Anda di halaman 1dari 24

Laporan Praktik Klinik Komunikasi Keperawatan II

LAPORAN PENDAHULUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

“ANSIETAS”

Nama : Runi Septianti Ode Murhum


NIM : 14220120
Kelas : D12019
Kelompok : IV
Dosen Pembimbing : Ns. Andi Mappangaro., S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................
...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
A. LATAR BELAKANG............................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................
C. TUJUAN.................................................................................................................
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus..................................................................................................
D. MANFAAT ..........................................................................................................
1. Manfaat Teoritis ...............................................................................................
2. Manfaat Aplikatif..............................................................................................
3. Manfaat Metodologi..........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................
A. TINJAUAN UMUM..............................................................................................
1. Komunikasi Terapeutik....................................................................................
2. Teknik Komunikasi Terapeutik......................................................................
3. Tahapan Komunikasi Terapeutik...................................................................
4. Hambatan Komunikasi Terapeutik................................................................
5. Cara Mengatasi Hambatan..............................................................................
BAB III LAPORAN PENDAHULUAN......................................................................
BAB IV STRATEGI PELAKSANAAN......................................................................
BAB V PENUTUP.........................................................................................................
..........................................................................................................
A. KESIMPULAN
B. SARAN .................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung
pada konteks pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang,
komunikasi merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau lebih,
atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya antara lain: 
berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari,
bercerita dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk
upaya penyampaian pikiran kepada orang lain, tidak hanya secara lisan
(verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau gesture (non-verbal),
adalah komunikasi.
Proses komunikasi dibangun berdasarkan  hubungan saling percaya
dengan klien dan keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang
esensial dalam menciptakan hubungan antara perawat dan klien. Addalati
(1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan bahwa seorang
perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli
terhadap pasien, seseorang (perawat)  yang tidak care dengan orang lain
(pasien) adalah berdosa. Seorang perawat yang tidak menjalankan profesinya
secara profesional akan merugikan orang lain (pasien), unit kerjanya dan juga
dirinya sendiri.
Komunikasi seorang perawat dengan pasien pada umumnya
menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni komunikasi intrapersonal,
interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula ditegaskan dalam Poter
dan Perry (1993) bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga
tahapan yakni komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri individu sendiri),
interpersonal (interaksi antara  dua orang atau kelompok kecil) dan publik
(interaksi dalam kelompok besar).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori dari komunikasi terapeutik
2. Bagaimana strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada klien ansietas
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau
adaptif dan diarahkan pada  pertumbuhan klien
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui pengaruh antara komunikasi terapeutik perawat terhadap
penurunan kecemasan klien
2. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi
yang ada bila klien percaya pada hal yang diperlukan. 
D. Manfaat
Dengan pemberian komunikasi terapeutik diharapkan dapat
menurunkan tingkat kecemasan pasien karena pasien merasa bahwa
interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi
pengetahuan, perasaan dan informasi dalam rangka mencapai tujuan
perawatan yang optimal, sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
1. Komunikasi terapeutik
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi
terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat
pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan
khasiat therapi bagi proses penyembuhan  pasien. Oleh karenanya seorang
perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif
komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat
dipenuhi.
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara
perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang
mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik
adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan
berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif
seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang
efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan
memahami tentang dirinya.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart
dan Sundeen, 1987, hal. 111) karena :
1) Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang
terapeutik. Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi
dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2) Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain.
Berarti, keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada
komunikasi karena proses keperawatan ditujukan untuk merubah
perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.
3) Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang
terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu
mengetahui proses komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam
membantu klien memecahkan masalahnya.
Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim
pesan, penerima pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu
pengirim dan penerima adalah komunikasi yang akan member efek pada
perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal dan nonverbal.
Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik
dengan klien anak.
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara
lain : Vokal; nada, kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya
menggambarkan suasana emosi.
1) Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau
gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat
diartikan sebagai suasana hati.
