FARMASI FISIKA
OLEH:
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
1. TUJUAN PERCOBAAN
Menerangkan faktor – faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat
Menentukan energi aktivasi dari reaksi penguraian suatu zat
Menentukan waktu paruh dan waktu kadaluarsa suatu zat
Menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan kestabilan suatu zat
2. DASAR TEORI
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya
diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke
tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu
yang lama dapat mengalami pengurangan dan mengakibatkan dosis yang diterima
oleh pasien berkurang. Adakalanya hasil urai dari zat tersebut bersifat toksis
sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor –
faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehuingga dapat dipilih
suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain
adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan bahan – bahan
tambahan yang digunakan dalam formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh:
senyawa – senyawa ester dan amida seperti amil nitrat dan kloramfenikol adalah
merupakan zat – zat yang mudah terhidrolisa dengan adanya lembab. Sedangkan
vitamin C mudah sekali mengalami oksidasi.
Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara
kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis
digunakan dalam bidang farmasi. Hal – hal penting yang perlu diperhatikan dalam
penentuan kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah:
kecepatan reaksi,
aA + bB → cC + dD
Reaksi penguraian asetosal dalam suasana asam akan berjalan pada orde satu
semu. Oleh karena itu disini hanya akan dijelaskan reaksi orde satu saja.
Orde Reaksi 1
Terjadi apabila kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi salah satu
reaksi. Oleh karena dalam hal reaksi penguraian asetosal reaksi berjalan dimana
pereaksi air berada dalam jumlah berlebih, maka konsentrasi pereaksi air diabaikan
sehingga reaksi berjalan dalam orde satu semu.
-dc/dt = k . C
Dc/C = -k . dt
Setelah integrasi : In Ct = In Co – k . t
Maka : k = 2,303 / t log Co/Ct
Waktu Paruh : t ½ = 2,303 / k . log 2
= 0,693 / k . Satuan k = detik -1
Waktu kadaluarsa : t 90 = 2,303 / k . log 100/90 = 0,105 / k
Temperatur
Pengaruh temperatur terhadap kecepatan reaksi dapat dilihat dari persamaan Arrhenius:
K = A . e –Ea/RT
Log K = log A – Ea/2,303 RT
Keterangan:
K = konstanta kecepatan reaksi
A = faktor frekuensi
Ea = energi aktivasi
R = konstanta gas
T = temperatur absolut
3. CARA KERJA
Buat larutan NaOH 0,1 N sebanyak 1 liter dan bakukan dengan KHP
Pembuatan larutan asetosal. Timbang seksama 13 g asetosal dan 26 g natrium
sitrat. (perbandingan asetosal dan natrium sitrat 1:2). Larutkan natrium sitrat
dalam 1/3 air panas lalu ad kan 500 ml kemudian dinginkan. Larutkan Asetosal
dalam larutan natrium sitrat dengan menggunakan ultrasonic.
Masukan 25 ml larutan ke dalam 12 buah tabung / labu tertutup. Simpan labu –
labu tersebut ke dalam oven / penangas air yang mempunyai suhu 50 oC, 60oC
dan 70oC (masing – masing 4 labu).
Setelah pemanasan selama 10 menit ambil satu labu dari masing – masing
temperatur. Dinginkan dalam wadah yang berisi es sampai temperatur kamar.
Pipet 5 ml, masukkan dalam labu titrasi yang berisi aquadest dingin kemudian
tambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein kemudian titrasi dengan NaOH 0,1 N.
Lakukan kembali prosedur di atas pada waktu menit ke 40, 70, dan 100.
PUSTAKA
1. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy. 4th ed. Lea &
Febiger. Philadelphia. 1993.
2. Parrot, E.L. W. Sasky. Experimental Pharmaceutics. 4th ed. Burgess Publisihing
Company. Minnesota. 1977.
3. Lachaman. L H.A. Lieberman. J. L. Kanig. The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy. 3rd ed., Lea & Febiger. Philadelphia. 1986.
4. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika ITB, 1985 dan 1999.
