Anda di halaman 1dari 30

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : Royan Alfian Firdaus
NIM : G1D020059
Fakultas/Prodi : MIPA / MATEMATIKA
Semester : 1 (satu)

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas ini yang berupa Kajian Islam yang dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW atas risalahnya yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang
terang benderang yakni addinul islam.
Terima kasih penulis sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidikan Agama Islam yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Besar harapan penulis tugas ini akan memberi manfaat kepada diri penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Saya menyadari bahwa tugas yang penulis
buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan untuk sempurnanya artikel ini.
Waasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Penyusun, Mataram, 13 Desember 2020

Royan Alfian Firdaus


G1D020059

2
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

I. Iman, Islam, Ihsan 1

II. Islam dan Sains 8

III. Islam dan Penegakan Hukum 13

IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar 18

V. Fitnah Akhir 21

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN

iii
I. IMAN, ISLAM, IHSAN

Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Memahami
tiga tingkatan ini adalah sesuatu yang utama dan penting. Karena dengan
begitu, seorang muslim bisa menjadi muslim yang seutuhnya dan mencapai
derajat mukmin dan muhsin. Syaikh Ibnu Utsaimin Rohimahullah
mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini terdapat dalil bahwasanya Iman,
Islam dan Ihsan semuanya diberi nama addin/agama. Jadi agama Islam yang
kita anut ini mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.

a. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan

1) Iman

Membahas tentang perihal iman maka pembahasan tersebut menjurus


kepada ilmu tauhid. Ilmu tauhid tidak dapat dipisahkan dengan
permasalahan keimanan. Dengan demikian, membahas ilmu tauhid berarti
juga menerangkan segala sesuatu tentang keimanan serta rukun-rukunnya
sebab yang diisyaratkan dengan tauhid ialah Al-iman.

Kata iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata
kerja (fi’il). ‫ يؤمن – ايمانا‬-‫ امن‬yang mengandung beberapa arti yaitu percaya,
tunduk, tentram dan tenang. Dalam kamus Al-Munjid disebut, Al-iman
berarti :

‫ تصديق مطلقا‬,‫نقيض الكفر‬

“Bukan kafir, pembenaran secara mutlak”.

Pengertian iman secara istilah ialah kepercayaan yang meresap ke


dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak (ragu), serta
memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan
sehari-hari. Jadi, iman itu bukanlah semata-mata ucapan lidah, bukan
sekedar perbuatan dan bukan pula merupakan pengetahuan tentang rukun
iman. Pembahasan pokok aqidah Islam berkisar pada aqidah yang
terumuskan dalam rukun Iman, yaitu:

1
 Iman kepada Allah

 Iman kepada Malaikat-Nya

 Iman kepada kitab-kitab-Nya

 Iman kepada Rasul-rasul-Nya

 Iman kepada hari akhir

 Iman kepada Takdir Allah

Menurut WJS. Poerwadarminta iman adalah kepercayaan, keyakinan,


ketetapan hati atau keteguhan hati. Abul „Ala Al-Mahmudi
menerjemahkan iman dalam Bahasa inggris Faith, yaitu to know, to
believe, to be convinced beyond the last shadow of doubt yang artinya,
mengetahui, mempercayai, meyakini yang di dalamnya tidak terdapat
keraguan apa pun. HAR Gibb dan JH Krammers memberikan pengertian
iman ialah percaya kepada Allah, percaya kepada utusan-Nya, dan percaya
kepada amanat atau apa yang dibawa/berita yang dibawa oleh utusannya.

Sesungguhnya iman itu bukanlah semata-mata pernyataan seseorang


dengan lidahnya, bahwa dia orang beriman (mukmin), karena banyak pula
orang-orang munafik (beriman palsu) yang mengaku beriman dengan
lidahnya, sedang hatinya tidak percaya. Iman itu membentuk jiwa dan
watak manusia menjadi kuat dan positif, yang akan mengejawantah dan
diwujudkan dalam bentuk perbuatan dan tingkah laku akhlakiah manusia
sehari-hari adalah didasari atau diwarnai oleh apa yang dipercayainya.
Kalau kepercayaannya benar dan baik pula perbuatannya, dan begitu pula
sebaliknya.

Keimanan kepada keesaan Allah itu merupakan hubungan yang


semulia-mulianya antara manusia dengan penciptanya. Oleh karena itu,
mendapatkan petunjuk sehingga menjadi orang yang beriman, adalah
kenikmatan terbesar yang dimiliki oleh seseorang.

Keimanan itu bukanlah semata-mata ucapan yang keluar dari bibir

2
dan lidah saja atau semacam keyakinan dalam hati saja. Tetapi keimanan
yang sebenar-benarnya adalah merupakan suatu akidah atau kepercayaan
yang memenuhi seluruh isi hati nurani, dari situ timbul bekas-bekas atau
kesan-kesannya, seperti cahaya yang disorotkan oleh matahari.

Iman bukan sekedar ucapan lisan seseorang bahwa dirinya adalah


orang mukmin. Sebab orang-orang munafik pun dengan lisannya
menyatakan hal yang sama, namun hatinya mengingkari apa yang
dinyatakan itu.

2) Islam

Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata
kerja ‫ اس لم – يس لم – اس الما‬. Yang secara etimologi mengandung makna
“Sejahtera, tidak cacat, selamat”. Seterusnya kata salm dan silm,
mengandung arti : Kedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri. Dari kata-
kata ini, dibentuk kata salam sebagai istilah dengan pengertian: Sejahtera,
tidak tercela, selamat, damai, patuh dan berserah diri. Dari uraian kata-
kata itu pengertian Islam dapat dirumuskan taat atau patuh dan berserah
diri kepada Allah. Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan
berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran
dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan
sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam
kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah.

Pengertian Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri


(kepasrahan, ketundukan, kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya
dengan senantiasa melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya, demi mencapai kedamaian dan keselamatan hidup, di dunia maupun
di akhirat. Islam sebagai agama, maka tidak dapat terlepas dari adanya
unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa rukun Islam, yaitu:

 Membaca dua kalimat Syahadat

3
 Mendirikan shalat lima waktu

 Menunaikan zakat

 Puasa Ramadhan

 Haji ke Baitullah jika mampu

Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang
mendefinisikannya di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution. Ia mengatakan
bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang
ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui
Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa
ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi menganal
berbagai segi dari kehidupan manusia.

Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam


adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah
dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata bahwa
agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan
sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an,
melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk
sepenuhnya pada undang-undang Allah.

Kemudian menurut Hamka setelah manusia menerawang, berpikir,


merenung, membanding, mengukur, menjangka, pendeknya memfilosofi,
akhirnya sampailah dia di ujung perjalanan. Di dinding yang tidak
terseberangi itu. Segala macam telah dicobanya. Akhirnya yakinlah dia
bahwa memang ada sesuatu itu, dialah yang Mutlak, Dialah Yang Maha
Kuasa, Dialah puncak (kata plato). Dialah Tao, yang tak dapat diberi nama
(kata Lao Tze). Maka insyaflah manusia akan kelemahan dirinya, dan
insyaf akan ke-Maha Besaran-Nya yang ada itu. Maka menyerahlah dia
dengan segala rela hati. Penyerahan yang demikian dalam bahasa arab
dinamai Islam.

Dari pengertian Islam tersebut, adanya 3 aspek, yaitu:

4
 Aspek vertical

Mengatur antara makhluk dengan khaliknya (manusia dengan


Tuhannya). Dalam hal ini manusia bersikap berserah diri pada Allah.

 Aspek horizontal

Mengatur hubungan antara manusia dengan manusia. Islam


menghendaki agar manusia yang satu menyelamatkan, menentramkan
dan mengamankan manusia yang lain.

 Aspek batiniah

Mengatur ke dalam orang itu sendiri, yaitu supaya dapat menimbulkan


kedamaian, ketenangan batin maupun kemantapan rohani dan mental.

Sebagai agama sempurna, Islam datang untuk menyempurnakan


ajaran yang dibawa oleh Nabi-nabi Allah sebelum Nabi Muhammad.
Kesempurnaan ajaran ini menjadi misi profetik (nubuwwah) kehadiran
Nabi Muhammad SAW. Dalam Al-Qur’an (Surah Al-Ma’idah [5]: 3)
ditemukan penegasan tentang kesempurnaan ajaran Islam. Artinya: “Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama
bagimu.”

Berdasarkan firman Allah di atas, jelas bahwa Islam adalah agama


yang sempurna, agama yang memiliki ajaran yang mencakup semua aspek
kehidupan, dan agama yang menggariskan metode kehidupan secara utuh.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian Islam adalah sebuah


agama yang tidak membebani tidak pula memanjakan pemeluknya ( agama
pertengahan) yang mana tanpa ada paksaan untuk pemeluknya menyerah
atau tunduk sesuai dengan fitrahnya dan selamatlah mereka yang taat serta
benar-benar memegangnya.

5
3) Ihsan

Ihsan berasal dari huruf alif, ha, sin, dan nun . Di dalam al- Qur’an,
kata ihsan bersama dengan berbagai derivasi dan kata jadiannya disebutkan
secara berulang -ulang. Penyebutan tersebut terdapat sebanyak 108 kali
yang disebut tersebar dalam 101 ayat dan pada 36 surat. Derivasi ihsan
berupa fi’il mâdhi, ahsana disebut dalam al-Qur’an sebanyak 9 (sembilan)
kali pada 9 (sembilan) ayat dan 8 (delapan) surat. Sedangkan kata
ahsantum diulang sebanyak 2 (dua) kali pada 1 (satu) ayat dan 1 (satu)
surat. Sementara ahsanû tercantum 6 (enam) kali pada 6 (enam) ayat dan 6
(enam) surat. Perbedaan ungkapan tersebut terletak pada fâ’il-nya (subjek)
yang secara umum terdiri dari Allah dan manusia, baik berupa isim zhâhir
maupun isim dhamîr.

Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi`il) yaitu : ‫احسن‬
‫ا ن‬dddd‫ن – احس‬dddd‫ – يحس‬artinya: ‫ل الحسن‬dddd‫( فع‬Perbuatan baik). Para ulama
menggolongkan Ihsan menjadi 4 bagian yaitu:

 Ihsan kepada Allah

 Ihsan kepada diri sendiri

 Ihsan kepada sesama manusia

 Ihsan bagi sesama makhluk

Ihsan ialah melaksanakan ibadah dengan sepenuh hati karena


menyadari bahwa Allah selalu melihatnya, hingga ia merasakan
berhadapan langsung dengan Allah dan bahkan ia melihat Allah SWT.
dengan hati nurani. Semua itu dilakukannya dengan ikhlas.

Seseorang tidak akan merasakan nikmatnya ibadah apabila dia tidak


merasa melihat dengan tuhannya. Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan
mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan
kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah
sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.

6
Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di Rahimahullah menjelaskan bahwa
ihsan mencakup dua macam, yakni ihsan dalam beribadah kepada Allah
dan ihsan dalam menunaikan hak sesama makhluk. Ihsan dalam beribadah
kepada Allah maknanya beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya
atau merasa diawasi oleh-Nya.

Sedangkan ihsan dalam hak makhluk adalah dengan menunaikan


hak-hak mereka.

Ihsan kepada makhluk ini terbagi dua, yaitu:

 Wajib

Yang hukumnya wajib, misalnya berbakti kepada orang tua dan


bersikap adil dalam bermuamalah.

 Sunnah

Yang hukumnya sunnah, misalnya memberikan bantuan tenaga atau


harta yang melebihi batas kadar kewajiban seseorang.

Salah satu bentuk ihsan yang paling utama adalah berbuat baik
kepada orang yang berbuat jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau
perbuatannya.

Tingkatan ihsan ini merupakan tingkatan tertinggi seorang muslim


karena melibatkan perkara lahir dan batin. Seseorang yang mampu
menjalani ibadah dengan perasaan seperti ini akan dapat melaksanakan
ibadah dengan rasa harap dan ingin sebagaimana seorang hamba bertemu
rajanya. Atau dengan perasaan takut dan cemas akan siksa yang didapat.
b. Hubungan antara Iman, Islam dan Ihsan
Islam, Iman dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah.
Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun
Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai
upaya pendekatan diri kepada Allah.