2) Jarak (space) Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain
menggambarkan keintiman.
3) Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan
aspek budaya dan kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus
menganalisa dirinya : kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu
menjadi model yang bertanggung jawab. Seorang perawat tidak akan dapat
mengetahui kondisi klien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan
klien.
Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi
harus di rencanakan, di pertimbangkan dan di lakukan secara profesional.
Pada saat pertama kali perawat melakukan komunikasi terapeutik proses
komunikasi umumnya berlangsung singkat, canggung, semu dan seperti di
buat-buat.hal ini akan lebih membantu untuk mempersepsikan masing-
masing hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai
hubungan antar manusia yang positif sehingga akan mempermudah
pencapaian tujuan terapeutik.
2. Fase-Fase Komunikasi Terapeutik
1) Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat
menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya.
Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian
perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap
ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya,
mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk
berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum
berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat
penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara
maksimal pada saat berinteraksi dengan klien.
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting
karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa
memahami klien.
d.  Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
2) Tahap Orientasi/Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat
berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada
klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya
berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan
mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap
ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah
dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan
yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain :
a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan
komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari
keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
b. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini
sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi
(Barammer dalam Suryani, 2005).
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien.
Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan
perasaannya.
d. Merumuskan tujuan dengan klien.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan
kedua dan seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data,
rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi
hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah
dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).
3) Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini
perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam
mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga
dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi
terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena
tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah
yang telah dipilih.
4) Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-
klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan
klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi akhir terjadi jika
perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.
3. Tekhnik-Tekhnik Komunikasi Terapeutik
a. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong
klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
b. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam
komunikasi terapeutik (Keliat, Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah
proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi
serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson,
S dalam Suryani, 2005). Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti
apa yang dibacakan klien dengan penuh perhatian. Perawat memberikan
tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien.
Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk
mendengarkan (Purwanto, Heri, 1994).
c. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang
diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi
Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang
mendukung listening (Suryani, 2005).
d. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau
pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti
dari ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
e. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada
klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien
pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
f. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan
pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan
memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi
pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005).
g. Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam
mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek
yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien.
h. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang
membantu klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien.
i. Mengubah Cara Pandang
Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk
memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau
masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
j. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau
lebih dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani,
2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada
tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah
yang dialami klien.
k. Membagi Persepsi
Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi
persepsi (sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal
yang perawat rasakan atau pikirkan.
l. Mengidentifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan
harus mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut.
Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah
penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005).
l. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan
terapeutik. Florence Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani
(2005) pernah mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani
dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan
kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi.
m. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan
psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat.
Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan
perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa
diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.
4. Hambatan komunikasi terapeutik
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan
perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan
kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan
mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat
komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu
hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi
klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai
hambatan komunikasi terapeutik itu.
a) Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang
menimbulkan masalah aspek diri seseorang.
b) Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan
dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
dalam kehidupannya di masa lalu.
c) Kontertransferens.
Kontertransferens Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat
bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional
spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun
konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi.
5. Cara mengatasi hambatan komunikasi terapeutik
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap
untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks
hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai
pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku
yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali
baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan
dampak negative pada proses terapeutik.
BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah utama
Ansietas
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Ansietas
Ansietas merupakan keadaan ketika individu atau kelompok
mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem
saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas,
nonspesifik (Carpenito, 2007).
Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan
dengan sesuatu di luar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam
mengatasi permasalahan (Asmadi, 2008).
Menurut Asmadi, 2008 ada beberapa teori yang menjelaskan
mengenai asal ansietas, teori tersebut antara lain:
a. Teori psikoanalisis
Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional
yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id
mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang, sedangkan
superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari
dua elemen tersebut dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego
bahwa ada bahaya.
b. Teori interpersonal
Dalam pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga
dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti
kehilangan dan perpisahan dengan orang yang dicintai. Penolakan
terhadap eksistensi diri oleh orang lain ataupun masyarakat akan
menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi cemas. Namun bila
keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan merasa tenang
dan tidak cemas. Dengan demikian, ansietas berkaitan dengan
hubungan antara manusia.
c. Teori perilaku
Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan hasil frustasi.
