“ PERITONITIS”
Disusun Oleh:
SEMARANG
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS
PADA Tn. G
Kasus :
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. Data Umum
1. Identitas
a. Identitas Pasien
1) Nama : Tn. G
2) Umur : 30 tahun
3) jenis kelamin : Pria
4) agama : Islam
5) pendidikan : SMA
6) pekerjaan : Karyawan Swasta
7) suku/bangsa : Jawa
8) alamat : Bambu larangan
9) diagnosa medis
10) tanggal dan jam masuk. : 11/10/2013, pk 18.30
b. Identitas Penanggungjawab
1) Nama, : Ny. S
2) Umur : 27 tahun
3) jenis kelamin : Perempuan
4) agama : islam
5) suku/bangsa : jawa
6) pendidikan terakhir : SMP
7) pekerjaan : Wiraswasta
8) alamat : Bambu larangan
9) hubungan dengan pasien. : Istri
2. Pola Eliminasi
a. Eliminasi feses
1) Pola BAB
Frekwensi : 1 hari 2 kali
Waktu : Pagi dan sore hari
Warna : Kuning
Konsistensi : Padat
Penggunaan pencahar/enema: Tidak ada
2) Adakah perubahan dalam kebiasaan BAB
Jawab: Tidak ada
b. Pola BAK
Frekwensi : 1 hari 4 kali
Waktu : Pagi, sore, siang, malam
Warna : Kuning
Jumlah :-
5. Pola Nutrisi-Metabolik
Pola makan : 3 hari sekali
Pola minum : 8 gelas per hari
Diet khusus nafsu makan : Tidak ada
Mual : Tidak ada
Muntah : Tidak ada
Stomatitis : Tidak ada
BB naik : Ya
9. Pola Seksual-Reproduksi
a. Bagaimana pemahaman pasien tentang fungsi seksual
Jawab: Pasien mengetahui tentang masa subur
b. Adakah gangguan hubungan seksual disebabkan oleh berbagai
kondisi
Jawab: Tidak ada
c. Adakah permasalahan selama melakukan aktifitas seksual
Jawab: Tidak ada
d. Pengkajian pada perempuan terutama pada pasien dengan
masalah tumor atau keganasan system reproduksi.
1) Riwayat menstruasi : -
2) Riwayat kehamilan : -
3) Riwayat pemeriksaan ginekologi misal pap smear : -
2. Penampilan
Jawab: pasien kesakitan karna nyeri
3. Vital sign
a. Suhu Tubuh : 37,5°C
b. Tekanan Darah : 120/80
c. Respirasi : 18x/menit
d. Nadi : 72x/menit
4. Kepala
Normosefali tanpa tanda trauma
5. Mata
Reaksi terhadap cahaya : Membesar ketika berada di tempat
gelap dan mengecil ketika terkena cahaya
Konjungtiva : Anemis
Sklera : Ikterik
Alat bantu :-
Adanya secret : Tidak ada
6. Hidung
Bagaimana kebersihannya : Bersih
Adakah secret : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Adakah polip : Tidak ada
Adakah nafas : Ada
Cuping hidung : Tidak ada
Pemakaian oksigen : Tidak ada
7. Telinga
Bentuk : Normal
Hilang pendengaran : Tidak
Alat bantu dengar : Tidak ada
Serumen : Ada
Infeksi : Tidak ada
Tinnitus : Tidak ada
9. Dada
Jantung
1) Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Iktus cordis teraba
3) Perkusi :-
4) Auskultasi : Lup-dup
Paru- paru
1) Inspeksi : Bentuk dada simetris dan tidak ada lesi
2) Palpasi : Tidak ada krepitasi
3) Perkusi :-
4) Auskultasi : Sonor
10. Abdomen
perut datar dengan hampir tidak pergerakan ketika inspirasi-
ekspirasi, bising usus menurun, nyeri tekan dan nyeri lepas positif
pada seluruh lapang abdomen, dan defense muscular positif.
