Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Endurance 3(1) Februari 2018 (131-137)

HUBUNGAN BBLR DAN ASI EKSLUSIF DENGAN KEJADIAN


STUNTING DI PUSKESMAS LIMA PULUH PEKANBARU
Lidia Fitri
Akademi Kebidanan Helvetia Pekanbaru, Riau
lidialuthfi@gmail.com

Submitted :24-02-2017, Reviewed:03-04-2017, Accepted:12-10-2017


DOI: http://doi.org/10.22216/jen.v3i1.1767
ABSTRAK
Stunting merupakan salah satu indikasi buruknya status gizi pada anak. Prevalensi stunting di Indonesia
sebesar 37,2%. Angka kejadian bayi dengan BBLR sebanyak 10,2% dan pencapaian ASI ekslusif
30,2%. Survey di Puskesmas Lima Puluh kota Pekanbaru Provinsi Riau didapatkan dari 18 orang balita
yang di ukur, 13 orang diantaranya mengalami stunting. Hasil wawancara memperlihatkan bahwa 3
orang diantaranya lahir dengan BBLR dan 5 orang tidak diberikan ASI ekslusif. Tujuan penelitian untuk
mengetahui hubungan berat badan lahir rendah (BBLR) dan ASI ekslusif dengan kejadian stunting di
Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Jenis penelitian analitik kuantitatif dengan desain cross sectional.
Populasi berjumlah 300 orang balita, sampel 75 responden dengan teknik accidental sampling. Analisis
data secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian diperoleh sebanyak 25 orang (33,3%) balita
mengalami stunting, balita dengan BBLR sebanyak 22 orang (29,3%) dan yang tidak diberikan ASI
ekslusif sebanyak 55 orang (73,3%). Ada hubungan yang bermakna antara berat badan lahir rendah
(BBLR) dengan kejadian stunting dimana p value 0.000 dan terdapat hubungan antara pemberian ASI
ekslusif dengan kejadian stunting diperoleh nilai p value 0.021 artinya p<0,05. Dapat disimpulkan
terdapat hubungan antara BBLR dan ASI eklusif dengan kejadian stunting, maka Ha diterima.

Kata kunci : ASI ekslusif, BBLR, Stunting.

ABSTRACT
Stunting is one of the long-term indicators for malnutrition. Stunting prevalence in Indonesia about
37.2%. Babies born with low birth weight is 10.2% and the achievement of exclusive breastfeeding is
30.2%. Survey in Limapuluh Health Centre Pekanbaru, from 18 children who perform measurements,
obtained 13 infants suffered stunting. The result of interviews showed that three of them were born with
low birth weight (BBLR) and five are not given exclusive breastfeeding. This research is to find-out the
correlation between low birth weight (BBLR) and exclusive breastfeeding with stunting in Limapuluh
Health Centre Pekanbaru in 2017. This study was a quantitative analysis study used cross sectional
strategy. Population consists of 300 people, sample consists of 75 people by accidental sampling
technique. Analysis using univariat and bivariate. The result were 25 infant (33,3%) are stunting, 22
infant (29,3%) with low birth weight (BBLR) and not given exclusive breastfeeding are 55 infant
(73,3%). There was a significant association between low birth weight (BBLR) with stunting was
obtained p value 0.000 and association between exclusive breastfeeding with stunting was obtained p
value 0.021 its mean p<0,05. There is a relationship between BBLR and exclusive breastfeeding with
stunting events, the Ha accepted.

Key word : Exclusive breastfeeding, Low birth weight (BBLR), Stunting.