1. TUJUAN PERCOBAAN
Menggunakan alat Tensiometer Du Nuoy untuk menentukan tegangan
permukaan suatu zat cair.
Menerangkan faktor – faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan
suatu zat cair.
Menentukan konsentrasi misel kritik (CMC) suatu zat aktif permukaan
dengan metode tegangan permukaan.
2. DASAR TEORI
Suatu molekul cairan dikelilingi oleh molekul lain yang sejenis sehingga
akan mengalami tarik – menarik ke segala arah; akibatnya resultan gayanya = 0.
Sedangkan molekul cairan yang tepat berada pada permukaan akan mengalami
resultan gaya ke arah dalam, karena jumlah molekul per satuan volume lebih besar
dalam fasa cair daripada dalam fasa uap. Karena adanya gaya tarik – menarik ini,
permukaan cairan selalu cenderung untuk mendapatkan luas permukaan yang paling
kecil; oleh karena itulah tetesan cairan selalu bulat / bola, demikian pula gelembung
udara, karena luas permukaannya menjadi minimum untuk volume tertentu.
Bila permukaan dibelah dua oleh garis, kedua belahan harus disatukan oleh
gaya tertentu. Gaya permukaan adalah gaya yang bekerja sepanjang permukaan
dengan sudut tegak lurus pada garis dengan panjang satu satuan. Gaya permukaan
dinyatakan dalam dyne/cm, dengan simbol γ; harganya sama pada semua titik dan
dalam semua arah sepanjang permukaan cairan.
Maka dimensi energi permukaan dan tegangan permukaan adalah sama yaitu:
Energi permukaan tergantung dari gaya kohesi. Makin besar gaya kohesi,
makin besar pula energi permukaan. Air raksa mempunyai tegangan permukaan
yang besar; hal ini diakibatkan oleh molekul air raksa saling terikat dengan ikatan
logam yang sangat kuat, sehingga harga γ air raksa besar. Air adalah zat yang sangat
polar sekali karena adanya ikatan hidrogen. Oleh karena itu γ air < γ air raksa karena
ikatan hidrogen < ikatan logam. Eter dan benzen sedikit polar, gaya kohesi kecil
sekali dalam cairan non polar atau sedikit polar ikatan yang terjadi adalah ikatan
Van der Waals. Karena ikatan Van der Waals lemah sekali, maka γ kecil.
Keterangan:
R = jari – jari rata – rata cincin
R = jari – jari bagian dalam cincin
R = jari – jari penampang kawat cincin
Diperlukan faktor koreksi karena ada variabel – variabel tertentu yang tidak dapat
diabaikan yaitu:
Jari – jari cincin
Jari – jari penampang kawat yang membentuk cincin
Volume zat cair yang naik dari permukaan
γ=KxF
4πR
Keterangan:
F = faktor koreksi
F = tegangan permukaan zat standar dari percobaan
tegangan permukaan zat standar teoritis
γ = (M / V)2/3 = a – kt = k . tc – k t
Ramsay & Shields = k (tc – t)
γ = (M / V)2/3 = k (tc – 6 – t)
2. Zat Terlarut
3. CARA KERJA
a. Penentuan tegangan permukaan air atau cairan
Bersihkan cincin dengan benzen, kemudian baker sebentar di atas nyala api
Bersihkan cawan dengan benzen untuk menghilangkan sisa minyak,
kemudian bilas dengan larutan kalium bikromat dalam asam, terakhir bilas
lagi dengan air suling.
KOLOID MILL
1. TUJUAN PERCOBAAN
2. DASAR TEORI
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Pertikel – partikel tersebut mempunyai diameter
lebih dari 0,1 mikrometer dan beberapa dari partikel tersebut pada viskositas rendah
menunjukkan adanya gerak Brown bila diselidiki dibawah mikroskop.