Ketidakmampuan atau kegagalan dalam mencapai suatu tujuan yang
diinginkan akan menimbulkan keputusasaan. Keputusasaan yang
menyebabkan seseorang menjadi ansietas.
2. Rentang Respon Ansietas

3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
1) Dalam pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian, id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma –
norma budaya seseorang.
2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dari hubungan interpersonal.
3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi, yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal
yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.
5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas
penghambat dalam aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga
mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis
berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin.
b. Faktor Prespitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau
eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari - hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
4. Gejala Klinis
Keluhan (keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami
ansietas), antara lain sebagai berikut:
1. Cemas, khawatir, firasat, buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang .
4. Gangguan pola tidur, mimpi (mimpi yang menegangkan).
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan (keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak napas,
gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan
sebagainya.
C. Penatalaksanaan
Teknik Relaksasi Napas Dalam
1. Pengertian
Teknik relaksasi merupakan salah satu terapi nonfarmakologis
yang digunakan dalam penatalaksanaan nyeri (Tamsuri, 2007). Relaksasi
merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental maupun fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap
nyeri (Andarmoyo, 2013). Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas
napas abdomen dengan frekuensi yang lambat dan berirama (Smeltzer &
Bare, 2002). Latihan napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri
dari pernapasan abdominal (diafragma) dan pursed lip breathing
(Lusianah, Indaryani, & Suratun, 2012).
2. Tujuan
Terdapat beberapa tujuan dari teknik napas dalam menurut
Lusianah, Indaryani and Suratun (2012), yaitu antara lain untuk mengatur
frekuensi pola napas, memperbaiki fungsi diafragma, menurunkan
kecemasan, meningkatkan relaksasi otot, mengurangi udara yang
terperangkap, meningkatkan inflasi alveolar, memperbaiki kekuatan otot-
otot pernapasan, dan memperbaiki mobilitas dada dan vertebra thorakalis.
3. Efek Teknik Relaksasi Napas Dalam
Menurut Potter and Perry (2006) teknik relaksasi napas dalam yang
baik dan benar akan memberikan efek yang penting bagi tubuh, efek
tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernapasan
b. Penurunan konsumsi oksigen
c. Penurunan ketegangan otot
d. Penurunan kecepatan metabolisme
e. Peningkatan kesadaran global
f. Kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan
g. Tidak ada perubahan posisi yang volunter
h. Perasaan damai dan sejahtera
i. Periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam.
4. Prosedur Teknik Relaksasi Napas Dalam
Berikut ini adalah langkah-langkah tindakan dalam melakukan
teknik relaksasi napas dalam menurut Lusianah, Indaryani and Suratun
(2012) :
o Mengecek program terapi medik klien.
o Mengucapkan salam terapeutik pada klien.
o Melakukan evaluasi atau validasi
o Melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topik) dengan klien.
o Menjelaskan langkah-langkah tindakan atau prosedur pada klien.
o Mempersiapkan alat : satu bantal
o Memasang sampiran.
o Mencuci tangan.
o Mengatur posisi yang nyaman bagi klien dengan posisi setengah
duduk di tempat tidur atau di kursi atau dengan posisi lying position
(posisi berbaring) di tempat tidur atau di kursi dengan satu bantal.
o Memfleksikan (membengkokkan) lutut klien untuk merilekskan otot
abdomen.
o Menempatkan satu atau dua tangan klien pada abdomen yaitu tepat
dibawah tulang iga
o Meminta klien untuk menarik napas dalam melalui hidung, menjaga
mulut tetap tertutup. Hitunglah sampai 3 selama inspirasi.
