp : 2011012057

Tugas : Farmakologi Dasar

Parameter Farmakokinetik

1. Tetapan kecepatan absorpsi (Ka).


 Menggambarkan kecepatan absorpso, yakni masuknya obat ke dalam sirkulasi
sistemik dari absorpsinya.
 Nilai ini merupakan resultante dari kecepatan disolusi obat dari bentuk
sediaannya dari pelarutannya dalam lingkungan tempat absorpsi, proses
absorpsi itu sendiri, distribusi dan eliminasi.
 Bila terjadi hambatan dalam proses absorpsi akan didapatkan nilai Ka yang
lebih kecil.
 Satuan dari parameter ini adalah fraksi persatuan waktu (jam-1 atau menit-1).
2. Waktu mencapai kadar puncak (Tmax).
 Menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak.
 Digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan kecepatan absorpsi, dan
parameter ini lebih mudah diamatiatau dikalkulasi dari pada Ka.
 Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari
mundurnya atau memanjangnya Tmax.
 Satuan jam atau menit.
 Kadar obat puncak adalah konsentrasi plasma tertingi dari sebuah obat pada
waktu tertentu.
 Jika obat diberikan secara oral, waktu puncaknya mungkin 1 sampai 3 jam
setelah pemberian obat, tetapi jika obat diberikan secara intravena, kadar
puncaknya mungkin dicapai dalam 10 menit.
 Sampel darah harus diambil pada waktu puncak yang dianjurkan sesuai
dengan rute pemberian.
3. Bersihan (clearance /Cl).
 Merupakan ukuran kemampuan tubuh untuk menghilangkan obat,
menunjukkan volume darah yang bersih dari senyawa obat per satuan waktu
(volume/waktu).
 Secara definit diartikan sebagai kemampuan tubuh untuk membersihkan darah
dari obat per satuan waktu, dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
o Klirens yang berasal dari kerja hepar sebagai organ metabolism utama.
o Klirens yang berasal dari kerja ginjal sebagai organ ekskresi utama.
o Klirens yang berasal dari organ-organ lain.

CL (tubuh total)= CL hepar+ CL ginjal + CL lain-lain


 Pada obat-obat yang eliminasi utamanya melalui metabolisme hepatal
(misalnya metronidazol, teofilin, dll.), maka klirens oleh organ-organ lain
dapat diabaikan sehingga :
CL (tubuh total) = CL hepar
 Obat-obat yang eliminasi utamanya melalui ekskresi ginjal, maka:
CL (tubuh total) = CL ginjal
 Pada kebanyakan obat, hepar dan ginjal memegang peran paling penting
dalam proses eliminasi obat, sehingga klirens yang disebabkan organ-organ
lain dapat diabaikan, maka didapat persamaan:
CL (tubuh total) = CL hepar + CL ginjal

