PENDAHULUAN
2.4 Patofisiologi
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor
di antaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya
mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang
kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat
menurunkan daerah permukaan usus.
Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus meneyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga
sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan
absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga
usus sehingga terjadilah diare. Ketiga faktor makanan, ini terjadi apabila toksin
yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan
peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap
makanan yang kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis dapat
mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare (Rani,
2002)
Diare merefleksikan peningkatan kandungan air dalam feses akibat
gangguan absorpsi dan atau sekresi aktif air usus..Secara patofisiologi, diare akut
dapat dibagi menjadi diare inflamasi dan noninflamasi
Tabel 2.4 Diare inflamasi dan noninflamasi
Inflamasi Noninflamasi
Mekanisme Invasi mukosa atau Enterotoksin atau
cytotoxin mediated berkurangnya kapasitas
inflammatory response absorpsi usus kecil
Lokasi Kolon, usus kecil bagian distal Usus kecil bagian
proksimal
Diagnosis Terdapat leukosit feses, kadar Tidak ada leukosit feses,
laktoferin feses tinggi kadar laktoferin feses
rendah
Penyebab
Bakteri Campylobacter Salmonella
Shigella species Clostridium Escherichia coli
difficile Yersinia Vibrio Clostridium perfringens
parahaemolyticus Enteroinvasive Staphylococcus aureus
E.coli Aeromonas hydrophilia
Plesiomonas shigelloides Bacillus cereus Vibrio
cholerae
Cytomegalovirus Rotavirus Norwalk
Virus Adenovirus Herpes simplex
virus
Entamoeba histolytica Cryptosporidium
Microsporidium
Parasit
Isospora
Cyclospora
Giardia lamblia
Usus kecil berfungsi sebagai organ untuk mensekresi cairan dan enzim,
serta mengabsorpsi nutriens. Gangguan kedua proses tersebut akibat infeksi akan
menimbulkan diare berair (watery diarrhea) dengan volume yang besar, disertai
kram perut, rasa kembung, banyak gas, dan penurunan berat badan.6 Demam
jarang terjadi serta pada feses tidak dijumpai adanya darah samar maupun sel
radang.6 Usus besar berfungsi sebagai organ penyimpanan. Diare akibat
gangguan pada usus besar frekuensinya lebih sering, lebih teratur, dengan volume
yang kecil, dan sering disertai pergerakan usus yang nyeri. Demam dan feses
berdarah/mucoid juga sering terjadi. Eritrosit dan sel radang selalu ditemukan
pada pemeriksaan feses (Amin vol 42. N0 7, 2015)
2.7 Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia. Pada diare akut karena kolera, kehilangan cairan
terjadisecara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan
elektrolit melaluifeses dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis
metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok
hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut
ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimaltidak
tercapai.
Komplikasi paling penting walaupun jarang diantaranya yaitu:
hipernatremia, hiponatremia, demam, edema/overhidrasi, asidosis, hipokalemia,
ileus paralitikus, kejang, intoleransi laktosa, malabsorpsi glukosa, muntah, gagal
ginjal.
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh
EHEC(Enterohemorrhagic E. Coli). Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat
setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya
dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial.
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut,
merupakan komplikasipotensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40%
pasien Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya.
Pasien menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasimekanis.
Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui. Artritis pasca-
infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.