PENDAHULUAN merupakan indikasi buruknya status gizi


Status gizi di Indonesia terutama pada dan digunakan sebagai indikator jangka
balita yang sekarang masih menjadi panjang untuk gizi kurang pada anak
permasalahan di antaranya masalah gizi (Senbanjo, Oshikoya, Odusanya, &
kurang, gizi buruk serta Stunting. Stunting Njokanma, 2011). Stunting (balita pendek)
atau biasa disebut dengan balita pendek ketika usia balita pada umumnya sering

Kopertis Wilayah X 131


Jurnal Endurance 3(1) Februari 2018 (131-137)

tidak disadari oleh keluarga dan setelah 2 dimensi bangsa yang berefek pada masa
tahun baru terlihat dan berdampak pada depan anak (Fenn, Morris, & Frost, 2004)
kemampuan kognitif dan produktivitas Banyak faktor yang menyebabkan
jangka panjang, bahkan bisa berdampak terjadinya stunting pada balita dan faktor-
pada kematian (Oktarina & Sudiarti, 2014) faktor tersebut saling berhubungan satu
WHO mencatat bahwa di dunia lebih dengan yang lainnya. Menurut Unicef
dari 2 juta kematian anak umur 6–12 tahun Framework ada 3 faktor utama penyebab
berhubungan langsung dengan gizi stunting yaitu asupan makanan yang tidak
terutama akibat stunting dan sekitar 1 juta seimbang, BBLR (Berat Badan Lahir
kematian akibat KEP (Kekurangan Energi Rendah) dan riwayat penyakit (The &
dan Protein), vitamin A dan zinc (Martins, Journal, 2007). Asupan makanan yang
Florê, Santos, Vieira, & Sawaya, 2011). tidak seimbang termasuk dalam pemberian
Sebanyak 1 dari 3 anak berusia 6–12 tahun ASI ekslusif yang tidak sesuai yang
atau sekitar 178 juta anak yang hidup di diakibatkan karena keterbatasan makanan
negara miskin dan berkembang mengalami sehat yang bisa dikonsumsi (Wiyogowati,
kekerdilan (stunting) , 111,6 juta hidup di 2012).
Asia dan 56,9 juta hidup di Afrika BBLR terkait dengan mortalitas dan
(Nurafiatin, 2007). morbiditas janin dan neonatal, gangguan
pertumbuhan, gangguan perkembangan
Prevalensi stunting pada balita kognitif dan penyakit kronis di kehidupan
berdasarkan hasil Riskesdas mengalami mendatang. Bayi dengan Berat Badan Lahir
peningkatan di mana sebanyak 35,6% anak Rendah (BBLR) di negara-negara
balita mengalami stunting (tahun 2010) dan berkembang lebih cenderung mengalami
pada tahun 2013 prevalensi ini meningkat retardasi pertumbuhan intrauterin karena
secara nasional menjadi 37,2% yang terdiri gizi ibu yang buruk dan angka infeksi yang
dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek meningkat jika di bandingkan dengan
(Kemenkes, 2013). negara-negara maju. (Fitri, 2012)
Jika dilihat dari umur balita, ternyata Pemberian makanan pendamping
kejadian stunting banyak terdapat pada usia ASI yang terlalu dini dan tidak berhasilnya
12 hingga 59 bulan. Padahal teori ASI ekslusif juga berhubungan dengan
menjelaskan bahwa 90% pertumbuhan otak kejadian stunting pada anak. Pada
manusia terjadi sejak janin sampai sebelum penelitian yang dilakukan Avianti (2006)
anak berusia lima tahun. Bahkan, 70% menunjukkan walaupun secara statistik
pertumbuhan otak itu terjadi di bawah usia hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
2 tahun (Anisa, 2012). Proses pertumbuhan stunting pada anak umur 2 tahun tidak
seperti ini tidak dijumpai di periode- bermakna, namun secara klinis anak yang
periode usia lainnya. Oleh sebab itu tidak mendapat ASI eksklusif cukup
seringkali periode ini dijuluki masa emas mempengaruhi kejadian stunting (OR =
atau periode kritis (Almatsier, 2003). 1,98) (Rahayu & Sofyaningsih, 2011).
Bila terjadi gangguan pertumbuhan Berdasarkan data Riskesdas tahun
pada masa emas sehingga pertumbuhan 2013 dapat kita lihat bahwa angka kejadian
otak tidak terjadi sebagaimana mestinya, stunting sesuai dengan wilayah Indonesia
maka pertumbuhan tidak bisa dikejar pada di bagi menjadi 4 kelompok rendah yaitu
periode berikutnya, sekalipun kebutuhan (<20%), sedang (20 – 29%), tinggi (30 –
gizinya dipenuhi dengan baik dan anak 39%) dan sangat tinggi (>40%). Riskesdas
tetap akan mengalami gangguan 2013 menyebutkan bahwa di antara 33
pertumbuhan otak. Hal ini akan memberi provinsi, 18 provinsi memiliki prevalensi
dampak sangat luas mulai dari kualitas gizi buruk kurang di atas angka prevalensi
bangsa, kecerdasan, dimensi ekonomi dan nasional yang berkisar antara 21,2% sampai
dengan 33,1%. Provinsi Riau termasuk ke