Dibandingkan dengan bentuk sediaan farmasi lainnya, suspensi memiliki
beberapa kelebihan antara lain mudah ditelan, dapat diatur dosisnya sesuai
kebutuhan, dan disenangi oleh anak – anak karena dapat menutupo rasa pahit dari
obat. Selain itu juga bisa untuk parenteral untuk obat – obat yang tidak larut. Oleh
karena itu, suspensi farmasi digolongkan menjadi tiga:
1. Suspensi yang diberikan per oral
2. Cairan (lotion) yang digunakan untuk obat luar
3. Sediaan yang dapat disuntikkan
Suatu suspensi yang dapat diterima mempunyai kualitas tertentu yang
diinginkan, antara lain:
1. Zat yang tersuspensi tidak cepat mengendap; partukel – partikel
tersebut walaupun mengendap pada dasar wadah tidak boleh
membentuk gumpalan padat tetapi harus cepat terdispersi kembali
menjadi suatu campuran yang homogen dengan sedikit
pengocokkan.
2. Suspensi tersebut tidak boleh terlalu kental agar dapat dituang
dengan mudah dari botolnya atau untuk mengalir melewati jarum
injeksi.
Pembuatan Suspensi
Pembuatan sediaan obat suspensi dibedakan menjadi empat fase, yaitu:
Pendistribusian atau penghalusan fase terdispersi,
Pencampuran dan pendispersian fase terdispersi di dalam bahan pendispersi,
Stabilisasi untuk mencegah atau mengurangi pemisahan fase,
Homogenisasi yang diartikan sebagai perataan fase terdispersi dalam bahan
pendispersi.
FLOKULASI DEFLOKULASI
1. Partikel terikat lemah dan 1. Mengendap perlahan – lahan
mengendap dengan cepat.
2. Tidak membentuk lempengan 2. Membentuk endapan dimana terjadi
(cake) agregasi yang dapat membentuk suatu
lempengan yang keras (hard cake)
3. Dapat dengan mudah 3. Sulit disuspensikan kembali
disuspensikan kembali
4. Flokulat cenderung untuk jatuh 4. Partikel yang lebih besar mengendap
bersama – sama, menghasilkan batas lebih cepat daripada partikel yang
yang jelas antara endapan dan cairan lebuih kecil sehinga tidak terbentuk
supernatan batasan yang jelas
F = Vu
Vo
Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik
F = Volume sedimentasi
Vu = Volume akhir endapan
Vo = Volume awal suspensi sebelum mengendap
Volume sedimentasi dapat mempunyai nilai yang berjarak kurang dari 1
sampai lebih besar dari 1 dalam hal volume akhir endapan (Vu) adalah lebih kecil
dari volume awal suspensi (Vo) maka F < 1. Jika volume endapan dalam suatu
suspensi mengalami flokulasi sama dengan volume awal suspensi, maka F = 1.
produk yang demikian dikatakan dalam kesetimbangan flokulasi (flocculation
equilibrium) dan menunjukkan tidak adanya supernatan jernih pada pendiaman.
Oleh karena itu secara farmasetis dapat diterima. F dapat mempunyai harga lebih
dari 1, yang berarti bahwa volume akhir endapan adalah lebih besar dari volume
suspensi awal.
Derajat flokulasi adalah suatu parameter yang lebih mendasar daripada F,
karena β menghubungkan volume endapan yang mengalami flokulasi dengan
volume dalam suatu system yang mengalami deflokulasi. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa:
Teori Pengendapan
Kecepatan pengendapan dalam suspensi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu berdasarkan teori kecepatan pengendapan yang dinyatakan oleh Hukum
Stokes.
V = d2 (ρs – ρo) g
18 ηo
Bahan:
Berbagai macam suspensi
4. CARA KERJA
1. Membuat suspensi.
2. Siapkan empat buah gelas ukur dan beri label: blanko; ukuran partikel 0,1 μm;
0,3 μm; dan 0,6 μm.
3. Alat koloid mill dinyalakan, bilas dengan aquadest setelah ebrsih dimatikan
kembali.
4. Atur alat untuk ukuran partikel 0,1 μm. Nyalakan dan masukkan suspensi sedikit
demi sedikit. Tampung suspensi yang keluar dengan gelas ukur 100 ml. lalu alat
dibilas kembali dengan aquadest.