7
Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama
mengelompokkannya lewat tiga cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa
praktek amal lahiriah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan
amal lahiriah manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui
ilmu Tauhid (teologi) yang menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan.
Sedangkan untuk mempelajari ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian
dari ilmu Tasawuf.
QS Ali-Imran ayat 19 :
Artinya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada
berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah alua
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah
sangat cepat hisab-Nya.”
Di dalam ayat tersebut dijelaskan kata Islam dan selalu diikuti dengan kata
addin yang artinya agama. Addin terdiri atas 3 unsur yaitu, iman, Islam, dan
ihsan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa iman merupakan keyakinan
yang membuat seseorang ber-Islam dan menyerahkan sepenuh hati kepada Allah
dengan menjalankan syariatnya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh
syariat Islam.
Selain itu iman, islam, dan ihsan sering juga diibaratkan hubungan
diantara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya
berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk alua ketiga sisinya tidak
saling mengait. Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan
menyeimbangkan antara iman, islam dan ihsan

II. ISLAM DAN SAINS


a. Pengertian Islam dan Sains
1) Islam
Kata Islam memiliki konseptual yang luas, sehingga ia dipilih
menjadi nama agama (din) yang baru diwahyukan Allah. Melalui Nabi
Muhammad kata Islam secara umum mempunyai dua kelompok kata

8
dasar yaitu selamat, bebas, terhindar, terlepas dari, sembuh,
meninggalkan. Bisa juga berarti: tunduk, patuh, pasrah, menerima.
Kedua kelompok ini saling berkaitan dan tidak dapat terpisah satu sama
lain.1
Adapun kata Islam secara terminologi dalam Ensiklopedi Agama
dan Filsafat dijelaskan bahwa Islam adalah agama Allah yang
diperintahkan-Nya kepada Nabi Muhammad untuk mengajarkan tentang
pokok-pokok ajaran Islam kepada seluruh manusia dan mengajak
mereka untuk memeluknya.
Harun Nasution memberikan definisi tentang Islam, bahwa Islam
adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada
masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad sebagai Rasul. Islam
pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai
satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia.
2) Sains
Sains menurut bahasa berasal dari bahasa Ingrias science,
sedangkan kata science berasal dari bahasa Latin scientia. Yang berasal
dari kata scine yang artinya adalah mengetahui. Kata sains dalam
bahasa Inggris diterjemahkan sebagai Al-‘ilm dalam bahasa Arab. Dari
segi istilah sains dan ilmu bermakna pengetahuan namun demikian
menurut Sayyid Hussen Al-Nasr kata science dalam bahasa Inggris
tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sebagai Al-Ilm, karena
konsep ilmu pengetahuan yang dipahami oleh barat ada perbedaannya
dengan ilmu pengetahuan menurut perspektif Islam.
b. Peran Islam dalam Sains
Kekuatan akal atau rasio manusia dalam realitas faktualnya tidaklah
cukup untuk menyingkap tabir rahasia kejadian dan kehidupan di alam
semesta. Alasan logisnya, manusia adalah makhluk yang merupakan
sesuatu yang diciptakan dan berada dalam keterbatasan, yang tak terbatas
adalah Sang Kholik. Dengan demikian manusia adalah noktah penciptaan
dari totalitas ciptaan yang ada, yang mana kemampuan pengetahuannya
sangatlah bergantung pada kemurahan Sang Kholik.

9
Dalam hal ini Islam sebagai ajaran yang datang dari Al-Kholiq sudah
tentu lebih tinggi kedudukannya dibandingkan sains. Artinya, realitas
kebenaran yang ada dalam Islam yang mana bersumber dari wahyu lebih
terjamin, sifatnya absolut dan bisa dipercaya karena ia tidak datang dari
kemampuan manusia yang terbatas.
Islam mengajarkan manusia untuk melakukan nazhar (mengadakan
observasi dan penelitian ilmiah) terhadap segala macam peristiwa alam di
seluruh jagat ini dan juga terhadap lingkungan masyarakat serta historisitas
bangsa-bangsa terdahulu. Seperti dalam Firman-Nya dalam surat Yunus
ayat 101 “Lihatlah apa-apa yang dilangit dan dibumi…” dan surat Ali
Imron ayat 137 “Sesungguhnya telah berlaku sebelum kamu sunah-sunah
Allah. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan lihatlah bagaimana akibat
orang-orang yang mendustakan agama”.
Dari penjelasan di atas dapat kita kritisi tentang perbedaan nazhar
yang diperintahkan Allah dan nazhar yang biasa dilakukan dalam sains.
Berbeda dengan nazhar pada sains, yang hanya menitik beratkan pada
observasi dan eksplorisasi ilmiah untuk meneliti substansi material alam
semesta, nazhar yang diperintahkan agama tidak hanya sekedar kerja rasio
dan rasa, tetapi juga didorong aktif oleh manifestasi iman kepada Allah.
Dengan demikian Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu yang kita
selidiki dan teliti secara mendalam itu adalah terbatas pada ciptaan Allah
dan semata-mata dalam rangka meningkatkan iman manusia kepada Allah.
c. Peran Sains Dalam Islam
Di era modern ini sains sangatlah di unggulkan, pekerjaan manusia
menjadi lebih mudah dan ringan karena kemajuan dari sains dan teknologi.
Selain memudahkan manusia dalam menjalani aktivitas sehari-hari, sains
juga mempunyai peran penting dalam peribadatan umat Islam.
Adapun peran sains dalam peribadatan muslim antara lain dalam
penentuan waktu sholat, penentuan arah kiblat, penentuan 1 Ramadhan dan
1 Syawal. Dalam penentuan waktu sholat, Al-Qur’an dan Hadits
sebenarnya sudah menjelaskan hal tersebut namun masih bersifat kualitatif
sebab belum disebutkan pukul berapa awal setiap waktu sholat. Akan tetapi