Kopertis Wilayah X 132


Jurnal Endurance 3(1) Februari 2018 (131-137)

dalam urutan 15 untuk kasus gizi buruk (BBLR) dan pemberian ASI ekslusif
(Kemenkes, 2013). Bila dilihat hasil dengan stunting pada balita di Puskesmas
Riskesdas 2013 Riau diketahui memiliki Lima Puluh Pekanbaru.
prevalensi balita stunting sebesar 30%, bila
dibandingkan dengan batas Non public HASIL DAN PEMBAHASAN
health yang ditetapkan WHO pada tahun Penelitian ini dilaksanakan di
2005 sebesar 20%, maka Riau masih dalam Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru yang
kondisi bermasalah terutama kesehatan merupakan salah satu puskesmas yang ada
masyarakatnya yang berkaitan dengan gizi di kecamatan Lima Puluh. Kecamatan Lima
(Minarto, 2014). Puluh merupakan salah satu kecamatan di
Pekanbaru sebagai salah satu kota Kota Pekanbaru, di mana di kecamatan ini
yang di kenal kaya dengan sumber daya merupakan pusat transportasi air antara
alam nya, ternyata masih menghadapi Pekanbaru dengan wilayah lainnya karena
permasalahan yang berkaitan dengan gizi. terletak pada tepi Sungai Siak dan Sungai
Data yang di dapat dari pengukuran dan Sail serta setiap tahun sering mengalami
penimbangan massal yang dilakukan Dinas banjir. Kondisi masyarakatnya berada pada
kesehatan Kota Pekanbaru pada bulan ekonomi menengah kebawah dengan
Agustus 2009 terhadap 318.536 balita, di lapangan pekerjaan yang terbesar adalah
dapatkan sekitar 4,4% tinggi badannya jasa sebanyak 15.540 jiwa. Rata-rata
kurang ideal, dan dari 3 orang balita yang kepadatan penduduk di kecamatan Lima
meninggal karena masalah gizi, 1 di Puluh ini sebesar 11.031 jiwa. Hasil data
antaranya ternyata adalah di kota yang didapat diproses dan diolah dengan
Pekanbaru. system komputerisasi dan disajikan dalam
Berdasarkan hasil survey di bentuk analisis univariat dan bivariat
Puskesmas Lima Puluh kota Pekanbaru seperti yang tercantum pada tabel berikut :
Provinsi Riau didapatkan dari 18 orang
balita yang di ukur, 13 orang diantaranya Analisis Univariat
mengalami stunting. Hasil wawancara
memperlihatkan bahwa 3 orang diantaranya 1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
lahir dengan BBLR dan 5 orang tidak Tabel 1. Distribusi Frekuensi Bayi dengan
diberikan ASI ekslusif. BBLR.
N Kategori Frek Persenta
METODE PENELITIAN o BBLR se (%)
1 Ya 22 29,3%
Jenis penelitian ini adalah analitik 2 Tidak 53 70,7%
kuantitatif dengan desain Cross-sectional Total 75 100%
(Ariani, 2014). Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat
yang melakukan penimbangan tahun 2016 bahwa 22 orang (29,3%) bayi yang lahir
di Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru tergolong BBLR.
melalui program PSG (Pemantauan Status Berat badan lahir rendah atau sering
Gizi) dengan jumlah 300 orang balita per disebut dengan BBLR adalah bayi dengan
tahunnya. Sampel diambil dengan metode berat badan lahir kurang dari 2500 gram.
non random sampling melalui teknik Menurut Vivian (2010) klasifikasi BBLR
accidental sampling berjumlah 75 orang terbagi atas dua macam yaitu bayi lahir
balita. Analisis data secara Univariat untuk kecil akibat kurang bulan dan yang kedua
melihat gambaran distribusi frekuensi, bayi lahir kecil dengan berat badan yang
besarnya proporsi dari masing-masing seharusnya untuk masa gestasi (dismatur).
variabel yang akan disajikan. Selanjutnya Faktor penyebab dari berat badan lahir
dilakukan analisis bivariat untuk melihat rendah adalah faktor ibu yang meliputi gizi
hubungan antara berat badan lahir rendah ibu saat hamil, usia ibu kurang dari 20 tahun