5. Ulangi kembali no. 5 untuk ukuran partikel 0,3 μm dan 0,6 μm.
6. Catat volume awal suspensi. Lalu diamkan suspensi selama 24 jam dan catat
volume endapan yang terbentuk.
1. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk:
Mengukur partikel zat dengan metode pengayakan (sieving).
Mengetahui pengaruh waktu dan kecepatan pengayakan terhadap hasil
ayakan.
2. TEORI DASAR
Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikrokeritik oleh Dalla Yale.
Disperse koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk dilihat oleh
mikroskop biasa, sedang partikel emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk halus
berada dalam jangkauan mikroskop optic. Partikel yang mempunyai ukuran serbuk
lebih kasar, granul tablet, dan garam granular berada dalam kisaran ayakan. Satuan
ukuran partikel yang sering digunakan adalah mikometer (μm), juga disebut micron
dan bernilai sama dengan 10-6 m.
Pengetahuan dan pengendalian ukuran serta kisaran ukuran partikel sangat
penting dalam bidang farmasi. Karena ukuran dan luas permukaan dari suatu
partikel dapat dihubungkan dengan sifat fisika, kimia, dan farmakologi dari suatu
obat. Secara klinik, ukuran partikel dari suatu obat dapat mempengaruhi
penglepasannya dari bentuk – bentuk sediaan yang diberikan secara oral, parenteral,
rectal, dan topical. Formulasi yang berhasil dari suspensi, emulsi, dan tablet, dari
segi kestabilan fisik dan respon farmakologis juga bergantung pada ukuran partikel
yang ingin dicapai dalam produk tersebut. Dalam bidang pembuatan tablet dan
kapsul, pengendalian ukuran partikel penting sekali dalam mencapai sifat aliran
yang diperlukan dan pencampuran yang ebnar dari granul dan serbuk.
Dalam suatu kumpulan partikel yang mempunyai lebih dari satu ukuran
(yakni dalam suatu sample polidispensi) ada dua sifat penting:
1. Bentuk dan luas permukaan partikel.
2. Kisaran ukuran dan banyaknya atau berat partikel – partikel yang ada.
Volume bola = π d3
6
Dimana d adalah garis tengah partikel. Tetapi apabila suatu partikel bentuknya tidak
bulat, luas permukaannya dapat dihitung dari garis tengahnya yang spesifik dengan
bentuknya. Sehingga luas permukaan dapat kembali dihitung dengan cara:
αsdp2 = πds2
αvdp3 = πdv3
6
Dimana αv adalah faktor volume dan dv adalah garis tengah ekivalen volume.
“Faktor bentuk” dari luas permukaan dan volume dalam kenyataan adalah
perbandingan dari garis tengah yang satu dengan garis tengah yang lainnya.
αs = πds2 / dp2 = 3,142 ; αv = πdv3 / 6 dp3 = 0,524
Luas permukaan suatu serbuk dapat ditentukan dengan dua metode yaitu
metode adsorpsi dan metode permeabilitas udara. Metode adsorbsi adalah dengan
Σ n df
Dimana d adalah garis tengah yang ekivalen; p adalah suatu indeks yang
dihubungkan pada ukuran dari masing – masing partikel; dan f adalah indeks
frekuensi.
Distribusi ukuran partikel dalam suatu sample, diambil dari kisaran ukuran
rata – rata partikel. Apabila ukuran tertentu dari suatu partikel diplot terhadap
kisaran ukuran partikel rata – rata, maka didapat kurva distribusi frekuensi.
Sedangkan distribusi jumlah suatu partikel menyiratkan bahwa ini dikumpulkan
oleh suatu teknik penghitungan seperti mikroskopik. Dapat juga digunakan teknik
seperti sedimentasi atau pengayakan yang akan dijelaskan lebih lanjut.
Banyak metode yang tersedia untuk menentukan ukuran partikel. Penentuan
ukuran partikel disini bukan merupakan metode pengukuran secara langsung.
Metode – metode tersebut antara lain:
1. Optikal Mikroskop
Metode ini digunakan untuk mengukur partikel sebesar 0,2 – 100
μm. Pada metode ini partikel dibuat menjadi suspensi atau emulsi dalam
air atau pembawa dengan diencerkan atau tidak. Kemudian diletakkan
dalam suatu kaca obyek dan dilihat dibawah mikroskop yang dilengkapi
dengan mikrometer untuk mengukur partikel tersebut.
3. Pengendapan (sedimentasi)
Ukuran partikel dalam kisaran ukuran yang terayak bisa diperoleh
dengan sedimentasi gravitasi seperti yang dinyatakan dalam Hukum
Stokes. Alat untuk menentukan ukuran partikel bedasarkan sedimentasi
ini disebut Andreasen.
5. PERHITUNGAN
PUSTAKA
1. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy. 4th ed. Lea &
Febiger. Philadelphia. 1993.
2. Carstensen, J.T. Pharmaceutics of Solids and Solid Dosage Forms, John Wiley &
Sons, New York, 1977
2. TEORI DASAR
Viskositas adalah ukuran tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin besar
tahanan suatu zat cair untuk mengalir maka makin besar pula viskositasnya.
Sedangkan rheologi adalah ilmu yang mempelajari sifat aliran zat cair atau
deformasi zat padat.
Viskositas mula – mula diselidiki oleh Newton, yaitu dengan
menggambarkan zat cair sebagai berikut:
Balok cair zat terdiri dari lapisan – lapisan molekul yang sejajar satu sama
lain. Lapisan terbawah tetap diam, sedangkan lapisan diatasnya bergerak dengan
kecepatan konstan, sehingga setiap lapisan akan bergerak dengan kecepatan yang
berbanding langsung dengan jaraknya terhadap lapisan terbawah yang tetap.
Perbedaan kecepatan dv antara dua lapisan yang dipisahkan dengan jarak dr tersebut
dv/dr atau kecepatan geser (rate of shear). Sedangkan gaya persatuan luas yang
dibutuhkan untuk mengalirkan zat cair tersebut disebut F/A atau tekanan geser
(shearing stress).
Menurut Newton
Bilangan Reynold
Re = p v d
η
d = diameter pipa = cm
v = kecepatan cairan rata – rata = cm/detik
η = viskositas = dyne.detik.cm-2
ρ = kerapatan cairan = g.cm-3
Hukum Stokes
Jika suatu bola dijatuhkan melalui suatu medium cairan, pengaruh viskositas
menyebabkan adanya tahanan terhadap bola yang jatuh sehingga bole tersebut
memperoleh kecepatan jatuh yang konstan karena gaya gravitasi ke bawah
memperoleh perlawanan dari hambatan gesekan yang menahan ke atas yang
disebabkan oleh viskositas.
V = 2 g r2 (ρ – ρ’)
gη
v = kecepatan bola jatuh / kecepatan sedimentasi
g = percepatan gravitasi
r = jari – jari bola
ρ = kerapatan bola
ρ’ = kerapatan cairan
η = viskositas
A = konstanta yang tergantung pada berat molekul dan volume molar zat cair.
Ea = energi aktivasi
R = konstanta gas
T = temperatur
RHEOLOGI
Cairan yang mengikuti Hukum Newton viskositasnnya tetap pada suhu dan
tekanan tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan geser. Oleh karena itu
viskositasnya dapat ditentukan pada satu kecepatan geser saja, misalnya dengan
menggunakan viscometer kapiler atau viscometer bola jatuh. Apabila digambarkan
grafik antara kecepatan geser terhadap tekanan geser akan didapat grafik yang
merupakan garis lurus melalui titik nol.
2. Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi oleh waktu. Kelompok ini juga
terdiri dari tiga bagian yaitu:
Aliran tiksotropik
Aliran rheopeksi
Aliran antitiksotropik
Aliran Plastik
Cairan yang mempunyai aliran plastic tidak akan mengalir sebelum suatu gaya
tertentu dilampauinya. Gaya tersebut adalah yield value atau f. pada tekanan dibawah
yield value cairan tersebut bertindak sebagai bahan elastik, sedangkan diatas harga ini
aliran mengikuti Hukum Newton.
