KELOMPOK VI
DOSEN PEMBIMBING
WAHYU HIDAYATI, M,AG.
DISUSUN OLEH
1.HERMAN JAYA
2. SURYADI SOMAD
3. ALI SODIKIN
KATA PENGANTAR
Puju sukur atas kehadirat Allah SWT. Yang masih memberikan kesehatan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah tugas ilmu ahlak dan tasyauf ini dengan tepat waktu, dan solawat
serta salam tak luput pula kita sampaikan pada nabi junjungan alam yaitu nabi Muhammad
SAW,
Makalah mata kuliah pelajaran Ahlak dan Tasyauf yang dibimbing oleh ibuk Wahyu
Hidayati,M.ag. pada jurusan hukum tata Negara STAI SMQ Bangko semester ganjil ini berisi
tentang mahabbah dan ma’rifah pengertian,tujuan, cara mencapai mahabbah dan ma’rifah serta
pandangan menurut qur’an dan hadis.
Dan tak luput pula saya ucapkan terima kasih kepada pihak yg berperen dalam pembuatan
makalah ini, dari awal sampai akhir, semoga allah SWT.senantiasa meridhoi segala usaha kita
dalam menuntut ilmu, dan makalah ini tak luput pula dari kesalahan .karenanya kami
mengharapkan kritik dan saran yg membangun, karena disini kami masih seorang pelajar yg
butuh banyak belajar lagi.
Demikian yg dapat kami sampikan ,kurang lebih kami mohon maaf bila ada salah salah
kata.sesungguhnya segala kekurangan dan kesalahan itu datang dari saya .dan kebenaran hanya
datang dari allah SWT.
Wassalamualaikum,wr.wb.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR….!
DAFTAR ISI…!!
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG…..2
B.RUMUSAN MASALAH…..2
C.TUJUAN PENULISAN…..2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Mahabbah…3
2. Pengertian Ma’rifah…..3
3. Tujuan Mahabbah dan Ma’rifah 2. Pengertian Ma’rifah….4
4. Kedudukan Mahabbah dan Makrifat….5
Alat untuk mencapai Mahabbah dan Ma’rifah
1. Alat untuk mencapai Mahabbah….6
2. Alat ntuk mencapai Ma’rifah…..6
Tokoh yang mengembangkan Mahabbah dan Ma’rifah
1.Tokoh yang mengembangkan Mahabbah…..7
2.Tokoh yang mengembangkan Ma’rifah…..8
D. Mahabbah dan Ma’rifah dalam pandangan Al-Qura’an dan al-Hadis
1.Mahabbah dalam Al-Quran dan al-Hadis….8
2. Ma’rifah dalam pandangan al-Quran dan al-Hadis….8
BAB III
PENUTUP…..9
KESIMPULAN….9
DAFTAR PUSTAKA….10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahabbah adalah cinta atau cinta yang luhur kepada Tuhan yang suci dan tanpa syarat,
tahapan menumbuhkan cinta kepada Allah yaitu keikhlasan perenungan, pelatihan spiritual,
interaksi terhadap kematian, sehingga tahap cinta adalah tahap tertinggi oleh seseorang ahli yang
menyelaminya. Didalamnya kepuasan (Ridho), kerinduan (Syauq) dan keintiman (Uns).
Sedangkan ma’rifat ialah ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Dalam
kajian ilmu tasawuf ma’rifat adalah mengetahui tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat
melihat Tuhan. Menurut sufi jalan untuk memperoleh ma’rifat ialah dengan membersihkan
jiwanya serta menempuh pendidikan sufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup zuhud,
ibadah dan barulah tercapai ,ma’rifat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian,tujuan dan kedudukan dari Mahabbah dan Makrifat ?
2. Apa saja alat dan teknik untuk mencapai Mahabbah dan Makrifat ?
3. Siapa tokoh yang mengembangkan Mahabbah dan Makrifat ?
4. Bagaimana pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadis mengenai Mahabbah dan Marifat ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi,tujuan dan kedudukan dari Mahabbah dan
Ma’rifah.