Kopertis Wilayah X 133


Jurnal Endurance 3(1) Februari 2018 (131-137)

atau lebih dari 35 tahun, jarak kehamilan tubuh, psikologi, ekonomi dan sebagainya
yang terlalu dekat, paritas serta faktor dari (Marmi, 2013).
janin (Fitri, 2012). Kartiningrum (2015) dalam
Hasil penelitian memperlihatkan penelitiannya menyebutkan bahwa riwayat
bahwa dari 75 orang balita ternyata 22 ASI ekslusif merupakan factor resiko
orang (29,35) diantaranya lahir dengan terjadinya gizi kurang pada balita. Dari 20
BBLR. Hasil penelitian yang peneliti orang sampel kasus yang digunakan, 13
dapatkan hampir sama dengan penelitian orang (68,4%) diantaranya tidak ASI
yang dilakukan oleh Rahayu (2011) yang ekslusif dan mengalami gizi kurang. Ini
mendapatkan bahwa 6% bayi mengalami juga sama dengan yang peneliti dapatkan
BBLR dan 8% mengalami prematur. dimana 55 orang (75%) responden tidak
Menurut penelitian ini kejadian prematur memberikan ASI secara ekslusif
memiliki risiko untuk mengalami stunting (Kartiningrum, 2015).
sebesar 2 kali (Rahayu & Sofyaningsih, Hasil penelitian ini memperlihatkan
2011). bahwa ternyata pencapaian pemberian ASI
Riset di Guatemala menunjukkan eklsusif di Puskesmas Lima Puluh ini masih
bahwa status gizi kurang selama masa belum memenuhi target. Balita sudah
kehamilan merupakan salah satu faktor diberikan MP-ASI terlalu dini akibatnya
yang berkontribusi pada pertumbuhan janin pertumbuhan balita akan terganggu.
yang buruk. Penelitian di Semarang
menunjukkan hasil bahwa panjang bayi 3. Stunting
lahir dipengaruhi oleh kadar haemoglobin, Tabel 3. Distribusi Frekuensi Balita dengan
lingkar lengan atas (LILA) pada trimester Stunting.
III dan pertambahan berat badan selama N Kategori Frekuensi Persentase
hamil (Yustiana, 2013). o Stunting (%)
1 Ya 25 33,3%
2. ASI Ekslusif 2 Tidak 50 66,7%
Total 75 100%
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pemberian
ASI Ekslusif. Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat
N Kategori Frekuensi Persentase bahwa 25 orang (33,3%) balita terdeteksi
o ASI (%) mengalami stunting. Hasil penelitian ini
Ekslusif
sama dengan penelitian yang dilakukan
1 Ya 20 26,7%
2 Tidak 55 73,3% oleh Sinaga (2016) dimana 22 orang
Total 75 100% (25,6%) balita mengalami stunting (Sinaga,
2016). Dari 22 orang ini, 9 orang
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat diantaranya mengalami BBLR dan 14
bahwa mayoritas balita tidak mendapatkan orang diantaranya tidak diberikan ASI
ASI secara eklusif selama 6 bulan pertama ekslusif.
yaitu 55 orang (73,3%). Stunting merupakan hal yang
ASI sangat dibutuhkan dalam masa dianggap orangtua sebagai sesuatu yang
pertumbuhan bayi agar kebutuhan gizinya biasa. Orangtua menganggap bahwa anak
tercukupi. Oleh karena itu ibu harus dan mereka masih bisa mengalami
wajib memberikan ASI secara ekslusif pertumbuhan sebab usianya masih balita
kepada bayi sampai umur bayi 6 bulan dan padahal bila stunting tidak terdeteksi secara
tetap memberikan ASI sampai bayi dini, minimal sebelum berusia 2 tahun,
berumur 2 tahun untuk memenuhi maka perbaikan untuk gizinya akan
kebutuhan gizi bayi (Alrahmad, Miko, & mengalami keterlambatan untuk tahun
Hadi, 2010). ASI mempunyai keunggulan berikutnya.
baik ditinjau dari segi gizi, daya kekebalan