Aliran Pseudoplastik
Viskositas cairan pseudoplastik akan berkurang dengan naiknya kecepatan
geser. Berbeda dengan aliran plastic, disini tidak ada yield value. Karena kurva tidak
mempunyai bagian yang linier, maka cairan yang mempunyai aliran pseudoplastik tidak
mempunyai harga viskositas yang absolute.
Aliran Dilatan
Viskositas cairan dilatan akan naik dengan naiknya kecepatan geser karena
volume akan naik bila ia bergeser.
Aliran Tiksotropik
Pada aliran tiksotropik kurva menurun berada si sebelah kiri kurva menaik.
Gejala ini umumya dijumpai pada zat yang mempunyai aliran plastic dan pseudoplastik.
Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan struktur yang tidak kembali ke keadaan
semula dengan segera apabila tekanan dikurangi. Sifat aliran ini biasanya terjadi pada
partikel yang asimetrik (polimer) yang mempunyai banyak titik kontak dan tersusun
sebagai jaringan tiga dimensi. Pada keadaan diam system menyerupai “gel” dan bila
diberi tekanan geser akan berubah menjadi “sol”.
Aliran Rheopeksi
Pada aliran rheopeksi kurva menurun berada di sebelah kanan kurva menaik. Hal
ini terjadi karena pengocokkan yang perlahan dan teratur akan mempercepat pemadatan
suatu system dilatan. Pada aliran “rheopkesi” bentuk kesetimbangan adalah dalam
bentuk “gel”. Aliran ini disebut ‘anti tiksotropik’.
Viskometer Kapiler
η1 t1 p1
η2 = t2 p2
η = B (ρ1 – ρ2) t
Viskometer Rotasi
Viskometer jenis ini dapat digunakan untuk mengukur viskositas dan sifat
aliran cairan. Terdiri dari dua bagian yaitu: mangkuk (wadah) yang berisi cairan
yang akan diukur dan silinder. Berdasarkan hal tersebut maka viscometer rotasi
dibagi atas dua jenis yaitu:
Jenis Coutte, yang berputar adalah mangkuknya.
Jenis Searle, yang berputar adalah silindernya.
Contoh: Viskometer Stormer dan Viskometer Brookfield
Gambar Viskometer Brookfield
4. CARA KERJA
1) Mmebuat suspensi
2) Pengukuran viskositas dengan Viskometer Hoeppler
3) Siapkan cairan uji
Isilah tabung yang ada di dalam alat dengan cairan yang akan diukur
viskositasnya sampai hampir penuh
Masukkan bola yang sesuai
Tambahkan cairan sampai tabung penuh dan tutuplah sedemikian rupa
sehingga tidak terdapat gelembung udara di dalam tabung
Bila bola sudah turun melampaui garis awal, kembalikan bola ke posisi
semula dengan cara membalikkan tabung
Catat waku yang diperlukan bola melalui tabung mulai dari garis m1
sampai garis m3 dalam detik. Lakukan duplo!
Tentukan bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer
Hitung viskositas cairan dengan menggunakan rumus yang diberikan di
atas!
4) Pengukuran Viskositas dengan Viskometer Brookfield
Wada diisi dengan suspensi yang akan diuji (± 500 ml)
Untuk mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara rpm sebagai sumbu y dan
usaha yang dibutuhkan untuk memutar spindle sebagai sumbu x. usaha dapat
dihitung dengan mengalikan angka yang dibaca pada skala dengan faktor 7,187
dyne.cm (viskometer Brrokfield tipe RV) atau faktor 0,6737 dyne.cm
(viskometer Brookfiel tipe LV).