10
dari Hadits dan sumber-sumber lainnya, akhirnya para ulama dan ahli hisab
atau ahli astronomi dapat menyebutkan waktu sholat secara kuantitatif.
Selain itu sains juga memiliki andil dalam penentuan arah kiblat. Dalam
penentuan arah kiblat biasanya menggunakan rumus-rumus segitiga bola
dan rumus-rumus sinar matahari.
d. Pengaruh Temuan Sains Terhadap Perubahan Islam
1) Munculnya Ide Perubahan
Perubahan yang konservatif dalam arti perubahan yang bersifat
liberal, mungkin dimulai oleh Kemal Attaturk di Turki, dengan gerakan
sekularisasinya. Memang sejak awal Turki telah mempunyai kontak
langsung dengan Eropa Timur. Kemudian diikuti oleh beberapa tokoh
di Mesir, India dan bahkan di Indonesia. Di Indonesia seperti yang
dilakukan oleh Nurcholis Majid, KH. Abdurrahman Wahid, M. Dawam
Raharjo dan M. Syafii Ma’arif.
Pembaruan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh yang disebut
terakhir ini, memang banyak mendapat tantangan dari kaum muslimin
sendiri terutama kaum tradisionalis. Pembaruan ini, dianggap tidak
punya dasar yang kuat dan cenderung mengabaikan dan bahkan
melemahkan keyakinan terhadap al-Qur’an maupun lafal ataupun bunyi
ayat tersebut.
Sejak abad ke 19 hingga kini salah satu persoalan besar yang
diangkat oleh para pemikir adalah sikap yang harus diambil terhadap
ilmu pengetahuan modern di dunia Barat. Perdebatan mereka dilatar
belakangi bahwa dunia Islam pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan,
tetapi pada zaman baru telah jauh tertinggal oleh dunia Barat.
Perbincangan tentang Islam dan ilmu pengetahuan sejak abad ke 19
memiliki dua aspek penting. Pertama, periode ini ditandai dengan
banyaknya perkembangan baru dalam pemikiran Islam, penyebabnya
adalah kontak yang semakin intensif antara dunia Islam dengan
peradaban Barat. Gagasan Barat tentang beberapa hal seperti
modernisme, sekulerisme, westernisasi (pembaratan), nasionalisme dan
lainnya menjadi obyek utama perhatian para pemikir muslim. Kedua;

11
sejak awal perkembangan Islam, ilmu yang berdasarkan pengamatan,
wahyu atau renungan para sufi sebagai awal mula berkembangnya ilmu
dalam Islam selalu mendapat perhatian para pemikir muslim.
Apabila dikaitkan pada kecenderungan pada aspek pertama, maka
perhatian tersebut mengambil bentuk tanggapan terhadap
perkembangan pesat ilmu pengetahuan di dunia Barat yang dianggap
tidak bertindak pada suatu ilmu yang benar karena lebih merupakan
reaksi daripada usaha atas prakarsa sendiri, maka tanggapan itu menurut
beberapa pemikir dan aliran pemikiran merupakan penyempitan
wilayah wacana tentang ilmu pengetahuan dibanding dengan periode
sebelumnya, khususnya pada masa awal perkembangan Islam.
2) Respon Terhadap Pembaruan
Pertemuan kaum muslimin dengan dunia modern, melahirkan
berbagai aliran pemikiran, seperti aliran salaf dengan semboyan
“Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah”, dan aliran Tajdid dengan
semboyan “maju ke depan bersama Al-Qur’an”. Dalam kerangkan
kedua aliran tersebut muncul berbagai sebutan kaum tradisionalis,
modernis dan reformis. Dalam perkembangan selanjutnya, untuk
menghadapi berbagai tantangan dalam bidang idiologi pemikiran, di
kalangan umat Islam berkembang pemikiran tentang sistem politik
Islam, sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Islam dan sebagainya.
Dalam menghadapi dunia modern, kaum muslimin memberikan
jawaban dengan berbagai bentuk yang ditandai oleh berbagai kegiatan
seperti sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan, baik pada
tingkat lokal, regional, maupun internasional. Hal ini mendorong para
ulama Islam untuk mengadakan interpretasi kembali dan formulasi
kembali untuk memunculkan konsep keislaman yang relevan dengan
tuntutan zaman sebagai perwujudan semboyan bahwa Islam shalihun li
kulli zaman wa makan, artinya Islam itu sesuai untuk setiap saat dan
tempat. Hal ini yang menandai perkembangan Islam saat ini di berbagai
kawasan dunia Islam.

12
Selanjutnya Harun Nasution mengharapkan agar ide agama yang
membolehkan dan merestui perubahan perlu ditanamkan pada jiwa
umat Islam. Juga umat Islam perlu membedakan antara ajaran Islam
yang sebenarnya dan ajaran yang bukan berasal dari Islam. Yang perlu
dipertahankan adalah ajaran Islam sebenarnya, sedang ajaran yang
bukan dari Islam, boleh ditinggalkan dan boleh diubah. Dengan kata
lain perlu membedakan antara ajaran yang bersifat absolut dan ajaran
yang bersifat merupakan tradisi yang boleh diubah.
Ide tersebut lebih jelas terinci dalam pemikiran Muhammad
Abduh, ajaran Islam dibaginya menjadi ajaran dasar dan non dasar.
Ajaran dasar yang bersifat absolut dan tidak dapat diubah adalah Al-
Qur’an dan hadis mutawatir. Ajaran yang bukan dasar dan dapat diubah
adalah penafsiran atau interpretasi atas ajaran-ajaran dasar tersebut.
Dalam dunia Islam usaha pertama untuk membawa perubahan dalam
bidang ini juga dijalankan oleh Shadiq Rifat dan Mustafa Rasyid di
Turki dengan mencoba membuat Sultan tunduk pada syariat dan
undang-undang. Kemudian dilanjutkan oleh Midat Pasya dan Mustafa
Kemal, semua terjadi pada awal abad ke IX dengan mencoba membawa
sistem demokrasi ke Turki. Di Tunisia misalnya usaha serupa
dijalankan oleh Khairuddin Al-Tunis dengan ide konstitusionalisme
yang akhirnya mewujudkan konstitusi pertama di dunia Islam.
Pemikiran-pemikiran yang ditimbulkan pemimpin-pemimpin
modernisasi di Timur Tengah itu kemudian mempengaruhi pemimpin-
pemimpin Islam di Indonesia dan timbul lah usaha-usaha modernisasi
yang dilakukan terutama Harun Nasution dalam bukunya pembaharuan
dalam Islam dan juga lewat pendidikan dengan pendirian program
pasca-sarjana di IAIN Syarif Hidayatullah dan sampai sekarang banyak
melahirkan para pemikir dan pembaharu di bidang keislaman.

III. ISLAM DAN PENEGAKAN HUKUM


Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di
suatu Negara antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan

13
Kesadaran hukum warga Negara. Dalam pelaksanaannya masih tergantung
pada sistem politik Negara yang bersangkutan. Jika sistem politik Negara itu
otoriter maka sangat tergantung penguasa bagaimana kaidah hukum, penegak
hukum dan fasilitas yang ada. Adapun warga Negara ikut saja kehendak
penguasa (lihat sinopsis). Pada sistem politik demokratis juga tidak semulus
yang kita bayangkan. Meski warga Negara berdaulat, jika sistem
pemerintahannya masih berat pada eksekutif (Executive heavy) dan birokrasi
pemerintahan belum direformasi, birokratnya masih “kegemukan” dan
bermental mumpung, maka penegakan hukum masih mengalami kepincangan
dan kelambanan (kasus “hotel bintang” di Lapas).
Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-undangan yang simpang
siur penerapannya (kasus Prita). Agar suatu kaidah hukum berfungsi maka bila
kaidah itu berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaidah tersebut
merupakan kaidah mati (dode regel), kalau secara sosiologis (teori kekuasaan),
maka kaidah tersebut menjadi aturan pemaksa (dwang maat regel). Jika berlaku
secara filosofi, maka kemungkinannya hanya hukum yang dicita-citakan yaitu
ius constituendum. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri, apakah cukup
sistematis, cukup sinkron, secara kualitatif dan kuantitatif apakah sudah cukup
mengatur bidang kehidupan tertentu. Dalam hal penegakan hukum mungkin
sekali para petugas itu menghadapi masalah seperti sejauh mana dia terikat oleh
peraturan yang ada, sebatas mana petugas diperkenankan memberi
kebijaksanaan. Kemudian teladan macam apa yang diberikan petugas kepada
masyarakat. Selain selalu timbul masalah jika peraturannya baik tetapi
petugasnya malah kurang baik. Demikian pula jika peraturannya buruk, maka
kualitas petugas baik.
Fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan hukum. Jika sarana
tidak cukup memadai, maka penegakan hukum pun jauh dari optimal.
Mengenai warga negara atau warga masyarakat dalam hal ini tentang derajat
kepatuhan kepada peraturan. Indikator berfungsinya hukum adalah kepatuhan
warga. Jika derajat kepatuhan rendah, hal itu lebih disebabkan oleh keteladanan
dari petugas hukum.

14
Dalam hukum Islam, telah menjadi prinsip keharusan adanya law in
books dan law in action, yakni Al-Qur’an dan Hadist dijadikan sebagai dasar
hukum fundamental, sedang penjabarannya dalam bentuk action telah diatur
dalam fiqih, yaitu ketentuan yang mengatur perilaku dan kenyataan hidup
dalam masyarakat melalui metode ijtihad.
Prinsip Hukum Islam tersebut sesungguhnya secara tidak langsung telah
dipahami oleh banyak ahli hukum, seperti apa yang dikemukakan Soerjono,
bahwa faktor hukum, penegak hukum, sarana hukum, masyarakat dan
kebudayaan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
sebagaimana diuraikan dibawah ini :
a. Faktor Hukum itu sendiri
Hukum yang dimaksudkan adalah undang-undang dalam arti
material. Agar supaya undang-undang mempunyai dampak yang positif,
maka setidaknya harus memenuhi asas-asas yaitu :
 Undang-undang hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang disebut
dalam undang-undang, dan terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan
berlaku;
 Undang-undang yang dibuat penguasa yang lebih tinggi mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi pula;
 Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang
yang bersifat umum jika pembuatnya sama;
 Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang
yang berlaku terdahulu;
 Undang-undang tidak dapat diganggu gugat;
 Undang-undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan
spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi seseorang.
Tidak terpenuhi 6 asas di atas, juga karena;
 Belum adanya peraturan pelaksanaan yang dibutuhkan untuk menerapkan
undang-undang;
 Ketidakjelasan arti kata-kata kesimpangsiuran dalam penafsiran serta
penerapannya.
b. Faktor Penegak Hukum

15
Penegak hukum yang dimaksudkan adalah penegak hukum yang
mencakup mereka yang secara langsung berkecimpung dalam bidang
penegakan hukum yaitu (law enforcement and peace maintenance) yang
meliputi hakim, jaksa, polisi, pengacara dan masyarakat, demikian pula
mereka yang secara tidak langsung berkecimpung dalam bidang penegakan
hukum, seperti pemerintah dalam arti umum, pelaku ekonomi, elit-elit
politik.
Penegak hukum yang berkecimpung langsung dalam penegakan
hukum, mempunyai jenjang peran tertentu, yaitu:
 Peranan yang ideal (ideal role),
 Peranan yang seharusnya (expected role);
 Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role);
 Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role).
Kelemahan segi penegak hukum bisa disebabkan karena para
penegak hukum tidak memahami peranannya, khususnya peranan yang
seharusnya dan peranan yang sebenarnya dilakukan.
c. Faktor Sarana atau Fasilitas
Yang dimaksud sarana atau fasilitas dalam hal ini mencakup;
 Sumber daya manusia (manpower),
 Organisasi yang baik,
 Peralatan yang memadai,
 Keuangan yang cukup.
Keempat faktor tersebut harus terpenuhi dalam penegakan hukum demi
terwujudnya tujuan hukum.
d. Faktor Masyarakat
Karena penegakan hukum berasal dari masyarakat dan untuk
masyarakat dalam arti umum, maka masyarakat adalah salah satu fenomena
yang sangat mempengaruhi penegakan hukum. Dari sudut sosial dan
budaya, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk (plural
society) dengan sekian banyak golongan etnik dan budaya. Di samping itu,
bagian terbesar penduduk tinggal di wilayah pedesaan yang berbeda gaya
hidup pada wilayah perkotaan. Karena itu, para penegak hukum harus