Kopertis Wilayah X 134


Jurnal Endurance 3(1) Februari 2018 (131-137)

Analisis Bivariat dibandingkan dengan bayi yang lahir


Analisis bivariat dilakukan untuk normal. Hasil penelitian juga di dukung
melihat hubungan antara variabel oleh penelitian Taguri et al (2009) yang
independen dengan variabel dependen. menyatakan bahwa balita yang BBLR
Dalam hal ini yang termasuk variabel memiliki resiko menjadi stunting sebesar
independen adalah berat badan lahir rendah 1,7 kali dibanding balita yang lahir dengan
(BBLR) dan ASI ekslusif sedangkan berat normal (Oktarina & Sudiarti, 2014).
variabel dependen adalah stunting. Analisis Hasil penelitian Sinaga (2016), juga
tersebut adalah sebagai berikut : memperlihatkan bahwa dari 15 orang balita
yang diteliti, 9 orang diantaranya (60%)
1. Hubungan BBLR mengalami stunting. Dan terdapat
hubungan yang bermakna antara BBLR
Tabel 4. Hubungan BBLR dengan Stunting dengan kejadian stunting dimana pvalue
di Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. 0,002 < 0,05 (Sinaga, 2016).
Stunting
BBLR Ya Tidak
Total P Faktor yang dapat menyebabkan bayi
Value lahir dengan berat badan lahir rendah
n % n % N %
Ya 16 72.7 6 27.3 22 100 0,000 adalah status gizi ibu pada saat hamil. Ibu
Tidak 9 17 44 83 53 100 yang kurang gizi pada saat hamil besar
Total 25 33.3 50 66.7 75 100 kemungkinan akan melahirkan bayi dengan
BBLR. Ukuran bayi saat lahir berhubungan
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat dengan ukuran pertumbuhan anak karena
bahwa dari 22 orang balita yang BBLR ukuran bayi berhubungan dengan
ternyata 16 orang (72,7%) diantaranya pertumbuhan linear anak, tetapi selama
mengalami stunting. Hasil chi-square anak tersebut mendapatkan asupan yang
diperoleh p value 0,000 < 0,05, maka dapat memadai dan terjaga kesehatannya, maka
disimpulkan bahwa ada hubungan yang kondisi panjang badan dapat dikejar dengan
bermakna antara berat badan lahir rendah pertumbuhan seiring bertambahnya usia
dengan kejadian stunting pada balita di anak (Fitri, 2012).
Puskesmas Lima puluh. Berdasarkan hasil penelitian
Berat badan lahir rendah atau sering didapatkan kesamaan dengan penelitian
disebut dengan BBLR adalah bayi dengan sebelumnya bahwa ada hubungan antara
berat badan lahir kurang dari 2500 gram berat badan lahir rendah (BBLR) dengan
(Saraswati & Sumarno, 1998). Berat badan kejadian stunting.
lahir rendah bisa disebabkan oleh keadaan
gizi ibu yang kurang selama kehamilan 2. Hubungan ASI Ekslusif
sehingga menyebabkan intra uterin growth Tabel 5. Hubungan ASI eksklusif dengan
retardation, dan ketika lahir Stunting di Puskesmas Lima Puluh
dimanifestasikan dengan rendahnya berat Pekanbaru.
badan lahir. Masalah jangka panjang yang ASI Stunting P
Total
disebabkan oleh BBLR adalah ekslusi Ya Tidak Valu
f N % N % N % e
terhambatnya pertumbuhan dan 2 10 1 90 2 10 0,021
Ya
perkembangan. Berat badan lahir rendah, 8 0 0
diyakini menjadi salah satu faktor Tidak 2 41. 3 58.2 5 10
3 8 2 5 0
penyebab gizi kurang berupa stunting pada 2 33. 5 66. 7 10
Total
anak (Festy, 2009). 5 3 0 7 5 0
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat
yang dilakukan oleh Fitri (2012) yang bahwa dari 55 orang balita yang tidak ASI
menyatakan bahwa berat badan lahir ekslusif ternyata 23 orang (41,8%)
rendah memiliki hubungan dengan kejadian diantaranya mengalami stunting.
stunting dimana bayi yang BBLR beresiko Sementara itu balita yang diberikan ASI
1.665 kali mengalami stunting