Penetrometer
Adalah suatu alat yang banyak digunakan untuk menentukan konsistensi sediaan
setengah padat baik di bidang farmasi maupun non farmasi seperti penentuan
konsistensi aspal, vaselin, lemak, pelumas, malam, adonan semen, dll. Penetrasi
dinyatakan dalam satuan sepersepuluh millimeter, merupakan ukuran kedalaman
kerucut atau jarum standar menembus tegak lurus sample dalam waktu dan
Cara Kerja
Aturlah letak meja penetrometer sedemikan rupa sehingga horizontal
Letakkan wadah yang berisi sample di atas meja penetrometer dan atur
jarak kerucut sampai menyentuh permukaan sample
Lakukan penetrasi selama 5 detik
5. PERHITUNGAN
Viskometer Hoeppler
Viskositas yang Konstanta
No. Bola ρ bola Bahan
dapat dikur bola (B)
A–2 2,2198 Gelas Gas -
C–3 2,2290 Gelas 0,5 – 5 cps 0,00774
F–6 2,2290 Gelas 3 – 30 cps 0,0725
H–8 7,9130 Logam 10 – 300 cps 0,1315
K – 10 7,8976 Logam 250 – 2500 cps 1,180
M - 12 7,8970 Logam 2500 – 25000 cps 10,83
Viskometer Brookfield
Dial Shearing stress Rate of Shear
Kecepatan Faktor Viskositas
Spindel Reading (F/A = dr x 7,187) (dv/dr=F/Ax1/η)
(rpm) koreksi (f) (η = dr x f)
(dr)
1 2 50
4 25
10 10
20 5
20 5
10 10
4 25
2 50
Rheogram
dv/dr
F/A
1. DASAR TEORI
Suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan – bulatan kecil zat
cair terdistribusi merata ke seluruh pembawa yang tidak bercampur dinamakan
emulsi. Dalam emulsi fase terdispersi disebut fase dalam sedangkan medium
pendispersi disebut fase luar. Emulsi memiliki beberapa macam tipe. Tipe emulsi
sederhana, hanya terdiri dari satu zat terdispersi dan satu zat pendispersi, terdiri atas
dua tipe, yaitu:
a. tipe m/a : fase dalamnya minyak, fase luarnya air.
b. tipe a/m : fase dalamnya air, fase luarnya minyak.
Tujuan emulsifikasi yaitu untuk membuat suatu preparat yang stabil dan rata
dari campuran dua cairan yang tidak bisa bercampur. Untuk membuat suatu emulsi
yan stabil biasanya dibutuhkan suatu zat tambahan yang disebut zat pengemulsi dan
emulgator.
Telah diketahui, bahwasanya ada beberapa teori yang mencoba menjelaskna
bagaimana zat pengemulsi bekerja dalam meningkatkan emulsifikasi dan dalam
stabilitas dari emulsi yang dihasilkan. Diantaranya adalah:
1. Teori Tegangan Permukaan
Menurut teori ini penggunaan zat pegemulsi dan zat penstabil menghasilkan
penurunan tegangan permukaan dari kedua cairan yang tidak bercampur
mengurangi tolak antara cairan tersebut dan mengurangi gaya tarik menarik
antar molekul masing – masing cairan. Jadi zat pengemulsi membantu
memecahkan bola – bola besar menjadi bola – bola kecil yang memiliki
kecenderungan untuk bersatu menjadi lebih kecil.
Selain itu penggunaan kombinasi dua emulgator akan menghasilkan semulsi yang
lebih stabil karena terbentuknya film yang lebih rapat pada permukaan globul.
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil karena adanya energi bebas
permukaan yang besar. Hal ini terjadi pada proses pembuatannya luas permukaan
salah satu fase akan bertambah berkali lipat. Sistem tersebut akan sellau berusaha
untuk memantapkan diri agar energi bebas bisa menjadi nol yaitu dengan cara
penggabungan globul.
Berdasarkan hal tersebut diatas dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan
emulsi yaitu:
1. flokulasi dan creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh
adanya energi bebas permukaan. flokulasi adalah terjadinya kelompok – kelompok
globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah
terjaidnya lapisan – lapisan dengan konsentrasi yang berbeda – beda di dalam suatu
emulsi. Lapisan dengan konssentrasi yang paling dekat akan berada di atas atau
bawah tergantung dari bobot jenis fase yang terdispersi. Pada kedua fenomena
tersebut emulsi masih dapat diperbaiki dengan pengocokan karena film antara
permukaan masih ada.
2. koalesen dan demulsifikasi
fenomena ini terjadi bukan semata – mata karena energi bebas permukaan
tetapi juga karena tidak semua globul terlapisi oleh film antar permukaan. koalesen
adalah terjadinya penggabungan globul – globul menjadi lebih besar, sedangkan
demulsifikasi merupakan proses lebih lanjut daripada koalesen dimana kedua fase
terpisah kembali menjadi dua cairan yang tidak tercampur. Pada kedua fenomena ini
emulsi tidak dapat diperbaiki lagi dengan pengocokan.
3. CARA KERJA
1. Buat satu seri emulsi dengan HLB butuh masing – masing 5,6,7,8,9,10,11,12,
dan 13
2. Hitung jumlah tween dan Spaan yang dibutuhkan untuk masing – masing
harga HLB butuh.
3. Timbang masing – masing minyak, air, Tween, dan Spaan sejumlah yang
dibutuhkan.
4. Campurkan minyak dengan Spaan dan air dengan Tween lalu panaskan di atas
penangas air sampai suhu 70o C.
5. Tambahkan campuran minyak dan campuran air, segera dimixer pada
kecepatan dan waktu yang sama (speed 2 selama 3 menit).
6. MAsukkan ke dalam gelas ukur dan beri tanda untuk masing – masing HLB.
7. Amati kestabilannya selama 1 minggu.
8. Catat pada harga HLB berapa emulsi relative paling stabil.
PUSTAKA
1. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy.
4th ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 1993.
2. Parrot, E.L., W. Sasky. Experimental Pharmaceutics. 4th ed.,
Burgess Publishing Company, Minnesota, 1977.
3. White, E.F., Pharmaceutical Emulsion and Emulsifying Agent,
4th ed., The Chemist and Druggist, 1964.
4. Lachman, L., H.A. Lieberman, J.L. Kanig, The theory and
Practice of Industrial Pharmacy, 3rd ed., Lea & Febiger, Philadelphia, 1986.
5. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika, ITB, 1985 dan 1999.
KELARUTAN
1. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk:
Menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu
zat.
2. TEORI DASAR
Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat
terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan
dinyatakan dalam satuan milliliter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat.
Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 550 ml air. Kelarutan juga dapat
dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas, dan persen.
Satuan sediaan obat yang diberikan secara oral di dalam saluran cerna harus
mengalami proses pelepasan dari bentuk sediaannya kemudian zat aktifnya melarut
baru kemudian zat tersebut diabsorpsi. Proses pelepasan zat aktif dari bentuk
sediaannya dan bentuk dan proses pelarutan zat aktif sangat dipengaruhi oleh sifat –
sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasi sediaannnya. Salah satu sifat zat
aktif yang penting untuk diperhatikan adalah kelarutan, karena pada umumnya zat
baru dapat diabsorpsi setelah zat tersebut terlarut dalam cairan saluran cerna. Oleh
karena itu salah satu usaha untuk mempertinggi ketersediaan hayati suatu sediaan
adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain:
pH dan temperature
jenis pelarut
bentuk dan ukuran partikel
konstanta dilelektrik pelarut
adanya zat lain: surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis
PUSTAKA
1. Martin, A.N., J. Swarbick, A. Cammarata. Physical Pharmacy. 4th ed. Lea &
Febiger. Philadelphia. 1993.
2. Bean, H,S., A.H. Beckett, J.E. Carless. Advanced in Pharmaceutical Sciences, Vol I,
Academic Press, London & New York, 1964.
3. Lachman, L., H.A. Lieberman, J.L. Kanig, The theory and Practice of Industrial
Pharmacy, 3rd ed., Lea & Febiger, Philadelphia, 1986.
4. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika, ITB, 1985 dan 1999.