16
memperhatikan stratifikasi sosial, tatanan status dan peranan yang ada di
lingkungan tersebut. Setiap stratifikasi sosial pasti ada dasar-dasarnya,
seperti kekuasaan, kekayaan materi, kehormatan dan pendidikan. Dari
pengetahuan dan pemahaman terhadap stratifikasi sosial tersebut, akan
dapat diketahui lambang-lambang kedudukan yang berlaku dengan segala
macam gaya, di samping akan dapat diketahui pula faktor-faktor yang
mempengaruhi kekuasaan dan wewenang beserta penerapannya di dalam
kenyataan. Karena itu para pembuat dan penegak hukum harus memahami
masyarakat dimana hukum akan diterapkan.
e. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya dari
faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi penegakan hukum. Sebab
kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang
mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-
konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianutnya),
dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut
lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan
ekstrim yang harus diserasikan. Pasangan nilai yang dimaksud adalah:
 Nilai ketertiban dan ketenteraman
Dalam keadaan sehari-hari nilai ketertiban disebut sebagai keterikatan
atau disiplin, sedang nilai ketenteraman atau disiplin, sedangkan nilai
ketenteraman suatu kebebasan. Keadaan tidak tenteram atau tidak bebas
akan terjadi apabila; dipaksa, terpaksa, atau takut;
 Nilai kebendaan dan keakhlakan
Dalam kenyataan pada masing-masing masyarakat timbul perbedaan
karena berbagai macam pengaruh, katakanlah pengaruh dari kegiatan
modernisasi dibidang material tidak mustahil akan menempatkan nilai
kebendaan pada posisi yang lebih tinggi daripada nilai keakhlakan.
Penempatan nilai kebendaan pada posisi yang lebih tinggi dan lebih
penting, akan mengakibatkan berbagai aspek proses hukum akan
mendapat penilaian dari segi kebendaan belaka.
 Nilai konservatisme dan inovatisme

17
Pasangan nilai konservatisme dengan nilai inovatisme senantiasa
berperan di dalam perkembangan hukum, oleh karena disatu pihak ada
yang menyatakan hukum hanya mengikuti perubahan yang terjadi dan
bertujuan untuk mempertahankan “status quo”, di lain pihak ada
anggapan yang kuat bahwa hukum juga berfungsi sebagai sarana untuk
mengadakan perubahan dan menciptakan hal yang baru.

IV. KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNKAR


Kewajiban menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar, merupakan hal
yang sangat esensi dalam Islam, kehadirannya untuk membebaskan manusia
dari keterbelakangan, ketertindasan, perbudakan, kebodohan, kemusyrikan,
karena dakwah amar ma’ruf dan nahi munkarmerupakan perpanjangan tangan
dari nabi/rasul kepada umatnya.Al-Qurtubi dalam Tafsirnya al-Jami’li Ahkam
al Quran, menjelaskan lafaz ‫ ِم ْن ُك ْم‬dalam ayat ini adalah untuk menunjukkan
sebahagian (li al-tab’idh). Artinya juru dakwah itu mestilah dari kalangan
ulama, sedangkan masyarakat itu tidak semuanya ulama. Dengan demikian
mufassir ini menarik kesimpulan hukum bahwa tugas amar makruf dan nahi
munkar itu adalah fardhu kifayah.
Demikian besar keutamaan beramar ma’ruf kepada manusia, maka Nabi
Muhammad menyatakan bahwa pahala menyuruh kepada kebaikan itu sepadan
dengan pahala orang yang melakukannya dan pahala orang yang
memerintahkan kepada kejahatan juga sepadan dengan orang yang
melakukannya. Orang-orang yang menyaksikan perbuatan aniaya yang
dilakukan orang lain sedang seseorang tidak ada usaha mencegahnya, maka
Allah SWT akan memberikan siksaan yang sama dengan orang yang melalukan
penganiayaan tersebut. Sebab seseorang yang menyaksikan berbuat maksiat
seperti berzina tanpa pencegahan, maka dihitung seperti orang yang melakukan
perbuatan tersebut.
Tidak diragukan lagi bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah upaya
menciptakan kemaslahatan umat dan memperbaiki kekeliruan yang ada pada
tiap-tiap individunya. Dengan demikian, segala hal yang bertentangan dengan
urusan agama dan merusak keutuhannya, wajib dihilangkan demi menjaga

18
kesucian para pemeluknya.
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan amal yang paling tinggi karena
posisinya sebagai landasan utama dalam Islam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala
berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan
mereka adalah orang-orang fasik.” (Ali Imran: 110)
Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul
dan diturunkannya Al-Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan
yang ma’ruf, yaitu tauhid yang menjadi intinya, kemudian untuk mencegah dan
menghilangkan yang mungkar, yaitu kesyirikan yang menjadi sumbernya. Jadi,
segala perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang disampaikan melalui rasul-
Nya adalah perkara yang ma’ruf. Begitu pula seluruh larangan-Nya adalah
perkara yang mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan amar
ma’ruf nahi mungkar ini sebagai sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan
kaum mukminin secara menyeluruh.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang
ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan
zakat, serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh
Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71)
Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada
dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan hal tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan
dengan adanya amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan hal inilah umat ini menjadi
sebaik-baik umat di tengah-tengah manusia.
a. Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kewajiban yang dibebankan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada umat Islam sesuai kemampuannya.

19
Ditegaskan oleh dalil Al Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’ para Ulama.
1) Dalil Al-Qur’an
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئِكَ هُ ُم‬
َ‫ْال ُم ْفلِحُون‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung“.[Al-
Imran:104].
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini, ”Maksud dari ayat ini,
hendaklah ada sebagian umat ini yang menegakkan perkata ini”.
2) Dalil As-Sunnah
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
ُ‫ك أَضْ َعف‬
َ ِ‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذل‬
‫اإلي َما ِن‬
ِ
“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan
tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak
mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman“. [HR
Muslim].
Sedangkan Ijma’ kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama,
diantaranya:
1) Ibnu Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata, “Seluruh umat telah bersepakat
mengenai kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, tidak ada perselisihan
diantara mereka sedikitpun”.
2) Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah Subhanahu Wa Ta’ala
telah menegaskan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar melalui
beberapa ayat dalam Al Qur’an, lalu dijelaskan Rasulullah n dalam
hadits yang mutawatir. Dan para salaf serta ahli fiqih Islam telah
berkonsensus atas kewajibannya”.
3) An-Nawawi berkata,”telah banyak dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah serta
Ijma yang menunjukkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar”
4) Asy-Syaukaniy berkata, ”Amar ma’ruf nahi mungkar termasuk

20
kewajiban, pokok serta rukun syari’at terbesar dalam syariat. Dengannya
sempurna aturan Islam dan tegak kejayaannya”.

V. FITNAH AKHIR ZAMAN


a. Pengertian Fitnah dan Akhir Zaman
1) Fitnah
Kata fitnah berarti musibah, cobaan, dan ujian. Kata ini disebutkan
secara berulang di dalam al-Qur’an pada hampir 70 ayat (lihat al-Mu’jam
al-Mufahras), dan seluruh maknanya berkisar pada ketiga makna di atas.
Kata fitnah bisa juga bermakna sesuatu yang mengantarkan kepada
adzab Allah, seperti firman-Nya: “Ketahuilah, bahwa mereka telah
terjerumus ke dalam fitnah…” (QS. At-Taubah: 49).
Sementara yang dimaksud fitnah menurut ibnu arabi dalam linasul
arab bahwa fitnah adalah :
‫ و الفتنة‬،‫ و الفتنة الكفر‬،‫ و الفتنة االوالد‬،‫ و الفتنة المال‬،‫ و الفتنة المحنة‬،‫الفتنة اإلختبار‬
‫اختالف الناس باآلراء‬
“Fitnah adalah cobaan, Fitnah adalah ujian, harta adalah harta, anak-anak
adalah fitnah, kekafiran adalah fitnah, Fitnah itu bisa pula adalah
perbedaan pendapat manusia. Intinya fitnah itu adalah segala hal yang
dapat menjadikan manusia berselisih dan menjauh dari kebenaran
agama.”
Bahkan termasuk fitnah akhir zaman adalah banyaknya
pembunuhan dan kematian. Sebagaimana sabda Nabi :
‫إِ َّن بَ ْينَ يَ َديْ السَّا َع ِة أَل َيَّا ًما يَ ْن ِز ُل فِيهَا ْال َج ْه ُل َويُرْ فَ ُع فِيهَا ْال ِع ْل ُم َويَ ْكثُ ُر فِيهَا ْالهَرْ ُج َو ْالهَرْ ُج‬
ْ
‫القَ ْت ُل‬.
“Menjelang datangnya hari Kiamat ada hari-hari dimana kebodohan
diturunkan, ilmu diangkat, dan banyak terjadi Al-Harj. Al-Harj itu adalah
pembunuhan.” (HR. Al-Bukhari).
Di sisi lain, kata fitnah bermakna ujian, sebab keduanya bisa
digunakan dalam konteks kesulitan maupun kesenangan yang diterima
seseorang. Hanya saja, makna “kesulitan” lebih sering digunakan. Allah
berfirman (yang artinya): “Dan Kami akan menguji kamu dengan

21
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)…”
(QS. Al-Anbiyaa’: 35) (Mufradat Alfazh al-Qur’an al-Karim karya ar-
Raghib al-Ashfahani)
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasanya pengertian
fitnah adalah hal-hal dan kesulitan-kesulitan yang Allah timpakan kepada
hamba-hamba-Nya sebagai ujian dan cobaan yang mengandung hikmah.
Biasanya fitnah terjadi secara umum, namun ada juga fitnah yang terjadi
secara khusus. Pada akhirnya, berkat karunia Allah, fitnah itu diangkat
sehingga meninggalkan dampak yang baik bagi orang-orang yang
berbuat kebaikan dan yang beriman, sebaliknya meninggalkan dampak
yang buruk bagi mereka yang berbuat kejahatan dan tidak beriman.
Wallaahu a’lam. (Fitnah Akhir Zaman/al-Fitnah wa Mauqif al-Muslim
minhaa”, Dr. Muhammad al-‘Aqil).
2) Akhir Zaman
Hari kiamat atau yang dikenal dengan hari akhir zaman atau
yaumul akhir adalah hari dimana umat manusia akan dibangkitkan oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ditimbang amal perbuatannya. Akhir
zaman (bahasa Arab: ‫ ) آخر الزمان‬adalah istilah agama yang berarti masa
berakhirnya perjalanan dunia yang semua penganut ajaran agama dunia
meyakini akan terjadinya hal ini. Dalam Islam masa ini juga mendapat
perhatian lebih yang dikaitkan dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW
dan kemunculan Imam Mahdi A.S. Mitos yang berkembang bahwa akhir
zaman disertai dengan peristiwa-peristiwa ajaib dan mencengangkan.
Salah satu kekhususan akhir zaman yang paling penting dan diakui oleh
semua agama dan masyarakat dunia adalah kemunculan Juru Selamat.
Mengenai waktu kemunculan Juru Selamat tidak diketahui secara pasti,
namun salah satu tanda kemunculannya selalu dikaitkan dengan tanda-
tanda semakin dekat hari Kiamat (Yang waktunya juga tidak diketahui
secara pasti).
Istilah akhir zaman tidak ditemukan dalam Alquran, namun
terdapat beberapa ayat yang mengisyaratkan bahwa dimasa yang akan
datang masyarakat dunia berada di bawah kekuasaan yang berdasarkan

22
nilai-nilai ketauhidan dan keadilan. Di masa itu kekuasaan akan diwarisi
dan dipegang oleh orang-orang saleh dan kebenaran akan mengalahkan
kebatilan.
b. Fitnah-Fitnah Akhir Zaman
Diantara fitnah akhir zaman yang dijelaskan Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam adalah:
1) Fitnah dalam agama, yaitu dengan mudahnya manusia berpindah dari
agama Islam.
Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam menjelaskan: “Cepat-
cepatlah kalian beramal shalih sebelum datang fitnah, seperti malam
yang gelap. Seorang pada pagi harinya dalam keadaan mukmin,
kemudian pada sore harinya menjadi kafir. Pada sore harinya dalam
keadaan mukmin, pada pagi harinya menjadi kafir; dia menjual
agamanya dengan benda-benda dunia.” (HR. Muslim)
2) Fitnah kebodohan, kerakusan, dan kekacauan dengan dicabutnya ilmu
agama dari hati manusia.
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Zaman semakin
dekat, ilmu dicabut, muncul fitnah-fitnah, tersebar kebakhilan-
kebakhilan, banyak terjadi Al-Haraj. Para sahabat bertanya, ‘Apakah
Al-Haraj itu, ya Rasulullah?” beliau menjawab, ‘Pembunuhan.’”
(Muttafaqun ‘alaih)
Ilmu akan dicabut dari hati manusia dengan cara diwafatkannya
para ulama’ ahli ilmu agama. Maka setelah itu akan terjadilah
kebodohan dimana-mana dan akan ada muncul da’i-da’i yang menyeru
ke dalam neraka jahanam.
3) Diangkatnya amanah dari manusia.
Hal ini merupakan tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat.
Sebagaimana yang telah di kabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ’Alaihi
Wasallam yang ketika itu datang seorang Badui kepada beliau dan
berkata, “Kapankah hari kiamat akan terjadi?” Beliau menjawab dengan
sabdanya: “Apabila telah disia-siakannya amanah, maka tunggulah hari
kiamat! Orang tersebut kembali bertanya, ‘Bagaimana disia-siakannya,

23
wahai Rasulullah?’ beliau menjawab, ‘Apabila suatu perkara diserahkan
kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat.’” (HR.
Bukhari)
Pada kenyataan yang bisa kita amati adalah dengan dicabutnya
sifat amanah dari pundak-pundak para pemimpin. Kepemimpinan
merupakan amanah yang sangat besar. Sebagaimana sabda Shallahu
’Alaihi Wasallam: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian
akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang pimpin.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti yang bisa kita
amati saksama, yaitu banyaknya para pemimpin yang tidak
melaksanakan amanahnya dengan baik. Mereka malah
menyelewengkan amanah itu untuk kepentingan dirinya sendiri dan
keluarganya seperti halnya korupsi yang telah merajalela dimana-mana.
Hal itu termasuk bentuk penyelewengan amanah yang seharusnya
disampaikan kepada rakyat.
4) Fitnah Harta.
Macam-macam fitnah tersebut merupakan sebagian dari tanda-
tanda hari kiamat. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya di
antara tanda hari kiamat ialah; diangkat ilmu (agama), tersebar kejahilan
(terhadap agama), arak diminum (secara leluasa), dan lahirnya zina
(secara terang-terangan)”. (HR. Al-Bukhari no. 78 dan Muslim no.
4824)
Fitnah-fitnah tersebut mulai muncul setelah wafatnya Umar bin
Al-Khattab. Karena beliau merupakan dinding pembatas antara kaum
Muslimin dengan fitnah tersebut, sebagaimana yang diterangkan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika beliau berkata kepada ‘Umar:
“Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan
hancur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut,
karena hal tersebut akan menghancurkan semua umat. Sebagaimana

24
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Dan takutlah kepada fitnah yang
tidak hanya menimpa orang yang zalim di antara kalian semata dan
ketahuilah, bahwa Allah memiliki azab yang sangat pedih.” (QS. Al-
Anfal: 25)

25
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. Rais. 2013. Penegakan Hukum Atas Keadilan dalam Pandangan Islam.
Mizan; Jurnal Ilmu Syariah, FAI Universitas Ibn Khaldun (UIKA) BOGOR
Vol. 1 No. 2, pp. 143-148.
Hadi, Nur. 2019. Islam, Iman dan Ihsan Dalam Kitab Matan Arba‘In An-Nawawi: Studi
Materi Pembelajaran Pendidikan Islam dalam Perspektif Hadis Nabi SAW.
Jurnal Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Volume 9,
Nomor 1.
Handayani, Tri. 2017. Alternatif Penegakan Hukum dalam Perspektif Islam. Jurnal
Iqtisad: Recontruction of Justice and Welfare for Indonesia Vol. 4, No.1.
Hasyim, Baso. 2013. Islam dan Ilmu Pengetahuan (Pengaruh Temuan Sains Terhadap
Perubahan Islam). Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 14, No. 1, Halaman: 127 –
139.
Hatta, M. 2019. Implementasi Isi atau Materi Pendidikan (Iman, Islam, Ihsan, Amal
Saleh, dan Islah) Di SD Muhammadiyah 7 Pekanbaru. Indonesian Journal
of Islamic Educational Management Vol. 2, No. 1, Hal. 12-25.
Mustofa, Agus Hasan. 2020. Peningkatan Iman dan Moral Anak Melalui Pembelajaran
Aqidah Akhlak. AL-IMAN: Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 4
No. 1.
Sabir, Muhammad. 2015. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar (Suatu Pendekatan Hadis
Dakwah dalam Perubahan Sosial). POTRET PEMIKIRAN – Vol.19, No. 2
Sari, Restiaka Mustika. 2017. Keselarasan Islam dan Sains. Usluhuna: Jurnal Ilmu
Usluhuddin Vol. 3 No. 2
http://alazabut.blogspot.com/2012/06/pengertian-tentang-iman-islam-dan-ihsan.html.
https://almanhaj.or.id/2708-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-hukum-islam.html.
https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/.
http://buletin-aliman.blogspot.com/2013/02/fitnah-akhir-zaman.html.
https://id.wikishia.net/view/Akhir_Zaman.
http://jakhinjj.blogspot.com/2016/04/makalah-hubungan-antara-iman-islam-dan.html.
https://kanal24.co.id/read/covid-19-dan-fitnah-akhir-zaman.
https://nanangsuhendar.wordpress.com/2013/04/25/islam-dan-sains-modern/.

26
https://paudit.alhasanah.sch.id/tahukah-anda/apa-perbedaan-islam-iman-dan-ihsan/.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwi3z7GH9MTtA
hVJ7XMBHYmuAZsQFjAAegQIBBAC&url=http%3A%2F
%2Frepository.uin-suska.ac.id%2F3908%2F4%2FBAB
%2520III.pdf&usg=AOvVaw3GgNOnWAPNCoL7VKleGdKW.

27

Anda mungkin juga menyukai