Kopertis Wilayah X 135


Jurnal Endurance 3(1) Februari 2018 (131-137)

eklsusif lebih beresiko kecil mengalami SIMPULAN


stunting yaitu hanya 2 orang (10%). Hasil Prevalensi balita dengan berat badan
chi-square diperoleh p value 0,021 < 0,05, lahir rendah sebanyak 22 orang (29,3%)
maka dapat disimpulkan bahwa ada dan yang tidak diberikan ASI ekslusif
hubungan yang bermakna antara ASI sebanyak 55 orang (73,3%). Balita yang
ekslusif dengan kejadian stunting pada mengalami stunting sebanyak 25 orang
balita di Puskesmas Lima puluh. (33,3%). Hasil penelitian memperlihatkan
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara berat
bahwa ada hubungan antara ASI eklusif badan lahir rendah (BBLR) dengan
dengan stunting pada balita, ini sejalan kejadian stunting pada balita dan terdapat
dengan penelitian Alrahmad (2010) di hubungan yang bermakna antara ASI
Banda Aceh yang menyatakan bahwa ekslusif dengan kejadian stunting pada
resiko menjadi stunting 4 kali lebih tinggi balita di Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru.
pada balita yang tidak diberikan ASI
ekslusif (Alrahmad et al., 2010). Penelitian UCAPAN TERIMAKASIH
ini juga sejalan dengan penelitian Sinaga Terimakasih kepada Yayasan Sosial
(2016) dimana dari 27 orang balita, 14 dan Pendidikan Helvetia Pekanbaru yang
orang (51,9%) diantaranya tidak ASI telah memberikan kesempatan kepada
ekslusif. Terdapat hubungan antara peneliti untuk melakukan penelitian. Begitu
pemberian ASI ekslusif dengan kejadian juga kepada pemegang program gizi di
stunting dimana pvalue 0,000 < 0,05 Puskesmas Lima Puluh yang telah
(Sinaga, 2016). membantu peneliti selama melakukan
ASI merupakan makanan yang paling penelitian ini.
baik untuk bayi segera setelah lahir.
Menurut WHO ASI eklusif adalah DAFTAR PUSTAKA
pemberian ASI saja pada bayi sampai usia
6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta
makanan lain. ASI dapat diberikan sampai : Gramedia Pustaka Utama; 2003.
bayi berusia 2 tahun (Anugraheni &
Kartasurya, 2012). Alrahmad, A. H., Miko, A., & Hadi, A.
Angka kematian bayi yang cukup (2010). Kajian Stunting pada anak
tinggi di dunia sebenarnya dapat dihindari balita ditinjau dari pemberian ASI
dengan pemberian air susu ibu. Sebagian ekslusif, MP-ASI, status imunisasi
bayi di negara yang berpenghasilan rendah dan karakteristik keluarga di kota
membutuhkan ASI untuk pertumbuhan Banda Aceh. Jurusan Gizi Poltekkes
agar bayi dapat bertahan hidup karena Kemenkes RI Aceh, 1–13.
merupakan sumber protein yang berkualitas https://doi.org/10.1103/PhysRevB.69.
baik dan mudah di dapat. Karena 161303
kandungan zat dalam ASI sangat berbeda Anisa, P. (2012). Faktor - faktor yang
dari yang lainnya. Bayi yang mendapat ASI berhubungan dengan kejadian
didalam tinjanya akan terdapat antibody Stunting pada balita usia 25 – 60
terhadap bakteri E.Coli dalam konsentrasi bulan di kelurahan Kalibaru Depok
yang tinggi sehingga memperkecil resiko Tahun 2012. Universitas Indonesia.
bayi tersebut terserang penyakit infeksi Anugraheni, H. S., & Kartasurya, M. I.
(Anisa, 2012). (2012). Faktor Risiko Kejadian
Inilah yang menyebabkan ada Stunting Pada Anak Usia 12-36
kaitannya antara pemberian ASI dengan Bulan Di Kecamatan Pati, Kabupaten
kejadian stunting pada balita. Pati. Journal of Nutririon College,
1(1), 30–37.
Ariani, A. P. (2014). Aplikasi Metodologi