o Meminta klien untuk berkonsentrasi dan merasakan gerakan naiknya
abdomen sejauh mungkin, tetap dalam kondisi rileks dan cegah
lengkung pada punggung.
o Jika ada kesulitan menaikkan abdomen, tarik napas dengan cepat, lalu
napas kuat melalui hidung.
o Meminta klien untuk menghembuskan udara melalui bibir, seperti
meniup dan ekspirasikan secara perlahan dan kuat sehingga terbentuk
suara hembusan tanpa mengembungkan pipi, teknik pursed lip
breathing ini menyebabkan resistensi pada pengeluaran udara paru,
meningkatkan tekanan di bronkus (jalan napas utama) dan
meminimalkan kolapsnya jalan napas yang sempit.
o Meminta klien untuk berkonsentrasi dan merasakan turunnya
abdomen ketika ekspirasi. Hitunglah sampai 7 selama ekspirasi.
o Menganjurkan klien untuk menggunakan latihan ini dan
meningkatkannya secara bertahap 5-10 menit. Latihan ini dapat
dilakukan dalam posisi tegap, berdiri, dan berjalan.
o Merapikan lingkungan dan kembalikan klien pada posisi semula
o Membereskan alat.
o Mencuci tangan.
o Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan dan memantau
respon klien.

BAB IV
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ANSIETAS
Masalah utama : Ansietas
Pertemuan : Pertama (SP I)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tidak bisa tidur, gelisah, tampak berbicara cepat dan sering
meremas tangan karena takut akan rencana operasi pengangkatan rahim
yang akan dijalaninya.
2. Diagnosa Keperawatan : Ansietas
3. Tujuan Khusus
a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
b. Pasien mampu mengenal ansietas
c. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
d. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi
untuk mengatasi ansietas
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya (salam terapeutik, komunikasi terbuka,
jujur dan empati, sediakan waktu untuk mendengarkan klien, beri
kesempatan untuk mengungkapkan perasaan klien)
b. Mendiskusikan ansietas: penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala,
serta akibat
c. Melatih teknik relaksasi fisik, pengendalian pikiran & emosi
B. Strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
1. Pra Interaksi
Perawat mempersiapkan diri dengan baik secara fisik dan mental
untuk bertemu klien, selain itu perawat memperbanyak informasi
perawatan terkait mengenai terapi yang hendak dipraktikkan. Kemudian
tidak lupa juga perawat menyiapkan lingkungan yang nyaman.
2. Orientasi
1. Salam terapeutik
“Selamat pagi Ibu, perkenalkan nama saya Runi Septianti, Ibu bisa
memanggil saya perawat Runi. Saya perawat yang hari ini bertugas
merawat Ibu dari pukul 08.00 sampai pukul 12.00 nanti. Kalau boleh
tahu nama Ibu siapa? Senangnya dipanggil apa Bu?”
2. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini? Sepertinya Ibu terlihat cemas dan
gelisah. Apakah ada hal yang mengganggu pikiran Ibu?”
3. Kontrak
 Topik : “Baiklah Ibu, kalau begitu bagaimana jika pagi ini kita
bercakap-cakap tentang kegelisahan yang Ibu rasakan?”
 Waktu : “Berapa lama kita akan bercakap-cakap? Apakah 15 menit
cukup? Baiklah Bu, selama 15 menit ke depan kita akan bercakap-
cakap ya.”
 Tempat : “Apakah Ibu merasa nyaman jika kita mengobrol di
tempat ini? Baiklah kalau begitu tempatnya di ruangan ini saja ya
Bu.”
Tahap Kerja:
(langkah-langkah tindakan keperawatan)
 “Baiklah Bu, tadi Ibu mengatakan bahwa Ibu cemas dan gelisah. Kalau
saya boleh tahu apa yang menyebabkan Ibu merasa gelisah?
 “Oh jadi ibu merasa takut dengan operasi yang akan Ibu lakukan
karena ini operasi pertama dalam hidup Ibu. Apa saja dampak yang
Ibu rasakan akibat rasa gelisah ini?”
