Anda di halaman 1dari 24

RESUME KEDUA PBK KMB

“ PERITONITIS”

Dosen Pembimbing Akademik:

Ns. Indah Sri Wahyuningsih, M.Kep

Dosen Pembimbing Klinik:

Ns. Karnadi, S.Kep

Disusun Oleh:

Wafda Abidah (30901700098)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2020
ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS
PADA Tn. G

Kasus :

Pasien Tn. G berusia 40 tahun, datang ke UGD RS Marinir Cilandak dengan


keluhan nyeri perut hebat di seluruh perutnya sejak 1 jam SMRS, awalnya hanya
dirasakan di ulu hati saja namun tidak lama kemudian dirasakan di seluruh perutnya,
nyeri perut dirasakan seperti ditusuk-tusuk, terus menerus, semakin lama semakin
nyeri, skala nyeri 7/10, dan nyeri semakin bertambah parah apabia pasien berjalan,
batuk atau mengedan, berdiri atau berjalan. Mual muncul setelah dirasakan muncul
nyeri dan pasien tidak muntah. Pasien merasa badannya meriang dan demam ketika
dibawa menuju rumah sakit. BAB dan BAK pasien normal. Pasien memiliki riwayat
maag kronis sejak 5 tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan,
alergi obat, penyakit jantung, kencing manis, tekanan darah tinggi, asma.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit berat ,


kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, pernafasan 18x/menit,
nadi 72x/menit, dan suhu 37,5oC. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan perut
datar dengan hampir tidak pergerakan ketika inspirasi-ekspirasi, bising usus
menurun, nyeri tekan dan nyeri lepas positif pada seluruh lapang abdomen, dan
defense muscular positif. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis yakni
13.300/µL.

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. Data Umum
1. Identitas
a. Identitas Pasien
1) Nama : Tn. G
2) Umur : 30 tahun
3) jenis kelamin : Pria
4) agama : Islam
5) pendidikan : SMA
6) pekerjaan : Karyawan Swasta
7) suku/bangsa : Jawa
8) alamat : Bambu larangan
9) diagnosa medis
10) tanggal dan jam masuk. : 11/10/2013, pk 18.30

b. Identitas Penanggungjawab
1) Nama, : Ny. S
2) Umur : 27 tahun
3) jenis kelamin : Perempuan
4) agama : islam
5) suku/bangsa : jawa
6) pendidikan terakhir : SMP
7) pekerjaan : Wiraswasta
8) alamat : Bambu larangan
9) hubungan dengan pasien. : Istri

2. Status Kesehatan saat ini :


Nyeri perut hebat mendadak di seluruh bagian perut sejak 1 jam
sebelum masuk rumah sakit.
3. Riwayat kesehatan lalu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, alergi obat,
maupun penyakit jantung, kencing manis, darah tinggi, dan
asma
4. Riwayat Kesehatan keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa
seperti pasien. Tidak ada keluarga pasien yang memiliki
penyakit kencing manis, tekanan darah tinggi maupun sakit
jantung.
5. Riwayat kesehatan lingkungan
a. Kebersihan rumah dan lingkungan : bersih
b. Kemungkinan terjadinya bahaya : tidak ada

II. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL (DATA FOKUS)


1. Pola Persepsi & Pemeliharaan Kesehatan
a. Persepsi pasien tentang kesehatan diri
Jawab: Pasien percaya bahwasannya setelah pengobatan,
pasien dapat sembuh
b. Pengetahuan & persepsi pasien tentang penyakit &
perawatannya:
Jawab: Pasien sudah paham akan penyakitnya
c. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
Jawab: Pasien saat ini makan di jadwal sehingga teratur
d. Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan
Jawab: Pasien biasanya ke rumah sakit untuk mengecek kondisi
kesehatannya
e. Kebiasaan hidup
Jawab:
f. Faktor sosio ekonomi yang berhubungan dengan kesehatan
Jawab: Dari segi ekonomi, memadai

2. Pola Eliminasi
a. Eliminasi feses
1) Pola BAB
Frekwensi : 1 hari 2 kali
Waktu : Pagi dan sore hari
Warna : Kuning
Konsistensi : Padat
Penggunaan pencahar/enema: Tidak ada
2) Adakah perubahan dalam kebiasaan BAB
Jawab: Tidak ada
b. Pola BAK
Frekwensi : 1 hari 4 kali
Waktu : Pagi, sore, siang, malam
Warna : Kuning
Jumlah :-