2. Untuk mengetahui apa saja alat dan teknik untuk mencapai Mahabbah dan
Ma’rifah.
3. Untuk mengetahui tokoh yang mengembangkan Mahabbah dan Ma’rifah.
4. Untuk mengetahui pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadis mengenai Mahabbah dan
Ma’rifah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahabbah dan Ma’rifah
1. Pengertian Mahabbah
Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara harfiah berarti
mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam. Dalam Mu’jam al-Falsafi,
Jamil Shaliba mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci.
Al-Mahabbah dapat pula berarti al-wadud yakni penyayang.
Selain itu al-mahabbah dapat pula berarti kecenderungan kepada sesuatau yang sedang
berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun sepiritual,
seperti cintanya seorang yang kasmaran pada sesuatu yang di cintainya, orang tua pada anaknya,
seseorang pada sahabtanya, seorang pekerja terhadap pekerjaanya. mahabbah pada tingkat
selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai
tingkat tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak, yaitu cinta kepada
Tuhan.[1]
Mahabbah adalah mencintai Allah Swt. dengan sebenar-benar cinta hingga dalam hati
seseorang tidak tersisa sedikitpun yang terbuang selain untuk mengingatnya. Demikianlah
mahabbah kepada Allah Swt. dengan sebenar-benarnya cinta.[2]
Dilihat dari tingkatannya , mahabbah ada tiga macam, yaitu
1. Mahabbah orang biasa, mengmbil bentuk selalu mengingat Allah dengan zikir, dan suka
menyebut nama-nama Allah.
2. Mahabbah orang shidiq, adalah cinta orang yang kenal pada Tuhan, pada kebesarannya,dan lain-
lain.
3. Mahabbah orang yang arif, adalah cinta orang yang betul pada Tuhan.
Ketiga tingkat mahabbah tersebut tampak menunjukkan suatu proses mencintai, yaitu mulai
dari mengenal sifat-sifat tuhan dengan menyebutnya melalui zikir, di lanjutkan dengan leburnya
diri pada sifat-sifat Tuhan itu, dan akhirnya menyatu kekal dalam sifat Tuhan.
Dari uraian tersebut kita dapat memperoleh pemahaman bahwa mahabbah adalah suatu
keadaan jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati, sehingga yang sifat-sifat yang dicintai (Tuhan)
masuk kedalam diri yang dicintai. Tujuannya adalah untuk memperoleh kesenangan batiniah
yang sulit dilukiskan dengan kata-kata, tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa.[3]
2. Pengertian Ma’rifah
Dari segi bahasa ma’rifah berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya
penegtahuan atau pengalaman. Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang rahasia hakikat
agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi dari pada ilmu yang bias di dapati oleh orang-orang pada
umumnya. Maharifah adalah pengetahuan yang obyeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir,
tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya. Hal ini di dasarkan pada
pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan dan segala yang maujud
berasal dari yang satu.[4]
Dalam ajaran tasawuf terdapat sebuah ajaran yang di sebut ma’rifah, ajaran ini berusaha
mengajarkan manusia agar mengenal dirinya secara lebih mendalam sehingga dia akan meneganl
Allah atau penciptanya yang Maha Agung. Sebaliknya jika seseorang tidak mengenal siapa
dirinya, maka sudah tentu dia tidak akan pernah mengenal siapa tuhannya.[5]
Selanjutnya ma’rifah di gunakan untuk menunjukan pada salah satu tingkatan dalam tasawuf.
Dalam arti sufistik, ma’rifah di artikan sebagai pengetahuan mengenai tuhan melalui hati
sanubari. Selanjutnya Harun Nasution mengatakan bahwa ma’rifah menggambarkan hubungan
rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan dengan hati sanubari.
Selanjutnya dari literature yang diberikan tentang ma’rifah sebagai dikatakan oleh Harun
Nasution, ma’rifah berarti mengetahui tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat
tuhan. Oleh karena itu, orang-orang sufi mengatakan :
1. Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, maka kepalanya akan
tertutup, dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah.
2. Ma’rifah adalah cermin, kalau seorang arif melihat kecermin itu yang akan dilihatnya
hanyalah Allah.
3. Yang dilihat orang arif baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun hanya Allah.
4. Sekiranya ma’rifah mengambil bentuk materi, semua orang yang melihat kepadanya akan mati
karena tak tahan melihat kecantikan serta keindahannya, dan semua cahaya akan menjadi gelap
di samping cahaya keindahan yang gilang-gemilang.
Dari beberapa definisi tersbut dapat diketahui bahwa ma’rifah adalah mengetahui rahasia-
rahasia tuhan dengan menggunakan hati sanubari.[6]
Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa ma’rifah dan mahabbah merupakan kembar dua yang
selalu disebut berbarengan. Keduanya menggambarkan keadaan dekatnya hubungan seseorang
sufi dengan Tuhan. Dengan kata lain mahabbah dan ma’rifah menggambarkan dua aspek dari
hubungan rapat yang ada antara seseorang sufi dengan Tuhan.
Dengan demikian, kelihtannya yang lebih dapat dipahami bahwa ma’rifah dating sesudah
mahabbah sebagaimana dikemukakan al-Kkalabazi. Hal ini disebabkan karena ma’rifah lebih
mengacu kepada pengetahuan, sedangkan mahabbah menggambarkan kecintaan.[7]
3. Tujuan Mahabbah dan Ma’rifah
Tujuan Mahabbah yaitu untuk memperoleh kebutuhan, baik yang bersifat material maupun
spiritual untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak,
yaitu cinta kepada Tuhan, untuk memperoleh kesenangan bathiniah yang sulit dilukiskan dengan
kata kata, tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa.[8]
Sedangkan, tujuan yang ingin dicapain dalam makrifat adalah mengetahui rahasia-rahasia yang
terdapat dalam diri Tuhan
4. Kedudukan Mahabbah dan Makrifat
Ada yang berpendapat bahwa istilah Mahabbah selalu berdampingan dengan ma’rifat, baik
dalam kedudukanannya maupun pengertiannya. Kalau ma’rifat adalah merupakan tingkat
pengetahuan kepada Tuhan mata hati (Al-Qolb), maka Mahabbah adalah perasaan kedekatan
kepada tuhan melalui cinta (roh).[9] Sementara Al Ghazali dalam kitabnya ihya Ulumiddin
memandang makrifat datang sebelum mahabbah. Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa
makrifat dan mahabbah merupakan kembar dua yang selalu disebutkan berbarengan. Keduanya
menggambarkan kedekatan hubungan seorang sufi dengan Tuhan. Dengan kata lain mahabbah
dan makrifat menggambarkan dua aspek rapat yang ada seorang sufi dengan Tuhan.
B. Alat untuk mencapai Mahabbah dan Ma’rifah
1. Alat untuk mencapai Mahabbah
Harun Nasution, dalam bukunya falsafah dan mistisis dalam islam mengatakan , bahwa alat
untuk memperoleh mahabbah oleh sufi di sebutt sir. Dengan mengutip pendapat al-Qusyairi,
Harun Nasution mengatakan, bahwa dalam diri manusia ada tiga alat yang dapat di pergunakan
untuk berhubungan dengan Tuhan. Yang pertama, hati, sebagai alat untuk sifat-sifat Tuhan.
Kedua, roh sebagai alat untuk mencintai tuhan. Ketiga, sir yaitu alat untuk melihat tuhan. Sir
lebih halus dari pada roh, dan roh lebih halus dari qalb atau hati.[10]
Mahabbah adalah ajaran tasawuf rabi’ah al-Adawiyah yang menekankan perasaan cinta
kepada Allah sedalam-dalamnya. Allah adalah bukan suatu zat yang perlu di takuti, akan tetapi
dia harus di cintai dan didekati. Agar manusia dapat bertaqarrub dengan Allah maka harus
menjalankan peribadatan dan meninggalkan kesenangan yang bersifat duniawi.
Roh yang di gunakan untuk mencintai Tuhan itu telah di anugerahkan Tuhan kepada manusia
sejak kehidupannya dalam kandungan ketika umur empat bulan. Dengan demikian alat untuk
mahabbah itu sebenarnya telah di berikan Tuhan . Allah berfiman :
٨٥ ح ِم ْن أ َ ْم ِر َر ِبِّ ْي َو َما أ ُ ْو ِت ْيت ُ ْم ِ ِّمنَ ْال ِع ْل ِم ِإ اَّل قَ ِلي اًْل
ُ ُۗ الرو
ُّ ح قُ ِل
ِ الر ْو َ ََو َي ْسأَلُ ْونَك
ُّ ع ِن
Artinya “ Mereka itu bertanya kepada engkau (Muhammad) tentang roh, katakanlah bahwa roh
itu urusan Tuhan, tidak kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit sekali. (Qs Al-Isra’ 17: 85).
َس ِجدِين ۟ ُوحى فَقَع
َ َٰ ُوا لَ ۥه َ فَإِذَا
ِ س او ْيت ُ ۥهُ َونَف َْختُ فِي ِه ِمن ُّر
Artinya “ Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah menipukan
kedalamnya roh (ciptaan) ku, maka tunduklah kamu kepada-Nya dengan bersujud. (Qs Al-Hijr
15: 29).
Dua ayat di atas selain menginformasikan bahwa manusia di anugerahi roh oleh Tuhan, juga
menunjukan bahwa roh itu pada dasarnya memiliki watak tunduk dan patuh pada Tuhan. Roh
yang wataknya demikian itulah yang di gunakan para sufi untuk mencintai Tuhan.[11]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan di atas, dapat di kemukakan kesimpulan sebagai berikut
:
1. Pengertian mahabbah, Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang
secara harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam. Dari
segi bahasa ma’rifah berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya penegtahuan
atau pengalaman. Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang rahasia hakikat agama, yaitu ilmu
yang lebih tinggi dari pada ilmu yang bias di dapati oleh orang-orang pada umumnya. Makrifah
adalah pengetahuan yang obyeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih
mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya.
2. Alat untuk mencapai mahabbah, Harun Nasution, dalam bukunya falsafah dan mistisis dalam
islam mengatakan , bahwa alat untuk memperoleh mahabbah oleh sufi di sebutt sir. Sedangkan
alat untuk mencapai ma’rifah ada dalam diri manusia, yaitu hati (qalb), namun artinya tidak sama
dengan heart dalam bahasa Inggris, karena qalb selain dari alat untuk merasa adalah juga alat
untuk berfikir.
3. Tokoh yang mula-mula memperkenalkan ajaran mahabbah dalam tasawuf adalah Rabi’ah al-
Adawiyah. Sedangkan tokoh yang memperkenalkan ajaran ma’rifah adalah Zun Nun al-Mishri.
4. Paham mahabbah sebagaimana di sebutkan di atas mendapatkan tempat di dalam al-Quran.
Banyak ayat-ayat dalam al-Quran yang menggambarkan bahwa antara manusia dengan Tuhan
dapat saling bercinta. Sedangkan ma’rifah berhubungan dengan nur (cahaya Tuhan). Di dalam
al-Quran, dijumpai tidak kurang dari 43 kali kata nur diulang dan sebagian besar dihubungkan
dengan Tuhan.
Daftar Pustaka
1. Abdurahman, Muhammad.Akhlaq.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2016.
2. Nata, Abudin.Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2011.
3. Nata, Abudin.Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada,20113.
4. Mahmud, Abdul Halim, At-Tasawuf fi Al-Islam . Bandung:Pustaka Setia, 2002
5. Mahmud, Abdul Halim, Tasawuf di Dunia Islam, Bandung:Pustaka Setia,2002