mg
kecepatan eliminasi( )
menit
CL =
mg
Cp( )
ml

Cp= konsentrasi obat dalam plasma

 Bila diformulasikan hubungan antara CL dengan Kel atau T1/2, akan


didapatkan persamaan berikut:
CL = Vd × kel
Vd ×0,693
CL = 1
T
2
4. Volume distribusi.
 Merupakan ukuran dari ruangan dalam tubuh yang tersedia untuk difusi obat
atau dapat diartikan sebagai volume yang diperlukan untuk memuat semua
obat dalam tubuh secara homogen dgn konsentrasi yang sama dgn konsentrasi
obat dalam darah, plasma atau cairan plasma.
 Jika nilainya lebih besar dibadingkan dengan volume cairan tubuh
sesungguhnya, berarti distribusi obat terkonsentrasi pd jaringan tertentu.
 Cairan tubuh total pada orang dgn BB 70 kg adalah 42 L yang terdiri dari:
cairan intraseluler 28 L, ekstraseluler 14 L.
dosis
Vd =
Cp
Menghitung Vd= menghitung vol tempat obat dilarutkan.
5. Waktu paruh (t1/2).
 Waktu yang diperlukan untuk mengubah jumlah obat dalam tubuh menjadi
separuhnya selama eliminasi.
 Penting untuk menentukan frekuensi pemberian obat per hari agar tercapai
konsentrasi obat dalam plasma yang diinginkan.
0,693× Vd
T½=
CL
 Secara definitif, waktu paruh eliminasi adalah waktu yang diperlukan agar
kadar obat dalam sirkulasi sistemik berkurang menjadi separuhnya. Nilai
parameter ini merupakan terjemahan praktis dari nilai Kel.
 Nilai T 1/2 ini banyak digunakan untuk memperkirakan berbagai kondisi
kinetik, misalnya kapan obat akan habis dari dalam tubuh, kapan sebaiknya
dilakukan pemberian ulang (interval pemberian), kapan kadar obat dalam
sirkulasi sistemik mencapai keadaan tunak (steady state) pada pemberian
berulang, dsb.
6. Bioavaibilitas (ketersediaan hayati)= F.
 Didefinisikan sebagai laju dan jumlah fraksi obat yang diabsorpsi melalui jalur
pemberian tertentu masuk ke sirkulasi sistemik.
 Besarnya nilai bioavaibilitas umumnya dibandingkan dengan jumlah obat
yang masuk sirkulasi sistemik melalui pemberian injeksi IV.
 Pada pemberian IV obat dianggap 100% masuk ke dalam tubuh, shg
bioavaibilitas menunjukkan % (fraksi) obat yang terabsorpsi.
 Cara menghitung :
AUC X
F=
AUC IV
 Dengan membandingkan nilai AUC pemberian ekstravaskuler terhadap AUC 
intravena  suatu obat  dengan dosis yang  sama,  akan didapatkan  nilai
ketersediaan  hayati absolut (= F), yakni fraksi obat yang dapat diabsorpsi dari
pemberian ekstravaskuler.
7. Ikatan protein plasma.
 Ikatan protein plasma merupakan suatu formasi kompleks obat dengan protein.
 Kebanyakan obat akan terikat secara reversibel dengan ikatan kimia yang
lemah (ikatan van derwalls atau hidrogen).
 Ikatan antara obat dgn protein plasma akan mempengaruhi distribusi dan efek
farmakologis obat.
 Ikatan ini dinyatakan dalam persentase: persentase obat terikat dalam darah
terhadap jumlah keseluruhan obat yang mencapai sirkulasi sistemik.
8. Konsentrasi steady state.
 Konsentrasi dimana ekilibrium tercapai antara laju obat yang mencapai
sirkulasi dengan laju obat dengan laju obat yang dikeluarkan dari plasma.
 Peningkatan konsentrasi dalam plasma dan tercapainya suatu kadar dalam
darah steady state setelah pemberian obat beberapa kali secara oral.
 Css akan tercapai bila waktu paruh eliminasi sama dengan selang dosis atau
mungkin lebih besar, akibatnya pada pemberian dosis kedua menyebabkan
konsentrasi plasma lebih tinggi dari dosis terdahulu.
9. Kadar puncak (Cmax).
 Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma.
 Nilai ini merupakan resultante dari proses absorpsi, distribusi dan eliminasi,
dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak, proses-proses
absorpsi, distribusi dan eliminasi berada dalam keadaan seimbang.
 Nilai Cmax ini umumnya juga digunakan sebagai tolak ukur, apakah dosis
yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak.
 Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik
minimal (KTM). Satuan parameter ini adalah berat/volume (ug/ml atau ng/ml)
dalam darah/serum/plasma.
10. Konstanta laju eliminasi (Kel).
 Tetapan kecepatan eliminasi menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah
proses-proses kinetik mencapai keseimbangan. Satuannya adalah fraksi per
waktu (jam-1 atau menit-1).
 Nilai ini menggambarkan proses eliminasi, walaupun perlu diingat bahwa
pada waktu itu mungkin proses absorpsi dan distribusi masih berlangsung.
Secara praktis, nilai ini kemudian diterjemahkan kedalam parameter lain,
yakni T 1/2. Tetapan ini dapat ditentukan dengan rumus:
0,693
Kel = 1
T
2
 Eliminasi obat kebanyakan mengikuti pesamaan reaksi orde 1 dan beberapa
obat mengikuti orde nol. Jika proses eliminasi tdk dijelaskan secara khusus,
berarti mengikuti orde 1.
 Ciri-ciri obat mengikuti eliminasi orde 1 :
o % obat yang tereliminasi persatuan waktu adalah tetap.
o hubungan kadar vs waktu tidak linear.
o hubungan log kadar vs waktu adalah linier
 Eliminasi orde 1 mengikuti persamaan:
ln Cpt = ln Cp0 – K1t
log Cpt = log Cp0 – K1 T/2,303
Dari persamaan diatas akan diperoleh nilai:
t1/2= 0,693/K1 atau K1= 0,693/t1/2
 Ciri-ciri obat mengikuti eliminasi orde 0 :
o jumlah obat yang dieliminasi persatuan waktu tetap.
o obat mengalami kejenuhan metabolism
o hubungan kadar vs waktu linear.
 Eliminasi orde 0 mengikuti persamaan :
Cpt = Cp0 – K0t

Anda mungkin juga menyukai