11. Genetalia
Kebersihan daerah genital : Bersih
Adanya luka : Tidak ada
Tanda infeksi : Tidak ada
Kaji kebersihan kateter : Tidak ada
Adanya hemoroid : Tidak ada
13. Kulit
Kebersihan : Bersih
Warna : Sawo matang
Kelembaban : Normal
Turgor : Baik
Adanya edema : Tidak ada
E. IMPLEMENTASI
1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut
(peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse,
riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik.
Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai dengan
bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan
perforasi viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada
intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas
pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan
peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit
berat dan sistemikengan syok sepsis.
2. Etiologi
1. Infeksi bakteri
1. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2. Appendisitis yang meradang dan perforasi
3. Tukak peptik (lambung/dudenum)
4. Tukak thypoid
5. Tukan disentri amuba/colitis
6. Tukak pada tumor
7. Salpingitis
8. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,
stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi
biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga ke rongga
peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh
limfemesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan
akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites,
semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan
opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering
menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella
pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gramlainnya 20% dan bakteri
gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain
15%,dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi
campur bakteri
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau
nekrosis(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga
peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna
bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari
kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon
dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau
kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnyacairan empedu, barium,
dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-organdalam
(misalnya penyakit Crohn)
3. Klasifikasi
a. Peritonitis primer
Peritonitis primer atau peritonitis spontan terjadi melalui penyebaran limfatik dan
hematogen. Kejadiannya jarang dan angka insidensinya kurang dari 1 % dari seluruh
angka kejadian peritonitis. Paling umum terjadi peritonitis primer adalah peritonitis
bakterial spontan akibat penyakit liver menahun yang dikarenakan adanya asites
sehingga menyebar melalui aliran limfatik.
b. Peritonitis sekunder
Peritonitis Sekunder terjadi akibat proses patologik yang terjadi dalam abdomen.
Peritonitis ini tipe yang paling sering terjadi. Berbagai macam jalur patologis dapat
berakibat terjadinya peritonitis sekunder. Yang paling sering mengakibatkan
terjadinya tipe ini termasuk perforasi apendisitis, perforasi infeksi lambung dan usus,
perforasi usus besar akibat divertikulitis, volvulus, kanker, dan lain-lain.
c. Peritonitis tersier
Peritonitis tersier adalah peritonitis yang sudah ditangani lewat operasi tetapi
mengalami kekambuhan kembali. Biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pada pasien imunokompromise.
4. Patofisiologi
Invasi bakteri
Infeksi
Leukosit meningkat
Kontaminasi Bakteri
Lambung tertekan
konstipasi Inflamasi
Distensi abdomen
Usus mengalami Penumpukan
paralysis Akumulasi rongga cairan dlm rongga
abdomen peritoneum
Mual muntah
nyeri Kebocoran isi dari
Keb. Nutrisi tidak organ dalam abdomen
terpenuhi masuk ke rongga
peritoneum
Gg pemenuhan nutrisi
Hipertermi
6. Manifestasi klinik
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah
terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri
pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium.
Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk,
atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan
lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis
umum.
Demam
Distensi abdomen
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada
perluasan iritasi peritonitis.
Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang
jauh dari lokasi peritonitisnya.
Nausea, vomiting
Penurunan peristaltik.
7. Penatalaksanaan
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien
untuk tindakan bedah a.l :
1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa,
lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah,
dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih,
dan tidak ada distensi abdomen.
1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan
mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus
dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil
kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi
penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus
tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang
selama operasi.
b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan
masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi,
insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk
mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat
dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal
povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan
lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar
ketempat lain.
d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat
masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi
kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis
terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila
terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada
peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita,
pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu
beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian
dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan
menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun,
aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien
praoperatif ditempat ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau
dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena,
melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan
menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas
hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak
dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi
pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran
tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase
pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi
diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini.
Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.
8. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil
tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
2. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.
3. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus
besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan
foto polos abdomen 3 posisi :
Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP ).
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan
Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara
bebas subdiafragma atau intra peritoneal.