Kopertis Wilayah X 136


Jurnal Endurance 3(1) Februari 2018 (131-137)

Penelitian Kebidanan dan Kesehatan jgizipangan/article/view/7977


Reproduksi (Pertama). Yogyakarta. Rahayu, L. S., & Sofyaningsih, M. (2011).
Fenn, B., Morris, S. S., & Frost, C. (2004). Pengaruh BBLR (Berat Badan Lahir
Do childhood growth indicators in Rendah) dan Pemberian ASI
developing countries cluster ? Eksklusif terhadap Perubahan Status
Implications for intervention Stunting pada Balita di Kota dan
strategies, 7(7), 829–834. Kabupaten Tangerang Provinsi
https://doi.org/10.1079/PHN2004632 Banten. Peran Kesehatan Masyarakat
Festy, P. (2009). Analisis faktor risiko Dalam Pencapaian MDG’s Di
pada kejadian berat badan lahir Indonesia, (April 2011), 160–169.
rendah di Kabupaten Sumenep, 1–13. Retrieved from
Fitri. (2012). Berat lahir sebagai faktor http://journal.unsil.ac.id/jurnal/prosidi
dominan terjadinya Stunting pada ng/9/9leni_19.pdf.pdf
balita (12-59 bulan) di Sumatera Saraswati, E., & Sumarno, I. (1998).
(Analisis Data Riskesdas 2010). Risiko Ibu Hamil Kurang Energi
Universitas Indonesia. Kronis (Kek) Dan Anemia Untuk
Melahirkan Bayi Dengan Berat
Badan Lahir Rendah (Bblr). Jurnal
Kartiningrum, E. D. (2015). Faktor Resiko Penelitian Gizi Dan Makanan.
Kejadian Gizi Kurang pada Balita di Retrieved from
Desa Gayaman Kecamatan http://ejournal.litbang.depkes.go.id/in
Mojoanyar Mojokerto. Hospital dex.php/pgm/article/view/2339
Majapahit, 7(2), 68–80. Retrieved Senbanjo, I. O., Oshikoya, K. A.,
from Odusanya, O. O., & Njokanma, O. F.
http://ejurnalp2m.poltekkesmajapahit. (2011). Prevalence of and Risk
ac.id/index.php/HM/article/view/111/ factors for Stunting among School
158 Children and Adolescents in
Kemenkes. (2013). Riset kesehatan dasar Abeokuta , Southwest Nigeria, 29(4),
(RISKESDAS) 2013. 364–370.
Martins, V. J. B., Florê, T. M. M. T., Sinaga, S. J. (2016). Faktor-faktor yang
Santos, C. D. L., Vieira, M. D. F. A., berhubungan dengan kejadian
& Sawaya, A. L. (2011). Long- Stunting pada balita di Kelurahan
Lasting Effects of Undernutrition, Langensari, 1–12.
1817–1846. The, E., & Journal, T. (2007). Nutritional
https://doi.org/10.3390/ijerph8061817 status and risk factors of chronic
Oktarina, Z., & Sudiarti, T. (2014). Faktor malnutrition in children under five
Risiko Stunting Pada Balita (24—59 years of age i ...
Bulan) Di Sumatera. Jurnal Gizi Dan Yustiana, K. (2013). Perbedaan panjang
Pangan, 8(3), 175–180. Retrieved badan bayi baru lahir antara ibu hamil
from KEK dan tidak KEK, 1–24.
http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/

Kopertis Wilayah X 137

Anda mungkin juga menyukai