3. Pola aktifitas dan Latihan


a. Kegiatan dalam pekerjaan
Jawab: pasien bekerja sebagai wiraswasta
b. Olahraga yang dilakukan (jenis dan frekwensi)
Jawab: tidak ada
c. Kesulitan/keluhan dalam aktifitas
1) Pergerakan tubuh
Jawab: Tidak ada
2) Perawatan diri:
Jawab: Pasien masih bisa mandi dan berpakaian sendiri
3) Berhajat (BAK/BAB)
Jawab: Lancar
4) Keluhan sesak nafas setelah melakukan aktifitas
Jawab: Tidak ada
5) Mudah merasa kelelahan
Jawab: Ya, terkadang pasien mudah lelah saat melakukan
aktivitas terutama pada saat berolahraga

4. Pola Istirahat & Tidur


a. Kebiasaan tidur : Teratur, waktu tidur pasien sekitar 9 jam
b. Kesulitan tidur : Tidak ada

5. Pola Nutrisi-Metabolik
Pola makan : 3 hari sekali
Pola minum : 8 gelas per hari
Diet khusus nafsu makan : Tidak ada
Mual : Tidak ada
Muntah : Tidak ada
Stomatitis : Tidak ada
BB naik : Ya

6. Pola Kognitif-Perseptual Sensori


a. Keluhan yang berkenaan dengan kemampuan sensasi
Jawab: Mata pasien minus dan menggunakan kacamata
b. Kemampuan kognitif
Jawab: Pasien mampu mengingat sesuatu, berbicara dengan
orang lain dan dapat menangkap informasi dari lawan bicaranya
c. Kesulitan yang dialami
Jawab: Mudah lelah, jika melakukan aktivitas
d. Persepsi terhadap nyeri dengan menggunakan pendekatan
P,Q,R,S,T
P = nyeri perut hebat di seluruh perutnya
Q = nyeri perut dirasakan seperti ditusuk-tusuk, terus menerus,
semakin lama semakin nyeri
R = dirasakan di ulu hati saja namun tidak lama kemudian
dirasakan di seluruh perutnya
S = skala nyeri 7/10
T = sering, nyeri semakin bertambah parah apabia pasien
berjalan, batuk atau mengedan.

7. Pola Persepsi Diri & Konsep Diri


a. Persepsi diri
Jawab: Pasien berharap setelah pengobatan ini, pasien dapat
sembuh dan lebih leluasa dalam melakukan aktivitas tanpa
merasa lelah
b. Status emosi
Jawab: Pasien bisa mengontrol emosinya
c. Konsep diri:
1) Citra diri/body image
Jawab: Pasien tetap percaya diri
2) Identitas
Jawab: Pasien merasa puas dengan statusnya sekarang dan
selama dirawat pasien merasa nyaman di lingkungan rumah
sakit dan puas dengan pelayanan serta pengobatannya
3) Peran
Jawab: Peran pasien saat ini sebagai wiraswasta
4) Ideal diri
Jawab: -
5) Harga diri
Jawab: disekeliling pasien mensupport akan
kesembuhannya

8. Pola Mekanisme Koping


a. Bagaimana pasien dalam mengambil keputusan:
Jawab: Pasien mengambil keputusan sendiri
b. Yang dilakukan jika menghadapi masalah
Jawab: Berdiskusi dengan tenang untuk memecahkan
masalahnya
c. Bagaimana upaya pasien dalam menghadapi masalahnya
sekarang
Jawab: dengan rasa Sabar
d. Menurut pasien apa yang dapat dilakukan perawat agar pasien
merasa nyaman:
Jawab: Melayani dengan baik sesuai dengan pengobatan yang
harus saya terima

9. Pola Seksual-Reproduksi
a. Bagaimana pemahaman pasien tentang fungsi seksual
Jawab: Pasien mengetahui tentang masa subur
b. Adakah gangguan hubungan seksual disebabkan oleh berbagai
kondisi
Jawab: Tidak ada
c. Adakah permasalahan selama melakukan aktifitas seksual
Jawab: Tidak ada
d. Pengkajian pada perempuan terutama pada pasien dengan
masalah tumor atau keganasan system reproduksi.
1) Riwayat menstruasi : -
2) Riwayat kehamilan : -
3) Riwayat pemeriksaan ginekologi misal pap smear : -

10. Pola Peran-Berhubungan dengan orang lain


a. Kemampuan pasien dalam berkomunikasi
Jawab: Pasien mudah untuk memahami informasi yang
disampaikan orang lain
b. Siapa orang yang terdekat dan lebih berpengaruh pada pasien
Jawab: istri
c. Kepada siapa pasien meminta bantuan bila mempunyai
masalah
Jawab: istri
d. Adakah kesulitan dalam keluarga
Jawab: Tidak ada

11. Pola Nilai dan Kepercayaan


a. Bagaimana pasien menjalankan kegiatan agama atau
kepercayaan
Jawab: Ibadah pasien lancar
b. Masalah yang berkaitan dengan aktifitasnya tersebut selama
dirawat
Jawab: Tidak bisa untuk beribadah dengan maksimal
c. Adakah keyakinan atau kebudayaan yang dianut pasien yang
bertentangan dengan kesehatan
Jawab: Tidak ada
d. Adakah pertentangan nilai/keyakinan/kebudayaan terhadap
pengobatan yang dijalani
Jawab: Tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)
1. Kesadaran
Jawab: Composmentis

2. Penampilan
Jawab: pasien kesakitan karna nyeri

3. Vital sign
a. Suhu Tubuh : 37,5°C
b. Tekanan Darah : 120/80
c. Respirasi : 18x/menit
d. Nadi : 72x/menit

4. Kepala
Normosefali tanpa tanda trauma
5. Mata
Reaksi terhadap cahaya : Membesar ketika berada di tempat
gelap dan mengecil ketika terkena cahaya
Konjungtiva : Anemis
Sklera : Ikterik
Alat bantu :-
Adanya secret : Tidak ada

6. Hidung
Bagaimana kebersihannya : Bersih
Adakah secret : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Adakah polip : Tidak ada
Adakah nafas : Ada
Cuping hidung : Tidak ada
Pemakaian oksigen : Tidak ada

7. Telinga
Bentuk : Normal
Hilang pendengaran : Tidak
Alat bantu dengar : Tidak ada
Serumen : Ada
Infeksi : Tidak ada
Tinnitus : Tidak ada

8. Mulut & Tenggorokan


Kesulitan/ gangguan bicara : Tidak
Pemeriksaan gigi : Bersih
Warna : Merah muda
Bau : Tidak
Nyeri : Tidak
Kesulitan mengunyah : Tidak
Posisi trakea : Normal
Benjolan di leher : Tidak ada
Pembesaran tonsil : Ada
Keadaan vena jugularis : Normal

9. Dada
Jantung
1) Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Iktus cordis teraba
3) Perkusi :-
4) Auskultasi : Lup-dup
Paru- paru
1) Inspeksi : Bentuk dada simetris dan tidak ada lesi
2) Palpasi : Tidak ada krepitasi
3) Perkusi :-
4) Auskultasi : Sonor

10. Abdomen
perut datar dengan hampir tidak pergerakan ketika inspirasi-
ekspirasi, bising usus menurun, nyeri tekan dan nyeri lepas positif
pada seluruh lapang abdomen, dan defense muscular positif.
11. Genetalia
Kebersihan daerah genital : Bersih
Adanya luka : Tidak ada
Tanda infeksi : Tidak ada
Kaji kebersihan kateter : Tidak ada
Adanya hemoroid : Tidak ada

12. Ekstremitas Atas & Bawah


a. Inspeksi kuku kulit : Bersih
b. Capilarry refill : 1-2 detik
c. Kemampuan berfungsi : Normal
d. Bila terpasang infus : Tidak ada

13. Kulit
Kebersihan : Bersih
Warna : Sawo matang
Kelembaban : Normal
Turgor : Baik
Adanya edema : Tidak ada

14. Data Penunjang


a. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tuliskan data fokus terkait penyakit pada
1) Pemeriksaan laborat : leukositosis yakni 13.300/µL.
2) Pemeriksaan Radiologi : -
b. Diit yang diperoleh :-
c. Therapy :
B. ANALISA DATA

Tgl/Ja Data Fokus Etiologi Nyeri TTD


m
4 Des DS : Kompresi Nyeri
jaringan
18.30 • klien mengatakan
nyeri diseluruh perutnya, Lambung
tertekan
yang awalnya dirasakan
Distensi
diulu hati saja namun tidak abdomen
lama kemudian dirasakan
Akumulasi
diseluruh perutnya rongga
abdomen
DO :
• k/u composentis Nyeri

P = nyeri perut hebat di


seluruh perutnya
Q = nyeri perut dirasakan
seperti ditusuk-tusuk, terus
menerus, semakin lama
semakin nyeri
R = dirasakan di ulu hati
saja namun tidak lama
kemudian dirasakan di
seluruh perutnya
S = skala nyeri 7/10
T = sering, nyeri semakin
bertambah parah apabia
pasien berjalan, batuk atau
mengedan.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN & PRIORITAS DIAGNOSA


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan, akumulasi cairan dalam rongga abdomen
D. PLANNING/INTERVENSI

Tgl/Ja Diagnosa Tujuan & Kriteria Planning TTD


m Keperawatan Hasil
4 Des Nyeri akut Tujuan:  Lakukan
pengkajian nyeri
18.30 berhubungan Setelah dilakukan
secara
dengan agen tindakan komprehensif
termasuk lokasi,
injuri (biologi, keperawatan
karakteristik,
kimia, fisik, selama 3x24 jam durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor
psikologis), diharapkan
presipitasi
kerusakan toleransi aktivitas  Observasi reaksi
nonverbal dari
jaringan, meningkat dengan
ketidaknyamanan
akumulasi cairan kriteria hasil:  Bantu pasien dan
keluarga untuk
dalam rongga  Mampu
mencari dan
mengontrol nyeri
abdomen menemukan
(tahu penyebab dukungan
nyeri, mampu  Kontrol lingkungan
menggunakan yang dapat
tehnik mempengaruhi
nonfarmakologi nyeri seperti suhu
untuk ruangan,
mengurangi pencahayaan dan
nyeri, mencari kebisingan
bantuan)  Kurangi faktor
 Melaporkan presipitasi nyeri
bahwa nyeri  Kaji tipe dan
berkurang sumber nyeri untuk
dengan menentukan
menggunakan intervensi
manajemen nyeri  Ajarkan tentang
 Mampu teknik non
mengenali nyeri farmakologi: napas
(skala, intensitas, dala, relaksasi,
frekuensi dan distraksi, kompres
tanda nyeri) hangat/ dingin
 Menyatakan rasa  Berikan analgetik
nyaman setelah untuk mengurangi
nyeri berkurang nyeri:
 Tanda vital  Tingkatkan istirahat
dalam rentang  Berikan informasi
normal tentang nyeri
 Tidak mengalami seperti penyebab
gangguan tidur nyeri, berapa lama
nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali

E. IMPLEMENTASI

Tgl/Ja Diagnosa Implementasi Respon TTD


m Keperawatan
4 Des Nyeri akut  melakukan DO:
pengkajian nyeri
14.00 berhubungan Pasien sudah
secara
dengan agen komprehensif lebih paham
termasuk lokasi,
injuri (biologi, bagaimana cara
karakteristik, durasi,
kimia, fisik, frekuensi, kualitas mengatasi nyeri
dan faktor presipitasi
psikologis), diseluruh
 mengobservasi
kerusakan reaksi nonverbal perutnya
jaringan, dari
ketidaknyamanan
akumulasi cairan DS:
 membantu pasien
dalam rongga dan keluarga untuk Pasien merasa
mencari dan
abdomen dapat mengontrol
menemukan
dukungan nyerinya dengan
 mengontrol
cara membuat
lingkungan yang
dapat jadwal untuk
mempengaruhi nyeri
mengontrol
seperti suhu
ruangan, nyerinya dan
pencahayaan dan
istirahat yang
kebisingan
 mengurangi faktor cukup
presipitasi nyeri
 mengkaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
 mengajarkan
tentang teknik non
farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
 memberikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri:
 meningkatkan
istirahat
 memberikan
informasi tentang
nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
memmonitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
F. EVALUASI

Tgl/Ja Diagnosa Catatan Perkembangan TTD


m Keperawatan
5 Des Nyeri akut S : Pasien merasa lebih bisa
15.00 berhubungan dengan mengontrol nyerinya saat
agen injuri (biologi, beraktivitas.
kimia, fisik, psikologis), O : Pasien tampak lebih sehat
kerusakan jaringan, A : Masalah teratasi sebagian
akumulasi cairan P : Lanjutkan intervensi
dalam rongga
abdomen

KONSEP DASAR PERITONITIS

1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut
(peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse,
riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik.
Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan  yang biasanya disertai dengan
bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan
perforasi viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada
intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas
pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan
peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit
berat dan sistemikengan syok sepsis.
2. Etiologi

1. Infeksi bakteri
1. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2. Appendisitis yang meradang dan perforasi
3. Tukak peptik (lambung/dudenum)
4. Tukak thypoid
5. Tukan disentri amuba/colitis
6. Tukak pada tumor
7. Salpingitis
8. Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,
stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.

1. Secara langsung dari luar.


1. Operasi yang tidak steril
2. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon
terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta
merupakan peritonitis lokal.
3. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
4. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
2. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi
biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga ke rongga
peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh
limfemesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan
akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites,
semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan
opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering
menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella
pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gramlainnya 20% dan bakteri
gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain
15%,dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi
campur bakteri
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau
nekrosis(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga
peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna
bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari
kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon
dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau
kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnyacairan empedu, barium,
dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-organdalam
(misalnya penyakit Crohn)

3. Klasifikasi
a. Peritonitis primer

Peritonitis primer atau peritonitis spontan terjadi melalui penyebaran limfatik dan
hematogen. Kejadiannya jarang dan angka insidensinya kurang dari 1 % dari seluruh
angka kejadian peritonitis. Paling umum terjadi peritonitis primer adalah peritonitis
bakterial spontan akibat penyakit liver menahun yang dikarenakan adanya asites
sehingga menyebar melalui aliran limfatik.

b. Peritonitis sekunder

Peritonitis Sekunder terjadi akibat proses patologik yang terjadi dalam abdomen.
Peritonitis ini tipe yang paling sering terjadi. Berbagai macam jalur patologis dapat
berakibat terjadinya peritonitis sekunder. Yang paling sering mengakibatkan
terjadinya tipe ini termasuk perforasi apendisitis, perforasi infeksi lambung dan usus,
perforasi usus besar akibat divertikulitis, volvulus, kanker, dan lain-lain.

c. Peritonitis tersier

Peritonitis tersier adalah peritonitis yang sudah ditangani lewat operasi tetapi
mengalami kekambuhan kembali. Biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pada pasien imunokompromise.

4. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat


fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa
ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba
untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini
segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut yang meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-
lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen
termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah
dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya
cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra
abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan
penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni
dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara
lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan
usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus
sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu
obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total
atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah
sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan
akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen
sehingga dapat terjadi peritonitis.
5. Pathways
A. PATHWAY

Interna (appendicitis Bakteri E. Coli, Eksterna (trauma,


perrforasi, tukak peptikum, Pseudomonas, operasi yg tidak steril)
Streptococus, klebsiella)
tumor, divetikulosis)

Invasi bakteri

Infeksi
Leukosit meningkat

Kontaminasi Bakteri

Peristaltic menurun Kompresi jaringan Permeabilitas kapiler

Lambung tertekan
konstipasi Inflamasi
Distensi abdomen
Usus mengalami Penumpukan
paralysis Akumulasi rongga cairan dlm rongga
abdomen peritoneum
Mual muntah
nyeri Kebocoran isi dari
Keb. Nutrisi tidak organ dalam abdomen
terpenuhi masuk ke rongga
peritoneum
Gg pemenuhan nutrisi
Hipertermi

6. Manifestasi klinik
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah
terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri
pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium.
Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk,
atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan
lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis
umum.
 Demam
 Distensi abdomen
 Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada
perluasan iritasi peritonitis.
 Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang
jauh dari lokasi peritonitisnya.
 Nausea, vomiting
 Penurunan peristaltik.
7. Penatalaksanaan

Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab


peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).

Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:

1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengeliminasi sumber infeksi.


2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien
untuk tindakan bedah a.l :

1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.


2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
5. Pemberian antibiotic.
Terapi bedah pada peritonitis a.l :

1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa,
lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah,
dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.

Terapi post operasi a.l:

1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih,
dan tidak ada distensi abdomen.

1)   Terapi

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.

Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan
mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus
dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.

a.  Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil
kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi
penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus
tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang
selama operasi.
b.  Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan
masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi,
insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk
mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat
dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.

c.  Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal
povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan
lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar
ketempat lain.

d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat
masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi
kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis
terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

2)   Pengobatan

Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila
terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada
peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita,
pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu
beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.

Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan


keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien
yang mencakup tiga fase yaitu :

1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian
dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan
menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun,
aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien
praoperatif ditempat ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau
dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena,
melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan
menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas
hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak
dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi
pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran
tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan  
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase
pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi
diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini.
Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.

8. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil
tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
2. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.
3. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus
besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan
foto polos abdomen 3 posisi :
        Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP ).
         Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan
        Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara
bebas subdiafragma atau intra peritoneal.

Anda mungkin juga menyukai