 “Apakah sebelumnya Ibu sudah pernah mengalami pengalaman dan
perasaan seperti ini?”
 “Bagaimana cara Ibu mengatasi hal tersebut? Apakah cara tersebut
bisamengurangi rasa gelisah Ibu?”
 “Baiklah Bu, bagaimana kalau sekarang kita berlatih cara untuk
mengurangi rasa gelisah dengan teknik napas dalam. Apakah Ibu
bersedia? Sebelumnya apakah Ibu sudah pernah mendengar dan
melakukan hal ini?”
 “Baiklah, kalau begitu saya akan mengajarkan Ibu. Pertama, Ibu
relaks saja ya apakah Ibu nyaman dengan posisi seperti ini?”
 “Nah kalo Ibu sudah merasa nyaman sekarang Ibu tarik napas dalam
melalu hidung, tahan 3-5 detik, kemudian hembuskan perlahan melalui
mulut ya Bu
 Perhatikan ketika Ibu mengambil napas, bahu Ibu tidak naik ya. Relaks
dan tenangkan pikiran Ibu.” Saya contohkan ya, Bu.
 “Bagaimana Bu? Dapat dipahami? Coba sekarang Ibu ulangi apa
yang saya contohkan tadi.”
 “Wah bagus sekali, ibu sudah mampu melakukannya. Ibu bisa
melakukan latihan ini selama 5 sampai 10 kali sampai ibu merasa
relaks atau santai.”
3. Terminasi
1) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita bercakap-cakap dan latihan teknik
napas dalam tadi?”
 Evaluasi objektif
“Bisa Ibu praktikkan kembali teknik napas dalam yang tadi sudah kita
lakukan?”Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan
hasil tindakan yang telah dilakukan)
“Baiklah Bu, mulai sekarang jika Ibu merasa gelisah Ibu bisa melakukan
teknik napas dalam yang tadi sudah kita praktikkan untuk mengurangi
rasa gelisah Ibu.”
2) Kontrak yang akan datang
 Topik: “Tidak terasa sudah 15 menit ya kita bercakap-cakap. Besok
kita bertemu lagi ya Bu untuk mendiskusikan cara lain untuk
mengurangi kecemasan Ibu.”
 Waktu: “Kira-kira besok saya akan mengunjungi Ibu pukul 09.00 pagi,
bagaimana Bu?”
 Tempat: “Tempatnya bagaimana kalau disini saja? Baiklah kalau
begitu saya permisi dulu. Jika Ibu membutuhkan bantuan, silahkan
tekan tombol disamping tempat tidur Ibu. Selamat Pagi.”
BAB V
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Komunikasi terapeutik terjadi diantara perawat dengan pasiennya yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dialami oleh pasien,
dengan maksud perawat dapat mengubah perilaku pasien menuju kesembuhan
(Mundakir, 2006).
Ansietas adalah respon seseorang berupa rasa khawatir, was-was dan
tidak nyaman dalam menghadapi suatu hal tanpa objek yang jelas. Menurut
Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup
fisik ( somatik ) , psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius.
Teknik relaksasi merupakan salah satu terapi nonfarmakologis yang
digunakan dalam penatalaksanaan nyeri (Tamsuri, 2007).
B.   Saran
1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan
klien untuk mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan
bahasa yang mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman komunikasi.
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang
teguh etika keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan.


Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Carpenito-Moyet, L. J. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10.
Jakarta: EGC
Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC
Potter & Perry (2005). undamental keperawatan, Edisi 5 . Jakarta : EGC
Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC
Stuart, G.W. and Laraia, M.T. 2005. Principles and Prectice Of Psychiatry
Nursing 7 Edition St. Louis. Missouri: Mosby Year Book.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Brunner & Suddarth’s Textbook
of Medical– Surgical Nursing, atau Buku Ajar Kepwrawatan Medikal –
Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, I Made Karyasa,
Julia, Y. Kuncara, dan Yasmin Asih. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
EGC
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Tamsuri A.(2007).Konsep Dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai